• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Jawa Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Saat itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian iklan sebuah bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan bioskop di surat kabar, lama-lama ia tertarik untuk membuat surat kabar sendiri. Setelah sukses dengan Jawa Posnya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun 1970an, omzet Jawa Pos mengalami kemerosotan yang tajam. Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar saja. Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi mengurus perusahaannya, sementara tiga orang anaknya lebih memilih tinggal di London, Inggris.

Kepemimpinan Dahlan Iskan

Pada tahun 1982, Eric FH Samola, waktu itu adalah Direktur Utama PT Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo) mengambil alih Jawa Pos. Dengan manajemen baru, Eric mengangkat Dahlan Iskan, yang sebelumnya adalah Kepala Biro Tempo di Surabaya untuk memimpin Jawa Pos. Eric Samola kemudian meninggal dunia pada tahun 2000. Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan

65

Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 eksemplar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar.

Lima tahun kemudian terbentuklah Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997, Jawa Pos pindah ke gedung yang baru berlantai 21, Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya. Tahun 2002 dibangun Graha Pena di Jakarta. Dan, saat ini bermunculan gedung-gedung Graha Pena di hampir semua wilayah di Indonesia.

Tahun 2002, Jawa Pos Group membangun pabrik kertas koran yang kedua dengan kapasitas dua kali lebih besar dari pabrik yang pertama. Kini pabrik itu, PT. Adiprima Sura Perinta, mampu memproduksi kertas koran 450 ton/hari. Lokasi pabrik ini di Kabupaten Gresik, hanya 45 menit bermobil dari Surabaya.

Setelah sukses mengembangkan media cetak di seluruh Indonesia, pada tahun 2002 Jawa Pos Grup mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam, Riau TV di Pekanbaru, FMTV di Makassar, PTV di Palembang, Padjadjaran TV di Bandung.

Memasuki tahun 2003, Jawa Pos Group merambah bisnis baru : Independent Power Plant. Proyek pertama adalah 1 x 25 MW di Kab. Gresik, yakni dekat pabrik kertas. Proyek yang kedua 2 x 25 MW, didirikan di Kaltim, bekerjasama dengan perusahaan daerah setempat.

Pada tahun 2008, Jawa Pos Group menambah stasiun televisi baru: Mahkamah Konstitusi Televisi (MKtv) yang berkantor di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta.

Politik

Sirkulasi Jawa Pos menyebar hingga ke seluruh provinsi Jawa Timur, Bali, dan sebagian Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Jawa Pos terbit dalam beberapa edisi.

Jawa Pos edisi Surabaya

Jawa Pos edisi Surabaya beredar di daerah Kota Surabaya dan sekitarnya (Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik), terbit dengan tiga seksi utama:

Jawa Pos (utama), berisi berita-berita utama, politik, ekonomi/bisnis, Jawa Timur, nasional, internasional, dan rubrik-rubrik tematik lainnya. Metropolis, berisi berita Kota Surabaya dan sekitarnya (Sidoarjo dan Gresik), Deteksi (halaman untuk remaja, salah satunya berisi polling harian), hiburan, kesehatan, teknologi, dan rubrik-rubrik "ringan" lainnya serta rubrik mingguan Olahraga, berisi berita-berita olahraga, terutama ulasan mengenai sepak bola dan balap (Formula 1, MotoGP). Seksi ini juga berisi iklan baris.

DetEksi berisi berita tentang kehidupan remaja, mulai dari otomotif, style, techno, hingga anime. terdiri dari 3 halaman yang disisipkan pada bagian Metropolis. Hingga kini detEksi Jawa Pos aktif mengadakan event seperti DetEksi Basketball League, Dan MAding Championship. Halaman ini kini telah menjadi bacaan wajib bagi remaja di Surabaya. Seksi ini semua crew-nya masih berstatus mahasiswa, mulai dari reporter, editor, hingga fotografer.

67

Jawa Pos edisi luar Surabaya Kawasan Jawa Timur dan Bali

Hal yang membedakan Jawa Pos edisi Surabaya dan luar Surabaya adalah seksi "Metropolis" diganti dengan seksi yang lebih regional, dengan sebutan "Radar". Seksi "Radar" berisi berita-berita lokal daerah sekitar di mana Radar tersebut berada. Rubrik-rubrik Metropolis (seperti di Jawa Pos edisi Surabaya) sebagian masih dipertahankan. Seksi Jawa Pos utama dan Seksi Olahraga sama persis dengan edisi Surabaya.

