• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Non Performing Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia: Pendekatan Unbalanced Panel Data

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan Non Performing Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia: Pendekatan Unbalanced Panel Data"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM KAWASAN APEC

RANDY WIRAPUTRA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Fasilitasi Perdagangan Terhadap Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ke Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan APEC adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Randy Wiraputra

(4)

ABSTRAK

RANDY WIRAPUTRA. Dampak Fasilitasi Perdagangan Terhadap Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ke Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan APEC. Dibimbing oleh ALLA ASMARA.

Fasilitasi perdagangan mampu memberikan keuntungan bagi industri TPT yang selama ini menjadi salah satu andalan ekspor hasil industri Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perkembangan ekspor TPT Indonesia kedua belas negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC pada periode tahun 2006-2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TPT Indonesia mempunyai daya saing dan perkembangan pangsa relatif yang baik di negara utama tujuan ekspornya, hal ini ditunjukkan dengan nilai RCA dan indeks RCA ≥1. Pada hasil gravity model

menunjukkan bahwa harga ekspor, nilai tukar, jarak ekonomi, regulatory environment, dummy krisis tahun 2008, dan dummy PMK tahun 2011 memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap perkembangan ekspor TPT sedangkan, GDP riil Indonesia, Interaksi GDP Indonesia dengan negara mitra, GDP per kapita riil Indonesia, GDP per kapita riil negara mitra dan port efficiency

memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap perkembangan ekspor TPT.

Kata kunci:daya saing, gravity model, port efficiency, regulatory environment

ABSTRACT

RANDY WIRAPUTRA. The Impact Trade Facilitation Against the Indonesian Development Textiles and Clothing Exports to the Major Trading Partners Country in the APEC Region. Supervised by ALLA ASMARA.

Trade facilitation can provide benefits for the textile industry which has become one of the mainstay export of industrial products in Indonesia. This study was conducted to see the development of Indonesian textile exports to the twelve major trading partner in the APEC region in the period 2006-2013. The results showed that Indonesian textile competitiveness and growth have relatively good share in the main countries of export destination, this is indicated by the value of RCA and RCA index ≥1. On the results of gravity models show that export prices, exchange rates, economic distances, regulatory environment, dummy crisis of 2008, and dummy PMK in 2011 had a negative and significant relationship to the development of textile exports while real GDP of Indonesia, Indonesia's GDP Interaction with partner countries , Indonesia's real GDP per capita, GDP per capita real partner country and port efficiency has a positive and significant relationship to the development of textile exports.

(5)

DAMPAK FASILITASI PERDAGANGAN TERHADAP

PERKEMBANGAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL

(TPT) INDONESIA KE NEGARA MITRA DAGANG UTAMA

DALAM KAWASAN APEC

RANDY WIRAPUTRA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi dan Rasul Muhammad SAW beserta keluarganya dan sahabatnya yang setia hingga akhir zaman.

Skripsi yang berjudul “Dampak Fasilitasi Perdagangan Terhadap Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ke Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan APEC.”, ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis dampak fasilitasi perdagangan terhadap perkembangan ekspor TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC .

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Drs. Wedriel Ismail dan Ratna Puji Astuti serta kakak dan adik tercinta dari penulis, Wina Ranessia dan Farrel Muhammad atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Tony Irawan, S.E, M.App.Ec, selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis.

3. Ranti Wiliasih, S.P, M.Si, selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan banyak saran, arahan, dan kritik kepada penulis.

4. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

5. Teman-teman divisi Lable kak Fazri, kak Uke, kak Alfin, kak Meli, kak Hani, Yulya, Ririn,Ina, Desna, Riana, Fathya, Wita, Anna, Irman dan Teti atas semangat, motivasi, doa, dan dukungan kepada penulis.

6. Teman satu bimbingan Aulia, Deny, Wiwi, Dody, Yusrini, Mimi, dan Ade atas semangat, motivasi, doa, dukungan dan kebersamaan selama berjuang menulis skripsi ini.

7. Teman-teman Ilmu Ekonomi 48, Dian, Siska, Zulva, Tika, Latiefah, Venny, Raras, Kasyifah, Rachmat, Feriansyah, Faris, Faizal, Doni, dan yang lainnya atas dukungan dan motivasinya.

8. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 9

Perdagangan Internasional 9

Fasilitasi Perdagangan 9

Port Efficiency (Efisiensi Pelabuhan) 10

Regulatory Environment (Lingkungan Peraturan) 10

Gravity Model 11

Konsep Daya Saing 12

Keunggulan Komparatif 12

Keunggulan Kompetitif 13

Gross Domestic Product (GDP) 13

GDP per Kapita 14

Harga Ekspor 14

Exchange Rate (Nilai Tukar) 15

Jarak 15

Dummy Krisis Keuangan Global 2008 dan Dummy PMK 253 2011 16

Penelitian Terdahulu 17

Kerangka Pemikiran 19

Hipotesis 21

(9)

Jenis dan Sumber Data 21

Metode Analisis Data 22

Revealed Comparative Advantage (RCA) 22

Panel Data 23

Model Pooled Least Square 23

Model Fixed Effect 24

Model Random Effect 24

Estimasi Model 24

Uji Kesesuaian Model 25

Uji Chow 25

Uji Hausmann 26

Uji LM 26

Evaluasi Model 26

Heteroskedastisitas 27

Autokorelasi 27

Multikolinearitas 27

Pengujian Statistik Model 28

Uji t 28

Uji F 28

R-Square (Koefisien Determinasi) 28

GAMBARAN UMUM 29

Perkembangan Volume Ekspor TPT Indonesia ke Negara Mitra Dagang Utama

dalam Kawasan APEC Periode Tahun 2006-2013 29

Perkembangan GDP Riil (tahun dasar 2005) Indonesia dan Negara Mitra Dagang

Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013 31

Perkembangan GDP Kapita Riil (tahun dasar 2005) Indonesia dan Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013 32 Perkembangan Indeks Kualitas Pelabuhan Indonesia dan Negara Mitra Dagang

Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013 33

Perkembangan Indeks Lingkungan Peraturan Indonesia dan Negara Mitra

Dagang Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013 34

HASIL DAN PEMBAHASAN 35

Tingkat Daya saing Ekspor TPT Indonesia Berdasarkan Revealed Comparative

(10)

Komoditi Kapas (Kode HS 52) 36

Komoditi Serat Stafel Buatan (Kode HS 55) 37

Komoditi Barang-Barang Rajutan (Kode HS 61) 39

Komoditi Pakaian Jadi Bukan Rajutan (Kode HS 62) 41 Analisis Determinasi Perkembangan Ekspor TPT Indonesia dengan Pendekatan

Gravity Model Periode Tahun 2006-2013 42

Komoditi Kapas (Kode HS 52) 42

Komoditi Serat Stafel Buatan (Kode HS 55) 45

Komoditi Barang-Barang Rajutan (Kode HS 61) 48

Komoditi Pakaian Jadi Bukan Rajutan (Kode HS 62) 51 Dampak Fasilitasi Perdagangan Terhadap Perkembangan Ekspor TPT Indonesia ke Negara Utama Tujuan Ekspor dalam Kawasan APEC 55

SIMPULAN DAN SARAN 56

Simpulan 56

Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 57

(11)

DAFTAR GAMBAR

1. Perkembangan ekspor bukan migas Indonesia (milyar US$) tahun 2007-

2013 3

2. Perkembangan ekspor hasil industri Indonesia (milyar US$) tahun 2007-

2013 4

3. Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke Dunia, APEC, ASEAN dan

ASEAN+3 (milyar US$) tahun 2007-2013 5

4. Perkembangan ekspor dan impor TPT Indonesia di kawasan APEC (milyar

US$) Tahun 2007-2013 6

5. Kerangka pemikiran konseptual 20

6. Perkembangan volume ekspor kapas, serat stafel buatan, barang-barang rajutan, dan pakaian jadi bukan rajutan Indonesia tahun 2006-2013 30

DAFTAR TABEL

1. Nilai total perdagangan Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan

APEC tahun 2009-2013 2

2. Nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) empat komoditi utama TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC tahun 2013 7

