• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Ratu Toety

Usaha pengolahan sate bandeng yang menjadi objek penelitian ini adalah usaha milik Ibu Ratu Toety yang berumur 53 tahun, yang berlokasi di Jalan Jayadiningrat Kaloran Desa No. 22 Rt/Rw 02/06 Kota Serang Banten. Pada tahun 2008, beliau mulai merintis usaha sate bandeng, sebuah produk khas Banten yang sangat terkenal.

Ibu Ratu Toety mendapatkan sebuah resep sate bandeng dari neneknya, kemudian diturunkan kepada ibunya, dan diturunkan lagi kepada beliau. Racikan

sate bandeng tersebut tidak dimanfaatkan sebagai bisnis, tetapi lebih banyak untuk hobi, kesenangan, dan keterampilan sendiri belaka. Ada memang beberapa tetangga yang sering meminta tolong dibuatkan, tetapi tidak terus menerus, hanya sesekali.

Keterampilan bisnis ibu Ratu pun tumbuh, walaupun sedikit telat dari sisi usia beliau. Namun hal tersebut tidak menghalangi semangatnya untuk terus berkembang. Dimulai dari tahun 2008, dengan modal Rp 100 000, mulailah bisnis sate bandeng yang diberi merek Sate Bandeng Ratu Toety dijalankan. Modal Rp 100 000bisa beliau dapatkan 5 kg ikan bandeng segar yang telah diolah menjadi 20 tusuk sate bandeng. Pada awal bisnis tersebut, satu tusuk sate bandeng dijual dengan harga Rp 10 000. Beliau menjual sate bandeng dengan cara keliling kampung. Dari 20 tusuk, beliau dapat menjual 10 tusuk. Modal sedikit itu beliau putar terus menerus hingga bisa menjadi lebih besar.

Beberapa waktu kemudian, beliau menerima order besar pertamanya sebanyak 100 tusuk sate bandeng seharga Rp 1 000 000. Namun beliau tidak memiliki modal besar, akhirnya beliau pun meminta pembayaran 50 persen sebagai pembayaran uang muka. Dengan penuh semangat, ibu Ratu memproduksi sate bandeng pesanan tersebut itu sebaik-baiknya. Dari berbagai pesanan inilah, ibu Ratu mulai berkembang. Rasanya yang khas, dibuat dengan segar menjadikan sate bandeng Ratu Toety mulai dikenal banyak orang.

Untuk mendistribusikan produknya, ibu Ratu menggandeng toko-toko oleh-oleh di sekitar Serang dan Cilegon. Mereka diajak bekerja sama menjual produk sate bandeng. Selain kerjasama dengan toko oleh-oleh, beliau mempromosikan produknya pada acara pameran. Pameran masih menjadi alat promosi yang paling efektif. Promosi dilakukan dari mulut ke mulut juga sangat membantu. Pembeli yang sudah mengenal produk ibu Ratu, biasanya datang langsung ke lokasi pengolahan yang juga merupakan tempat tinggal dari ibu Ratu. Selain itu, beliau memanfaatkan media internet untuk melakukan promosi. Untuk dapat mengembangkan bisnisnya, ibu Ratu sering mengikuti semua program Bimbingan dan Pelatihan dari Pemerintah.

Terdapat dua investasi penting pada usaha sate bandeng yang menunjang kelancaran kegiatan usaha, yaitu tempat usaha dan kendaraan operasional untuk mencari bahan baku. Tempat pengolahan yang sudah yang merupakan dapur dari tempat tinggal ibu Ratu, kemudian pemilik melakukan pelebaran tempat pengolahan dan renovasi secara total menjadi bangunan yang lebih besar. Biaya yang dikeluarkan untuk tempat pengolahan menghabiskan biaya sebesar Rp 50 000 000, dengan luas sekitar 21 m2. Kendaraan operasional yang digunakan pada usaha untuk memperlancar kegiatan usaha berupa motor yang dimodifikasi dengan desain box untuk angkutan barang. Biaya yang dikeluarkan untuk kendaraan operasional yaitu sebesar Rp 20 000 000. Kendaraan operasional tersebut digunakan untuk membeli bahan baku dan mengirim produk sate bandeng.

Pengadaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan sate bandeng berupa ikan bandeng segar. Ikan bandeng diperoleh dari pasar tradisional. Pemilik usaha melakukan pembelian langsung dengan datang ke tempat penjual menggunakan kendaraan operasional yang dimilikinya. Pemilik usaha membeli ikan bandeng segar didapat dari beberapa pedagang pelanggan.

Bahan baku ikan bandeng segar dipilih dengan bobot rata-rata dua kilogram yang berisi tujuh ekor ikan bandeng. Harga ikan bandeng selama periode 2014 adalah Rp 25 000 per kilogram. Pemilik mampu memproduksi sate bandeng sebanyak kurang lebih 30 kilogram per hari. Pembelian bahan baku ikan bandeng segar dilakukan dua hari sekali.

Bumbu merupakan salah satu bahan baku pendukung pengolahan sate bandeng. Bumbu yang digunakan dalam pengolahan sate bandeng bermacam-macam seperti santan kelapa, bawang merah, bawang putih, gula merah, gula putih, ketumbar, dan garam. Selain itu, ada bumbu rahasia yang menjadikan rasa sate bandeng Ratu Toety berbeda dengan yang lain. Formulasi dan cara meracik bumbu dilakukan oleh pemilik sehingga kesamaan rasa untuk setiap harinya dapat terjaga. Pembelian bahan baku pendukung untuk kelapa parut dilakukan dua hari sekali, sedangkan bahan lainnya dilakukan seminggu sekali.

Bahan lainnya sepeti bambu, pelepah pisang, arang, daun pisang, kemasan, dan plastik bening diperoleh dari tempat yang berbeda. Bambu dibeli dari pedagang pelanggan yang sudah dipotong dan dibuat seperti penjepit. Bambu dipesan setiap seminggu sekali. Pelepah pisang, arang, daun pisang, dan plastik didapat dari pedagang pelanggan di pasar tradisional. Pembelian pelepah dan daun pisang dilakukan dua hari sekali, sedangkan bahan lainnya dibeli setiap seminggu sekali. Kemasan juga di pesan dari pedagang pelanggan yang dihargai Rp 3 000 per dus yang di pesan setiap satu bulan sekali.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan ikan bandeng dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja produksi sate bandeng Ratu Toety seluruhnya ada lima orang tenaga kerja.

Produksi dilakukan dua kali produksi, produksi pertama dilakukan oleh dua tenaga kerja selama empat jam termasuk Ibu Ratu. Tenaga kerja lainnya mulai bekerja pada pagi hari selama enam jam. Upah tenaga kerja yaitu sebesar Rp 50 000 per orang per hari.

Peralatan Produksi dan Proses Produksi

Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum memproduksi sate bandeng yaitu peratalan dan bahan baku. Peralatan yang digunakan dalam memproduksi sate bandeng masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda. Adapun peralatan yang digunakan dalam memproduksi sate bandeng usaha Ratu Toety dapat terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Inventarisasi peralatan produksi sate bandeng usaha Ratu Toety

No. Uraian Jumlah

(unit) Harga Satuan (Rp) Total Harga (Rp)

1. Mesin Giling 1 2 500 000 2 500 000

2. Mesin Vacum Siler 1 8 000 000 8 000 000

3. Mesin Parut Kelapa 1 2 000 000 2 000 000

4. Freezer 2 3 000 000 6 000 000 5. Tungku 2 500 000 1 000 000 6. Blender 2 300 000 600 000 7. Panci Besar 3 300 000 900 000 8. Wajan 2 150 000 300 000 9. Baskom Besar 4 50 000 200 000 10. Baskom Kecil 4 30 000 120 000 11. Sodet 2 30 000 60 000 12. Talenan 2 35 000 70 000 13. Pisau 10 20 000 200 000 14. Bakul 2 45 000 90 000 Total 22 040 000

Pada Tabel 9 terlihat bahwa terdapat tiga belas peralatan yang digunakan untuk proses produksi. Peralatan produksi berupa mesin giling digunakan untuk ekstraksi daging ikan. Mesin vacum sealer pada usaha digunakan untuk membungkus sate bandeng agar hampa udara yang dibungkus dengan plastik. Manfaat mesin vacum sealer yakni agar keawetan sate bandeng lebih tahan lama. Dengan demikian, bisa dikirim ke luar kota ataupun jika di toko bisa bertahan beberapa hari lebih lama. Pemilik juga membeli mesin parut kelapa digunakan untuk memarut kelapa,

Dua unit freezer yang dimiliki usaha guna sebagai tempat sate bandeng dan kelapa parut. Selain itu, jika sate bandeng tidak habis terjual maka sate bandeng disimpan dalam freezer untuk dijual kembali esok harinya. Tungku yang berfungsi sebagai tempat membakar sate bandeng. pemilik membutuhkan tungku sebanyak dua unit. Blender digunakan untuk menghaluskan bumbu dibutuhkan dua buah blender.

