• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Ekspor TPT Indonesia dan Negara Mitra Dagang Utama di Kawasan APEC Tahun 2012-2013

Pada Tabel 5 menunjukkan perkembangan nilai ekspor TPT Indonesia dan negara mitra dagang utamanya di kawasan APEC. Dapat dilihat negara Cina sangat mendominasi permintaan akan kapas, serat stafel buatan, barang-barang rajutan, dan pakaian jadi bukan rajutan dengan nilai ekspor di tahun 2013 sebesar US$8.93 Milyar, US$4.42 Milyar, US$55.38 Milyar, US$39.60 Milyar. Nilai tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan negara Indonesia yang memiliki total nilai ekspor kurang dari 10% untuk setiap komoditinya pada tahun 2012-2013. Selain itu, negara pesaing Indonesia seperti Amerika Serikat cukup mendominasi permintaan kapas dan serat stafel buatan di kawasan ini. Pertumbuhan yang negatif dialami Amerika Serikat pada tahun 2013 untuk komoditi kapas dengan nilai pertumbuhan sebesar -15.53% sedangkan komoditi serat stafel buatan mengalami pertumbuhan sebesar 6.10% pada tahun 2013.

Tabel 5 Nilai ekspor kapas, serat stafel buatan, barang-barang rajutan, dan pakaian jadi bukan rajutan Indonesia dan negara mitra dagang utama di kawasan APEC tahun 2012-2013

Negara

HS 52 (Milyar US$)

HS 55 HS 61 HS 62

(Milyar US$) (Milyar US$) (Milyar US$)

2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013 Indonesia 0.50 0.61 0.97 0.90 2.55 2.63 2.61 2.84 Amerika Serikat *5.73 *4.84 *1.64 *1.74 1.75 1.86 1.54 1.58 Jepang 0.64 0.57 1.34 1.33 0.17 0.14 0.20 0.17 Singapura 0.04 0.08 0.13 0.13 0.72 0.56 0.27 0.34 Cina *7.13 *8.93 *4.48 *4.42 *48.40 *55.38 *35.25 *39.60 Malaysia 0.39 0.31 0.12 0.14 0.51 0.57 0.32 0.30 Thailand 0.31 0.41 0.59 0.63 1.20 1.27 0.67 0.62 Korea Selatan 0.65 0.67 1.18 1.22 0.70 0.74 0.74 0.87 Australia 2.56 2.33 0.01 0.01 0.07 0.07 0.09 0.07 Pilipina 0.004 0.002 0.02 0.01 0.71 0.68 0.61 0.62 Hongkong 2.86 2.97 0.82 0.78 *7.08 *7.06 *6.41 *6.40 Vietnam 0.78 1.08 0.27 0.24 5.87 7.04 5.52 6.67 Kanada 0.03 0.03 0.09 0.09 0.38 0.38 0.50 0.53

Ket: HS 52 (Kapas), HS 55 (Serat stafel buatan), HS 61 (Barang-barang rajutan), HS 62 (Pakaian jadi bukan rajutan) dan (*) negara pesaing utama

Sumber : International Trade Centre, 2015 (diolah)

Negara Hongkong merupakan salah satu negara penghasil barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan yang cukup besar di kawasan ini sehingga negara Hongkong juga menjadi salah satu negara pesaing Indonesia dengan nilai

ekspor yang lebih besar dari US$6.20 Milyar untuk setiap komoditi di tahun 2012 dan 2013 (dapat dilihat pada tabel 5). Selain itu, negara Vietnam juga menjadi salah satu negara pesaing Indonesia dalam memasarkan komoditi barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan di kawasan ini. Bagi negara Vietnam terjadi peningkatan nilai ekspor sebesar US$1.17 Milyar untuk komoditi barang-barang rajutan dan US$1.15 Milyar untuk komoditi pakaian jadi bukan rajutan pada tahun 2013.

Perkembangan Volume Ekspor TPT Indonesia ke Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013

Perkembangan volume ekspor TPT Indonesia ke negara mitra dagang utamanya memliki tren yang positif, namun cukup fluktuatif di setiap tahunnya. Perkembangan permintaan akan ekspor hasil industri hulu dan hilir Indonesia didominasi oleh negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Cina, Hongkong dan Korea Selatan. Pada Gambar 6 dapat dilihat perkembangan ekspor hasil industri hulu (kapas dan serat stafel buatan) dan industri hilir (barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan) Indonesia ke negara mitra dagang utamanya dalam kawasan APEC. Volume ekspor yang cenderung meningkat setiap tahunnya disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari negara mitra seperti Amerika Serikat dan Jepang serta manfaat yang didapat Indonesia dari adanya perjanjian fasilitasi perdagangan dalam kawasan ini.

