• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah berdirinya Desa Purwasar

Desa Purwasari merupakan desa hasil pengembangan (pemekaran) dari Desa Petir Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor pada tahun 1978/1979 yang dijabat oleh seorang pejabat sementara yang bernama Drs. H. Moch. Sarnata. Pada tahun 1980 Kecamatan Ciomas terpecah tiga bagian, yaitu Kecamatan Ciomas, Kemantren Taman Sari, dan Kemantren Dramaga dimana Desa Purwasari berada pada bagian wilayah Kemantren Dramaga. Desa Purwasari diambil dari bahasa sangsekerta yang terdiri dari dua kata yaitu purwa yang berarti awal atau pertama dan kata sari yang berarti rasa, jadi purwasari berarti rasa yang pertama atau yang pertama merasa. Dikatakan demikian karena Desa Purwasari adalah desa pertama hasil pemekaran di Kecamatan Ciomas. Pada tahun 1983 Kemantren Dramaga resmi menjadi Kecamatan Dramaga dan dipimpin seorang Camat yang bernama Drs. Junaedi.

Kondisi Geografi

Menurut data monografi desa, sebelah utara Desa Purwasari berbatasan dengan Desa Petir, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukajadi, sebelah timur berbatasan dengan Desa Petir, sebelah barat berbatasan dengan Desa Situ Daun. Keadaan topografi Desa Purwasari adalah daerah yang berada di daratan rendah. Desa ini terletak di 568 m diatas permukaan air laut. Berdasarkan data iklimnya, desa ini memiliki curah hujan 2,000-2,500 mm/tahun dan suhu udara rata-rata 28-30oC. Padi merupakan komoditas utama yang diusahakan di Desa Purwasari. Produksi padi di Desa Purwasari merupakan yang terbesar di Kecamatan Dramaga. Produksinya mencapai 1,962.4 ton atau sebesar 23.93 persen dari total produksi padi di Kecamatan Dramaga yang menghasilkan 8,050 ton. Produktivitas Desa Purwasari juga merupakan yang tertinggi di Kecamatan Dramaga, yaitu sebesar 6.4 ton/hektar. Komoditas unggulan lainnya adalah tanaman palawija seperti ubi jalar dan ubi kayu serta pembesaran ikan mas dan gurame.

Tabel 5 Luas lahan dan persentase menurut penggunaannya di Desa Purwasari tahun 2011

No. Penggunaan lahan Jumlah (ha) Persentase (%)

1 Persawahan 211.016 50.9 2. Perkebunan 158.233 38.2 3 Kehutanan 8. 290 2.0 4 Pemukiman 34. 998 8.5 5 Perkantoran 0. 15 0.0 6 Pekarangan 1. 441 0.4

30

Kondisi Sosial dan Budaya

Kondisi sosial dan budaya masyarakat Desa Purwasari dapat dikatakan masyarakat yang masih homogen, karena penduduk pendatang masih sedikit. Desa Purwasari terbagi dalam tiga dusun, tujuh rukun warga (RW) dan tiga puluh rukun tetangga (RT). Berdasarkan data monografi Desa Purwasari tahun 2011, jumlah penduduk Desa Purwasari adalah 6 775 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 3 491 orang, perempuan sebanyak 3 284 orang.

Keadaan Ekonomi

Perekonomian merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, bagi warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya baik untuk pribadi maupun untuk keluarganya. Di Desa Purwasari terdapat sarana dan prasarana perekonomian yaitu satu pasar tradisional, dua koperasi, dan 114 toko dan warung. Desa Purwasari adalah desa agraris, karena sektor pertanian merupakan sektor utama di Desa Purwasari. Penduduk Desa Purwasari pada umummnya bekerja sebagai petani padi dan palawija. Selain sektor pertanian ada berbagai macam lapangan pekerjaan yang diusahakan di Desa Purwasari.