Panci besar yang dibutuhkan sebanyak tiga buah panci berguna untuk merebus santan kelapa. Wajan dan sodet pada usaha ini dibutuhkan sebanyak dua unit. Adapun kegunaan dari kedua peralatan tersebut adalah untuk menggoreng bawang merah. Baskom kecil digunakan sebagai tempat daging ikan yang telah dikeluarkan dari kulit ikan dan sebagai tempat daging ikan yang telah di giling halus. Baskom besar digunakan sebagai tempat ikan yang telah di isi adonan daging ikan.

Dua unit talenan pada usaha ini berfungsi sebagai alas untuk memotong bawang merah. Usaha ini memiliki sepuluh unit pisau, yang berfungsi untuk memotong ikan bandeng dan bahan baku lainnya. Dua unit corong yang dimiliki usaha, dengan fungsi sebagai alat untuk mempermudah adonan ikan yang telah jadi dimasukkan ke dalam kulit ikan.

Adapun total biaya peralatan produksi secara keseluruhan pada usaha sate bandeng Ratu Toety adalah sebesar Rp 22 040 000.00. Semua peralatan harus dipelihara dengan baik agara dapat bertahan lama dan dapat digunakan dalam jangka waktu panjang sehingga menghemat biaya. Pemeliharaan peralatan produksi dilakukan oleh pemilik usaha agar kegiatan produksi berjalan dengan lancar, yaitu dengan membersihkan sebagian peralatan.

Usaha sate bandeng Ibu Ratu Toety ini mengolah rata-rata sebanyak 30 kilogram ikan bandeng segar. Selain ikan bandeng pada pembuatan sate bandeng juga membutuhkan bahan lainnya berupa gula merah, santan kelapa, bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan garam.

Ikan bandeng sebagai bahan baku utama masuk ke proses pencucian. Bahan baku utama yang telah dicuci bersih kemudian dibersihkan sisiknya, lalu dibelah di bagian leher dan buang kotorannya melalui bagian leher yang sudah dibelah tadi. Setelah itu, tekuk tulang ekor ke arah kepala hingga tulangnya patah. Keluarkan daging ikan dari bagian leher yang sudah dibelah tadi ke arah bawah ekor. Kemudian tarik daging dan tulangnya hingga hanya tersisa kulit ikan bandeng saja. Kemudian setelah semua daging ikan diambil, buang tulang yang besar dan tulang ikan yang sulit diambil dan tercampur dari daging ikan digiling dengan mesin penggiling. Bahan lainnya seperti kelapa yang telah diparut di campur dengan air secukupnya kemudian saring dari ampas kelapa parut. Setelah itu, santan kepala dimasak hingga mendidih. Kemudian ambil bagian santan kental yang mengambang.

Bahan lainnya seperti bawang merah, diiris tipis untuk pembuatan bawang goreng, lalu bawang goreng dan dihaluskan. Ketumbar dan bawang putih di sangrai kemudian dihaluskan bersama garam, gula putih, dan gula merah yang sudah diiris tipis. Setelah itu, pencampuran gilingan daging ikan dan santan kelapa yang kemudian diracik dengan bumbu yang telah dibuat.

Adonan yang telah jadi dimasukkan kedalam tubuh ikan bandeng. Setelah terisi penuh sampai membentuk ikan semula, tubuh ikan dijepit oleh dua bilah bambu yang telah disediakan, lalu dibakar. Sebelumnya mulut bambu ditutup dengan pelepah pisang, agar ikan bandeng tidak lepas dari bambunya. Setelah matang, daun pisang dilepas, lalu sisa adonan dibalurkan lagi ke tubuh ikan, dan dibakar kembali. Sate bandeng yang telah matang siap disajikan. Adapun proses produksi sate bandeng Ibu Ratu Toety itu sendiri dapat terlihat jelas pada Gambar 3.

Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam

Usaha sate bandeng selanjutnya yang menjadi objek penelitian adalah usaha milik Ibu Hj Mariyam, yang berlokasi di jalan Kiuju No. 63 Kaujon Tengah Serang Banten. Berbeda dengan usaha sate bandeng Ibu Ratu, usaha sate bandeng Hj Mariyam ini mengawali usahanya pada tahun 1970-an di daerah Kaujon. Sebagai pemilik pondok usaha sate bandeng, ibu Hj Mariyam tidak lagi terjun langsung mengolah sate bandengnya, karena usia yang sudah sepuh. Usaha inipun dilanjutkan kepada anak dan menantunya, Sri Nurhayati dan Maksum. Saat ini Bapak Amung yang menjadi generasi ketiga sejak tahun 2010 mendapat giliran memimpin usaha keluarga ini. Akan tetapi meskipun pemimpinnya berbeda, racikan bumbu dan teknik pengolahan khas Hj Mariyam yang berbeda dengan pembuat sate bandeng lainnya masih dipertahankan oleh penerusnya.

Meski letak usahanya di gang kecil, namun usaha sate bandeng ini yang dirintis sejak tahun 1970-an itu tidak pernah sepi pembeli. Produksinya yang digemari hingga para pejabat tinggi. Bahkan orang nomor satu, presiden pun menjadi pelanggan khusus sate bandeng Hj. Mariyam. Selain itu, puluhan tokoh lain di negara ini juga tercatat pernah berkunjung ke sana.

Pondok sate bandeng Hj Mariyam adalah yang pertama atau bisa dibilang sebagai perintis pembuat sate bandeng di Serang. Yang pertama kalinya membuat sate bandeng adalah Hj. Hasanah ibunda Hj. Mariyam. Awalnya hanya mencoba, namun kemudian mendapat respon positif dari teman dan tetangga yang pernah mencicipinya. Kreasi dari ibunda Hj Mariyam ini kemudian dilanjutkan dan dikembangkan menjadi usaha rumahan oleh Hj Mariyam yang hobi masak dan sebelumnya pun sudah memiliki usaha sebagai tukang masak keliling. Pada saat itu, setiap kali mendapat pesanan masak di tempat hajatan, beliau seringkali menyajikan masakan sate bandeng, sebagai hidangan prasmanan.

Keistimewaan sate bandeng keluarga Hj Mariyam ini sering dikunjungi artis, di liput dan disiarkan oleh sejumlah stasiun televisi nasional. Salah satu acara televisi pernah membuat produsen makanan terbesar yaitu Indofood, pada tahun 2002, melakukan kerja sama membuat bumbu sate bandeng untuk produksi mie instan. Namun sayangnya, kerja sama ini tidak diperpanjang tanpa alasan yang jelas dari pihak Indofood.

Sebagai produk yang sudah dikenal banyak masyarakat, produk ini mampu mempopulerkan nama Banten bahkan hingga ke mancanegara. Makanan berbahan dasar ikan bandeng ini sudah pernah singgah di beberapa negara seperti Australia, Jepang, Belanda dan beberapa negara lainnya. Memang bukan diekspor, melainkan ada turis asing atau warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri pernah membeli dan membawa ke negari mereka tinggal. Sate bandeng keluarga Hj Mariyam ini tidak dijual di toko-toko. Oleh karena itu, pembeli yang sudah biasa mengonsumsi sate bandeng miliknya akan datang langsung ke tempat pengolahan. Setiap harinya pondok sate bandeng Hj Mariyam ini tidak pernah sepi pengunjung.

Tempat pembuatan sate bandeng ada dua bagian, ruang pertama untuk proses awal sampai pengadonan dan pengukusan, yang merupakan dapur dari

tempat tinggal ibu Hj Mariyam. Ruang lainnya untuk proses pembakaran yang di buat dengan luas 40m2 dengan menghabiskan biaya sebesar Rp 100 000 000.

Pengadaan Bahan Baku

Ikan bandeng yang diperlukan oleh Bapak Amung diperoleh dari pasar tradisional. Pemilik usaha melakukan pembelian langsung dengan datang ke tempat penjual. Pemilik usaha membeli ikan bandeng segar yang di dapat dari beberapa pedagang pelanggan. Pembelian bahan baku dilakukan setiap hari oleh Bapak Amung.