3. Jenis dan sumber data 22

4. Selang nilai durbin watson (DW) serta keputusannya 27 5. Nilai ekspor kapas, serat stafel buatan, barang-barang rajutan, dan pakaian

jadi bukan rajutan Indonesia dan negara mitra dagang utama di kawasan

APEC tahun 2012-2013 29

6. Perkembangan GDP riil Indonesia dan negara mitra dagang utama dalam

kawasan APEC tahun 2006-2013 31

7. Perkembangan GDP kapita tiil Indonesia dan negara mitra dagang utama

dalam kawasan APEC tahun 2006-2013 32

8. Perkembangan indeks kualitas pelabuhan Indonesia dan negara mitra

dagang utama dalam kawasan APEC tahun 2006-2013 33 9. Perkembangan indeks lingkungan peraturan Indonesia dan negara mitra

dagang utama dalam kawasan APEC tahun 2006-2013 34 10.Perkembangan nilai RCA dan indeks RCA komoditi kapas Indonesia tahun

2010-2013 36

11.Perkembangan nilai RCA komoditi kapas negara pesaing tahun 2010-2013 37 12.Perkembangan nilai RCA dan indeks RCA komoditi serat stafel buatan

tahun 2010-2013 38

13.Perkembangan nilai RCA komoditi serat stafel buatan negara pesaing tahun

2010-2013 39

14.Perkembangan nilai RCA dan indeks RCA komoditi barang-barang rajutan

(12)

15.Perkembangan nilai RCA komoditi barang-barang rajutan negara pesaing

tahun 2010-2013 40

16.Perkembangan nilai RCA dan indeks RCA komoditi pakaian jadi bukan

rajutan tahun 2010-2013 41

17.Perkembangan nilai RCA komoditi pakaian jadi bukan rajutan negara

pesaing tahun 2010-2013 42

18.Hasil estimasi gravity model volume ekspor kapas Indonesia menggunakan

metode fixed effect model 43

19.Hasil estimasi gravity model volume ekspor serat stafel buatan Indonesia

menggunakan metode fixed effect model 46

20.Hasil estimasi gravity model volume barang-barang rajutan Indonesia

menggunakan metode fixed effect model 49

21.Hasil estimasi gravity model volume pakaian jadi bukan rajutan Indonesia

menggunakan metode fixed effect model 52

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil estimasi Fixed Effect Model (FEM) komoditi kapas 62

2. Uji Chow model volume ekspor kapas 62

3. Uji normalitas model volume ekspor kapas 63

4. Uji multikolinearitas model volume ekspor kapas 63

5. Efek individu model volume ekspor kapas 63

6. Hasil estimasi Fixed Effect Model (FEM) komoditi serat stafel buatan 64 7. Uji Chow model volume ekspor serat stafel buatan 64 8. Uji normalitas model volume ekspor serat stafel buatan 65 9. UJi multikolinearitas model volume ekspor serat stafel buatan 65 10.Efek individu model volume ekspor serat stafel buatan 65 11.Hasil estimasi Fixed Effect Model (FEM) komoditi barang-barang rajutan 66 12.Uji chow model volume ekspor barang-barang rajutan 66 13.Uji normalitas model volume ekspor barang-barang rajutan 67 14.Uji multikolinearitas model volume ekspor pakaian jadi bukan rajutan 67 15.Efek individu model volume ekspor barang-barang rajutan 67 16.Hasil estimasi Fixed Effect Model (FEM) komoditi pakaian jadi rajutan 68 17.Uji chow model volume ekspor pakaian jadi bukan rajutan 68 18.Uji normalitas model volume ekspor pakaian jadi bukan rajutan 69 19.Uji multikolinearitas model volume ekspor pakaian jadi bukan rajutan 69 20.Efek individu model volume ekspor pakaian jadi bukan rajutan 69 21.Perkembangan RCA dan indeks RCA komoditi kapas ke negara mitra

dagang utama dalam kawasan APEC periode tahun 2006- 2013 69 22.Perkembangan RCA dan indeks RCA komoditi serat stafel buatan ke negara

(13)

23.Perkembangan RCA dan indeks RCA komoditi barang-barang rajutan ke negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC periode tahun

2006-2013 70

24.Perkembangan RCA dan indeks RCA komoditi pakaian jadi bukan rajutan ke negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC periode tahun

2006-2013 71

25.Data dependent dan independent ekspor kapas, serat stafel buatan, barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan ke negara anggota APEC

tahun 2006-2013 72

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Globalisasi yang semakin meluas dan berkembang saat ini membuat seluruh negara, khususnya negara berkembang melakukan sebuah reformasi kebijakan secara besar-besaran agar mampu bersaing di kancah internasional dalam menghadapi liberalisasi perdagangan. Globalisasi juga diharapkan mampu menciptakan sebuah iklim perdagangan yang kondusif dan netral antar negara sehingga mampu mengurangi distorsi yang terjadi akibat adanya liberalisasi perdagangan. Pengurangan hambatan perdagangan seperti tarif dan bukan tarif dinilai mampu mengurangi distorsi yang terjadi antar negara, terutama antara negara berkembang dan negara industri maju. Pengaruh globalisasi yang semakin kuat juga ditandai oleh semakin banyaknya hubungan kerjasama ekonomi atau integrasi ekonomi yang telah diimplementasikan berbagai negara baik secara bilateral maupun multilateral.

Integrasi ekonomi akan terjadi bila adanya kesamaan tujuan di antara negara terkait dan diharapkan dapat memperkuat bargaining position negara tersebut di pasar internasional, sehingga mampu bersaing dengan negara-negara yang sudah maju. Integrasi ekonomi merupakan jalan terbaik untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan menghapuskan segala kesulitan yang akan menghambat pertumbuhan suatu negara (Dee 2005). Pembentukan integrasi ekonomi di suatu kawasan ditujukan untuk alokasi sumberdaya yang efisien, mendorong persaingan, dan meningkatkan skala ekonomi dalam produksi dan distribusi di antara negara anggota (Suarez dalam Mukhlis 2009). Tingkatan integrasi ekonomi itu sangat bervariasi mulai dari pengaturan perdagangan preferensial, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi pembentukan kawasan atau area perdagangan bebas, kemudian menjadi persekutuan pabean, pasaran bersama, dan pada akhirnya akan menjurus pada penyatuan ekonomi secara menyeluruh (Salvatore 1997).

Salah satu bentuk integrasi ekonomi yang telah lama diimplementasikan oleh Indonesia guna menciptakan kerjasama dibidang perdagangan, penanaman modal, ketenagakerjaan, pengentasan masyarakat dari kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan pembangunan di kawasan adalah Asia-Pacific Economic Cooperation

(APEC) yang resmi didirikan pada tahun 1989. APEC merupakan forum kerja sama yang dikatakan cukup unik karena merupakan satu-satunya forum kerja sama multilateral yang tidak mengikat anggotanya secara legal (non legally binding). Forum tersebut juga dinilai berhasil menyelenggarakan dialog yang seimbang dan menghargai pandangan anggotanya yang memiliki keragaman kepentingan. Keputusan yang diambil berkaitan dengan isu-isu yang dibahas dilakukan berdasarkan konsensus anggota (APEC 2003).

(16)

kegiatan perdagangan, dikarenakan fasilitasi perdagangan berisi segala aturan-aturan untuk memfasilitasi pergerakan barang lintas negara melalui harmonisasi prosedur kepabeanan di perbatasan. Perjanjian ini terbagi menjadi dua bagian penting, pertama berisi segala aturan terkait implementasi fasilitas perdagangan dan kedua berisi fleksibilitas bagi negara berkembang dan terbelakang terkait peningkatan kapasitas dan sejumlah isu teknis, sehingga mampu meningkatkan arus perdagangan; pendapatan; dan adanya perbaikan infrastruktur bagi masing-masing negara. Wilson, John S, Mann Catherine L, Tsunehiro Otsuki (2003) menyatakan bahwa perjanjian fasilitasi perdagangan mampu memberikan keuntungan yang besar bagi peningkatan arus perdagangan dalam kawasan APEC sebesar 21% atau setara dengan US$254 Milyar yang didapat dari perbaikan efisiensi pelabuhan oleh masing-masing negara dan adanya peningkatan GDP per kapita rata-rata sebesar 4.3% di kawasan ini.