Pada saat ini sebagian besar masyarakat Desa Purwasari bekerja sebagai petani, dikarenakan Desa Purwasari sebagian besar wilayahnya adalah tanah persawahan, khususnya masyarakat yang bertempat tingal di RW 01, 02, 05 dan 06. Saat ini tanah persawahan tersebut banyak yang telah beralih fungsi menjadi pemukiman, serta beralih kepemilikan karena telah diperjualbelikan kepada orang dari luar wilayah atau kota, sehingga masyarakat Desa Purwasari yang bermata pencaharian sebagai buruh tani menjadi terus meningkat.

Sebagian warga masyarakat Desa Purwasari yang bertempat tinggal di Kampung Cisasah RW 05 dan RW 06 bermata pencaharian sebagai pedagang. Hal itu dikarenakan sudah turun temurun masyarakat Desa Purwasari berprofesi sebagai pedagang buah-buahan di Jakarta. Saat ini masyarakat membuka warung- warung dan mendirikan pasar tradisional yang dibuka seminggu sekali yaitu setiap hari Kamis. Pasar tradisional ini masih dalam taraf transaksi jumlah kecil.

Sebagian penduduk yang berada di wilayah RW 03 dan RW 04 masyarakatnya banyak yang berprofesi sebagai karyawan, wiraswasta, dan buruh. Ada pula masyarakat yang membuka usaha industri rumahan seperti bengkel sepeda motor, tas, alat-alat rumah tangga dan penjahit pakaian. Secara umum persebaran jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dillihat pada tabel 6.

31 Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk menurut mata pecaharian di Desa

Purwasari tahun 2011

No. Mata pecaharian Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 PNS 36 1.3 2. POLRI 2 0.1 3 Swasta 496 17.6 4 Pedagang 507 18.0 5 Petani 697 24.7 6 Pertukangan 72 2.5 7 Buruh tani 489 17.3 8 Buruh 424 15.0 9 Pensiunan 17 0.6 10 Pemulung 7 0.2 11 Jasa 76 2.7

Sumber: Data monografi Desa Purwasari tahun 2011

Gambaran Umum Gabungan Kelompok Tani Mekarsari

Kelompok Tani Mekarsari didirikan oleh Bapak M. Anduy pada tanggal 11 Maret 1986 dan resmi dikukuhkan oleh Kepala Desa Purwasari yang menjabat pada saat itu, yaitu Drs. H. Sarnata. Sesuai dengan AD/ART Kelompok Tani Mekarsari, tujuan dibentuknya kelompok tani ini adalah:

1) Meningkatkan taraf hidup petani yang ada di Desa Purwasari; 2) Meningkatkan kemampuan para petani dalam melakukan usahatani; 3) Mengurangi ketergantungan para petani terhadap tengkulak dalam

memperoleh tambahan modal;

4) Membantu para petani dalam memasarkan produk;

5) Meningkatkan produktivitas petani dalam usahatani yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan.

Pada tahun 1993, kelompok tani ini berubah menjadi kelompok tani pemula yang dikukuhkan oleh perangkat desa pada waktu itu. Jumlah anggota kelompok tani masih tidak mengalami perubahan. Kondisi kelompok tani tidak seperti ketika kelompok tani ini dibentuk pertama kali. Terdapat beberapa perubahan yang cukup signifikan, yakni adanya peningkatan kemampuan para anggota kelompok tani dalam melakukan kegiatan usahatani. Peningkatan ini disebabkan adanya beberapa program pelatihan yang diadakan pemerintah baik pusat maupun daerah bagi para anggota kelompok tani ini. Program tersebut antara lain:

1) Pelatihan penanaman padi dengan pola tanam yang baik dan benar; 2) Pelatihan pemilihan benih/bibit yang baik;

32

4) Pelatihan cara pemupukan yang baik;

5) Diadakannya sekolah lapang seperti: SLPTT (System of Rice Intensification), dan SLPHT (Sekolah Lapang Pengamatan Hama Terpadu).