Bahan baku ikan bandeng segar di pilih dengan bobot rata-rata dua kilogram yang berisi tujuh ekor ikan. Harga ikan bandeng selama periode 2014 adalah Rp 25 000 per kilogram. Pemilik mampu memproduksi sate bandeng sebanyak kurang lebih 90 kilogram per hari. Pembelian ikan bandeng segar dilakukan setiap hari.

Bumbu merupakan salah satu bahan baku pendukung pengolahan sate bandeng. Bumbu yang digunakan dalam pengolahan sate bandeng bermacam-macam seperti santan kelapa, bawang merah, gula merah, gula putih, ketumbar, dan garam. Pembelian kelapa parut dilakukan setiap hari, sedangkan bahan pendukung lainnya di beli pada setiap seminggu sekali.

Bahan lainnya sepeti bambu, pelepah pisang, arang, daun pisang, dan kemasan diperoleh dari tempat yang berbeda. Bambu di beli dari pedagang pelanggan, kemudian bambu di antarkan langsung oleh si penjual ke tempat pengolahan. Bambu di antarkan sekaligus setiap hari senin oleh si penjual. Pelepah pisang, arang, dan daun pisang didapat dari pedagang pelanggan di pasar tradisional. Kemasan di pesan dari pedagang pelanggan yang dihargai Rp 2 500 per dus yang di pesan dua minggu sekali.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan ikan bandeng dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja produksi sate bandeng Hj Mariyam seluruhnya ada enam belas orang tenaga kerja. Produksi dilakukan hanya satu kali produksi.

Setiap karyawan mulai bekerja pada pagi hari hingga sekitar empat atau lima jam. Upah yang diberikam berbeda-beda sesuai dengan tugas yang dilakukannya, yaitu Rp 35 000 per orang per hari untuk 10 orang. Tenaga kerja yang dibayar sebesar Rp 50 000 untuk 2 orang dan Rp 100 000 per hari untuk 4 orang.

Peralatan Produksi dan Proses Produksi

Ada beberapa hal yang harus di persiapkan sebelum memproduksi sate bandeng yaitu peratalan dan bahan baku. Peralatan yang digunakan dalam

memproduksi sate bandeng masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda. Adapun peralatan yang digunakan dalam memproduksi sate bandeng usaha Hj Mariyam dapat terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Inventarisasi peralatan produksi sate bandeng usaha Hj Mariyam

No. Uraian Jumlah

(unit) Harga Satuan (Rp) Total Harga (Rp)

1. Nampan 2 35 000 70 000 2. Saringan 2 45 000 90 000 3. Freezer 2 2 300 000 4 600 000 4. Blender 2 300 000 600 000 5. Panci Besar 5 250 000 1 250 000 6. Panci Kukus 1 280 000 280 000 7. Baskom Besar 8 50 000 400 000 8. Wajan 3 150 000 450 000 9. Sodet 3 30 000 90 000 10. Pisau 8 25 000 200 000 11. Tungku semen 2 1 500 000 3 000 000 12. Bakul 15 45 000 675 000 13. Talenan 2 30 000 60 000 14. Corong 3 20 000 60 000 15. Nampan plastik 12 25 000 300 000 16. Golok 5 70 000 350 000 Total 12 475 000

Pada Tabel 10 terlihat bahwa terdapat enam belas peralatan yang digunakan untuk proses produksi. Peralatan produksi berupa nampan dan saringan digunakan untuk menghilangkan tulang ikan yang sulit dibersihkan oleh tangan yang sudah tercampur dengan daging ikan. Dua blender dibutuhkan untuk menghaluskan bumbu dan daging.

Panci besar dibutuhkan sebanyak lima buah panci yang berguna untuk merebus santan kelapa. Panci kukus dibutuhkan untuk mengukus sate bandeng, agar lebih tahan lama. Panci kukus digunakan hanya pada saat tertentu saja, seperti pemesanan dengan pengiriman jauh. Baskom digunakan sebagai tempat menyimpan daging ikan dan kulit ikan, pada usaha ini membutuhkan delapan unit baskom. Wajan dan sodet pada usaha ini dibutuhkan sebanyak tiga unit, kegunaan dari kedua peralatan tersebut adalah untuk menggoreng bawang merah.