Secara umum manfaat dari kerja sama ekonomi dalam kawasan APEC dengan adanya fasilitasi perdagangan akan menurunkan biaya hidup karena menurunnya tingkat hambatan perdagangan, fasilitasi yang diberikan oleh masing-masing negara dan ekonomi yang semakin kompetitif yang membantu menurunkan tingkat harga barang dan jasa yang dibutuhkan. Saat ini jumlah anggota ekonomi APEC sudah mencapai 22 anggota dan terdapat dua belas negara yang menjadi mitra dagang utama Indonesia dalam memasarkan hasil industri yang selama ini menjadi andalan ekspor. Negara tersebut yaitu Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Cina, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, Australia, Pilipina, Hongkong, Vietnam, dan Kanada. Adapun nilai total perdagangan Indonesia kedua belas negara tersebut pada tahun 2013 sebesar US$256.50 Milyar.

Tabel 1 Nilai total perdagangan Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC tahun 2009-2013

Negara Total Perdagangan (Milyar US$)

2009 2010 2011 2012 2013

Amerika Serikat 17.90 23.70 27.20 26.50 24.80

Jepang 28.40 42.80 53.20 52.90 46.40

Singapura 25.80 34.00 44.40 43.20 42.30

Cina 25.50 36.10 49.20 51.00 52.40

Malaysia 12.50 18.00 21.40 23.50 24.00

Thailand 7.80 12.00 16.30 18.10 16.80

Korea Selatan 12.90 20.30 29.40 27.00 23.00

Australia 6.70 8.30 10.80 10.20 9.40

Pilipina 2.90 3.90 4.60 4.50 4.60

Hongkong 3.80 4.40 5.70 4.60 4.80

Vietnam 2.10 3.10 4.80 4.90 5.10

Kanada 1.50 1.80 3.00 2.60 2.80

Sumber : Kementrian Perdagangan, 2015 (diolah)

(17)

tidak hanya dilihat dari sisi konsumsi (C), investasi (I), dan pengeluaran pemerintah (G) saja tetapi kegaiatan ekspor dan impor (X&M) juga memainkan peranan penting bagi perekonomian. Ekspor memiliki pengaruh yang positif sedangkan impor memiliki pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan di negara maju maupun negara berkembang, akan tetapi bagi negara maju peran dari ekspor dan impor sendiri tidak terlalu besar terhadap pertumbuhan ekonomi di negaranya dan sebaliknya untuk negara berkembang peran ekspor dan impor sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi di negaranya (Deviyantini 2012).

Total perdagangan Indonesia ke seluruh negara mitra dagangnya pada tahun 2013 yaitu sebesar US$369.2 Milyar. Sebesar 69.5% nilai perdagangan tersebut berasal dari mitra dagang utama di kawasan APEC. Pada Tabel 1 menunjukkan nilai total perdagangan Indonesia kedua belas negara mitra dagang utama di kawasan APEC. Negara Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Cina, Malaysia, dan Korea Selatan memiliki nilai perdagangan yang lebih besar dari US$10 Milyar setiap tahunnya. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata nilai perdagangan terbesar yaitu Jepang, Cina, Singapura, dan Amerika Serikat dengan nilai masing-masing US$44.74 Milyar, US$42.84 Milyar, US$37.94 Milyar, dan US$24.02 Milyar. Tahun 2010 memiliki nilai pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan dengan tahun lainnya yaitu sebesar 41%, hal tersebut dikarenakan pada tahun sebelumnya dampak dari krisis ekonomi global mulai dirasakan oleh negara-negara di dunia khususnya negara berkembang.

Sumber : Kementrian Perindustrian, 2015 (diolah)

Gambar 1 Perkembangan ekspor bukan migas Indonesia (milyar US$) tahun 2007-2013

Ekspor bukan migas mempunyai prospek yang sangat baik bagi perdagangan di Indonesia setiap tahunnya. Namun pada tahun 2009-2013 surplus perdagangan dari industri bukan migas cenderung menurun yaitu sebesar 28.6%. Hal tersebut disebabkan nilai impor yang meningkat lebih besar dibandingkan nilai ekspornya. Gambar 1 menggambarkan perkembangan ekspor bukan migas Indonesia yang cenderung meningkat setelah tahun 2009 dan kembali menurun di tahun 2012. Sektor industri sangat mendominasi terhadap total nilai perdagangan bukan migas. Kontribusi tertinggi pada tahun 2008 karena sektor industri mampu menyumbangkan

(18)

sebesar 82% dari nilai total perdagangan bukan migas dan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2010 yaitu sebesar 33.5%. Nilai ekspor bukan migas Indonesia tertinggi menyentuh angka sebesar US$122.2 Milyar di tahun 2011 dan terendah sebesar US$73.4 Milyar di tahun 2009. Fluktuasi nilai ekspor setiap tahunnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan domestik dan internasional serta peran pemerintah dalam membuat regulasi guna melindungi industri di negaranya masing-masing.

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional merupakan industri strategis yang memiliki peran penting dalam penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan sandang dalam negeri, serta sebagai penghasil devisa ekspor bukan migas dengan nilai yang cukup signifikan. Industri TPT juga memiliki keunggulan, dimana struktur industrinya telah terintegrasi dari hulu ke hilir. Pada tahun 2011, ekspor TPT Indonesia mampu mencapai sebesar US$13.23 Milyar dengan penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung sebesar tiga juta orang (Kemenperin 2011). Gambar 2 menunjukkan perkembangan ekspor hasil industri Indonesia, dapat dilihat pada tahun 2009 mengalami penurunan kinerja ekspor akibat adanya dampak krisis keuangan global. Bagi industri TPT pertumbuhan yang cukup pesat terjadi pada tahun 2010 dan 2011 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 21.7% atau meningkat sebesar US$2 Milyar. Tingkat pertumbuhan yang negatif dirasakan industri TPT Indonesia pada tahun 2009 dan 2012 yang menyebabkan penurunan nilai ekspor sebesar US$0.9 Milyar atau turun sebesar 8.9% dan US$0.8 Milyar atau turun sebesar 6.1%.

Sumber : Kementrian Perindustrian, 2015 (diolah)

Gambar 2 Perkembangan ekspor hasil industri Indonesia (milyar US$) tahun 2007-2013

Pada tahun 2013 nilai ekspor industri TPT mencapai US$12,68 Milyar dengan surplus neraca perdagangan mencapai US$4.21 Milyar. Dengan nilai ekspor tersebut, produk TPT mampu memberikan kontribusi ekspor sebesar 11.22% terhadap total ekspor industri nasional. Meskipun neraca perdagangan nasional mengalami defisit sejak tahun 2012, industri TPT mampu mempertahankan surplus rata-rata senilai US$4.3 Milyar dan kontribusi ekspornya diatas 10% terhadap total ekspor industri nasional. Gambar 3 memperlihatkan kinerja ekspor TPT Indonesia yang sangat bergantung pada negara-negara di kawasan APEC dan dapat dilihat lebih dari 60% aliran ekspor terdistribusi kawasan ini. Dalam pasar ASEAN dan APEC saingan terberat Indonesia dalam industri TPT adalah negara Cina. Pertumbuhan ekspor Cina

(19)

disebabkan oleh meningkatnya daya saing industrinya di pasar internasional sedangkan Indonesia hanya disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari domestik dan luar negeri. Namun, produk TPT Cina sendiri masih terdapat beberapa negara yang menerapkan sistem safeguard salah satunya adalah Amerika Serikat. Keadaan demikian membuat keuntungan tersendiri bagi Indonesia dalam memperluas pasarnya di Amerika Serikat dan meningkatkan daya saingnya di APEC.

Sumber : International Trade Centre, 2015 (diolah)

Gambar 3 Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke Dunia, APEC, ASEAN dan ASEAN+3 (milyar US$) tahun 2007-2013

Pada Gambar 3 juga menunjukkan di tahun 2010 dan 2011 terjadi peningkatan pangsa ekspor TPT Indonesia secara agregat dengan nilai masing-masing pertumbuhan sebesar 21.7% dan 18.8%, namun di tahun 2012 terjadi penurunan nilai ekspor TPT Indonesia sebesar US$0.9 Milyar. Hal tersebut disebabkan oleh regulasi pemerintah Indonesia yang tidak sesuai dengan keadaan industri saat itu. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 253 tahun 2011 yang mengatur Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) menjadi salah satu faktor utama penghambat industri TPT Indonesia. Aturan tersebut menyebabkan eksportir TPT harus membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di muka, sehingga proses restitusi pajak semakin lama sehingga mengganggu cash flow dan input yang digunakan dalam proses produksi dari para eksportir.

