• Tidak ada hasil yang ditemukan

C . PERSEPSI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

E. ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI TAHUN :

E.5. Penanganan Pasca Panen Proses

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukajadi, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Petir dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Situ Daun. Berdasarkan letak topografinya, Desa Purwasari sebagian besar berada pada dataran rendah. Desa Purwasari memiliki luas 211.016 hektar yang terdiri dari lahan sawah seluas 158.233 hektar dan lahan darat seluas 52.783 hektar. Peta Desa Purwasari dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber: Kantor Kelurahan Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor Gambar 3. Peta Desa Purwasari

Jumlah penduduk Desa Purwasari pada tahun 2010 mengalami penurunan. Penduduk Desa Purwasari pada tahun 2009 berjumlah 6.773 jiwa yang terdiri dari 3.434 laki-laki (50,70%) dan 3.339 perempuan (49,30%), sedangkan pada tahun 2010, jumlah penduduk menjadi 6.747 jiwa yang terdiri dari 3.474 laki-laki (51,49%) dan 3.273 perempuan (48,51%).

Jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja adalah sebanyak 2.971 jiwa yang terdiri dari yang bekerja sebanyak 1.951 jiwa dan pengangguran sebanyak 1.020 jiwa. Sektor pertanian merupakan sektor mata pencaharian paling banyak menyumbang tenaga kerja di Desa Purwasari yaitu sebesar 91,85%. Setelah itu diikuti oleh sektor jasa dan perdagangan yang menyumbang sebesar 5,59%. Persentase penyerapan tenaga kerja tahun 2010 di Desa Purwasari dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Angkatan Kerja di Desa Purwasari Tahun 2010

Angkatan Kerja Jumlah Persentase (%)

Pengangguran 1,020 Bekerja 1.951 a. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan

Perikanan 1.792 91,85

b. Jasa dan Perdagangan

109 5,59 c. Lainnya

50 2,56

Jumlah 1.951 100

Sumber: Kantor Kelurahan Desa Purwasari, Kabupaten Bogor (2010)

5.2 Komoditas Padi dan Komoditas Ubi Jalar

Komoditas yang paling banyak terdapat di Desa Purwasari adalah komoditas padi dan palawija berupa ubi jalar. Hasil panen padi sawah secara keseluruhan pada tahun 2010 sebanyak 340 ton/hektar/tahun dengan luas area

panen padi sawah mencapai 31 hektar, sedangkan hasil produksi ubi jalar sebanyak 125 ton/ha/tahun dengan luas area panen mencapai 25 hektar. Jenis varietas padi yang diproduksi di Desa Purwasari pada umumnya yaitu jenis padi Ciherang, sedangkan varietas ubi jalar yang pada umumnya ditanam oleh petani yaitu jenis ubi jalar merah.

5.3 Karakteristik Umum Responden

Karakteristik umum responden di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor diperoleh berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 37 responden petani. Petani yang dimaksud adalah petani yang melakukan kegiatan usahatani mereka berupa komoditas padi dan ubi jalar. Karakteristik umum responden ini terdiri dari beberapa variabel, diantaranya jenis kelamin dan usia, pendidikan formal, luas dan status kepemilikan lahan serta lama bertani.

5.3.1 Jenis Kelamin dan Usia

Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini, 100% berjenis kelamin pria, karena pada umumnya kegiatan usahatani di Desa Purwasari dilakukan oleh pria. Responden memiliki tingkat usia yang berbeda-beda. Usia responden sebagian besar berada pada tingkat usia diatas 50 tahun yaitu sebanyak 48,64%. Sebagian kecil responden yaitu sebanyak 5% berada pada tingkat usia 30-39 tahun, sedangkan responden yang memiliki usia berada pada kisaran 40-50 tahun adalah sebanyak 46,36%.

5.3.2 Pendidikan Formal

Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan formal yang sangat rendah. Hal ini ditunjukkan bahwa sebanyak 90% responden berpendidikan SD, 5% berpendidikan SLTP, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 5% tidak tamat SD.

Tingkat pendidikan yang rendah yang dimiliki petani ini pada umumnya dikarenakan kondisi perekonomian keluarga yang tidak mencukupi untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Persentase tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 4.