Kelompok Tani Mekarsari telah melaksanakan SLPHT sebanyak tiga kali. SLPHT pertama diselenggarakan karena program nasional pada tahun 1991-1992. Pada tahun 1994, para petani mulai menanam padi non pestisida dan kemudian dilaksanakan kembali SLPHT pada tahun 1996-1997 dan ketiga kalinya adalah SLPHT tingkat lanjut pada tahun 1999 yang pelaksanaannya dibantu oleh mahasiswa APP (Akademi Penyuluhan Pertanian).

Pada tahun 1995, Kelompok Tani Mekarsari berubah tingkatannya menjadi kelompok tani kelas lanjut yang dikukuhkan oleh perangkat kecamatan. Pada tahun 1996 kelompok tani ini berubah menjadi kelompok tani kelas madya yang dikukuhkan oleh perangkat kabupaten. Pada tahun 1997 Kelompok Tani Mekarsari berubah tingkatannya menjadi kelompok tani kelas utama. Kelompok Tani Mekarsari aktif dalam mengikuti perlombaan. Menurut arsip kelompok, Kelompok Tani Mekarsari telah mampu berprestasi di tingkat kabupaten dan provinsi. Kelompok Tani Mekarsari ini pada tahun 2011 dipecah menjadi dua kelompok tani yang lain di Desa Purwasari, yaitu Kelompok Tani Hegar Sari, dan Kelompok Tani Rawa Sari.

Penyuluhan SRI

Beberapa Negara di Asia termasuk Indonesia, sedang dilanda gairah baru dalam budidaya padi, oleh gencarnya informasi mengenai SRI yang dilaporkan mampu member hasil panen yang tinggi melalui cara yang sederhana. SRI dikembangkan di Madagaskar oleh Fr. Henry de Laulanie sekitar 30 tahun lalu di Madagaskar dan telah menyebar di banyak Negara termasuk Indonesia. SRI pertama kali diperkenalkan oleh Yayasan Padi Indonesia (YAPADI) di Garut dan Ciamis pada tahun 2005 karena tergugah oleh presentasi Dr. Norman Uphoff tentang SRI dalam Internasional Rice Conference (IRC) di Bali tahun 2005.

Penyuluhan SRI di Desa Purwasari diawali dengan sosialisasi dalam arti kata memberikan informasi kepada camat, kepala desa dan kelompok tani serta sasarannya yaitu kelompok tani. Selanjutnya diadakan pertemuan dari seluruh dinas/instansi bahwa dari Gabungan Kelompok Tani di Desa Mekarsari ini ada rencana melaksanakan program SRI untuk memohon dukungan. Tujuan Pengembangan SRI ini adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani tentang usahatani padi sawah organik metode SRI, meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani, menghasilkan produksi yang berdaya saing tinggi, sehat dan berkelanjutan, dan mengembangkan usahatani padi yang ramah lingkungan. Sasaran kegiatan pengembangan SRI adalah petani yang mempunyai lahan sawah beririgasi yang ketersediaan airnya terjamin. Terdapat beberapa kriteria dalam program SRI mengenai lokasi, petani, kelompok tani, pengajar, pendamping dan pemandu pelaksana pengembangan SRI. Kriteria lokasi yaitu hamparan sawah beririgasi yang ketersediaan airnya terjamin yang dimiliki atau dikelola oleh satu kelompok secara utuh seluas lahan yang dimiliki oleh anggota kelompok tersebut kurang lebih dua puluh hektar. Lokasi mudah dijangkau.

33 Laokasi bukan daerah rawan genangan atau banjir dan infrasktruktur drainase cukup memadai. Diutamakan di daerah yang sekitarnya tersedia bahan organik (hijauan dan kotoran hewan). Luas lahan pemilik penggarap atau penggarap maksimum dua hektar per kepala keluarga.