Bersamaan dengan disepakatinya “Bogor Goals” yang berisikan tentang perdagangan dan investasi yang terbuka dan bebas pada tahun 2010 untuk negara maju dan tahun 2020 untuk negara berkembang sejak saat itulah kran perdagangan besar-besaran dibuka. Negara–negara anggota APEC bebas mengekspor dan mengimpor barang–barang dengan segala kemudahan yang memang harus di fasilitasi oleh anggota APEC. Fasilitasi perdagangan merupakan salah satu kesempatan bagi Indonesia dalam memperluas pasarnya di kancah internasional, karena dapat mengurangi biaya dari perdagangan dan kemudahan bagi Indonesia dalam mengakses pasar guna memasarkan komoditas yang dinilai sebagai andalan ekspor Indonesia di kawasan APEC. Efek kombinasi yang ditimbulkan dari fasilitasi perdagangan mampu mereduksi biaya perdagangan bagi negara berpendapatan rendah sebesar 14.5%, menengah ke bawah sebesar 15.5%, dan menengah ke atas sebesar 13.2% (Moise dan Sorescu 2013). Oleh karena itu, sangat penting dilakukan

(20)

penelitian akan dampak dari fasilitasi perdagangan terhadap perkembangan ekspor TPT Indonesia di negara mitra dagang utama di kawasan APEC.

Perumusan Masalah

Globalisasi telah menyebabkan semakin tipisnya batas-batas geografis dari kegiatan ekonomi baik itu secara nasional maupun internasional. Hilangnya hambatan-hambatan perdagangan berupa tarif maupun bukan tarif juga menjadi salah satu tolak ukur semakin terbukanya negara dalam melakukan perdagangan. Gambar 4 menyajikan perkembangan ekspor dan impor TPT Indonesia periode 2007-2013 di kawasan APEC. Dapat dilihat nilai ekspor yang selalu lebih besar dibandingkan dengan impornya sehingga industri TPT Indonesia selalu menghasilkan surplus perdagangan. Namun laju pertumbuhan ekspor TPT Indonesia setiap tahunnya tidak sebesar impornya. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan nilai impor sebesar US$2.8 Milyar atau tumbuh sebesar 200% sedangkan pertumbuhan ekspornya tidak lebih dari 10%. Tahun 2009 baik kinerja ekspor maupun impor mengalami penurunan yang disebabkan oleh dampak krisis keuangan global yang dampaknya telah melanda negara-negara di dunia dan di tahun 2011 surplus perdagangan hanya sebesar US$0.9 Milyar, nilai ini menjadi titik terendah sejak dalam periode 2007-2013.

Sumber : International Trade Centre, 2015(diolah)

Gambar 4 Perkembangan ekspor dan impor TPT Indonesia di kawasan APEC (milyar US$) Tahun 2007-2013

Impor TPT Indonesia didominasi oleh bahan baku industri hulu yang pada nantinya akan digunakan para pelaku industri domestik dalam memproduksi barang jadi untuk di ekspor. Kenaikan impor yang terjadi juga disebabkan adanya pemberian dukungan berupa fasilitas KITE oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC) guna meningkatkan kinerja ekspor industri hulu maupun hilir Indonesia, tetapi pada kenyataannya para eksportir tidak mampu memanfaatkan secara optimal pemberian fasilitas KITE untuk merangsang kinerja industri TPT Indonesia. Hal tersebut juga disebabkan adanya peraturan pemerintah yang tidak sesuai dengan keadaan industri saat itu salah satunya adalah PMK 253 tahun 2011 yang mewajibkan para eksportir membayar PPN di muka dan proses restitusi yang lama. Peraturan tersebut akan memberikan dampak yang negatif bagi perkembangan industri dikarenakan dapat

(21)

meningkatkan biaya produksi dan terganggunya permodalan para pelaku industri domestik yang akan melakukan kegiatan ekspor maupun impor.

Tabel 2 Nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) empat komoditi utama TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC tahun 2013

Negara HS52 HS55 HS61 HS62

Amerika Serikat 5.95 10.39 6.35 7.19

Jepang 5.74 9.40 0.55 0.72

Singapura 0.90 1.14 0.49 0.53

Cina 1.15 2.65 3.25 1.52

Malaysia 0.75 4.08 1.53 2.57

Thailand 0.58 5.41 0.96 0.68

Korea Selatan 1.50 9.65 2.63 1.28

Australia 2.09 4.94 0.52 1.50

Pilipina 3.39 1.05 0.83 0.47

Hongkong 1.23 11.56 0.67 1.20

Vietnam 0.27 1.28 0.02 0.16

Kanada 19.90 11.87 9.15 12.14

Ket: HS 52 (Kapas), HS 55 (Serat stafel buatan), HS 61 (Barang-barang rajutan), HS 62 (Pakaian jadi bukan rajutan)

Sumber : International Trade Centre, 2015 (diolah)

Pada Tabel 2 menyajikan tingkat daya saing empat komoditi utama TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC. Pada komoditi kapas dan serat stafel buatan daya saing tertinggi berada di negara Kanada dengan nilai RCA sebesar 19.90 dan 11.87 dan daya saing terendah berada di negara Vietnam dengan nilai sebesar 0.27 untuk komoditi kapas dan negara Pilipina sebesar 1.05 untuk komoditi serat stafel buatan. Sementara itu, untuk komoditi barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan daya saing tertinggi tetap berada di negara Kanada dengan nilai RCA sebesar 9.15 dan 12.14 disusul oleh Amerika Serikat dengan nilai sebesar 6.35 dan 7.19. Namun tingginya tingkat daya saing tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan dan pertumbuhan kinerja ekspor TPT Indonesia di kawasan APEC. Dapat dilihat kembali pada Gambar 4, laju pertumbuhan impor yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan ekspornya pada periode 2007-2013. Tingginya tingkat daya saing TPT Indonesia di beberapa negara APEC harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi Indonesia dalam melakukan penetrasi pasar guna memperbaiki kinerja ekspor yang cenderung menurun dalam dua tahun terakhir.

(22)

mendukung peningkatan produktivitas industri TPT Indonesia sehingga mampu bersaing kembali dengan negara pesaingnya di pasar internasional.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka permasalahan yang dapat dibentuk adalah :

1. Bagaimana posisi daya saing TPT Indonesia di negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC ?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi perkembangan ekspor TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC ?

3. Bagaimana dampak dari fasilitasi perdagangan terhadap perkembangan ekspor TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis daya saing TPT Indonesia di negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan ekspor TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC.

3. Menganalisis dampak dari implementasi fasilitasi perdagangan terhadap perkembangan ekspor TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC.

Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah Indonesia, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi masukan dan informasi untuk merumuskan, menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan dalam rangka untuk mengembangkan industri TPT Indonesia.

2. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian dapat menambah dan meningkatkan informasi serta wawasan mengenai komoditi TPT dan dapat dijadikan sumber acuan dalam penelitian selanjutnya.

3. Bagi penulis, diharapkan penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman sehingga mampu mengusulkan masukan maupun solusi untuk permasalahan perdagangan komoditi TPT yang dihadapi oleh Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)

komoditi unggulan ekspor produk TPT Indonesia ke negara mitranya. Kode HS TPT yang digunakan dalam penelitian ini adalah kode HS digit 2 yaitu HS 52 (kapas), HS 55 (serat stafel buatan), HS 61 (barang-barang rajutan) dan HS 62 (pakaian jadi bukan rajutan) dengan nomenclature product code HS combined. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan dummy krisis global tahun 2008 dan dummy PMK No. 253 tahun. Kedua dummy tersebut dinilai dapat memengaruhi laju perkembangan ekspor TPT Indonesia ke negara utama tujuan ekspor di kawasan APEC.

TINJAUAN PUSTAKA

Perdagangan Internasional

Pada dasarnya perdagangan internasional bisa terjadi apabila kedua belah pihak memperoleh manfaat atau keuntungan dalam perdagangan tersebut (gains from trade). Hal yang terpenting dalam perdagangan internasional adalah bahwa dua negara melakukan transaksi perdagangan yang saling menguntungkan. Perdagangan internasional menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang pada setiap negara untuk mengeskpor barang-barang yang faktor produksinya menggunakan sebagian sebagian sumberdaya yang berlimpah, dan mengimpor barang-barang yang faktor produksinya langka atau mahal jika diproduksi di dalam negeri. Perdagangan internasional memungkinkan setiap negara melakukan spesialisasi produksi terbatas pada barang-barang tertentu sehingga memungkinkan mereka mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dengan skala produksi yang lebih besar (Halwani 2002).

Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena ada dua alasan utama. Pertama negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relative lebih baik. Kedua, negara–negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi dalam produksi. Maksudnya, jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang (Basri dan Munandar 2010).

Fasilitasi Perdagangan

(24)

efektif antara kepabeanan dan pihak yang berwenang dalam fasilitasi perdagangan dan isu-isu mengenai kepatuhan kepabeanan (WTO 2015).

Fasilitasi perdagangan dapat didefinisikan sebagai segala macam tindakan dan kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi biaya transaksi yang mempengaruhi arus barang, jasa, dan investasi, termasuk segala bentuk kebijakan non-tarif, regulasi-regulasi domestik, serta segala isu infrastruktur, konektivitas, dan logistik. Fasilitasi perdagangan merupakan salah satu pilar strategi pembangunan Indonesia, yang terefleksikan dari komitmen-komitmen Indonesia terkait fasilitasi perdagangan baik secara nasional, bilateral, regional, dan internasional. Salah satu dari komitmen-komitmen tersebut adalah UU No.10/1995 tentang Kepabeanan, yang kemudian mengalami perubahan menjadi UU No.17/2006, dimana secara eksplisit tercantum rujukan mengenai aspek fasilitasi perdagangan internasional. Isu fasilitasi perdagangan menjadi penting melalui peningkatan aspirasi dalam pembahasan mata rantai perdagangan dari penyedia bahan baku menjadi pengolah bahan antara dan produk akhir sehingga negara berkembang seperti Indonesia dapat ikut menikmati nilai tambah dalam mata rantai perdagangan (Kemlu 2012).

Banyak sekali penelitian akan dampak dari fasilitasi perdagangan telah dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh seluruh variabel fasilitasi perdagangan dapat memengaruhi pergerakan arus barang dan jasa di suatu negara. Variabel atau proxy yang sering digunakan dalam mewakili fasilitasi perdagangan yaitu efisiensi pelabuhan, lingkungan kepabeanan, lingkungan peraturan, penggunaan elektronik bisnis, dan infrastruktur sektor jasa (Wilson et al 2003, Njinkeu Dominique, John S Wilson, Bruno P Fosso 2008, Otsuki 2011). Adapun pemilihan variabel fasilitasi perdagangan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan besarnya signifikansi variabel tersebut terhadap perkembangan ekspor di suatu negara yang mengacu pada penelitian terdahulu yang telah dijadikan acuan yaitu (Njinkeu et al 2008) :

Port Efficiency (Efisiensi Pelabuhan)

Efisiensi pelabuhan merupakan salah satu indikator dari infrastruktur yang akan memengaruhi arus perdagangan di dunia. Clark Ximena, David Dollar, Alejandro Micco (2002) menemukan bahwa efisiensi pelabuhan memiliki peranan yang sangat penting dan peningkatan efisiensi dari 25%-75% akan mengurangi biaya pengiriman hingga 12% atau setara dengan 5000 kilometer dalam jarak sebaliknya pelabuhan di suatu negara tidak efisien akan meningkatkan biaya transportasi. Namun pada kenyataannya dalam meningkatkan kualitas infrastruktur di suatu negara membutuhkan biaya yang sangat besar dan kualitas infrastruktur sangat memengaruhi arus perdagangan suatu negara (Shepherd dan Wilson 2009). Dalam peneilitian ini menggunakan dua indikator yaitu kualitas infrastruktur pelabuhan dan kualitas infrastruktur transportasi udara.

Regulatory Environment (Lingkungan Peraturan)

(25)

dampak yang lebih besar dibandingkan dengan pengenaan tarif impor oleh suatu negara. Lingkungan peraturan memiliki dampak negatif dan signifikan terhadap industri manufaktur di kawasan APEC (Wilson et al, 2003). Keuntungan yang didapat dari fasilitasi perdagangan yaitu (1) menurunkan biaya perdagangan dan menghemat waktu (2) meningkatkan volume perdagangan baik ekspor maupun impor dikarenakan reformasi kebijakan perdagangan yang baik (3) meningkatkan pendapatan pemerintah dan efisiensi dan (4) meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi (Milner Chris, Oliver Morrissey, Evious Zgovu 2008). Dalam penelitian ini menggunakan tiga indikator yaitu kepercayaan publik terhadap politik, transparansi kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan diskriminasi dalam keputusan pejabat pemerintah.

Gravity Model

Gravity model merupakan model ekonomi yang telah seringkali digunakan untuk menjelaskan hubungan perdagangan antar negara. Model ini didasarkan atas teori Sir Isaac Newton tentang gravitasi. Model ini memperkirakan bahwa volume perdagangan antara kedua negara berhubungan lurus dengan pendapatan masing-masing negara tersebut, dan berhubungan terbalik dengan hambatan perdagangan negara (Bary 2014). Model gravitasi juga telah banyak digunakan untuk melihat adanya efek aliran perdagangan dari sebuah lembaga atau negara secara substansial seperti serikat pabean dan mekanisme nilai tukar (Anderson dan Wincoop 2001). Tingkat volume perdagangan internasional sangat ditentukan oleh jarak antar negara dan GDP, sehingga dapat diformulasikan persamaan gravity model sebagai berikut (Krugman dan Obstfeld 2009) :

Tij = A x Yi x Yj/Dij (2.1)

di mana

Tij : nilai perdagangan antara negara i dan j

A : konstanta

Yi : GDP di negara i

Yj : GDP di negara j

Dij : jarak antara negara i dan negara j

(26)

Persamaan diatas dapat dibentuk menjadi sebuah gravity model sederhana seperti yang umum digunakan dalam setiap penelitian dan telah di logaritma natural, sehingga terbentuk persamaan sebagai berikut :

lnVij= α0+ α1 lnYi+ α2 lnYj+ α3 lnDij+ ij (2.2)

di mana

Vij : volume ekspor dari negara i ke negara j α0 : intersep

Yi : GDP di negara i

Yj : GDP di negara j

Dij : jarak ekonomi antara negara i dan negara j ij : error term

Konsep Daya Saing

Menurut World Economic Forum (2014) konsep daya saing adalah sebagai seperangkat institusi, kebijakan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara. Tingkat produktivitas, pada gilirannya akan menentukan tingkat kemakmuran yang dapat diterima oleh kegiatan ekonomi suatu negara. menurut World Economic Forum (WEF) terdapat 12 pilar utama yang akan membentuk daya saing suatu negara yaitu institusi/kelembagaan; ketersediaan dan kualitas infrastruktur; kondisi lingkungan makroekonomi; kesehatan dan pendidikan dasar; pelatihan dan pendidikan tinggi; efisiensi pasar barang; efisiensi pasar tenaga kerja; ketersediaan pasar keuangan; kesiapan teknologi; ukuran pasar; kecanggihan bisnis; dan inovasi yang dilakukan suatu negara (WEF 2014).

Daya saing adalah ukuran dari keuntungan suatu negara atau kerugian yang akan diterimanya dalam menjual produknya di pasar internasional (OECD 2001). Menurut Farole Thomas, Jose Guilherme Reis, Swarnim Wagle (2010) pengaruh daya saing suatu negara dipengaruhi kuat oleh kebijakan perdagangan seperti pemberlakuan tarif dan kuota, kebijakan nilai tukar, kondisi infrastruktur, standardisasi, lisensi, biaya tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja dan akses keuangan. Bagi negara Indonesia sendiri peningkatan daya saing dalam kurun 3 tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh meningkatnya kualitas infrastruktur dan konektivitas, kualitas tatakelola sektor swasta dan publik, efisiensi pemerintahan, dan pemberantasan korupsi (WEF 2014).

Keunggulan Komparatif

(27)

advantage (labor productivity). Labor efficiency merupakan keuntungan spesialisasi suatu negara akan diperoleh jika suatu negara dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang yang produksinya kurang atau tidak efisien, sedangkan labor productivity merupakan keuntungan spesialisasi suatu negara akan diperoleh jika negara tersebut dapat berproduksi lebih produktif dan mengimpor barang yang produksinya kurang atau tidak produktif.