Usaha ini memiliki delapan unit pisau, yang berfungsi untuk memotong ikan bandeng dan bahan baku lainnya. Tungku semen yang berfungsi sebagai tempat membakar sate bandeng, usaha ini tungku sebanyak dua unit. Bakul diperlukan yang berguna untuk menyimpan sate bandeng setelah dibakar, pada usaha ini dibutuhkan lima belas unit bakul.

Dua unit talenan pada usaha ini berfungsi sebagai alas untuk memotong bawang merah. Dua unit corong yang dimiliki usaha ini memiliki fungsi sebagai alat untuk memudahkan adonan ikan yang telah jadi dimasukkan ke dalam kulit ikan. Peralatan lainnya seperti golok, digunakan untuk memotong bambu.

Adapun total biaya peralatan produksi secara keseluruhan pada usaha sate bandeng Hj Mariyam adalah sebesar Rp 12 475 000. Semua peralatan harus dipelihara dengan baik agar dapat bertahan lama dan dapat digunakan dalam jangka waktu panjang sehingga menghemat biaya. Pemeliharaan peralatan produksi dilakukan oleh pemilik usaha agar kegiatan produksi berjalan dengan lancar, yaitu dengan membersihkan sebagian peralatan.

Usaha sate bandeng Hj Mariyam ini mengolah rata-rata sebanyak 90 kilogram ikan bandeng segar. Selain ikan bandeng pada pembuatan sate bandeng juga membutuhkan bahan lainnya berupa gula merah, santan kelapa, bawang merah, ketumbar, dan garam. proses pembuatan sate bandeng Hj Mariyam tidak jauh berbeda dengan sate bandeng Ratu Toety. Yang membedakan hanya pada proses ekstraksi daging ikan.

Ikan bandeng sebagai bahan baku utama masuk ke proses pencucian. Bahan baku utama yang telah di cuci bersih kemudian dibersihkan sisiknya, lalu di belah di bagian leher dan buang kotorannya melalui bagian leher yang sudah di belah tadi. Setelah itu, pukul pelan-pelan seluruh badan ikan sampai lunak. Keluarkan dengan cara menekuk tulang ekor ke arah kepala hingga tulangnya patah. Kemudian ambil daging dan tulangnya hingga hanya tersisa kulit ikan bandeng saja. Kemudian setelah semua daging ikan diambil, daging ikan di masak sampai berubah warna, kemudian cabut duri-duri kecil yang tercampur dengan daging ikan dengan cara daging ikan yang telah di masak di simpan di nampan, kemudian di tekan-tekan dengan saringan. Sampai daging ikan keluar dari saringan. Bahan lainnya seperti kelapa yang telah diparut di campur dengan air secukupnya hingga air santan terlihat kental. Kemudian di saring dari ampas kelapa parut, setelah itu santan kelapa di rebus sampai matang. Ambil bagian santan yang mengambang.

Bahan lainnya seperti bawang merah, di iris tipis untuk pembuatan bawang goreng, lalu bawang goreng dihaluskan. Ketumbar di sangrai kemudian dihaluskan bersama garam, gula putih, dan gula merah yang sudah di iris tipis. Setelah itu, pencampuran gilingan daging ikan dan santan kelapa yang kemudian di racik dengan bumbu yang telah dibuat.

Adonan yang telah jadi dimasukkan kedalam tubuh ikan bandeng. Setelah terisi penuh sampai membentuk ikan semula, tubuh ikan dijepit oleh dua bilah bambu yang telah disediakan, lalu di bakar. Sebelumnya mulut bambu ditutup dengan pelepah pisang, agar ikan bandeng tidak lepas dari bambunya. Setelah matang, lalu sisa adonan dibalurkan lagi ke tubuh ikan, dan dibakar kembali. Untuk keawetan sate bandeng lebih tahan lama, setelah sate bandeng dibalur adonan kembali, kemudian sate bandeng ditutupi oleh daun pisang untuk proses pengkukusan. Setelah matang, kemudian lepas daun pisang dan sate bandeng tersebut dibakar kembali. Sate bandeng yang telah matang siap disajikan. Adapun proses produksi sate bandeng Ibu Hj Mariyam itu sendiri sama seperti proses produksi sate bandeng Ibu Ratu Toety yang dapat terlihat jelas pada Gambar 3.

Dokumen terkait