90% 5%

5%

SD SLTP Tidak Sekolah

Sumber: Data primer (diolah), 2011

Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 5.3.3 Luas dan Status Kepemilikan Lahan

Responden memiliki luas lahan yang bervariasi, yaitu antara 0,05-2 hektar. Responden yang melakukan kegiatan usahatani pada lahan kurang dari 0,25 hektar mencapai 43% dan yang bertani pada lahan antara 0,25-0,5 hektar sebanyak 41%, sedangkan petani yang melakukan kegiatan usahatani pada lahan lebih dari 0,5 hingga satu hektar adalah sebanyak 13% dan sisanya yaitu sebanyak 3% petani bertani pada lahan lebih dari satu hektar. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani di Desa Purwasari masih sempit. Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber : Data primer (diolah), 2011

Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan responden pada umumnya berstatus pemilik yaitu sebanyak 68% dan sisanya sebanyak 32% berstatus penyewa. Persentase status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Gambar 6.

68% 32%

pemilik penyewa

Sumber : Data primer (diolah), 2011

Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan

5.3.4 Lama Bertani

Responden dalam penelitian ini pada umumnya telah bertani dalam kurun waktu yang cukup lama. Hal ini ditunjukkan dengan responden sebanyak 16% telah bertani selama 10-20 tahun, 33% telah bertani selama 21-30 tahun, 32%

telah bertani selama 31-40 tahun, dan sisanya sebanyak 16% telah bertani selama lebih dari 40 tahun. Persentase lama bertani dapat dilihat pada Gambar 7.

16%

33% 32%

19%

10 ‐20 tahun 21 ‐30 tahun 31 ‐40 tahun > 40 tahun

Sumber : Data primer (diolah), 2011

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan informasi dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki tentang perubahan iklim berbeda-beda. Hasil wawancara yang dilakukan kepada 37 responden yaitu petani Desa Purwasari menyatakan bahwa 43% responden memahami adanya perubahan iklim, 14% responden menyatakan kurang paham mengenai makna perubahan iklim, dan sisanya sebesar 43% responden tidak memahami makna perubahan iklim. Penentuan pemahaman terhadap perubahan iklim didasarkan pada kemampuan petani menjabarkan makna perubahan iklim, sehingga terlihat bahwa masih sedikit responden yang memahami makna perubahan iklim, namun pada umumnya para petani menyadari akan adanya perubahan iklim. Hal ini ditunjukkan bahwa sebesar 81% responden menyadari akan adanya perubahan iklim, sedangkan sisanya yaitu sebesar 19% responden menyatakan bahwa mereka tidak menyadari adanya perubahan iklim.

Hasil wawancara terhadap responden menunjukkan bahwa perubahan iklim yang mereka sadari pada umumnya baru mereka rasakan pada waktu 1-2 tahun terakhir ini. Menurut Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyatakan bahwa curah hujan cenderung mengalami penurunan (El Nino) pada tahun 2009.

2

)Hasil wawancara bersama Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Ir. Agus, pada tanggal 19 Maret, 2011.

6.1.1 Penilaian Responden terhadap Suhu Udara

Responden pada umumnya menyadari adanya perubahan suhu yang terjadi di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Hal ini ditunjukkan dari 59% responden menyatakan bahwa suhu udara mengalami peningkatan, 27% responden menyatakan tidak mengetahui tentang perubahan suhu, dan sisanya sebesar 14% responden menyatakan suhu tidak mengalami perubahan (tetap). Hal ini sesuai dengan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang menunjukkan bahwa suhu udara pada lima tahun terakhir di Kabupaten Dramaga Bogor mengalami peningkatan yaitu sebesar 0,218 oC. Responden pada umumnya menyatakan bahwa perubahan suhu yang terjadi tidak berpengaruh pada hasil produksi padi dan ubi jalar. Grafik temperatur tahunan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 8.