Teorema Hecksher-Ohlin atau teori kelimpahan faktor menyebutkan bahwa sebuah negara akan mengekspor suatu komoditi yang memiliki kelimpahan faktor produksi atau faktor produksi yang murah, sedangkan pada sisi lain negara tersebut akan mengimpor komoditi yang padat dengan faktor produksi yang dinegaranya merupakan faktor produksi yang langka atau mahal (Salvatore 1997). Suatu negara memiliki keunggulan yang alami tersedia di negaranya. Bagi negara Indonesia keunggulan alami yang utama dalam proses produksi berada pada besarnya tingkat tenaga kerja (excess supply), sehingga biaya tenaga kerja di Indonesia relatif lebih murah dan ketersediaannya cukup besar (Tambunan 2004).

Keunggulan Kompetitif

Menurut Sipos (2008) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif merupakan suatu alat yang harus dibuat dan didukung oleh suatu negara untuk mencapai target dalam perekonomian nasional. Untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam kondisi ekonomi global dan secara permanen mengubah lingkungan terdapat satu cara penting yang dapat dilakukan suatu negara yaitu melalui sebuah inovasi. Inovasi yang dimaksud berupa ide atau gagasan baru yang mungkin negara lain tidak memiliki kemampuan untuk mencapai gagasan tersebut. Hal yang dapat dilakukan yaitu melalui penciptaan produk baru dari sektor manufaktur, teknologi, akuisisi peralatan baru, perbaikan manajemen, metode pembiayaan, peningkatan kinerja dan kualifikasi tenaga kerja, sistem informasi yang semakin baik. Semua inovasi yang telah disebutkan diyakini menjadi alat dan sumber utama dalam penciptaan keunggulan kompetitif di suatu negara. Hal tersebut dapat dicapai secara berkelanjutan jika proses inovasi suatu negara dapat dilakukan secara terus menerus.

Gross Domestic Product (GDP)

Gross domestic product (GDP) berfungsi untuk mengukur pendapatan setiap orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa perekonomian. Para ekonom menyebut terdapat dua macam GDP yaitu GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal berfungsi untuk menilai barang dan jasa pada harga berlaku sehingga kenaikannya bisa disebabkan oleh dua hal yaitu meningkatnya harga atau meningkatnya output. Sedangkan GDP riil berfungsi untuk menilai barang dan jasa pada harga konstan atau dapat dikatakan meningkatnya nilai tersebut hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat (Mankiw 2007). Adapun komponen-komponen dari GDP yaitu :

(28)

di mana :

C : konsumsi

I : investasi

G : pengeluaran pemerintah

NX : ekspor bersih

Dalam persamaan gravity model variabel GDP negara ekspor dan impor seringkali dimasukkan dalam pemodelan karena memiliki hubungan yang cukup signifikan dan positif terhadap permintaan ekspor suatu komoditi di setiap negara. Semakin besar nilai GDP di suatu negara akan semakin besar pula jumlah volume/nilai ekspor di antara keduanya. Hal tersebut dapat dilihat dari persamaan model gravitasi sederhana yang telah dibangun oleh Mazurek (2014) :

(2.4)

di mana :

E : nilai/volume ekspor

k : parameter bebas (bernilai positif)

GDPj : GDP negara pengimpor

DISTij : jarak antar negara

GDP per Kapita

Gross Domestic Product (GDP) per kapita merupakan penjumlahan nilai tambah bruto oleh seluruh penduduk dalam perekonomian ditambah pajak produk dan dikurangi subsidi. Terdapat dua macam jenis GDP yaitu GDP per kapita atas dasar harga konstan yang berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita atau dayabeli penduduk suatu negara dan GDP per kapita atas dasar harga berlaku yang menunjukkan GDP per kepala penduduk. Menurut Fitzsimons Emla, Vincent Hogan, J Peter Neary (1999) menyatakan peningkatan GDP per kapita negara pengekspor akan meningkatkan kemampuan produksi negara tersebut, sedangkan meningkatnya GDP per kapita negara pengimpor akan meningkatkan konsumsi negara tersebut sehingga permintaan akan impor suatu komoditi akan mengalami peningkatan. Adapun penghitungan secara matematis GDP per kapita sebagai berikut :

(2.5)

Harga Ekspor

(29)

terhadap barang tersebut, sehingga volume ekspor dari suatu negara akan mengalami penurunan. Dalam penelitian ini harga ekspor TPT Indonesia akan dikonversi menjadi nilai tukar nominal terhadap dollar AS. Persamaan yang akan dibangun dalam menhitung harga ekspor dalam penelitian ini sebagai berikut :

(2.6)

Exchange Rate (Nilai Tukar)

Exchange rate atau nilai tukar adalah harga dari mata uang yang digunakan oleh penduduk negara-negara tersebut untuk saling melakukan perdagangan satu sama lain. Terdapat dua jenis nilai tukar yaitu nominal dan riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara dan nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara sehingga ketika nilai tukar riil suatu mengalami depresiasi atau apresiasi akan memengaruhi ekspor neto negara tersebut (Mankiw 2006). Dalam penelitiannya Kanaya dan Firdaus (2014) menyatakan bahwa ketika nilai tukar riil meningkat akan menyebabkan nilai tukar tersebut mengalami depresiasi sehingga membuat harga di domestik menjadi lebih murah jika dibandingkan dengan harga di luar negeri. Ilustrasi perbedaan nilai tukar riil dan nominal dalam persamaan matematis adalah sebagai berikut :

(2.7)

Jarak

Jarak geografis suatu negara adalah konstan atau tetap, oleh karena itu untuk menggambarkan jarak suatu negara dalam perekonomian menggunakan jarak ekonomi yang diyakini akan memengaruhi aliran perdagangan internasional. Jarak secara geografis diyakini akan berdampak negatif akan aliran barang dan jasa bagi negara yang melakukan perdagangan karena akan menimbulkan biaya transportasi yang cukup besar dalam mengalirkan barang dan jasa tersebut, namun biaya transportasi bisa ditekan jika suatu negara tujuan ekspor memiliki keadaan infrastruktur yang baik (Zarzoso dan Lehmann 2002). Li Kunwang, Ligang Song, Xingjun Zhao (2008) menjelaskan bahwa jarak ekonomi mewakili biaya transportasi sehingga variabel jarak digantikan dengan menggunakan jarak ekonomi rata-rata yang telah dibobotkan. Persamaan yang telah dibangun oleh penelitian Herrera dan Baleix (2014) akan dijadikan sumber perhitungan bagi variabel jarak ekonomi dalam penelitian ini :

(2.8)

di mana :

DISTANCExm.j : jarak ekonomi antar negara pada tahun ke j

(30)

GDPj : GDP riil negara pada tahun ke j

GDPtot : GDP total antara negara eksportir dan importir

Adapun persamaan lain yang dapat digunakan dalam menghitung jarak efektif suatu negara dalam kegiatan perekonomian yaitu (Head dan Mayer 2002, Mayer dan Zignago 2011) :

(2.9)

(2.10)

di mana :

DISTANCEij : jarak efektif antar negara

yi,yj : GDP setiap negara

d : jarak antar negara

θ : sensitivitas arus perdagangan terhadap jarak antar negara

POPi,POPj : jumlah populasi setiap negara

Dummy Krisis Keuangan Global 2008 dan Dummy PMK 253 2011

Seluruh model regresi linear yang telah dibahas selama ini memiliki variabel X (Independent/yang memengaruhi) dan variabel Y (dependent/yang dipengaruhi). Kedua variabel tersebut bersifat kuantitatif atau memiliki bobot nilai, namun pada kenyataannya variabel X (Independent/yang memengaruhi) ada juga yang bersifat kualitatif. Variabel yang bersifat kualitatif tersebut dikenal sebagai variabel dummy, adapun nama lain dari variabel dummy yang sering digunakan yaitu variabel indikator, variabel biner, variabel kategori dan variabel dikotomi (Gujarati 2006).

Variabel kualitatif biasanya menunjukkan ada atau tidaknya kualitas atau sifat, seperti laki-laki atau perempuan, hitam atau putih, katholik atau bukan katholik, warga atau bukan warga. Satu metode untuk mengkuantifikasi seleruh sifat tersebut dengan membangun variabel buatan yang memiliki nilai 0 atau 1. Nilai 0 menunjukkan tidak adanya sifat tersebut dan 1 menunjukkan adanya sifat tersebut. Sebagai contoh 0 untuk keadaan sebelum pemberlakuan kuota impor dan 1 keadaan sesudah pemberlakuan kuota impor.