Saat ini Jawa Pos memiliki 15 "Radar", yang masing-masing memiliki redaksi sendiri di kotanya yakni:

Radar Banyuwangi (Banyuwangi), beredar di Banyuwangi dan Situbondo. Radar Jember (Jember), beredar di Jember dan Lumajang. Radar Bromo (Kota Pasuruan), beredar di Pasuruan dan Probolinggo. Radar Malang (Kota Malang), beredar di Malang dan Batu. Radar Mojokerto (Kota Mojokerto), beredar di Mojokerto dan Jombang. Radar Kediri (Kota Kediri), beredar di Kediri dan Nganjuk.Kantor di Jalan Brawijaya Kota Kediri Radar Tulungagung (Tulungagung), beredar di Tulungagung, Trenggalek, dan Blitar. Radar Bojonegoro (Bojonegoro), beredar di Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Blora. Radar Madiun (Kota Madiun), beredar di Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, dan Pacitan. Radar Madura (Bangkalan), beredar di Pulau Madura. Radar Bali (Bali), beredar di Denpasar Bali. Redaksi "Radar"-"Radar" ini berada di sejumlah kota. Isi berita "Radar" bersifat lokal, dan memuat iklan yang juga bersifat lokal, serta seksi Olahraga lokal.

Kawasan Jawa Tengah dan DIY

Jawa Pos edisi Jawa Tengah/DIY sedikit berbeda dengan edisi Jawa Timur. Meski berita utama (headline) dan sebagian besar isi beritanya adalah sama, Jawa Pos edisi Jawa Tengah/DIY berisi rubrik tambahan yang bersifat lokal (seperti rubrik Ekonomi Bisnis, Jawa Tengah), serta tidak termasuk iklan baris (yang mana hanya beredar di Jawa Timur).

Jawa Pos di Jawa Tengah dan DIY juga terdiri atas sejumlah "Radar", yakni:

Radar Semarang (Kota Semarang), beredar di Semarang, Salatiga, Demak, Kendal, Batang, dan Pekalongan. Radar Solo (Kota Surakarta), beredar di eks Karesidenan Surakarta (Surakarta, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri). Radar Kudus (Kudus), beredar di Kudus, Pati, Jepara, Grobogan, Rembang, dan Blora. Radar Jogja (Kota Yogyakarta), beredar di Provinsi DIY, Magelang, Purworejo, Kebumen, Temanggung, dan Wonosobo. Dari sisi manajemen, Radar-Radar yang ada ini dikelola secara otonom. Rekrutmen karyawan dan wartawan dilakukan sendiri oleh masing-masing manajemen Radar.

Tanggal 1 Juli yang lalu merupakan hari yang sangat bersejarah untuk Jawa Pos. Perusahaan Koran Terbesar Nasional ini genap berusia 60 tahun. Sebuah usia yang sudah mencapai titik kulminasi kematangan dari sebuah Koran. Perkembangannya sedemikian cepat dan melahirkan banyak perusahaan-perusahaan di bawah bendera Jawa Pos. Jawa Pos dirintis oleh The Chung Sen (Soeseno Tedjo) seorang warga negara Indonesia kelahiran Batam. Soeseno Tedjo

69

membina relasi dengan perusahaan surat kabar untuk kelancaran iklan filmnya. Pada saat itu, di Surabaya hanya ada beberapa penerbitan pers yaitu Perwata Surabaya, Terompet Masyarakat dan Perdamaian. Perwata Surabaya adalah satu-satunya surat kabar yang mampu bersaing dengan perusahaan penerbitan di Jakarta seperti Sin Po dan Ken Po. Keuntungan yang dicapai oleh surat kabar Sin Po dan Ken Po membuat Soeseno Tedjo tertarik untuk memiliki surat kabar sendiri. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1949 Soeseno Tedjo mendirikan PT. Perusahaan Penerbitan dan Percetakan Djava Post Concern Limited, penerbit surat kabar Java Post. Dalam perjalanan waktu bentuk dan nama Java Post berubah menjadi Java Post (1951), DJAWA POST (1959), DJAWA POS (1970), JAWA POS (1982) dan Jawa Pos (1986). Jawa Pos merupakan harian pagi tertua yang mampu bertahan hingga saat ini. Dengan usahanya, Soeseno Tedjo berhasil mengangkat nama Jawa Pos sehingga pada tahun 1950-an Jawa Pos mampu menambah surat kabarnya menjadi tiga yaitu dalam bahasa Indonesia, bahasa Tionghoa dan bahasa Belanda.

Kemudian Koran Harian berbahasa Belanda diubah namanya karena pada saat itu Presiden anti terhadap Belanda. Sedangkan yang berbahasa Tionghoa tidak terbit sama sekali, maka hanya tinggal Jawa Pos yang semakin hari semakin menurun oplahnya. Karena ketiga putra Soeseno Tedjo tidak satupun yang tinggal di Indonesia untuk membantu menjalankan perusahaannya, maka Soeseno Tedjo tidak berani menanamkan modal pada mesin cetak generasi baru yang lebih modern untuk meningkatkan kualitas penerbitan. Oleh karena itu hasil cetaknya semakin menurun hingga tinggal sekitar 6.700 eksemplar per hari. Lahirnya “Sang

