• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

2. Gambaran umum kota Medan

Kota Medan dipimpin oleh seorang walikota, yang saat ini dijabat oleh Drs.H.Rahudman Harahap, M.M. wilayah kota Medan memiliki luas 26.510 ha atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara, dengan demikian dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, Medan memiliki luas wilayah yang relative kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis, kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota/negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar, tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi

yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.

a.

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi). Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Kota Medan secara geografis

Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang

pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis. Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

b. Kota Medan secara demografis

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah.

Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran

(fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

c. Penduduk

Pertumbuhan jumlah penduduk yag besar membuat pemerintah sulit untk menentukan mutu kehidupan dan kesejahteraan yang layak dan merata. Program kependudukan di kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan. Komponen kependudukan umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Dilihat dari struktur umur penduduk Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa manusia produktif (15-59 tahun), selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah suku Jawa dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo), banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah Masjid, Gereja dan Vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jalan Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 orang berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.

d. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan di kota Medan cukup memadai, sehingga masyarakat Medan tidak terlalu sulit memperoleh fasilitas kesehatan, bahkan banyak juga masyarakat luar kota Medan yang berobat ke Medan.

Tabel 4.1 Jumlah Fasilitas Kesehatan menurut Jenisnya Tahun 2008 Kecamatan Puskesmas Pustu BPU Rumah Bersalin Rumah Sakit

Medan Tuntungan 2 4 3 5 2 Medan Johor 2 3 8 9 - Medan Amplas 1 3 10 12 1 Medan Denai 4 - 19 30 - Medan Area 3 - 10 6 2 Medan Kota 3 - 12 6 4 Medan Maimun 1 - 6 1 - Medan Polonia 1 - 4 1 2 Medan Baru 1 - 5 4 7 Medan Selayang 1 - 7 5 - Medan Sunggal 2 3 12 8 4 Medan Helvetia 1 2 8 6 1 Medan Petisah 3 - 5 5 4 Medan Barat 3 1 11 8 6 Medan Timur 1 1 10 3 2 Medan Perjuangan 1 2 7 10 1 Medan Tembung 2 4 10 13 3 Medan Deli 2 4 10 7 - Medan Labuhan 3 3 8 2 2 Medan Marelan 1 3 6 - 2 Medan Belawan 1 5 20 6 4 Jumlah 39 40 191 147 47

4.2 Profil Informan 1. Lisbet

Lisbet (42 Tahun), ibu ini bertempat tinggal di Perumahan Graha Tanjung Anom Medan. Lisbet adalah seorang dengan profesi perawat, beretnis Batak dan beragama Kristen, ibu ini lulusan DIII dan anak pertama dari enam bersaudara. Saat pertama ibu Lisbet merasakan gejala yang tidak enak pada perutnya, beliau langsung melakukan dokter menyarankan untuk pasien yaitu ibu Lisbet menjalani suntikan secara rutin yaitu suntik Tavros 1 kali setiap bulan selama 3 bulan, yang mana suntik Tavros cukup menguras kantong karena harga per dosis sekitar 2 jutaan. Setelah itu ibu Lisbet melakukan pemeriksaan kembali dan dokter menyarankan untuk dioperasi, karena walaupun sudah disuntik Tavros, hasil penciutan kista tersebut tidak signifikan sesuai yang diharapkan.

Didalam riwayat keluarga ibu Lisbet tidak ada yang menderita penyakit kista, sehingga pada waktu keluarga ibu Lisbet mendengar tentang penyakitnya, keluarga ibu Lisbet menyerahkan sepenuhnya kepada ibu Lisbet untuk menentukan pengobatan apa yang akan dijalani ibu Lisbet. Karena di dalam tradisi keluarga ibu Lisbet lebih mempercayai pengobatan secara medis, maka ibu Lisbet memilih pengobatan medis. Apalagi untuk operasi tersebut, asuransi kesehatan yang diberikan Perusahaan dapat menanggung biaya perobatan yang akan dikeluarkan. Dengan mengambil jalan tersebut Ibu Lisbet merasa nyaman dan hal in itidak mempengaruhi aktifitasnya , baik secara faktor sosial maupun ekonomi,

Dokumen terkait