25 25.2 25.4 25.6 25.8 26 2006 2007 2008 2009 2010

suhu tahunan suhu normal

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor Gambar 8. Temperatur Tahunan (OC) Kabupaten Bogor Tahun 2006-2010 6.1.2 Penilaian Responden terhadap Curah Hujan

Hasil wawancara kepada responden menunjukkan bahwa dari 51% responden menyatakan terjadi peningkatan curah hujan, 12% responden menyatakan tidak mengetahui adanya perubahan curah hujan, 11% menyatakan curah hujan tidak mengalami perubahan sedangkan sisanya menyatakan curah

hujan mengalami penurunan. Hal ini tidak sesuai dengan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Dramaga Bogor yang menunjukkan bahwa data curah hujan wilayah Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor pada tahun 2009 cenderung mengalami penurunan, sedangkan data curah hujan pada tahun 2008 cenderung mendekati normal. Bulan Januari curah hujan mengalami penurunan, namun pada bulan Februari hingga Maret, curah hujan justru mengalami peningkatan. Curah hujan kembali menurun dengan penurunan yang cukup besar pada bulan April hingga Mei, sedangkan pada bulan Juni hingga Oktober curah hujan mengalami peningkatan, dan pada akhirnya curah hujan kembali menurun pada bulan November hingga Desember.

Curah hujan tahunan di kawasan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor mengalami penurunan pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2008 curah hujan tahunan cenderung mendekati normal. Grafik curah hujan bulanan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 9.

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Jan Feb Mar Apr Mei Jun jul Ags Sept Okt Nov Des Tahun 2008 Tahun 2009

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Kabupaten Bogor (2011)

Gambar 9. Data Curah Hujan Bulanan (mm) Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor Tahun 2008-2009

Hasil panen padi menurun diduga karena serangan hama yang timbul akibat terjadinya penurunan curah hujan. Jenis hama yang menyerang pun tidak dapat dibasmi dengan menggunakan pestisida atau obat-obatan.

6.1.3 Penilaian Responden terhadap Jumlah Hari Hujan

Persepsi responden terhadap jumlah hari hujan menunjukkan bahwa dari 54% responden menyatakan telah terjadi peningkatan jumlah hari hujan, sedangkan sebesar 46% responden menyatakan jumlah hari hujan tidak mengalami perubahan atau tetap. Perubahan jumlah hari hujan akan berpengaruh pada perubahan debit mata air, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan debit mata air tidak mengalami perubahan, sedangkan sebesar 8% responden menyatakan bahwa debit air mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan kondisi wilayah kegiatan pertanian terletak di wilayah yang memiliki cukup banyak mata air, sehingga perubahan debit mata air tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas pertanian di wilayah tersebut.

6.1.4 Penilaian Responden terhadap Produktivitas Padi dan Ubi Jalar

Dampak perubahan iklim yang terjadi, mempengaruhi produktivitas usahatani petani Desa Purwasari. Mayoritas responden (81,08%) menyatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan produktivitas padi dan ubi jalar mereka mengalami penurunan, sedangkan 18,92% responden menyatakan perubahan iklim tidak mempengaruhi produktivitas hasil tani mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 29 responden yang melakukan pola tanam padi-ubi jalar pada tahun 2008 dan 20 responden yang tidak melakukan perubahan pola tanam, telah terjadi penurunan produktivitas padi dan ubi jalar yang mereka tanam. Penurunan produktivitas yang cukup tajam terjadi pada tahun 2009. Penurunan

produktivitas padi di Desa Purwasari sebesar 4,22 ton/ha/tahun dan penurunan produktivitas ubi jalar sebesar 1,52 ton/ha/tahun. Responden menyatakan bahwa penurunan produktivitas padi dan ubi jalar tersebut disebabkan karena musim (kemarau dan hujan) yang sudah tidak dapat diprediksi waktunya dan serangan hama yang menyerang hasil panen padi mereka.