Rata-rata volume ekspor empat komoditi TPT utama Indonesia setiap tahunnya yaitu sebesar 168.315 ton. Volume ekspor tertinggi TPT Indonesia berada pada tahun 2013 dan volume ekspor terendah di tahun 2009 yang disebabkan adanya krisis keuangan global. Komoditi barang-barang rajutan dinilai mampu bertahan atas krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008. Dapat dilihat sebesar 12.64% atau setara dengan 14.938 ton pertumbuhan terjadi pada komoditi ini, sedangkan tiga komoditi lainnya seperti kapas, serat stafel buatan dan pakaian jadi bukan rajutan mengalami penurunan nilai ekspor atau tumbuh secara negatif ke negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Tren pertumbuhan yang positif mulai ditunjukkan kembali industri TPT Indonesia pada tahun 2010, dikarenakan mulai membaiknya kondisi perekonomian negara-negara mitra dagang utama.

Sumber : International Trade Centre, 2015 (diolah)

Gambar 6 Perkembangan volume ekspor kapas, serat stafel buatan, barang-barang rajutan, dan pakaian jadi bukan rajutan Indonesia tahun 2006-2013

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 V o lum e (To n) Kapas

Serat stafel buatan Barang-barang rajutan

Pakaian jadi bukan rajutan

Pada Gambar 6 juga menyajikan bahwa, Komoditi kapas Indonesia cukup mengalami perkembangan yang cukup signifikan di tahun 2013 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 61.92% atau setara dengan 72.650 ton disusul oleh barang- barang rajutan sebesar 9.55% atau setara dengan 17.728 ton, pakaian jadi bukan rajutan sebesar 8.71% atau setara dengan 11.052 ton, dan serat stafel buatan sebesar 0.70% atau setara dengan 1.998 ton. komoditi serat stafel buatan walaupun memiliki tingkat pertumbuhan yang kecil setiap tahunnya namun kontribusinya terhadap volume ekspor TPT Indonesia cukup besar dengan rata-rata nilai kontribusi setiap tahunnya sebesar 38,36% terhadap total ekspor yang disajikan pada Gambar 6.

Perkembangan GDP Riil (tahun dasar 2005) Indonesia dan Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013

Negara-negara mitra dagang utama Indonesia memiliki perkembangan GDP yang cukup besar dan menunjukkan tren yang positif setiap tahunnya. pada Tabel 6 menunjukkan perkembangan GDP Riil Indonesia dan negara mitra dagang utamanya. Negara Amerika Serikat, Jepang, Cina, Korea Selatan, dan Kanada memiliki nilai GDP riil yang lebih dari US$1 Triliun setiap tahunnya. Nilai tersebut cukup timpang jika dibandingkan dengan negara lainnya seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Australia, Pilipina, Hongkong dan Vietnam. Ketika terjadi goncangan perekonomian di tahun 2008 negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat dan Jepang memiliki pertumbuhan GDP Riil yang negatif, sedangkan negara berkembang seperti Indonesia, Cina, Malaysia, Thailand dan Korea Selatan tidak terlalu merasakan dampak krisis pada saat itu dan mampu mengalami pertumbuhan yang positif dengan masing-masing kenaikan GDP Riil sebesar US$0.02 Triliun, US$0.28 Triliun, US$0.01 Triliun, US$0.01 Triliun dan US$0.02 Triliun.