Kriteria calon petani pelaku SRI ialah petani pemilik penggarap atau penggarap yang mempunyai kemauan dan kemampuan dalam mengembangkan SRI serta berada dalam satu kelompok tani hamparan. Kriteria kelompok tani adalah kelompok tani hamparan yang merupakan kelompok tani akif dan dinamis serta berorientasi ekologis dan agribisnis. Kelompok tani yang belum pernah mendapatkan alokasi kegiatan SRI. Kriteria instruktur atau pelatih SRI adalah petugas Dinas Daerah atau Penyuluh Lapangan atau anggota kelompok tani yang telah mengikuti Training of Trainer (TOT) yang diselenggarakan oleh pusat. Kriteria pendamping dan pemandu adalah tenaga kerja professional di bidang SRI, Petugas Dinas Kabupaten atau Kota dan Petugas Lapangan atau petani yang telah mengikuti pelatihan pemandu Sri dan berpengalaman melaksanakan SRI, serta mempunyai kemampuan untuk menumbuhkan minat petani dalam menerapkan dan mengembangkan SRI.

Mekanisme pelaksanaan pengembangan SRI melalui Pelatihan dan Sekolah Lapangan SRI (SL- SRI) dilakukan secara swakelola oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten atau Kota, sedangkan pengadaan Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO), dan benih dilakukan oleh kelompok tani. Pembuatan petunjuk pelaksanaan dilakukan oleh Dinas Propinsi sebagai penjabaran dari pedoman teknis yang dibuat oleh pusat sesuai dengan kondisi daerah. Pembuatan petunjuk teknis dilakukan oleh Dinas Kabupaten atau Kota sebagai penjabaran dari petunjuk Pedoman Teknis Pengembangan SRI pelaksanaan yang dibuat oleh propinsi sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Koordinasi dilakukan dengan instansi terkait dikabupaten/kota termasuk dengan aparat desa dan masyarakat luas, untuk memperoleh dukungan dan kemudahan dalam pelaksanaan kegiatan. Sosialisasi bertujuan agar masyarakat mengetahui dengan jelas tentang rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, sehingga masyarakat bersedia berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. penjaringan lokasi adalah kegiatan untuk memperoleh lokasi (daerah irigasi yang ketersediaan airnya terjamin), petani dan kelompok tani sesuai dengan kriteria pada spesifikasi teknis. Satu kelompok tani sasaran beranggotakan + 30 orang. Penjaringan lokasi dan petani dilakukan oleh Tim Teknis yang dibentuk oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten atau Kota. Diharapkan pada tahun yang akan datang penjaringan calon lokasi dan petani sudah dilakukan pada tahun sebelumnya dan dimasukkan dalam proposal. Hasil penjaringan CPCL yang memenuhi syarat dan kriteria yang telah ditentukan oleh norma, standar teknis dan kriteria, selanjutnya ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten atau Kota.

Rekening kelompok diperlukan untuk menerima transfer dana dalam rangka bantuan sosial ini dari dana Tugas Pembantuan. Rekening kelompok yang dimaksud merupakan rekening bersama Penjaringan calon petani pelaksana antara ketua kelompok dengan Kepala Dinas kabupaten/kota , dalam bentuk rekening tabungan pada Bank Pemerintah terdekat. Musyawarah kelompok tani (rembug desa) dimaksudkan untuk menyusun perencanaan secara partisipatif sesuai aspirasi masyarakat, sehingga diharapkan mereka akan merasa memiliki dan bersedia memelihara kelanjutannya. Dalam musyawarah kelompok tani (rembug

