• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Kecamatan Cikajang

Kecamatan Cikajang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Garut. Secara administratif, Kecamatan Cikajang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Cikajang memiliki batas-batas wilayah, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cisurupan dan Cigedug, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cihurip dan Cisompet, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cigedug dan Banjarwangi, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisurupan dan Pemulihan. Wilayah Kecamatan Cikajang memiliki luas 12 495 000 Ha yang dimanfaatkan untuk permukiman penduduk seluas 343 000 Ha(2.75 persen) dan lahan pertanian seluas 12 152 000 Ha(97.25 persen) yang terdiri dari lahan darat seluas 7 005 000 Ha (56.06 persen), lahan sawah 218 000 (1.74 persen) dan sisanya hutan seluas 4 929 000 (39.45 persen).

Kecamatan Cikajang terdiri dari 12 desa yang berada pada ketinggian 1 200- 1 300 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan suhu rata-rata 19-20 0C. Letak topografi desa di Kecamatan Cikajang secara umum berada di wilayah dataran (10 desa), sedangkan dua desa lainnya berada di wilayah lereng/perbukitan. Umumnya jenis tanah di wilayah Kecamatan Cikajang bertekstur lempung berpasir (23.54 persen) dan sisanya (73.54 persen) memiliki jenis tanah liat. Tanah di wilayah Kecamatan Cikajang ini memiliki pH rata-rata antara 5.5-5.6. Curah hujan yang dimiliki Kecamatan Cikajang cukup tinggi yaitu rata-rata 361 mm/bln, ini menandakan bahwa Kecamatan Cikajang tergolong tipe iklim C menurut data curah hujan yang diperoleh dari UPTD SDAP (Sumber Daya Air dan Pertambangan) Kecamatan Cikajang. Letak geografis pegunungan yang sangat strategis, karakteristik dan data iklim tersebut menggambarkan bahwa wilayah pertanian Kecamatan Cikajang berpotensi untuk dikembangkan.

Potensi agribisnis di wilayah Kecamatan Cikajang didominasi oleh Agro Product (on farm) sebanyak 15 047 KK dan yang paling sedikit adalah Agro Support sebanyak 50 KK. Bidang pertanian khususnya tanaman hortikultura dan sayuran menjadi mata pencaharian terbesar bagi penduduk Kecamatan Cikajang. Komoditi andalan di kecamatan cikajang adalah kentang, tomat, kubis, cabai, wortel, sapi perah dan kopi. Keadaan tanah yang subur dan kondisi yang mendukung dimanfaatkan untuk melakukan usahatani secara maksimal.

20

PT Indofood Fritolay Makmur merupakan salah satu pelaku industri yang memberi pengaruh terhadap perkembangan penggunaan varietas kentang di Kabupaten Garut khususnya di Kecamatan Cikajang. Perusahaan industri makanan ini memang sengaja menjalin sebuah hubungan kemitraan dengan banyak petani kentang di berbagai daerah termasuk Kecamatan Cikajang guna memenuhi kebutuhan supply input ke pabriknya. PT Indofood Fritolay Makmur dan petani kentang di Kecamatan Cikajang sepakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang sudah disepakati dalam sebuah surat perjanjian. Petani yang menjadi mitra PT Indofood Fritolay Makmur adalah petani yang menanam kentang dengan varietas atlantik.

Terdapat dua jenis varietas kentang yang dibudidayakan di Kecamatan Cikajang. Sebagian besar petani kentang di Kecamatan Cikajang menanam kentang varietas granola sedangkan sebagian kecil menanam kentang varietas atlantik. Petani kentang granola adalah petani yang membudidayakan kentang secara mandiri sedangkan petani kentang atlantik adalah petani yang bermitra dengan PT IFM. Budidaya antara kentang atlantik dan granola umumnya tidak berbeda. Hanya saja kentang varietas atlantik merupakan tanaman yang rentan terhadap hama dan penyakit sehingga intensitas penyemprotan obat lebih sering dilakukan petani pada kentang varietas atlantik dibandingkan dengan penyemprotan obat kentang granola. Kentang varietas atlantik yang dibudidayakan oleh petani di Kecamatan Cikajang ini sudah memiliki pasar yang pasti yaitu PT IFM, sedangkan kentang granola kentang sayur yang sering kita temui di pasar tradisional maupun di swalayan.

