• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Penting dan Permasalahan yang Terjadi di DAS Latuppa

Daerah Aliran Sungai (DAS) Latuppa merupakan salah satu DAS penting di wilayah Kota Palopo. Terdapat dua hal utama yang menjadikan DAS Latuppa memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Pertama, karena peran dan fungsinya dalam mendukung proses pembangunan ekonomi dalam bentuk penyediaan air bersih bagi masyarakat maupun industri dan merupakan satu-satunya reservoir air dengan debit yang cukup untuk wilayah tersebut. Kedua, wilayah hulu DAS Latuppa memiliki potensi sumberdaya alam berupa air terjun yang selama ini banyak dikunjungi oleh masyarakat Kota Palopo dan masyarakat dari luar Kota Palopo yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi sumber PAD yang cukup besar dari sektor ekowisata. Berkaitan dengan peran penting DAS Latuppa dalam mendukung pembangunan ekonomi, maka sungai Latuppa yang berhulu di Kecamatan Bassesangtempe, Kecamatan Mungkajang dan Kecamatan Sendana, merupakan sungai utama DAS Latuppa yang memiliki debit maximum rata-rata untuk tahun 2007 sampai 2011 antara 100-500 m3/detik dan debit minimum rata-rata antara 22-2 m3/detik (Tabel 5), (Dishut 2012).

Dishut (2012) melaporkan dewasa ini, peran penting DAS Latuppa semakin berkurang karena kualitas lingkungan sekitar DAS Latuppa yang terus menurun, hal tersebut ditandai dengan tingkat bahaya erosi yang mencapai 6.843,02 ha dan sedimentasi mencapai 17,92 ton/ha/tahun. Menurunnya kualitas dan kuantitas air sungai Latuppa juga menjadi masalah yang cukup serius bagi pemanfaat jasa air khususnya PDAM Kota Palopo yang menjadikan sungai Latuppa sebagai sumber untuk produksi air bersih. Penurunan kualitas lingkungan tersebut selain disebabkan oleh faktor-faktor alam di wilayah catchment area juga disebabkan oleh faktor pemicu lain yang dilakukan oleh masyarakat. Faktor pemicu tersebut diantaranya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan perambahan hutan.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Palopo (2012) luas lahan kritis di kawasan DAS Latuppa adalah 2.667,75 ha atau 38,99% dari total 6.843,02 luas DAS Latuppa secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat perambahan hutan yang dilakukan masyarakat hulu DAS Latuppa. Adanya faktor pemicu tersebut berakibat pada timbulnya permasalahan yang terjadi di DAS Latuppa. Permasalahan utama di DAS Latuppa antara lain:

1. Tingkat erosi yang mencapai 141.29 ton/ha/tahun dan sedimentasi yang mencapai 17.92 ton/ha/tahun.

2. Penebangan pohon di kawasan hutan lindung (illegal loging) dan di kawasan hutan produksi di hulu DAS Latuppa menjadi penyebab terjadinya banjir di hilir.

3. Ketersediaan air menunjukkan kecendrungan yang terus menurun.

Kompleksnya permasalahan yang terjadi di DAS Latuppa menimbulkan kekhawatiran yang tinggi bagi para pihak yang terlibat dalam pemanfaatan dan

pengelolaan DAS Latuppa itu sendiri. Kekhawatiran tersebut sangat beralasan, sebab jika permasalahan-permasalahan tersebut terus berlanjut, fungsi dan peran DAS Latuppa akan semakin menurun dan pada akhirnya akan hilang, akibatnya tidak hanya bagi masyarakat hilir (Industri dan masyarakat Kota Palopo), tetapi masyarakat hulu juga akan menerima dampak dari hilangnya fungsi dan peran DAS Latuppa tersebut. Untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan tersebut, dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait dengan DAS Latuppa untuk melakukan pengelolaan yang kongkrit dan terintegrasi dari mulai hulu hingga pihak hilir serta sistem pemanfaatan yang berkelanjutan agar fungsi dan peran DAS Latuppa tetap terjaga. Setelah melalui berbagai tahapan yang panjang diantara pihak-pihak yang terkait, baik pihak hulu maupun pihak hilir (PDAM Kota Palopo), konsep pembayaran jasa lingkungan hadir sebagai salah satu solusi untuk pengelolaan dan pemanfaatan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Agar lebih terstruktur pembahasan mengenai gambaran umum lokasi penelitian, dibawah ini disajikan informasi mengenai kondisi fisik daerah yang diklasifikasikan kedalam 6 (enam) kategori, yaitu letak dan luas wilayah, iklim, topografi, hidrologi, penggunaan lahan dan status kawasan.

Kondisi Fisik Daerah Letak dan Luas Wilayah

Daerah Aliran Sungai (DAS) Latuppa secara geografis berada pada garis lintang 2⁰59’9,9” - 3⁰4’ 2,5” S dan garis bujur 120⁰ 5’ 2,3”- 120⁰ 13’ 52,88’’ E dengan luas area 6.843,02 ha. Secara administrasi pemerintahan meliputi 1 Kota dan 1 Kabupaten yaitu Kota Palopo dengan 6 wilayah kecamatan, 22 kelurahan dan Kabupaten Luwu yang terdiri dari 1 wilayah kecamatan 2 desa.

Sumber: Dishut (2012)

Gambar 4 Perbandingan Luas DAS Latuppa berdasarkan wilayah administrasi Luas wilayah DAS Latuppa yang berada di kota Palopo adalah sebesar 94,33% atau sama dengan 6.455,14 ha dan 5,67% atau sama dengan luas 387,88

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 LUWU PALOPO 387.88 6455.14

ha berada di Kabupaten Luwu. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Mungkajang yaitu 43,85% dari total luas DAS Latuppa atau sama dengan 3.000,47 ha, selanjutnya wilayah kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Wara Barat yaitu 1,36% atau sama dengan 93,24 ha.