Terdapat dua variabel dummy yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dummy

(31)

fasilitas penangguhan PPN dan bea masuk saat mengekspor produknya. Selain itu aturan tersebut juga mewajibkan para eksportir membayar PPN di muka dan proses restitusi pajak yang semakin lama akan mengganggu permodalan para pelaku industri yang akan melakukan ekspor.

Kedua variabel di atas akan berdampak negatif terhadap laju perkembangan volume ekspor hasil industri TPT Indonesia di negara mitra dagang utamanya. Oleh karena itu, akan dijadikan sebagai variabel dummy dengan angka 1 setelah krisis (2008-2013); pemberlakuan PMK 253 (2012-2013) dan angka 0 sebelum krisis (2006-2007); sebelum pemberlakuan PMK 253 (2006-2011).

Penelitian Terdahulu

Studi Nugroho (2011) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor TPT Indonesia ke negara Cina dengan menggunakan metode Error Correction Model

(ECM). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu volume ekspor, harga domestik, kurs rupiah, GDP per kapita Cina. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek hanya variabel harga TPT Indonesia yang berpengaruh secara signifikan dan berkoefisien terhadap volume permintaan ekspor TPT Indonesia ke Cina. Sedangkan, kurs rupiah dan GDP per kapita Cina tidak signifikan memengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia ke Cina. Sementara dalam jangka panjang variabel harga TPT Indonesia dan GDP per kapita Cina berepengaruh signifikan dan berkoefisien positif terhadap volume ekspor TPT Indonesia ke Cina. Sedangkan variabel kurs rupiah tidak signifikan memengaruhi volume permintaan ekspor TPT Indonesia ke Cina.

Studi Khairunnisa (2009) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di Amerika Serikat dengan menggunakan metode

Ordinary Least Square (OLS). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini volume ekspor, GDP riil AS, harga ekspor TPT Indonesia terhadap AS, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dummy kuota dan dummy krisis. Hasilnya menunjukkan variabel GDP riil AS, dummy kuota dan dummy krisis berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor. Variabel yang berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor adalah harga ekspor dan nilai tukar. Dummy krisis dan kuota tidak sesuai dengan teori ekonomi karena memiliki pengaruh yang positif karena nilai R-Square hanya sebesar 62.8% yang artinya hanya 62.8% keragaman yang terjadi pada volume ekspor Indonesia ke AS mampu dijelaskan variabel dalam model dan 37.2% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang dijelaskan di luar model.

(32)

jumlah orang yang menggunakan layanan telpon, jumlah pelabuhan internasional, jumlah bandara dalam negeri, dan kualitas pelabuhan yang terhubung secara internasional. Variabel pelabuhan dalam negeri tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN. Meningkatnya jumlah infrastruktur seperti pelabuhan internasional dan bandara dalam negeri akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN. Untuk Indonesia 95% aktivitas ekspor dan impor melalui transportasi laut dan sisanya sebesar 5% melalui transportasi udara. Dengan kata lain infrastruktur pelabuhan akan meningkatkan aktivitas perdagangan.

Penelitian Mazurek (2014) menganalisis model perdagangan internasional sederhana melalui pendekatan gravity model. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu nilai ekspor ke negara partner, GDP riil negara importir dan jarak antar kedua negara dengan alat analisis regresi linear. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel GDP riil memiliki pengaruh yang positif dan siginifikan terhadap nilai ekspor, sedangkan variabel jarak antar negara memiliki pengaruh yang negatif dan siginifikan terhadap nilai ekspor. Dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa pemodelan yang telah dibangun untuk menjelaskan negara jerman dan republik ceko sangat berhasil, dengan nilai masing-masing koefisien determinasi setiap negara sebesar 0.75 dan 0.98.

Penelitian Wilson et al (2003) menganalisis hubungan antara fasilitasi perdagangan, arus perdagangan, dan GDP per kapita di wilayah Asia Pasifik untuk sektor perdagangan manufaktur dengan menggunakan gravity model. Mereka menggunakan pendekatan fasilitasi perdagangan dengan empat indikator yaitu efisiensi pelabuhan, lingkungan kepabeanan, lingkungan peraturan, dan pendekatan elektronik bisnis, adapun variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu volume eskpor, GNP antar negara, GNP per kapita antar negara, jarak ekonomi antar negara, pengenaan tarif negara pengimpor, dummy bahasa (Inggris, Cina, Spanyol), dan dummy keanggotaan (ASEAN, NAFTA, dan LAIA) dan dummy kedekatan dengan menggunakan metode analisis data panel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel GNP, GNP per kapita, efisiensi pelabuhan, lingkungan kepabeanan,pengunaan elektronik dalam bisnis , dummy bahasa dan dummy

keanggotan memiliki signifikansi dan hubungan yang positif tehadap volume ekspor, sedangkan regulatory environment dan tarif memiliki hubungan yang negatif terhadap volume ekspor di kawasan APEC.

(33)

perdagangan dunia diestimasikan sebesar US$716 Milyar. Sebesar US$387 Milyar dihasilkan oleh lingkungan peraturan diikuti efisiensi pelabuhan sebesar US$199 Milyar, lingkungan kepabeanan sebesar US$104 Milyar dan infrastruktur sektor jasa sebesar US$25 Milyar. Total keuntungan perdagangan ASEAN sebesar US$99 Milyar, dimana 75% didapat dari komitmen fasilitasi perdagangan.

Penelitian Ronci (2004) menganalisis hubungan antara keterbatasan pembiayaan perdagangan dalam arus perdagangan di negara yang sedang mengalami krisis keuangan dengan menggunakan Generalized Least Square (GLS) dan

Generalized Method of Moments (GMM). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data panel dan variabel yang digunakan meliputi ekspor, impor, indeks volume perdagangan dunia, indeks GDP dunia, GDP domestik, indeks harga relatif ekspor, indeks harga relatif impor, dan dummy krisis perbankan domestik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efek pembiayaan perdagangan akan memengaruhi secara positif volume ekspor dan impor disamping pendapatan dan harga relatif dalam jangka pendek. Dummy krisis bank domestik berpengaruh negatif terhadap volume ekspor maupun impor dikarenakan bank domestik tidak mampu melakukan pembiayaan perdagangan luar negeri.

Kerangka Pemikiran

APEC adalah salah satu bentuk integrasi ekonomi yang telah lama dilakukan negara Indonesia dalam rangka meningkatkan lingkungan aman dan efisien bagi pergerakan barang dan jasa diantara negara-negara yang tergabung dalam ekonomi anggota. Terdapat tiga pilar utama yang melandasi pembentukan APEC yaitu liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi perdagangan, dan kerjasama ekonomi dan teknik. Adapun Visi yang ingin dicapai bagi APEC yaitu “terciptanya suatu komunitas yang dilandasi semangat keterbukaan dan upaya kerja sama untuk menghadapi perubahan, memperlancar arus barang, jasa dan investasi, mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata, mencapai standar hidup dan pendidikan yang lebih tinggi, dan mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan berwawasan lingkungan”. Kunci utama dalam mencapai visi tersebut tertuang dalam Bogor Goals yang berisikan tentang perdagangan dan investasi yang terbuka dan bebas pada tahun 2010 untuk negara maju dan tahun 2020 untuk negara berkembang sejak saat itulah kran perdagangan besar-besaran dibuka. Negara–negara anggota APEC bebas mengekspor dan mengimpor barang–barang dengan segala kemudahan yang memang harus di fasilitasi oleh anggota APEC.

(34)

diimbangi dengan pertumbuhan ekspornya yang cenderung lebih rendah dibandingkan impornya yang disebabkan adanya kebijakan-kebijakan domestik yang kurang mendukung keadaan industri saat ini. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja perdagangan ekspor Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu GDP riil, GDP per kapita riil, harga ekspor, nilai tukar riil, jarak ekonomi, port efficiency regulatory environment, dummy krisis tahun 2008, dummy PMK 253 tahun 2011.

Salah satu pilar utama mengenai perjanjian fasilitasi perdagangan diyakini mampu memberikan dampak yang baik bagi perkembangan ekspor TPT Indonesia. Melalui perjanjian ini, negara anggota berkomitmen untuk melakukan penyerdehanaan dan peningkatan transparasi berbagai ketentuan yang mengatur ekspor, impor, dan barang dalam proses transit sehingga kegiatan perdagangan dunia semakin cepat, mudah dan murah atau dapat dikatakan adanya harmonisasi prosedur antar setiap negara anggota yang tergabung dalam kawasan ini. Hal tersebut akan mampu mengurangi biaya transaksi yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan perdagangan. Keadaan demikian harus dimanfaatkan bagi negara Indonesia dalam melakukan penetrasi komoditi TPT sehingga mampu memberikan kinerja ekspor yang lebih baik lagi serta dibarengi dengan implementasi kebijakan pemerintah yang sesuai dengan keadaan industri TPT Indonesia saat ini.