Titisan” Pada tanggal 1 April 1982 saham PT. Jawa Pos dibeli oleh PT. Grafiti Pers yang menerbitkan majalah Tempo dan Direktur Utama PT. Grafiti Pers, Eric Samola, memberi mandat kepada Dahlan Iskan untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Kemudian dilakukanlah perbaikan di semua aspek untuk mengejar ketertinggalan selama itu. Alasan atas jatuhnya pilihan Eric Samola terhadap Dahlan Iskan adalah: “Saya itu kalau memilih orang, saya lihat dulu matanya. Saya lihat sorot mata saudara Dahlan, itu mencerminkan adanya semangat yang tinggi dan keinginan maju yang besar.” Pada tanggal 29 Mei 1985 berdasarkan Akte Notaris Liem Sien Hwa SH No. 23 pasal 1 menyatakan merubah nama PT. Jawa Pos Concern menjadi PT. Jawa Pos hingga sekarang. Oleh karena PT. Graifiti Pers pengelola majalah Tempo, maka dilakukan perbaikan-perbaikan lagi antara lain terhadap kualitas produk, peningkatan kualitas sumber daya manusianya serta membenahi manajemen di dalamnya. Dari beberapa perbaikan tersebut, maka banyak sekali perubahan-perubahan. Tercatat tahun 1986, dalam sebulan oplah koran ini naik dari 40.000 menjadi 80.000; tahun 1990 oplah Jawa Pos meningkat menjadi 300.000 eksemplar dan pada awal tahun 1991 melambung menjadi 600.000 eksemplar. Perkembangan yang sangat pesat ini tercatat sebagai perkembangan tercepat. Lima tahun kemudian terbentuklah Jawa Pos News Network (JPNN).

71

4.1.2 Gambaran Redaksional PT. Jawa Pos Surabaya

Ruangan redaksional berada di Graha Pena lantai 4 no 88 Surabaya, berjajar dengan ruang periklanan.

Redaksional di PT. Jawa Pos Surabaya merupakan salah satu departemen atau divisi yang mempunyai kesetaraan antara departemen lain, periklanan,

marketing, percetakan, keuangan. Secara struktural tidak mengikat, secara job

description, redaksi mempunyai wewenang penuh untuk menentukan iklan yang akan terbit di harian Jawa Pos. Wewenang penuh redaksional di atas departemen lain, merupakan hak redaksi agar departemen iklan tidak mempengaruhi isi berita dan kekreatifan redaksional.

Awal pendirian, team redaksional di PT. Jawa Pos Surabaya hanya terdiri dari redaksi dan redaktur, PT. Jawa Pos Surabaya belum mempunyai kepala bagian maupun sekretaris redaksi. Sekarang redaksi di PT. Jawa Pos Surabaya tidak hanya bekerja di harian Jawa Pos sendiri, akan tetapi juga membantu media group Jawa Pos lainnya. Penghematan biaya, membuat wartawan maupun fotografer setiap hari mendokumentasikan berita dan foto untuk tabloid dan majalah groupnya.

Departemen redaksional merupakan bagian produksi, karyawan redaksional kurang lebih terdapat 105 karyawan yang berkompeten di bidang keredaksionalan. Kepemimpinan di redaksional selalu berganti ganti, terutama kepala bidang yang hampir setiap 6 bulan sekali dilakukan rotasi bahkan mutasi. Hal ini dilakukan untuk peremajaan perusahaan dengan ide-ide barunya.

Setiap setahun sekali redaksional diwajibkan membuat big plan untuk memunculkan program-program baru, dan tema baru seperti halnya Deteksi, Safety Riding dan Evergreen. Program ini menjadi kegiatan rutinitas redaksional untuk mengembangkan harian Jawa Pos. Di PT. Jawa Pos Surabaya, pembagian sub bidang menjadi 11 bagian keredakturan yang memegang kendali topik dan wacana tertentu, seperti advertorial, opini, politik, ekonomi, iklan, kesehatan, budaya, berita Jatim, olahraga, internasional, metropolis. Setiap pembagian bidang dikepalai oleh 3 orang kepala bagian. Itu belum termasuk elemen-elemen pendukung seperti fotografer, tata artistik, editor bahasa, dokumentasi, beserta asistennya. Elemen pendukung tersebut merupakan pengembangan dari PT. Jawa Pos Surabaya sendiri, kepala bidang juga diambil dari bagian masing-masing.

Jam kerja redaksional lebih banyak dilakukan pada malam hari pukul 19.00 – 01.00 Wib. Kalau di siang hari lebih banyak diisi oleh bagian pendukung saja semacam dokumentasi dan desain grafis. Untuk wartawan, penyebarannya bukan didasarkan pada titik wilayah, akan tetapi lebih diutamakan ke lembaga pemerintahan dan tempat umum. Di Surabaya, pembagian diatur oleh redaksi pelaksana. Pembagian tugas dilakukan setiap 3 bulan sekali. Wartawan redaksi di PT. Jawa Pos Surabaya selalu didampingi oleh fotografer tidak lebih dari satu jam.

Pembagian sekat meja di redaksional diatur berdasarkan kolom halaman koran, yang di awali dari berita utama sampai ke olahraga. Sedangkan jam kerja, karyawan redaksional tidak mengikat sesuai jam kerja, akan tetapi dihitung berdasarkan materi yang di kerjakan.

73

Dokumen terkait