34

desa), petugas dalam hal ini bertindak sebagai fasilitator. Hasil dari musyawarah kelompok tani menjadi bahan dalam penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Kelompok (RUKK). Penyusunan RUKK, berdasarkan hasil musyawarah kelompok tani, dilaksanakan secara bersama-sama antara petani dan petugas untuk menentukan kegiatan definitif yang akan dilaksanakan. Dalam penyusunan RUKK apabila terdapat penggunaan dana dari APBD atau swadaya petani, supaya dicantumkan. Mekanisme transfer dana mengacu pada pedoman pengelolaan dana bantuan sosial yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Pada tahap pelaksanaan pengadaan Alat Pengolahan Pupuk Organik (APPO) per kelompok tani sebanyak dua unit oleh kelompok tani yang dibiayai dana tugas pembantuan sedangkan untuk saung APPO nya dibuat secara swadaya petani. Pengadaan benih untuk kelompok tani sebanyak lima kilogram (untuk satu hektar) yang dibiayai dana Tugas Pembantuan. Pertemuan penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan sekolah lapangan, pendampingan dan penentuan lokasi untuk pengolahan tanah siap tanam seluas satu hektar dibiayai dana Tugas Pembantuan dan sisanya dibuat secara swadaya oleh petani, selanjutnya melakukan penanaman, usahatani padi sawah metode SRI seluas satu hektar dalam satu hamparan kelompok tani. Pelaksanaan di lapangan Pengelolaan lahan dan pendampingan selama satu Musim Tanam diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten atau Kota dengan ketentuan atau arahan peserta sekolah lapangan adalah petani yang telah mengikuti pelatihan SRI, petugas atau pendamping SRI adalah tenaga ahli di bidang SRI, Petugas Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten atau Kota dan Petugas Lapangan atau petani yang telah mengikuti pelatihan pemandu SRI dan telah berpengalaman melaksanakan SRI, waktu pelaksanaan satu musim tanam, sesuai jadwal kegiatan maka SRI. Dinas Pertanian Kabupaten atau Kota supaya mengikuti jadwal pelaksanaan kegiatan sesuai tahapan kegiatan. Kegiatan pengembangan usahatani padi sawah organik metode SRI Pengembangan SRI, kegiatan pengembangan SRI disediakan dana Tugas Pembantuan di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten atau Kota sebesar Rp.2 250 000,- per hektar. Transfer dana dilakukan untuk perkelipatan 20 hektar, dengan perincian belanja bahan, Rp.200 000,-. Belanja perjalanan lain meliputi perjalanan pendampingan Rp.1 500 000,- dan monitoring Rp.300 000,-. Bansos pembelanjaan dalam bentuk uang, Rp.43 000 000,-. Khusus penggunaan dana dari AKUN Belanja Lembaga Sosial Lainnya mengacu pada Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Kegiatan yang bersifat non fisik antara lain sosialisasi, koordinasi, penjaringan lokasi dan petani, musyawarah kelompok tani, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan menggunakan dana administrasi kegiatan, bila tidak mencukupi diharapkan dapat disediakan dari dana APBD. Pemeliharaan dan keberlanjutan hasil kegiatan sepenuhnya menjadi tanggung jawab masyarakat petani secara swadaya.

Langkah berikutnya, penyuluh mengidentifikasi dan mendata anggota- anggota mana yang mengikuti program SRI. Kelompok tani pelaksana SRI adalah kelompok tani yang menggarap lahan dalam satu hamparan dan bersedia menerapkan metode SRI pada seluruh lahan garapan kelompok tani tersebut secara utuh. Penyuluh memulai pertemuan kembali, penyuluh bersama petani mulai mengolah tanah, menentukan waktu pengiriman sarana produksi yang disesuaikan dengan kondisi lahan. Identifikasi data luas areal lahan, luas areal

35 lahan yang digunakan untuk SRI satu hektar sehingga dapat ditentukan jumlah kebutuhan pupuk dan benihnya. Pertaniannya diutamakan menggunakan pupuk organik tapi bukan padi organik karena airnya berasal dari mana saja atau sembarang tempat. Bebeda jika pertanian tersebut organik, dimana sumber airnya harus khusus.