Tabel 6 Perkembangan GDP riil Indonesia dan negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC tahun 2006-2013

Negara GDP Riil (Triliun US$)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Indonesia 0.30 0.32 0.34 0.36 0.38 0.40 0.43 0.45 Amerika Serikat 13.44 13.68 13.65 13.26 13.60 13.82 14.14 14.45 Jepang 4.65 4.75 4.70 4.44 4.65 4.63 4.71 4.78 Singapura 0.14 0.15 0.15 0.15 0.18 0.19 0.19 0.20 Cina 2.54 2.90 3.18 3.48 3.84 4.20 4.52 4.86 Malaysia 0.15 0.16 0.17 0.17 0.18 0.19 0.20 0.21 Thailand 0.19 0.19 0.20 0.19 0.21 0.21 0.23 0.23 Korea Selatan 0.94 1.00 1.02 1.03 1.10 1.14 1.17 1.20 Australia 0.71 0.74 0.77 0.78 0.80 0.82 0.85 0.87 Pilipina 0.11 0.12 0.12 0.12 0.13 0.14 0.15 0.16 Hongkong 0.19 0.21 0.21 0.21 0.22 0.23 0.23 0.24 Vietnam 0.06 0.07 0.07 0.07 0.08 0.08 0.09 0.09 Kanada 1.19 1.22 1.23 1.20 1.24 1.27 1.29 1.32

Besarnya nilai GDP Riil Amerika Serikat, Jepang, Cina dan Indonesia juga dipengaruhi oleh besarnya tingkat populasi di masing-masing negaranya. Pada Tabel 6 juga menyajikan informasi bahwa terdapat enam negara dalam kawasan APEC yang memiliki GDP Riil dibawah Indonesia yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Pilipina, Hongkong, dan Vietnam dengan nilai rata-rata GDP Riil per masing-masing negara setiap tahunnya sebesar US$0.17 Triliun, US$0.18 Triliun, US$0.21 Triliun, US$0.13 Triliun, US$0.22 Triliun, dan US$0.07 Triliun. Hal tersebut dikarenakan jumlah populasi dari negara-negara tersebut lebih rendah dibandingkan oleh negara Indonesia, sehingga pembentukan GDP Riil dari masing-masing negara tersebut juga menjadi lebih rendah.

Perkembangan GDP Kapita Riil (tahun dasar 2005) Indonesia dan Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013

GDP per kapita di setiap negara dapat menggambarkan kemampuan daya beli masyarakat di suatu negara. Pada Tabel 7 menyajikan perkembangan GDP per kapita Riil Indonesia dan negara mitra dagang utamanya. Dapat dibandingkan dengan Tabel sebelumnya bahwa besarnya tingkat GDP Riil Nasional akan memengaruhi besarnya tingkat GDP per kapita Riil di masing-masing negara. Negara Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Australia, Singapura, Hongkong dan Korea Selatan memiliki tingkat GDP per kapita yang lebih dari US$20 Ribu. Nilai tersebut sangat besar jika dibandingkan dengan negara lainnya seperti Indonesia, Pilipina dan Vietnam yang hanya memiliki rata-rata GDP per kapita sebesar US$1.55 Ribu, US$1.39 Ribu, dan US$0.88 Ribu. Negara Singapura, Australia dan Hongkong walaupun memiliki GDP riil nasional yang relatif rendah dibandingkan negara-negara seperti Korea selatan dan Cina.

Tabel 7 Perkembangan GDP kapita tiil Indonesia dan negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC tahun 2006-2013

Negara GDP Per Kapita Riil (Ribu US$)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Indonesia 1.32 1.39 1.45 1.50 1.57 1.65 1.73 1.81 Amerika Serikat 45.05 45.42 44.87 43.23 43.96 44.34 45.04 45.71 Jepang 36.39 37.19 36.82 34.82 36.47 36.20 36.91 37.57 Singapura 31.51 32.98 31.83 30.70 34.76 36.10 36.11 36.90 Cina 1.94 2.20 2.40 2.61 2.87 3.12 3.34 3.58 Malaysia 5.76 6.01 6.19 5.98 6.32 6.54 6.79 7.00 Thailand 2.81 2.95 3.01 2.94 3.16 3.16 3.39 3.44 Korea Selatan 19.53 20.50 20.93 20.98 22.24 22.88 23.30 23.89 Australia 34.50 35.57 36.16 36.04 36.18 36.50 37.23 37.49 Pilipina 1.24 1.30 1.33 1.33 1.40 1.43 1.50 1.58 Hongkong 28.34 29.92 30.37 29.56 31.33 32.61 32.73 33.53 Vietnam 0.74 0.78 0.82 0.86 0.90 0.95 0.99 1.03 Kanada 36.68 37.06 37.09 35.67 36.47 37.02 37.21 37.52