6.2 Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 45,95% responden menyatakan, mereka telah melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim sedangkan 54,05 % responden menyatakan mereka tidak melakukan adaptasi apapun. Bentuk adaptasi yang dilakukan oleh petani Desa Purwasari pada umumnya yaitu dengan merubah pola tanam mereka. Petani yang tidak melakukan adaptasi disebabkan oleh faktor pemahaman dan informasi mengenai adanya perubahan iklim yang masih minim. Responden menyatakan bahwa mereka tidak ingin mengambil resiko apabila mereka melakukan adaptasi tertentu yang justru akan menimbulkan kerugian bagi usahatani mereka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37 responden yang diwawancarai, terdapat dua bentuk pola tanam yang berbeda, yaitu sebanyak 29 responden melakukan kegiatan pola tanam berupa padi-ubi jalar dan delapan responden melakukan kegiatan pola tanam berupa padi-padi. Responden yang melakukan kegiatan usahatani dengan pola tanam padi-ubi jalar, sebanyak 9 responden telah melakukan adaptasi akibat perubahan iklim, yaitu merubah pola tanam mereka menjadi ubi jalar-ubi jalar, sedangkan sisanya lebih memilih untuk tidak melakukan adaptasi apapun. Seluruh responden yang melakukan kegiatan pola tanam berupa padi-padi, telah melakukan adaptasi akibat perubahan iklim,

yaitu dengan cara merubah pola tanam mereka menjadi padi-ubi jalar dan tiga responden lainnya mengganti pola tanam mereka menjadi ubi jalar-ubi jalar.

Responden menyatakan bahwa dengan mengganti varietas tanaman padi pada pola tanam dan musim tanam tertentu menjadi tanaman ubi jalar, dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani padi. Hal ini dikarenakan ubi jalar tidak membutuhkan jumlah air yang cukup banyak dan mudah untuk tumbuh dalam keadaan tanah yang kering atau ketersediaan air yang kurang.

6.2.1 Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim melalui Pola Tanam

Bentuk kegiatan pola tanam yang dilakukan oleh responden terdiri dari dua jenis bentuk pola tanam tiap tahunnya, yaitu padi-ubi jalar dan padi-padi. Responden dalam penelitian ini pada umumnya melakukan kegiatan pola tanam berupa berupa padi-ubi jalar, namun sebanyak 21,62% responden melakukan kegiatan pola tanam berupa padi-padi. Perbedaan pola tanam tersebut dikarenakan adanya budaya turun-temurun dengan latar belakang pendidikan yang rendah, sehingga petani hanya akan mencontoh pola tanam yang sudah ada. beberapa responden mempertimbangkan ketepatan tanaman terhadap kecocokan tanah, iklim dan keuntungan yang diperoleh. Kegiatan pola tanam dalam penelitian ini tidak mengikuti ketetapan dari Dinas Pertanian, karena kawasan irigasi dan luas areal tanam yang pada umumnya kurang dari 0,5 hektar, sehingga penetapan pola tanam dilakukan berdasarkan ketentuan masing-masing petani.

Iklim merupakan salah satu faktor penentu penetapan pola tanam dan urutan tanam dalam satu tahun (Sukartaatmadja, 2000). Dampak dari adanya perubahan iklim yang terjadi pada tahun 2009, yang ditandai dengan adanya penurunan curah hujan menyebabkan kegiatan usahatani di beberapa wilayah di

Kabupaten Bogor, salah satunya yaitu wilayah Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga menjadi terganggu. Responden yang melakukan kegiatan usahatani dengan bentuk pola tanam padi-ubi jalar, sebanyak 9 responden telah melakukan perubahan pola tanam menjadi ubi jalar-ubi jalar pada tahun 2009, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 20 orang lebih memilih untuk tidak merubah pola tanam mereka. Kondisi pola tanam padi-ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kondisi Pola Tanam Padi-Ubi Jalar Tahun 2008 dan 2009

Tahun Pola Tanam Jumlah Responden Keterangan Pola Tanam I Pola Tanam II

2008 Padi Ubi Jalar 29 Pola tanam dasar 2009 Padi Ubi Jalar 20 Pola tanam tetap Ubi Jalar Ubi Jalar 9 Pola tanam berubah

Sumber : Data primer (diolah), 2011

Responden yang melakukan kegiatan usahatani dengan pola tanam padi, sebanyak 5 responden telah melakukan perubahan pola tanam menjadi padi-ubi jalar dan 3 responden lainnya melakukan perubahan pola tanam menjadi padi-ubi jalar-ubi jalar pada tahun 2009. Kondisi pola tanam padi-padi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kondisi Pola Tanam Padi-Padi Tahun 2008 dan 2009