Metode SRI memiliki perbedaan dengan pertanian lainnya, yaitu persemaian yang digunakan hanya tujuh hari. Cara menanam bibit padi harus satu dan/atau dua bibit per rumpun. Menanam padi pun harus menggunakan teknik legowo, dan harus dicaplak terlebih dahulu. Jarak tanam yang digunakan 20-25 cm akan tetapi menanam padinya harus rapat semua. Apabila tidak rapat, hasil produksinya akan sedikit. Hal ini berkaitan dengan memaksimalkan potensi dari jarak ditengah yang kosong. Hasilnya pun lebih banyak dengan menggunakan teknik legowo daripada tandur biasa atau acak-acakan. Penerapan teknik ini dengan cara membuat Demonstration Plot atau Demplot dengan luas satu hektar. Demplot ini melibatkan ketua, sekertaris, bendahara, dan anggota.

Program nasional PHT yang berintikan kegiatan Sekolah Lapangan PHT pada tingkat petani. Hal ini sejalan dengan perubahan paradigma pembangunan pertanian yang menghargai petani sebagai subyek dalam mengelola dan mengambil keputusan di lahan usaha taninya. Selama satu musim, para petani belajar langsung pada sebidang lahan dengan mencoba membandingkan kondisi yang nyata, melalui petak SRI dan konvensional. Dalam praktek penilaian tersebut maka pada setiap pertemuan para petani menggunakan “CARA BELAJAR LEWAT PENGALAMAN” yaitu mengalami, mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan, menerapkan, dan mengalami. Proses tersebut merupakan tindakan aksi dan refleksi terhadap kegiatan yang dilakukan untuk menumbuhkan sikap kritis petani terhadap kondisi lingkunganmya serta agar mampu mengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaan.

Penyuluhan dilaksanakan sebulan sekali, apabila hasilnya tidak signifikan penyuluh juga tidak memaksakan petani. Kegiatan mengumpulkan data, dilakukan oleh penyuluh melalui penggunaan media seperti kuesioner untuk mencatat jumlah tanaman, jarak tanam, jarak kemalir, dan jumlah pupuk yang diberikan. Penyuluh juga menanyakan mengenai hama, namun apabila petani sudah mengikuti anjuran yang benar hal ini tidak menjadi masalah. Pemeriksaan mulai dari benih berlabel, unggul, bernas, kondisi baik, dan tidak dianjurkan menggunakan benih keturunan ketiga. Terdapat kalender kegiatan, yang berisi hari setelah tanam (hst), nomor, tgl, dan umur. Pemberian nomor nol dihitung mulai tanam dan pemberian pupuk, kemudian dilakukan pencatatan. Penyemaian dilakukan selama tujuh hari dan disimpan di nampan kemudian dipindahkan ke sawah. Pada saat persemaian itu harus benar-benar bebas dari rumput. Setelah melaksanakan satu musim tanam dengan metode SRI, produktivitas hasil lahan seluas satu hektar yang menjadi lahan percobaan SRI meningkat hingga 80 persen dan menghemat penggunaan pupuk hingga 33 persen.

Keuntungan teknik satu bibit per rumpun khususnya, dapat meningkatkan produksi apabila dibandingkan dengan menanam lima atau sepuluh bibit dalam satu rumpun. Kelebihan lainnya yaitu, lebih cepat pertumbuh dan produksi maksimal. Petani dapat menghemat dalam menggunakan pupuk.

36

Karakteristik Responden

Pada subbab ini menjelaskan mengenai karakteristik petani yang menjadi responden. Adapun data karakteristik petani yang dimaksud meliputi umur, luas lahan, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman bertani konvensional, pengalaman bertani organik, dan perilaku komunikasi. Lebih lengkapnya disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik petani di Desa Purwasari tahun 2013

Karakteristik Petani Jumlah Persentase (%)