Semakin besar GDP per kapita suatu negara akan berbanding lurus dengan daya beli suatu penduduknya dan penduduk tersebut akan menunjukkan preferensinya untuk membeli suatu barang dari pasar domestik maupun internasional. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa besarnya tingkat GDP per kapita riil negara Amerika Serikat dan Jepang sebanding dengan permintaan produk TPT Indonesia sehingga kedua negara tersebut mampu mendominasi permintaan ekspor TPT Indonesia di kawasan APEC dan meningkatnya nilai GDP per kapita riil setiap tahunnya juga cenderung meningkatkan permintaan penduduk Amerika Serikat dan Jepang dalam menggunakan produk TPT Indonesia.

Perkembangan Indeks Kualitas Pelabuhan Indonesia dan Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013

Pendekatan variabel fasilitasi perdagangan yang umum digunakan dalam penelitian dapat diukur melalui empat pendekatan yaitu efisiensi pelabuhan, lingkungan kepabeanan, lingkungan peraturan, dan penggunanaan e-bisnis. Dalam penelitian ini variabel efisiensi pelabuhan dihitung melalui dua indikator yaitu kualitas infrastruktur pelabuhan dan kualitas infrastruktur transportasi udara. Penilaian indikator ini memiliki rentang 1 hingga 7. Semakin besar atau nilai efisiensi pelabuhan di suatu negara menunjukkan negara tersebut memiliki kualitas yang baik/efisien dan sudah memenuhi kriteria standar internasional begitu juga sebaliknya jika nilai tersebut semakin rendah menunjukkan kualitas yang semakin buruk/tidak efisien dan belum dapat memenuhi kriteria standar internasional.

Tabel 8 Perkembangan indeks kualitas pelabuhan Indonesia dan negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC tahun 2006-2013

Negara Port Efficiency (Efisiensi Pelabuhan)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Indonesia 3.47 3.36 3.70 4.05 4.13 4.05 3.89 4.20 Amerika Serikat 6.11 6.04 6.07 5.84 5.67 5.61 5.69 5.81 Jepang 6.11 5.58 5.17 5.14 5.15 5.23 5.27 5.34 Singapura 6.87 6.87 6.84 6.82 6.81 6.81 6.79 6.75 Cina 3.72 4.02 4.35 4.29 4.36 4.52 4.49 4.51 Malaysia 5.91 5.88 5.87 5.68 5.72 5.89 5.72 5.60 Thailand 5.03 5.19 5.13 5.28 5.45 5.23 5.15 5.02 Korea Selatan 5.37 5.63 5.54 5.56 5.72 5.68 5.72 5.64 Australia 5.57 5.55 5.40 5.24 5.34 5.46 5.47 5.27 Pilipina 3.39 3.48 3.65 3.35 3.19 3.33 3.48 3.45 Hongkong 6.57 6.63 6.68 6.82 6.87 6.60 6.61 6.67 Vietnam 3.22 3.35 3.38 3.70 3.89 3.71 3.78 3.86 Kanada 5.81 5.87 5.92 5.76 5.83 5.89 5.84 5.70

Sumber : World Economic Forum, 2015 (diolah)

Pada Tabel 8 menjelaskan perkembangan indeks kualitas pelabuhan Indonesia dan negara-negara mitra dagang utamanya dalam kawasan APEC. Nilai efisiensi

pelabuhan yang cenderung fluktuatif di setiap negara menunjukkan begitu sulit untuk mempertahankan dan meningkatkan efisiensi pelabuhan setiap tahunnya. Tren yang positif ditunjukkan oleh negara Indonesia, Cina dan Vietnam. Ketiga negara tersebut mampu memberikan perubahan efisiensi pelabuhan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Selama periode 2006-2013 mampu meningkatkan sebesar 0.73, 0.79, dan 0.64 untuk Indonesia, Cina, dan Vietnam. Negara dengan nilai indikator terbesar yaitu Singapura dengan nilai rata-rata efisiensi pelabuhan setiap tahunnya sebesar 6.82, disusul oleh Hongkong sebesar 6.68, Amerika Serikat sebesar 5.86, Kanada sebesar 5.83, Malaysia sebesar 5.78, Korea Selatan sebesar 5.61, Australia sebesar 5.41 dan Jepang sebesar 5.37. Penurunan yang cukup signifikan dialami oleh negara Jepang dengan titik tertinggi pada tahun 2006 dengan nilai 6.11 dan menyentuh titik terendah pada tahun 2009 dengan nilai 5.14.