Karakteristik Responden Usia Petani

Usia petani dapat mempengaruhi cara kerja dan kemampuan petani dalam melakukan budidaya kentang. Sebaran responden dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok usia dewasa yaitu usia dewasa awal (usia 18 tahun – 30 tahun), usia dewasa madya (usia 31 tahun – 45 tahun), dan usia dewasa lanjut (usia ditas 45 tahun). Karakteristik petani berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kelompok Petani Berdasarkan Usia

Kelompok Berdasarkan Usia Mitra Persentase

(%)

Non Mitra Persentase

(%)

Dewasa awal (18-30 tahun) 1 6 6 20

Dewasa madya (31-45 tahun) 8 44 13 43

Dewasa lanjut (>45 tahun) 9 50 11 37

Total 18 100 30 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase tertinggi untuk responden petani mitra adalah petani pada usia dewasa lanjut (>45 tahun) sebanyak 50 persen sedangkan persentase tertinggi untuk petani non mitra adalah petani pada usia madya (31-45 tahun) sebanyak 43 persen dan usia dewasa lanjut (>45 tahun) sebanyak 37 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden baik yang bermitra maupun non mitra berada pada usia produktif.

21 Pendidikan Petani

Tingkat pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi menyebabkan petani lebih dinamis dalam mengadopsi inovasi baru. Petani responden yang memiliki pendidikan setingkat sarjana terlihat lebih matang dalam melakukan perencanaan usahataninya. Hal tersebut dapat dilihat adanya sebuah perencanaan secara tertulis dalam mempersiapkan faktor input yang akan digunakan dalam usahatani. Karakteristik petani berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kelompok Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan Petani mitra Persentase

(%) Petani non mitra Persentase (%) Tidak sekolah - 0 1 3 SD 6 33 22 73 SMP - 0 3 10 SMA 5 28 2 7 Diploma3 - 0 1 3 Sarjana 7 39 1 3 Total 18 100 30 100

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap petani responden, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan petani mitra tergolong lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani non mitra. Petani mitra memiliki persentase tertinggi pada tingkat pendidikan sarjana yaitu sebesar 39 persen sedangkan petani non mitra memiliki persentase tingkat pendidikan tertinggi berada pada tingkat pendidikan SD sebesar 73 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani mitra lebih memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada petani non mitra. Petani mitra lebih terbuka terhadap teknologi baru, ini terlihat dari alat-alat pertanian yang dimiliki oleh petani mitra.

Pengalaman Usahatani

Setiap petani memiliki cara tersendiri dalam mengusahakan usahatani kentangnya menurut pengalaman yang diperoleh untuk mengambil keputusan yang tepat dan meminimalkan resiko. Pengalaman usahatani yang berbeda-beda pada setiap petani sangat berpengaruh terhadap teknik budidaya kentang terutama pada penggunaan jenis dan dosis pupuk serta obat-obatan yang digunakan. Karakteristik petani berdasarkan pengalaman usahatani dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kelompok Petani Berdasarkan Pengalaman Usahatani

Pengalaman usahatani (tahun)

Petani mitra Persentase (%) Petani non mitra Persentase (%) ≤ 5 - 0 14 47 6-10 2 11 6 20 >10 16 89 10 33 Total 18 100 30 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata petani mitra telah memiliki pengalaman usahatani kentang lebih dari 5 tahun yaitu 6-10 tahun sebanyak 11 persen dan >10 tahun sebanyak 89 persen. Berbeda dengan pengalaman usahatani

22

yang dimiliki oleh petani non mitra yaitu terdapat 47 persen petani yang memiliki pengalaman ≤5 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada penelitian ini petani mitra lebih memiliki banyak pengalaman dalam melakukan usahatani kentang. Luas Lahan Petani

Lahan merupakan bagian dari modal utama dalam melakukan usahatani. Luasan lahan menggambarkan seberapa luas suatu lahan pertanian yang dikelola petani untuk melakukan kegiatan usahataninya baik itu lahan sewa ataupun lahan milik sendiri. Luas lahan erat hubungannya dengan skala usahatani yang dijalankan petani. Pada umumnya, semakin luas lahan yang digunakan maka akan lebih banyak populasi tanaman yang diusahakan dan semakin banyak tenaga kerja yang digunakan sehingga mempengaruhi jumlah produksi usahatani dan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan. Sebaran luasan lahan yang dimiliki petani mitra dan non mitra dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kelompok Petani Berdasarkan Luas Lahan Luasan lahan

(Ha)

Petani mitra Persentase

(%)