Tahun Pola Tanam Jumlah Responden Keterangan Pola Tanam I Pola Tanam II

2008 Padi Padi 8 Pola tanam dasar

2009 Padi Ubi Jalar 5 Pola tanam tetap Ubi Jalar Ubi Jalar 3 Pola tanam berubah

6.2.1.1 Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim pada Pola Tanam Padi-Ubi Jalar

Dampak dari adanya perubahan iklim tersebut menyebabkan sebanyak 31,03% dari 29 responden yang melakukan bentuk pola tanam yang pertama yaitu berupa padi-ubi jalar pada tahun 2008, akhirnya melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi, yaitu dengan merubah pola tanam mereka menjadi ubi jalar-ubi jalar pada tahun 2009. Responden menyatakan bahwa perubahan pola tanam tersebut dilakukan agar dapat mengurangi resiko terjadinya penurunan hasil produksi mereka. Hasil panen padi responden mengalami penurunan akibat serangan hama yang menyerang tanaman padi mereka. Hama tersebut timbul karena disebabkan oleh curah hujan yang mengalami penurunan (El Nino) pada tahun 2009 sehingga jenis hama tertentu mudah timbul dan menyerang tanaman padi mereka. Responden menyatakan bahwa dengan mengganti tanaman padi menjadi tanaman ubi jalar dianggap lebih menguntungkan karena tanaman ubi jalar membutuhkan biaya produksi yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman padi, selain itu, komoditas ubi jalar tidak memerlukan banyak air.

Mayoritas responden ( 68,96%) yang tetap mempertahankan bentuk pola tanam sebelumnya yaitu padi-palawija memiliki alasan bahwa, mereka selama ini melakukan kegiatan usahatani hanya berdasarkan karena pemikiran unsur keberuntungan, sehingga perubahan iklim yang terjadi tidak mempengaruhi mereka untuk merubah pola tanam.

6.2.1.2 Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim pada Pola Tanam Padi-Padi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100% dari 8 responden yang melakukan bentuk pola tanam berupa padi-padi pada tahun 2008 melakukan adaptasi akibat perubahan iklim. Adaptasi yang dilakukan yaitu sebanyak 62,5% responden merubah pola tanam mereka dari padi-padi menjadi padi-ubi jalar, sedangkan sisanya merubah pola tanam mereka menjadi ubi jalar-ubi jalar pada tahun 2009.

Responden yang merubah pola tanamnya dari padi-padi menjadi padi-ubi jalar menyatakan bahwa perubahan pola tanam tersebut dilakukan karena hasil panen padi mereka terserang hama akibat curah hujan yang mengalami penurunan. Responden tetap mempertahankan menanam padi pada musim tanam pertama karena untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras mereka, sedangkan responden yang merubah pola tanamnya menjadi ubi-ubi, selain karena alasan hama yang menyerang hasil panen padi mereka juga dikarenakan responden tidak ingin mengambil resiko terlalu besar apabila pada tahun berikutnya (tahun 2009) tetap menanam padi baik pada musim tanam pertama maupun musim tanam kedua.

6.3 Dampak Perubahan Iklim terhadap Hasil Produksi, Penggunaan Input dan Pendapatan Petani

Perubahan iklim akan mempengaruhi hasil produksi yang diperoleh petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan hasil produksi padi mengalami penurunan. Perubahan iklim yang terjadi pada tahun 2009 yang ditandai dengan adanya penurunan curah hujan akan berdampak pada penurunan produksi usahatani, sehingga pendapatan petani mengalami penurunan.

Respon petani akibat pendapatan yang menurun yaitu melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Dampak dari perubahan iklim dalam penelitian ini menyebabkan beberapa responden melakukan adaptasi dengan cara merubah pola tanam mereka, tetapi ada pula yang tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Berubah atau tidaknya pola tanam yang responden lakukan sebagai dampak dari adanya perubahan iklim akan mempengaruhi pendapatan usahatani mereka.