Perkembangan Indeks Lingkungan Peraturan Indonesia dan Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013

Indeks lingkungan peraturan yang digunakan dalam penelitian ini melalui tiga pendekatan indikator yaitu kepercayaan publik terhadap politik, transparansi kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan diskriminasi dalam keputusan pejabat pemerintah. Sama hal nya dengan indeks kualitas pelabuhan, indeks lingkungan peraturan juga memiliki rentang nilai 1 hingga 7. Semakin besar nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki peraturan yang cukup ketat sehingga banyak aturan yang berlaku diterapkan negara tersebut. Sebaliknya jjika nilai indeks semakin kecil menunjukkan lingkungan peraturan di negara tersebut cenderung longgar, sehingga aturan yang diterapkan negara tersebut relatif sedikit dan mudah untuk dilaksanakan.

Tabel 9 Perkembangan indeks lingkungan peraturan Indonesia dan negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC tahun 2006-2013

Negara Regulatory Environment (Lingkungan Peraturan) 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Indonesia 2.92 2.90 3.20 3.61 3.78 3.70 3.65 3.71 Amerika Serikat 4.02 3.87 3.99 3.89 3.76 3.70 3.59 3.68 Jepang 4.38 4.42 4.33 4.12 4.12 4.26 4.32 4.59 Singapura 5.87 5.97 6.16 6.17 6.12 6.03 5.93 5.92 Cina 3.18 3.32 3.83 4.21 4.28 4.26 4.13 4.16 Malaysia 4.69 4.68 4.54 4.12 4.07 4.48 4.57 4.47 Thailand 3.67 3.61 3.43 3.32 3.22 3.17 3.04 2.91 Korea Selatan 3.31 4.49 4.39 3.19 2.88 2.70 2.73 2.86 Australia 4.77 4.93 5.20 5.06 4.81 4.59 4.38 4.06 Pilipina 2.61 2.73 2.54 2.44 2.46 2.62 3.05 3.14 Hongkong 4.75 5.19 5.31 5.01 4.97 4.78 4.62 4.80 Vietnam 3.01 3.24 3.50 3.73 3.77 3.54 3.44 3.34 Kanada 3.89 4.22 4.62 4.69 4.71 4.67 4.66 4.63

Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menunjukkan perkembangan indeks lingkungan peraturan Indonesia dan negara mitra dagangnya dalam kawasan APEC. Indeks lingkungan peraturan bagi negara-negara berkembang cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan negara industri maju. Negara Indonesia, Cina, Pilipina, dan Vietnam memiliki nilai indeks lingkungan peraturan yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebaliknya bagi negara industri maju seperti Amerika Serikat dan Jepang cenderung mengalami tren yang menurun setiap tahunnya. Dalam kawasan APEC terdapat lima negara yang memiliki nilai indeks lingkungan peraturan yang rendah jika dibandingkan ekonomi anggota lainnya, adapun negara-negara tersebut yaitu Indonesia, Cina, Korea selatan, Pilipina dan Vietnam. Kelima negara tersebut memiliki nilai rata-rata indeks lingkungan peraturan sebesar 3.43 untuk Indonesia, Cina sebesar 3.92, Korea Selatan sebesar 3.32, Pilipina sebesar 2.70, dan Vietnam sebesar 3.45.

Pada Tabel 9 juga menyajikan titik tertinggi dan terendah bagi nilai indeks lingkungan peraturan masing-masing negara pada periode 2006-2013. Pada tahun 2010 merupakan titik tertinggi bagi negara Indonesia, Cina, Vietnam, dan Kanada dengan nilai sebesar 3.78, 4.28, 3.77, dan 4.71 dan titik terendah pada tahun 2006 dialami oleh negara Cina, Vietnam, dan Kanada dengan nilai sebesar 3.18, 3.01, dan 3.89. Berfluktuatifnya perkembangan nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa pengambilan kebijakan oleh pemerintah suatu negara harus disesuaikan dengan kondisi negara saat itu, sehingga perlakuan kebijakan yang sama antar negara belum tentu menunjukkan hasil yang sama pula bagi kedua negara tersebut.

Dokumen terkait