(35)

Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. GDP riil domestik dan negara mitra dagang Indonesia diharapkan akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor TPT Indonesia.

2. Interaksi GDP riil domestik dan negara mitra dagang Indonesia diharapkan akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor TPT Indonesia.

3. GDP per kapita riil domestik dan negara mitra diduga akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor TPT Indonesia.

4. Harga yang diterima oleh negara pengimpor diduga akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor TPT Indonesia.

5. Nilai tukar terhadap negara tujuan diduga akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor TPT Indonesia.

6. Port Efficiency yang merupakan variabel dari fasilitasi diharapkan akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor TPT Indonesia.

7. Regulatory Environment yang merupakan variabel dari fasilitasi diharapkan akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan ekspor TPT Indonesia.

8. Jarak ekonomi antar negara diduga akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor TPT Indonesia.

9. Dummy krisis tahun 2008 diduga akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor TPT Indonesia.

10. Dummy PMK 253 tahun 2011 diduga akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor TPT Indonesia.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari tahun 2006-2013. Jenis data tersebut meliputi volume ekspor TPT Indonesia ke negara tujuan, nilai tukar terhadap negara tujuan, Consumer Price Index (CPI) Gross Domestic Product (GDP), harga ekspor, Port Efficiency (PE) adapun indikator yang digunakan yaitu kualitas infrastruktur pelabuhan dan kualitas infrastruktur transportasi udara, Regulatory Environment (RE) adapun indikator yang digunakan yang digunakan kepercayaan publik akan politik; transparansi kebijakan yang diambil pemerintah; dan diskriminasi dalam pengambilan keputusan pejabat pemerintah, jarak ekonomi, dummy krisis 2008, dan dummy PMK 253 tahun 2011. Sumber data yang digunakan diperoleh dari International Trade Centre, World Bank, World Economic Forum, World Development Indicator, Centre d’Etudes Prospectives et

(36)

Tabel 3 Jenis dan sumber data

Jenis Data Sumber Data

Volume Ekspor (Ton) International Trade Centre

Harga Ekspor (ribu US$/Ton) International Trade Centre

Nilai Tukar (US$) World Bank

CPI (%) World Bank

GDP Riil (triliun US$) World Bank

GDP per Kapita Riil (ribu US$) World Bank

Port Efficiency World Economic Forum

Regulatory Environment World Economic Forum

Jarak (Km) CEPII

Metode Analisis Data

Pada penelitian ini, untuk menganalisis keunggulan komparatif daya saing komoditi tekstil dan produk tekstil Indonesia menggunakan pengolahan data

Revealed Comparative Advantage (RCA) yang digunakan untuk melihat tingkat daya saing atau keunggulan komparatif. Alat analisis lainnya yang digunakan dalam penelitian ini, bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang akan memengaruhi laju perkembangan ekspor TPT Indonesia dianalisis dengan menggunakan metode data panel dengan pendekatan gravity model. Adapun model yang akan diuji dalam penelitian ini menggunakan analisis panel data dengan Fixed Effect Model (FEM). Model persamaan dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan software Eviews.

Revealed Comparative Advantage (RCA)

Salah satu metode yang sering digunakan untuk menentukan tingkat daya saing suatu negara dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode ini merupakan sebuah ukuran dari spesialisasi perdagangan internasional dari suatu negara. Konsep ini membandingkan kinerja suatu produk ekspor nasional terhadap total ekspor dunia. Nilai RCA yang lebih besar dari satu menyatakan adanya keunggulan komparatif pada produk tertentu dari suatu negara. Dengan kata lain, negara tersebut mempunyai spesialisasi dalam perdagangan produk tersebut (BAPPENAS 2009). Dalam penelitian ini metode RCA digunakan untuk melihat daya saing produk TPT Indonesia dari tahun 2006 hingga 2013. Secara sistematis penghitungan RCA dapat dirumuskan sebagai berikut :

(3.1)

di mana :

Xi : nilai ekspor TPT Indonesia ke negara tujuan (ribu US$)

Xt : nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan (ribu US$)

Wi : nilai ekspor TPT dunia ke negara tujuan (ribu US$)

(37)

RCA dapat dikembangkan menjadi suatu metode pengukuran yang bersifat dinamis dengan memasukkan unsur waktu. Sehingga dapat menunjukkan perkembangan pangsa relatifnya dari waktu ke waktu. Dengan membandingkan nilai RCA antara dua waktu, maka akan diperoleh indeks RCA. Indeks yang lebih kecil dari satu menunjukkan terjadinya penurunan RCA yang artinya kinerja ekspor komoditi i dari negara j mengalami kemunduran relatif dibandingkan dengan kinerja ekspor rata-rata dunia. Sebaliknya, jika indeks yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa ekspor komoditi i dari negara j mengalami peningkatan relatif dibandingkan dengan rata-rata dunia, sehingga pangsa pasarnya di dunia meningkat (Basri dan Munandar 2010). Secara sistematis penghitungan indeks RCA dapat dirumuskan sebagai berikut :

(3.2)

di mana :

RCAt : nilai RCA pada tahun ke t

RCAt-1 : nilai RCA pada tahun sebelumya

Panel Data

Salah satu bentuk struktur data yang sering digunakan dalam studi ekonometrika adalah data panel. Data dengan karakteristik panel adalah data yang berstruktur time series dan cross section. Panel data memiliki keunggulan yaitu (1) data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang artinya meningkatkan efisiensi serta (2) mengurangi masalah identifikasi dan mampu mengontrol heterogenitas individu (Hsiao dalam Firdaus, 2011).

Model Pooled Least Square

Pendekatan pertama dengan pendekatan kuadrat terkecil, pada metode ini penggunaan datapanel dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series lalu melakukan pendugaan (pooling). Disetiap observasi (setiap periode) terdapat regresi sehingga datanya berdimensi tunggal. Dari data panel akan diketahui N adalah jumlah unit cross section dan T adalah jumlah periode waktu. Dengan menggunakan pooling seluruh observasi sebanyak N,T, maka dapat ditulis fungsi dari

pooled yaitu :

Yit= α + βj+ it (3.3)

Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa nilai intersep masing-masing variabel adalah sama, kemudian model ini juga mengasumsikan bahwa slope

Gambar

Tabel 1 Nilai total perdagangan Indonesia ke negara mitra dagang utama di  kawasan
Gambar 2 menunjukkan perkembangan ekspor hasil industri Indonesia, dapat dilihat
Gambar 3 Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke Dunia, APEC, ASEAN dan ASEAN+3 (milyar US$) tahun 2007-2013 Pada Gambar 3 juga menunjukkan di tahun 2010 dan 2011 terjadi peningkatan pangsa ekspor TPT Indonesia secara agregat dengan nilai masing-masing pertum
Tabel 2 Nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) empat komoditi utama TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pergaulan bebas di Desa Mendak sudah menjadi hal yang tidak asing di kalangan masyarakat. Salah satunya adalah maraknya gaya berpacaran remaja. Menurut studi awal

Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2011 (2) Untuk menganalisis pengaruh likuid Current Ratio (CR), Debt to Equity

Kegiatan pengabdian masyarakat ini diharapkan dapat memberikan manfaat guru prasssekolah. Dengan memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada anak prasekolah, guru dapat

yang sama. Berbagai jenis format ritel serta jenisnya terus mengalami perkembangan. Mulai dari Hypermarket, Supermarket, Minimarket hingga toko kelontong yang

1. kesejahteraan bagi rakyat. Investasi atau penanaman modal diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal yang merupakan perubahan terhadap

Sedangkan korelasi parsial parameter statistik untuk SPL dan klorofil-a, yaitu; mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman dengan produksi

Pertama , mengumpulkan teks pokok; teks pokok yang dimaksud adalah karya-karya utama Nurcholish Madjid yang terkait langsung dengan tema pembaruan islam dalam hal

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Perilaku kepemimpinan dalam pelaksanaan program kerja budaya organisasi pada Sekolah Tinggi Agama Islam Gajah