6.3.1 Dampak Perubahan Iklim terhadap Hasil Produksi dan Penggunaan Input

Hasil produksi padi pada kondisi terjadinya perubahan iklim yaitu pada tahun 2009 mencapai 0,601 ton. Penurunan hasil produksi padi disebabkan karena serangan hama merah yang timbul pada hasil panen padi mereka, sedangkan pada tahun 2008 yaitu kondisi iklim mendekati normal, hasil produksi adalah sebesar 1,863 ton, sehingga produktivitas padi mengalami penurunan yaitu sebesar 67,76% pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa dampak dari adanya perubahan iklim (penurunan curah hujan) yang terjadi pada tahun 2009 menyebabkan hasil produksi dan produktivitas padi mengalami penurunan karena adanya serangan hama yang menyerang hasil panen responden. Dampak perubahan iklim terhadap hasil produksi dan produktivitas dalam penelitian ini merupakan hasil produksi yang dianalisis pada responden yang tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim dengan pola tanam padi-ubi jalar, sehingga luas areal pun tidak mengalami perubahan. Hasil produksi dan produktivitas dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-Rata Hasil Produksi dan Produktivitas Padi Tahun 2008-2009 Tahun Hasil Produksi

(Ton) Luas Areal (Ha) Produktivitas (Ton/Ha/Tahun) Perubahan Produktivitas (%) 2008 1,863 0.36 5,18 - 2009 0,601 0,36 1,67 -67,76

Sumber: Data primer (diolah), 2011

Hasil produksi ubi jalar pada tahun 2009 lebih besar dibandingkan dengan hasil produksi ubi jalar pada tahun 2008 yaitu sebanyak 3,5 ton. Hal ini dikarenakan komoditas ubi jalar tidak membutuhkan banyak air, sedangkan pada tahun 2008 walaupun kondisi curah hujan mendekati normal, namun cenderung mengalami sedikit peningkatan sehingga hasil produksi ubi jalar pada tahun 2008 lebih sedikit. Hasil produksi dan produktivitas ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-Rata Hasil Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar Tahun 2008 dan 2009

Tahun Hasil Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Produktivitas (Ton/Ha/Tahun) Perubahan Produktivitas (%) 2008 2,92 0,36 8,11 - 2009 3,5 0,36 9,72 19,85

Sumber: Data primer (diolah), 2011

Penggunaan input seperti obat-obatan mengalami peningkatan setelah terjadinya perubahan iklim pada responden yang melakukan kegiatan tanam berupa padi-padi dan merubah pola tanam mereka menjadi padi-ubi jalar, namun penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk tenaga pemanenan lebih sedikit setelah terjadi perubahan iklim. Hal ini disebabkan karena hasil produksi responden mengalami penurunan.

6.3.2 Analisis Pendapatan Usahatani Akibat Perubahan Iklim

Analisis pendapatan usahatani akibat perubahan iklim dalam penelitian ini, dibedakan atas dua bentuk pola tanam yang dilakukan di Desa Purwasari, yaitu pola tanam padi-ubi jalar dan pola tanam padi-padi. Perubahan pendapatan petani dapat dihitung dari berubah atau tidaknya pola tanam yang dilakukan dan dalam hal ini akan terlihat besar atau kecilnya pendapatan petani yang melakukan perubahan pola tanam sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim dengan petani yang tidak merubah pola tanam.

Biaya dalam analisis pendapatan usahatani ini terdiri atas biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang tergolong ke dalam biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk pupuk, benih, obat-obatan (pestisida), sewa traktor dan kerbau, pajak lahan, biaya solar, biaya konsumsi pekerja, dan untuk membayar tenaga kerja luar keluarga (TKLK), sedangkan yang termasuk biaya yang diperhitungkan adalah biaya sewa lahan, biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan biaya penyusutan alat. Penerimaan dihitung sebagai hasil perkalian antara jumlah panen (jumlah produksi) dengan harga jualnya.

Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani ini adalah tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Biaya upah pekerja untuk wanita dan pria berbeda. Biaya upah pria adalah sebesar Rp 20.000 pada tahun 2009 dan Rp 25.000, sedangkan biaya upah pekerja wanita pada tahun 2009 dan 2010 adalah sbesar Rp 15.000. Petani sering tidak memasukkan tenaga kerja