Inisiasi konsep pembayaran jasa lingkungan air di hulu DAS Latuppa akan diterapkan di dua kecamatan yang berada di Kota Palopo yaitu Kecamatan Mungkajang dan Kecamatan Sendana. Hal ini dilakukan mengingat kedua wilayah tersebut merupakan kawasan terluas yang berada di hulu DAS Latuppa. Dalam hal yang sama dipilihnya dua Kecamatan yang berada di Kota Palopo tersebut tanpa melibatkan satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Luwu karena dianggap penerapan mekanisme PJL dalam satu wilayah administratif masih memungkinkan sebagai langkah awal untuk memudahkan dalam perumusan aturan mengenai pengguna dan penyedia jasa lingkungan. Selanjutnya karena secara geografik dekat satu dengan yang lain, maka dapat meminimalkan biaya transaksi dan aliran informasi menjadi lebih mudah diatara pihak yang mengadakan kesepakatan, (USAID 2007).

Wilayah Desa Kambo dan Desa Peta yang merupakan desa yang menjadi lokasi untuk penerapan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air bersih, yang terletak di Kecamatan Mungkajang dan Kecamatan Sendana dengan luas wilayah administrasi sebesar 4814,6 ha.

Iklim

Indonesia pada umumnya beriklim tropis, termasuk di kawasan DAS Latuppa, yang hanya memiliki 2 (dua) musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Akibat dari keadaan tersebut terjadi variasi keadaan suhu, air permukaan dan besarnya curah hujan. Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap kondisi hidrologi DAS Latuppa adalah curah hujan. Terdapat dua kelompok curah hujan rata-rata tahunan yaitu 2.705 mm dan 3.700 mm dan merupakan curah hujan tinggi dan sangat tinggi.

Topografi

Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat utama dari topografi yang dapat mempengaruhi erosi. Semakin curam dan semakin panjang lereng tersebut, maka semakin besar kecepatan run-off dan bahaya erosi. Wilayah DAS Latuppa berada pada kemiringan lereng >40% yang berada di Kecamatan Bassesangtempe, Mungkajang, Sendana, dan Wara Barat. Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air permukaan dalam cekungan- cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang mengalir di suatu DAS. Semakin tinggi tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapat tertampung di badan-badan sungai. Kerapatan aliran sungai di wilayah DAS Latuppa adalah 0,87 km/km2. Angka ini menunjukkan indeks kerapatan DAS Latuppa yang termasuk kategori sedang (Dd:0.25 – 10 km/km2 : sedang), Holy (1976). Akan tetapi karena curah hujan di DAS Latuppa tergolong tinggi maka akan berpotensi terjadi genangan di bagian hilir dan tengah, ditunjang oleh kondisi air pasang dari laut. Panjang aliran sungai Latuppa mencapai 59.472 meter.

Hidrologi

Siklus hidrologi di DAS Latuppa secara umum diklasifikasikan kedalam 2 kelompok, yaitu air hujan dan air permukaan

1. Sumberdaya Air Hujan

Terdapat dua kelompok curah hujan rata-rata tahunan di wilayah DAS Latuppa yaitu 2.705 mm dan 3.700 mm dan merupakan curah hujan tinggi dan sangat tinggi. Curah hujan yang mendominasi wilayah DAS Latuppa dengan jumlah 3.700 mm mencakup areal seluas 5.032,10 ha atau sama dengan 73,54% dari total luas DAS.

2. Sumberdaya Air Permukaan

Sungai Latuppa merupakan satu-satunya sungai yang mengaliri wilayah DAS Latuppa dan menjadi sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan air bersih industri dan masyarakat di wilayah Kota Palopo.

Debit air rata-rata sungai Latuppa selama 5 tahun berturut-turut, dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Debit Sungai DAS Latuppa 5 Tahun Terakhir

Sumber: Dishut (2012)

Berdasarkan tabel 5 (lima) penurunan debit air sungai Latuppa diatas 95% setiap tahun dalam 5 (lima) tahun terakhir yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dan adanya perubahan pada penutupan lahan hutan menjadi penyebab utama terganggunya fungsi hidrologi dan menjadi pemicu banjir yang terus- menerus terjadi dengan intesitas yang sangat tinggi. Hal ini merupakan masalah utama yang di hadapi oleh PDAM Kota Palopo dalam memproduksi air bersih, karena dalam kondisi debit air maximum kapasitas intake PDAM dapat terpenuhi akan tetapi memerlukan biaya pemurnian air yang lebih besar untuk mengatasi kekeruhan, selanjutnya kondisi debit air yang minimum tidak mampu memenuhi kapasitas intake untuk produksi air bersih PDAM Kota Palopo.

Penggunaan Lahan

Sebaran penggunaan lahan yang berada di kawasan DAS Latuppa yang didapat dari hasil interpretasi dan informasi sumber data peta penggunaan lahan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Palopo, peta topografi dan data foto udara hasil uji pemeriksaan dilapangan terhadap hasil interpretasi dengan pengelolaan tranformasi database, luas penggunaan lahan di DAS Latuppa adalah 6.843,02 ha, (Dishut 2012). Sebaran penggunaan lahan seperti yang ditampilkan pada Tabel 6 dibawah ini.

NO. TAHUN DEBIT ALIRAN (m3/dtk)

%

Dokumen terkait