Umur

Tua (>50 tahun) 21 70.0

Dewasa tengah (30-50 tahun) 8 26.7

Dewasa awal (18-29 tahun) 1 3.3

Tingkat Luas lahan

Sempit (0-13,200 m2) 28 93.3

Sedang (13,201 – 26,400 m2) 1 3.3

Luas (26,401 – 40,000 m2) 1 3.3

Tingkat Pendidikan Formal

Rendah (tidak tamat SD) 11 36.7

Sedang (tamat SD) 16 53.3

Tinggi (tamat SMA) 3 10.0

Tingkat Pendidikan non Formal

Rendah (tidak ikut penyuluhan) 9 30.0

Sedang (1 jenis penyuluhan) 12 40.0

Tinggi (≥ 2 jenis penyuluhan) 9 30.0

Tingkat Pengalaman Bertani Konvensional

Rendah (1-17 tahun) 8 26.7

Sedang (18-34 tahun) 16 53.3

Tinggi (35-50 tahun) 6 20.0

Tingkat Pengalaman Bertani Organik

Rendah (0-3 tahun) 22 73.3

Sedang (4-8 tahun) 6 20.0

Tinggi (9-13 tahun) 2 6.7

Tingkat Perilaku Komunikasi

Rendah (1 sumber interpersonal) 12 40.0

Sedang (>1 sumber inter personal)

9 30.0

Tinggi (interpersonal dan media massa)

9 30.0

37 Umur petani di Desa Purwasari yang menjadi responden penelitian terbanyak pada golongan usia tua yaitu sebanyak 70 persen. Pada golongan dewasa tengah sebanyak 26.7 persen dan pada golongan dewasa awal hanya 3.3 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin muda usia petani, kecenderungan memilih profesi sebagai petani semakin berkurang. Para pemuda lebih suka bekerja di sektor informal sebagai buruh. Apabila pemuda tidak ada lagi yang menjadi petani maka tidak akan ada regenerasi pada petani di Desa Purwasari. Tidak ada petani berarti tidak ada yang memproduksi beras dan kebutuhan pangan lainnya. Besar kemungkinan bangsa ini akan tergantung pada impor pangan dari Negara lain.

Mayoritas petani yang memiliki lahan sempit sebanyak 93.3 persen. Lahan yang sempit perlu dimaksimalkan oleh petani untuk menghasilkan produksi yang sebesar-besarnya. Petani tidak menanam semua lahan yang ia miliki untuk menanam padi namun ditanami pula tanaman palawija atau hortikultura untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Luas lahan yang sempit ini sebagian besar adalah tanah warisan. Beberapa petani mendapatkan tambahan pendapatan dari pekerjaan istri ataupun anak. Beberapa istri petani membuka warung kecil atau menjadi buruh tani. Petani yang mayoritas berusia lanjut kemungkinan mendapatkan tambahan pendapatan dari uang kiriman anaknya yang bekerja. Pada petani dengan lahan sedang dan luas memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 3.3 persen.

Tingkat pendidikan petani di Desa Purwasari, mayoritas tergolong sedang atau diantara tamat SD dan tidak lulus SMA sebesar 53.3 persen. Sebanyak 36.7 persen petani tergolong tidak tamat SD. Banyaknya petani yang berpendidikan sedang dan rendah lebih banyak disebabkan karena orang tua mereka dulu tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anaknya dan kurangnya kesadaran akan pentingnya bersekolah. Petani yang tergolong berpendidikan formal tinggi atau tamat SMA hanya 10 persen.

Mayoritas petani memiliki tingkat pendidikan non formal sedang sebanyak 40 persen atau pernah satu kali mengikuti kegiatan penyuluhan. Usia petani yang sudah lanjut membuat mereka mudah lupa dengan apa yang telah disampaikan oleh penyuluh. Mereka pun sudah tidak memiliki tenaga yang lebih untuk mengelola lahan serta mengikuti kegiatan penyuluhan atau pertemuan rutin di kelompok. Pada petani dengan tingkat pendidikan non formal rendah dan tinggi memiliki persentase yang sama yaitu 30.0 persen.

Nilai tertinggi terdapat pada golongan petani dengan tingkat pengalaman

Dokumen terkait