Petani non mitra Persentase (%) < 0.3 2 11 17 57 0.31-0.5 4 22 6 20 0.51-1 5 28 6 20 1.1-1.5 1 6 - - 1.51-2 3 17 - - >2 3 17 1 3 Total 18 100 30 100

Petani responden memiliki luas lahan yang kentang cukup bervariasi. Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa petani mitra memiliki luas lahan yang relatif lebih luas dibandingkan dengan luas lahan yang dimiliki petani non mitra. Persentase tertinggi petani mitra berdasarkan luas lahan yaitu sebesar 28 persen pada luas lahan 0.51-1 Ha sedangkan untuk petani non mitra persentase tertinggi yaitu sebesar 57 persen pada luas lahan kurang dari 0.3 Ha. Hal ini berarti petani non mitra memiliki luas lahan yang relatif lebih kecil dan berarti skala usahatani yang dilakukan petani mitra lebih kecil daripada skala usahatani petani mitra. Pekerjaan Utama Petani

Pekerjaan utama petani sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan petani untuk bergabung dengan kemitraan atau tidak. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa petani mitra sebagian besar melakukan kegiatan usahatani kentang bukan sebagai pekerjaan utamanya. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan kemitraan yang ingin meningkatkan kesejahteraan petani kecil dengan cara peningkatan pendapatan. Dalam kasus ini, petani yang mengikuti kemitraan adalah petani yang melakukan usahatani sebagai pekerjaan sampingan. Sebaran pekerjaan utama petani responden dapat dilihat pada Tabel 7.

23 Tabel 7 Kelompok Petani Berdasarkan Pekerjaan Utama

Jenis pekerjaan Petani mitra Persentase

(%) Petani non mitra Persentase (%) Petani 8 44 27 90 PNS 4 22 - - Guru 1 6 - - Pedagang 5 28 2 7 Wiraswasta - - 1 3 Total 18 100 30 100

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pekerjaan yang dimiliki petani mitra bervariasi yaitu sebanyak 44 persen sebagai petani, 22 persen sebagai PNS, 6 persen sebagai guru dan 28 persen memiliki pekerjaan sebagai pedagang sedangkan pekerjaan utama yang dimiliki petani non mitra sebagian besar adalah petani yaitu sebesar 90 persen.Hal ini menunjukkan bahwa petani mitra melakukan kegiatan usahatani hanya sebagai pekerjaan sampingan.

Keputusan Petani Mengikuti Kemitraan

Tujuan petani bergabung menjadi mitra adalah untuk meningkatkan pendapatan. Hal ini mengingat bahwa jika tidak bergabung dengan kemitraan petani harus rela menjual kentang hasil produksinya sesuai dengan harga pasar yang sangat berfluktuasi. Sehingga sangat berpengaruh terhadap pedapatan yang diterima petani. Keputusan petani bergabung dengan kemitraan memiliki alasan adalah disamping memperoleh peningkatan pendapatan, petani mendapatkan adanya jaminan pemasaran produk dan harga kentang yang tetap. Berdasarkan wawancara, seratus persen petani kentang responden menjawab alasan menjalin kemitraan dan berusahatani kentang atlantik yaitu karena ingin mendapat keuntungan lebih tinggi.Terjaminnya pasar membuat petani memiliki harapan akan jaminan pasar terhadap produknya, sehingga petani hanya perlu konsentrasi pada budidaya.

Keputusan Petani Tidak Mengikuti Kemitraan

Petani yang tidak bergabung dalam kemitraan memiliki berbagai alasan tidak mengikuti program kemitraan. Rata-rata petani menjawab bahwa mereka lebih senang menjalankan usahatani kentang granola (tanpa bermitra). Petani merasa lebih yakin melakukan usahatani yang mandiri. Petani merasa terbebani harus terikat dalam kontrak perjanjian. Misalnya ketika petani gagal panen, petani mitra masih memiliki kewajiban menyelesaikan hutang bibit pada periode tanam berikutnya. Sementara petani non bermitra hanya menanggung sendiri tanpa tanggung jawab kepada pihak lain. Alasan lain petani tidak bergabung dengan kemitraan adalah karena menurut petani non mitra usahatani kentang atlantik membutuhkan lebih banyak modal untuk biaya pestisida, hal ini karena kentang atlantik rentan terhadap hama dan penyakit. Ada juga petani responden yang tidak mengetahui adanya kemitraan tersebut sehingga tidak bergabung dengan kemitraan.

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait