• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang Banten"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA DAN NILAI TAMBAH

PRODUK SATE BANDENG PADA UKM SATE BANDENG DI

KOTA SERANG BANTEN

FEBRI TESA PUSPITASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Febri Tesa Puspitasari

(4)
(5)

ABSTRAK

FEBRI TESA PUSPITASARI. Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA.

Sate bandeng adalah salah satu hasil olahan ikan bandeng yang merupakan makanan khas Banten. Rata-rata sate bandeng dilakukan dalam skala usaha kecil dan menengah yang masuk ke dalam industri rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis profitabilitas usaha sate bandeng dengan membandingkan kedua usaha terhadap tingkat profitabilitas dan menganalisis nilai tambah usaha sate bandeng untuk setiap usaha sejenis. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survey. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan memilih UKM sate bandeng Ratu Toety dan UKM sate bandeng Hj. Mariyam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua usaha ini mampu menghasilkan laba. Nilai profitabilitas usaha Ratu Toety sebesar 28 persen lebih besar dibandingkan usaha Hj. Mariyam sebesar 26,7 persen. Analisis nilai tambah menunjukkan kedua usaha ini menghasilkan nilai tambah yang tidak jauh berbeda. Nilai tambah usaha Ibu Ratu Toety sebesar Rp 39 467.00 atau sebesar 41.8 persen, sedangkan usaha Ibu Hj Mariyam sebesar Rp 39 172.00 atau 41.5 persen.

Kata kunci: industri rumah tangga, profitabilitas, sate bandeng, nilai tambah

ABSTRACT

FEBRI TESA PUSPITASARI. Business Profitability Analysis and Value Added Products Satay Milkfish in Home Industries Satay Milkfish in Serang. Supervised by NETTI TINAPRILLA.

Satay milkfish is one of the processed milk fish which is a typical food of Banten. Average satay milkfish done in small and medium scale enterprises into the home industry. The purpose of this research is to analyze the profitability of the satay milkfish business and to analyze value -added business satay milkfish for every kind of business. This research used survey method. The location of the research is taken with purposive method with selecting Ratu Toety business and Hj. Mariyam business. The results showed that the two businesses are able to generate profits. The business Ratu Toety profitability ratios of 29.1 percent greater than the business Hj. Mariyam 27.8 percent. The analysis showed the added value of two businesses generate value added is not much different. Value-added businesses Ratu Toety of Rp 39 467.00 or by 41.8 percent, while business Mariyam Hj Rp 39 172.00 or 41.5 percent.

(6)

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA DAN NILAI TAMBAH

PRODUK SATE BANDENG PADA UKM SATE BANDENG

DI KOTA SERANG BANTEN

EBRI TESA PUSPITASARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang Banten Nama : Febri Tesa Puspitasari

NIM : H34100087

Disetujui oleh

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, M Si Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah profitabilitas dan nilai tambah, dengan judul Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing, serta Ir Popong Nurhayati, MM yang telah banyak memberikan arahan, saran, kesabaran, dan waktu kepada penulis selama penulisan skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Amzul Rifin, SP. MA selaku dosen penguji utama dan Anita Primaswari W., SP, M Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini, serta kepada Dr Ir Rr Heny Kuswanti Suwarsinah, M Ec selaku wali akademik selama masa perkuliahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ratu Toety, Pak Soekarno, Ibu Ari, dan Pak Amung selaku pemilik UKM Sate Bandeng yang telah membantu selama pengumpulan data. Orang tua tercinta Syachrul dan Tati Herawati, kaka tersayang Putri Tesa Kharisma, S Pd dan adik tercinta Ahmad Aldi Nugraha, serta Rifki Hamin Firmasyah, A Md yang selalu memberi doa, dukungan, semangat, materi, dan semua pengorbanannya dengan penuh rasa sayang kepada penulis. Terima kasih kepada Brilia Wulantika, Kartika Tirta Arum, Aprin, dan Septiani yang telah berjuang bersama-sama dan telah memberi semangat kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga kepada Rahma Fitri, Nur Agustiyanah, Kiki Fitria Ambarwangi, Bangarani, Khairunissa Rahmah, Astari, Rahmahwati dan teman-teman agribisnis 47 lainnya atas seluruh dukungan dan kebersamaannya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Profitabilitas Komoditas Perikanan 7

Nilai Tambah Komoditas Perikanan 9

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Konsep Biaya 10

Konsep Harga Jual 11

Analisis Profitabilitas 12

Analisis Nilai Tambah 15

Kerangka Pemikiran Operasional 16

METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Pengolahan dan Analisis Data 18

Analisis Biaya Produksi 18

Analisis Profitabilitas 19

Analisis Nilai Tambah 19

GAMBARAN UMUM USAHA 20

Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Ratu Toety 20

Pengadaan Bahan Baku 22

Tenaga Kerja 22

(10)

Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam 26

Pengadaan Bahan Baku 27

Tenaga Kerja 27

Peralatan Produksi dan Proses Produksi 27

PEMBAHASAN DAN HASIL 30

Struktur Biaya 30

Biaya Tetap 30

Biaya Variabel 34

Total Biaya 36

Volume Penjualan 37

Analisis Profitabilitas 37

Analisis Nilai Tambah 47

SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 51

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Produksi Perikanan di Indonesia Tahun 2008-1012 (ton) 1

2 Tingkat Konsumsi Ikan Masyarakat Indonesia 1

3 Jumlah Produksi Ikan Bandeng di Indonesia 2

4 Komposisi Kandungan Gizi Bandeng per 100 gram 2

5 Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut

Skala Usaha Tahun 2011-2012 3

6 Perkembangan Nilai PDB Menurut Skala Usaha pada Tahun 2011-2012 Atas

Dasar Harga Berlaku (dalam Rp. Miliar) 4

7 Daftar UKM yang Memproduksi Sate Bandeng di Wilayah Kota Serang Tahun

2012 5

8 Perhitungan Nilai Tambah Menurut Metode Hayami 20

9 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Usaha Ratu Toety 23 10 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Usaha Hj Mariyam 28 11 Biaya Tetap Usaha Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun 30 12 Biaya Tetap Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam per Tahun 32 13 Biaya Variabel Usaha Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun 34 14 Biaya Variabel Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam per Tahun 35

15 Total Biaya Usaha Sate Bandeng per Tahun 36

16 Perbandingan Titik Impas dengan Kondisi Aktual Usaha Sate Bandeng Ratu

Toety 39

17 Perbandingan Titik Impas dengan Kondisi Aktual Usaha Sate Bandeng Hj

Mariyam 42

18 Perbandingan Perhitungan Biaya Usaha Sate Bandeng per Tahun 46

19 Analisis Nilai Tambah Produk Sate Bandeng 47

DAFTAR GAMBAR

1 Titik Impas, Laba dan Volume Penjualan 13 2 Diagram Kerangka Pemikiran 17 3 Alur Proses Pengolahan Sate Bandeng 25 4 Titik Impas Produk Sate Bandeng Ratu Toety 40 5 Titik Impas Produk Sate Bandeng Hj Mariyam 43 6 Kurva Titik Impas Antara Usaha Ratu Toety dan Hj Mariyam 45

DAFTAR LAMPIRAN

1 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Ratu Toety 55

2 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Hj Mariyam 55

3 Biaya Tidak Langsung Usaha Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun 55

4 Biaya Tidak Langsung Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam per Tahun 56

5 Penggunaan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pendukung Produksi Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun 56

(12)

7 Perhitungan Beberapa Faktor dalam analisis tambah pada Tabel 18 58

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang cukup besar. Besarnya sumber daya perikanan tidak hanya di dominasi oleh perikanan tangkap saja, namun juga perikanan budi daya. Setiap tahun produksi perikanan baik perikanan tangkap maupun budi daya selalu mengalami peningkatan. Karena itu, sektor perikanan di Indonesia memiliki potensi besar sebagai produk unggulan ekspor1. Berdasarkan data yang di peroleh, jumlah produksi perikanan pada tahun 2012 meningkat 6 404 895 ton dari tahun 2008 seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah produksi perikanan di Indonesia tahun 2008-1012 (ton) Jenis

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013

Potensi perikanan budi daya bernilai lebih prospektif dibandingkan perikanan tangkap. Bisnis di bidang perikanan budi daya lebih baik karena sektor perikanan budi daya lebih terukur dan hasilnya lebih terjamin2. Jumlah produksi ikan yang meningkat disebabkan karena adanya dukungan dari tingkat konsumsi yang terus meningkat. Sebagian besar hasil produksi tersebut digunakan sebagai bahan baku pengolahan hasil perikanan. Permintaan terhadap ikan yang terus mengalami peningkatan terlihat dari tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2012 tingkat konsumsi masyarakat Indonesia mencapai 33.89 kg/kapita/tahun atau bertambah sebesar 4.81 kg/kapita/tahun dari tingkat konsumsi masyarakat Indonesia tahun 2009 seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia Tahun per Kapita (Kg/Kap/Th)

2009 29.08

2010 30.48

2011 32.25

2012 33.89

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013

1

KKP. 2012. Perikanan Berpotensi Angkat Perekonomian RI Jadi Nomor Tujuh Dunia.

http://www.kkp.go.id//.

2 KKP. 2013. Kadin Jalin Kerja sama dengan KKP dan Provinsi Batam Kembangkan Budi daya

(14)

Manfaat ikan yang sangat baik bagi tubuh masyarakat mendorong masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi ikan lebih banyak. Ikan sebagai salah satu komoditas yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, terutama dari kemampuannya yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan zat gizi tersebut adalah protein, lemak, vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar air. Pada proses pendistribusian dan pengolahannya, ikan sebagai salah satu bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan yang disebabkan oleh bakteri dan mikroorgaanisme. Hal ini karena komposisi ikan seperti kandungan air yang tinggi dan kondisi lingkungan yang memungkinkan sebagai tempat pertumbuhan mikroba pembusuk. Kondisi lingkungan tersebut meliputi suhu, pH, oksigen, kadar air, waktu simpan dan kondisi kebersihan sarana dan prasarana.

Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) adalah ikan pangan populer di Asia Tenggara (Sudradjat, 2011). Ikan jenis air payau ini memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan karena banyak digemari masyarakat. Hal ini karena ikan bandeng memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yaitu rasa yang cukup enak dan gurih, rasa daging yang netral dan tidak mudah hancur jika dimasak (Sudradjat,2011). Selain itu, harganya yang terjangkau oleh semua kalangan masyarakat.

Setiap tahun jumlah produksi ikan bandeng cenderung meningkat seiring pula dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani. Pada tahun 2011, jumlah produksi ikan bandeng mencapai 467 044 ton. Angka ini terus meningkat dari empat tahun sebelumnya pada tahun 2007. Adapun jumlah produksi ikan bandeng di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah produksi ikan bandeng di Indonesia

Tahun Volume (ton)

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013

Menurut Susanto (2010), ikan bandeng memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah. Kompisisi kandungan gizi ikan bandeng per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi kandungan gizi bandeng per 100 gram3

Komponen Kadar

Nutrisi dan kalori kadar air 70.85 gram Kandungan kalori makanan 148 kkal/ 3.5 oz

(15)

Tabel 4 menunjukkan dalam 100 gram bandeng nutrisi dan kadar air sebesar 70.85 gram dan kalori makanan 148 kkal/3.5 oz. Ikan bandeng memiliki kandungan gizi yang jauh lebih baik dibandingkan ikan salmon yang telah mendunia. Kandungan lemak ‘sehat’ dalam perut bandeng cukup tinggi sebesar 6.73 gram sehingga bisa menjadi pilihan tertinggi untuk dikonsumsi. Di sisi lain, ikan bandeng memiliki kelemahan yaitu kurang praktis untuk di konsumsi terutama oleh anak-anak dan golongan usia lanjut. Hal ini disebabkan bau lumpur yang terdapat pada daging ikan bandeng serta duri-durinya yang sulit dibersihkan (Sudradjat, 2011). Karena itu, diperlukannya suatu cara penanganan dalam memanfaatkan ikan bandeng, yaitu dengan mengolah ikan bandeng menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah.

Usaha pengolahan ikan bandeng telah banyak dijumpai di beberapa daerah. Rata-rata olahan ikan bandeng dilakukan dalam skala usaha kecil dan menengah (UKM) yang masuk ke dalam indutri rumah tangga. UKM memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu negara termasuk Indonesia. Banyaknya industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang di serap dari banyaknya usaha dan tenaga kerja ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2011-2012 Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013

Keterangan : *) Angka Sangat Sementara **) Angka Prediksi

(16)

Tabel 6 Perkembangan nilai PDB menurut skala usaha pada tahun 2011-2012 atas

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013

Keterangan : *) Angka Sangat Sementara **) Angka Prediksi

Secara statistik, terlihat bahwa kontribusi UKM terhadap PDB nasional adalah yang terbesar, dengan jumlah persentase perkembangan dari tahun 2011 menuju tahun 2012 sebesar 13.1 persen. Jumlah perkembangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha besar yaitu 7.96 persen. Karena itu, UKM sebagai salah satu sektor yang perlu mendapat perhatian dan dukungan dari semua pihak, agar UKM dapat terus berkembang. Hal tersebut karena UKM memang jelas sangat memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu negara, termasuk didalamnya usaha pengolahan ikan bandeng.

Keragaman masyarakat mengkonsumsi ikan bandeng berbeda cara penyajiannya antar daerah di Indonesia, sehingga masing-masing menjadi produk makanan unggulan bagi daerah tertentu hingga saat ini. Seperti halnya di Serang Banten yang dikenal dengan sate bandengnya, Jawa Timur dengan bandeng asapnya, Semarang cukup ternama dengan bandeng prestonya, dan Sulawesi Selatan dengan bandeng bakarnya (Sudradjat, 2011).

Usaha pengolahan ikan bandeng yang berbentuk UKM saat ini sudah semakin meningkat. Karena itu, semakin berkembangnya usaha kecil olahan ikan bandeng di dukung oleh ketersediaan ikan bandeng segar yang terus mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut di dukung karena banyaknya UKM berbagai olahan bandeng yang semakin meningkat di Indonesia, salah satunya sate bandeng.

Sate bandeng adalah salah satu hasil olahan ikan bandeng. Usaha pengolahan ikan bandeng ini telah banyak dijumpai di beberapa daerah, khususnya di daerah Banten. Olahan ikan bandeng ini memberikan nilai tambah bagi ikan bandeng itu sendiri. Karena itu, diperlukannya analisis nilai tambah untuk mengukur seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari sate bandeng itu sendiri.

(17)

Usaha kecil menghasilkan profit yang rendah atau mendekati titik impas (Mulyadi, 1999). Profit yang mendekati titik impas dibutuhkan analisis profitabilitas guna mengetahui keadaan profitabilitas perusahaan itu sendiri. Profit adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan setelah dikurangi modal dan biaya produksi lainnya, sedangkan profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, dan modal sendiri (Mulyadi, 1999).

Perumusan Masalah

UKM sate bandeng merupakan UKM yang bergerak dalam bidang pengolahan ikan bandeng yang saat ini terus berkembang. UKM sate bandeng ini juga sebagai salah satu usaha yang memproduksi makanan khas daerah Banten. Sebagai makanan khas daerah, banyak pesaing yang tidak ingin kalah untuk berbisnis sate bandeng. Hal tersebut, menjadikan tantangan bagi masing-masing UKM sate bandeng untuk terus berkembang. Berdasarkan data Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang Tahun 2012, terdapat beberapa industri kecil yang memproduksi sate bandeng. Berikut daftar usaha kecil yang memproduksi sate bandeng dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Daftar UKM yang memproduksi sate bandeng di wilayah kota Serang Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, 2013

(18)

Setiap usaha memiliki potensi dan peluang untuk mengembangkan usahanya, namun usaha sate bandeng juga dihadapkan pada beberapa kendala. Pertama, potensi untuk menciptakan persaingan usaha cukup tinggi, karena dengan adanya peluang pasar yang besar membuat usaha-usaha sejenis untuk mudah memproduksi sate bandeng.

Biasanya usaha pengolahan memiliki peluang keuntungan nilai tambah bagi komoditas itu sendiri dan tingkat profitabilitas yang lebih dibandingkan usaha produk non olahan. Hal tersebut karena produk olahan memiliki nilai tambah yang tinggi. Seperti halnya komoditas perikanan, produk yang mudah busuk dan rusak ini dibutuhkan suatu penanganan agar memiliki nilai guna yang tinggi.

Komoditas perikanan yang mudah rusak dan busuk seperti ikan bandeng ini membutuhkan penanganan yang cepat untuk menjaga kualitas sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Salah satu penanganan yang dapat dilakukan dengan mengolah produk tersebut. Pengolahan memiliki tujuan yaitu mengoptimalkan setiap input yang digunakan untuk menghasilkan output sesuai dengan keinginan konsumen agar dapat menciptakan nilai tambah bagi suatu produk dan nilai guna bagi konsumen. Nilai tambah menyatakan pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yaang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan (Hayami, 1987). Besarnya nilai tambah dipengaruhi oleh besarnya harga input, biaya produksi, teknik produksi dan harga output.

Kedua, bahan utama pada produksi sate bandeng adalah ikan bandeng. Dari tahun ke tahun, permintaan ikan bandeng mengalami kenaikan selama sepuluh tahun terakhir sebesar 6.33% rata-rata per tahun4. Setiap saat harga ikan bandeng terus mengalami fluktuatif.

Fluktuasi harga bahan baku utama yang mempengaruhi besarnya biaya produksi berdampak pada pertumbuhan keuntungan yang diperoleh karena biaya bahan baku utama berkontribusi cukup besar pada total biaya variabel. Tak hanya itu, harga bahan baku pendukung juga berpengaruh terhadap biaya produksi sate bandeng, seperti harga bawang. Akhir-akhir ini, harga bawang mengalami kenaikan mendorong harga input yang dikeluarkan meningkat. Karena itu, sate bandeng juga mengalami kenaikan harga.

Kenaikan biaya produksi membuat harga jual pun meningkat. Kenaikan harga jual akan berpengaruh pada tingkat profitabilitas yang di peroleh semakin menurun. Penentuan harga jual didasarkan pada kenaikan biaya produksi dan tingkat persaingan yang tinggi. Dengan adanya harga jual yang meningkat membuat pemintaan konsumen menurun. Dengan begitu, maka diperlukan manajemen keuangan agar dapat mengatur seberapa optimalnya tingkat harga jual ditentukan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan cara meminimalisir biaya produksi dan memaksimumkan profit dengan input yang ada.

Selain itu, pada setiap skala usaha yang berbeda memiliki tingkat profitabilitas yang berbeda pula. Karena itu, dibutuhkan perbandingan antar skala usaha sejenis untuk melihat apakah dengan skala usaha yang besar akan memiliki tingkat profitabilitas usaha yang besar pula.

(19)

Jadi, dari penjelasan tersebut bahwa profitabilitas sangat terkait dengan nilai tambah. Profitabilitas dipengaruhi oleh harga input dan jumlah input yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut maka terlihat beberapa pokok permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana tingkat profitabilitas yang di peroleh dari kedua UKM sate bandeng dengan mengambil studi kasus pada total produksi usaha yang berbeda? Seberapa besar kenaikan profit jika total penerimaan meningkat? 2. Seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan ikan

bandeng menjadi sate bandeng dari masing-masing UKM?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis profitabilitas usaha sate bandeng dengan membandingkan kedua usaha terhadap tingkat profitabilitas yang di peroleh dan mengidentifikasi kenaikan profit jika total penerimaan meningkat.

2. Menganalisis nilai tambah usaha sate bandeng untuk setiap usaha sejenis.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi :

1. Bagi industri sate bandeng di Kota Serang, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi manajemen dalam pengembangan usahanya dan menerapkan rencana produksi yang baik yang sesuai dengan batas kemampuan perusahaan, serta dapat memberikan pengetahuan mengenai nilai tambah yang dapat diperoleh dari usaha yang sedang dijalankan.

2. Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan perbandingan terhadap teori yang di peroleh selama perkuliahan serta memberikan pengalaman dan tambahan wawasan dalam penelitian dan penulisan ilmiah. 3. Bagi masyarakat luas, penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam mengetahui

keadaan UKM, tingkat profitabilitas, dan pengembangannya di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Profitabilitas Komoditas Perikanan

(20)

879.00 perbungkus. Harga jual masing-masing produk; ikan salai Patin Rp 35 000.00/kg, fillet salai Patin Rp 45 000.00/kg dan nugget Rp 1 000.00/bungkus sehingga ada keuntungan yang diperoleh darri masing-masing produk. Titik impas penjualan yang diperoleh sebesar Rp 6 542 062.00 titik aman perusahaan 74.44% dengan tingkat profitabilitas sebesar 4.78% atau Rp 25 595 000.00. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengolahan ikan patin cukup menjanjikan untuk diusahakan namun produk ikan salai patin dan fillet salai Patin lebih menjanjikan dibandingkan dengan olahan nugget yang memiliki keuntungan yang lebih rendah.

Penelitian lain mengenai profitabilitas dilakukan oleh Ramli dan Zuraidah (2009), yang meneliti tentang harga pokok produksi dan titik impas pengolahan ikan kayu. Biaya produksi yang diperlukan perusahaan untuk sekali produksi sebanyak 200kg sekitar Rp 3 578 000.00. proses produksi ikan kayu dilakukan sebanyak tiga kali dalam sebulan dengan total biaya produksi sekitar 600 kg atau dengan nilai produksi Rp 16 620 000.00. Setelah dilakukan perhitungan laba rugi dari produksi yang dilakukan diperoleh tingkat keuntungan sebesar 20.09%. Dengan titik impas dicapai pada tingkat penjualan sebesar Rp 6 052 699.00. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa usaha pengolahaan ikan kayu layak dilaksanakan.

Penelitian yang sama terkait komoditas perikanan mengenai profitabilitas dilakukan oleh Pudjanarso (2012), meneliti tentang nilai tambah menggunakan metode Hayami dan profitabilitas menggunakan titik impas pada agribisnis pemindangan ikan laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi nilai tambah positif akibat proses pengolahan yaitu Rp 1 369.00 rata-rata per kilogram dan ratio nilai tambah 23.35% rata-rata per kilogram. Analisis titik impas pada proses pengolahan di peroleh rata-rata 40 kg dengan biaya dan penerimaan sebesar Rp 271 571.00 sehingga rasio keuntungan 16.70% rata-rata per kilogram. Hal ini menunjukkan rasio nilai tambah lebih besar dibandingkan rasio keuntungan yang berarti bahwa agribisnis pemindangan ikan laut memberikan prospek yang baik karena masih ada keuntungan meskipun seluruh biaya tenaga kerja telah terkover.

Selain itu, penelitian mengenai profitabilitas dilakukan oleh Santi, meneliti tentang profitabilitas usaha agroindustri keripik belut sawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya total rata-rata yang dikeluarkan oleh pengusaha keripik belut tahun 2009 sebesar Rp 55 727 827.00. Penerimaaan rata-rata yang diperoleh setiap pengusaha adalah Rp 58 921 650.00 dan keuntungan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 3 193 823.00 per bulan. Usaha agroindustri keripik belut sawah di Kabupaten Klaten dikatakan menguntungkan dengan nilai profitabilitas 5.73%.

(21)

Besarnya nilai koefisien variasi usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras adalah 0.67 dan batas bawah minus Rp 827 755.83. Berarti bahwa usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras mempunyai peluang kerugian. Efisiensi usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras adalah senilai 1.05 sehingga dapat dikatakan bahwa usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras di Kabupaten Klaten efisien.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa usaha olahan ikan lebih tinggi profitabilitas yang dihasilkan dibandingkan usaha ikan segar. Keuntungan yang diperoleh usahapun besar dibandingkan usaha ikan segar.

Nilai Tambah Komoditas Perikanan

Helda (2004) melakukan penelitian tentang nilai tambah pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran Provinsi Lampung menggunakan metode Hayami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pengolahan ikan teri menguntungkan, walaupun masih dilakukan secara sederhana atau tradisional. Akan tetapi, usaha ini memberikan nilai tambah bagi produk, pendapatan tenaga kerja serta keuntungan pengolah. Nilai tambah dari pengolahan produk yang di peroleh pengolah ikan teri adalah Rp 950.82 per kg, dengan rata-rata rasio nilai tambah sebesar 18.16 persen. Marjin yang di peroleh pengolah sebesar Rp 1 342.67 per kg yang terdiri dari pendapatan tenaga kerja sebesar 6.73 persen, sumbangan input lain sebesar 29.18 persen dan tingkat keuntungan sebesar 64.09 persen. Balas jasa yang terbesar dari adanya kegiatan pengolahan ini diberikan pada keuntungan perusahaan, artinya bahwa pengolah di industri ini memiliki tingkat keuntungan yang besar dengan adanya kegiatan tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada industri pengolahan ini lebih padat modal.

Ramli dan Anggarini (2012) melakukan penelitian mengenai nilai tambah pengolahan ikan salai patin menggunakan metode Hayami. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai tambah ekonomi yang di peroleh dari mengolah ikan Patin segar menjadi ikan salai Patin sebesar Rp 2 926.00 per kg atau sebesar 17.73 persen dengan perolehan keuntungan sebesar Rp 1 726.00 per kg dan dengan marjin sebesar Rp 3 500.0 per kg dari ikan segarnya. Sedangkan untuk imbalan tenaga kerja dengan penghasilan sebesar Rp 1 200.00 tiap kg ikan salai yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa suatu komoditas yang dimanfaatkan lebih beragam untuk diolah biasanya memiliki kualitas yang lebih tinggi. Karena komoditas apapun yang diolah pasti memiliki nilai tambah yang lebih dari komoditas itu sendiri. Semakin banyak olahan yang di dapat, semakin tinggi nilai tambah suatu komoditas itu sendiri. Nilai tambah suatu produk dapat meningkatkan nilai guna bagi konsumen.

(22)

terdahulu dan penelitian ini menganalisis tingkat profitabilitas suatu usaha produksi dengan menghitung titik impas dan profitabilitas. Perhitungan titik impas untuk melihat suatu usaha dihadapkan pada kerugian atau tidak. Dan melihat kapan suatu usaha mampu menutupi biaya produksinya. Pada penelitian mengenai analisis nilai tambah menghitung dengan menggunakan metode Hayami.

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah membandingkan dari beberapa usaha yang sejenis untuk melihat apakah skala produksi yang besar akan menghasilkan profitabilitas dan nilai tambah yang besar pula dibandingkan skala produksi yang lebih rendah. Karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk menjadi referensi pada penelitian selanjutnya. Penelitian ini juga dilakukan pada usaha pengolahan sate bandeng karena sebelumnya belum pernah ada yang meneliti mengenai profitabilitas dan nilai tambah dari usaha sate bandeng.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Biaya

Salah satu unsur yang penting dalam menganalisis nilai tambah pengolahan adalah biaya. Menurut Supriyono (2000), biaya merupakan harga perolehan yang digunakan atau dikorbankan dalam rangka memperoleh tujuan penghasilan atau revenue yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Istilah lain tentang biaya adalah jumlah uang dinyatakan dari sumber-sumber (ekonomi) yang dikorbankan terjadi dan akan terjadi untuk mendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu (Hamanto, 1992).

Biaya merupakan objek yang di catat, digolongkan, di ringkas dan disajikan oleh akuntansi biaya. Biaya sebisa mungkin dikendalikan agar tidak terjadi pemborosan. Semakin efisien menggunakan biaya maka akan semakin terbuka untuk mendapatkan laba maksimal. Ada banyak cara yang digunakan untuk menggolongkan biaya untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam mengelola usahanya dan sekaligus menjadi tolak ukur untuk membuat keputusan. Pentingnya penggolongan biaya bagi manajemen disebabkan oleh aktivitas suatu usaha itu menggunakan sumberdaya yang terbatas, penggunaan sumber daya tersebut memerlukan adanya pengorbanan ekonomis. Karena itu terdapat berbagai macam penggolongan biaya menurut para ahli. Menurut Mulyadi (2007), penggolongan biaya digolongkan ke dalam lima golongan yaitu:

1. Penggolongaan menurut objek pengeluaran

Penggolongan ini merupakan yang paling sederhana, berdasarkan penjelasan singkat mengenai suatu objek pengeluaran, misalnya nama objek pengeluaran yang berhubungan dengan telepon, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan telepon disebut biaya telepon.

(23)

Di dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi penawaran, dan fungsi administrasi dan umum. Karena itu, di dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: (a) Biaya produksi merupakan biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap di jual, (b) Biaya pemasaran yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk, (c) Biaya administrasi dan umum adalah biaya yang mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk.

3. Penggolongan menurut hubungan biaya dengan suatu yang dibiayai

Biaya dapat dihubungkan dengan sesuatu yang dibiayai atau objek pembiayaan. Jika perusahaan mengolah bahan baku menjadi produk jadi, maka sesuatu yang dibiayai tersebut adalah produk. Sedangkan jika perusahaan menghasilkan jasa maka sesuatu yang dibiayai tersebut adalah jasa. Dalam hubunngan dengan sesuatu yang dibiayai tersebut, biaya di bagi menjadi dua golongan yaitu: (a) Biaya langsung adalah biaya yang terjadi karena adanya sesuatu yang dibiayai, (b) Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh adanya sesuatu yang dibiayai.

4. Penggolongan menurut perilaku dalam kaitannya dengan perubahan volume kegiatan

Penggolongan biaya sesuai dengan aktivitas perusahaan terutama dengan tujuan perencanaan, pengendalian serta pengembangan keputusan. Berdasarkan perilakunya terhadap kegiatan perusahaan biaya dapat dikelompokkan menjadi : (a) Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap tidak dipengaruhi perubahan volume kegiatan sampai tingkat kegiatan tertentu, (b) Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah secara sebanding dengan volume kegiatan, (c) Biaya semi variabel, biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan, (d) Biaya semifixed merupakan biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.

5. Penggolongan menurut jangka waktu manfaatnya

Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat di bagi menjadi dua, yaitu: (a) Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi, (b) Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut.

Konsep Harga Jual

Penentuan harga jual produk harus dilakukan dengan pertimbangan dan perhitungan yang tepat, karena sangat mempengaruhi bagaimana pengelolaan keuangan dan strategi pemasaran perusahaan. Kekeliruan dalam menetapkan harga juah akan dapat berpengaruh pada kerugian yang dihadapkan pada perusahaan. Jika harga jual terlalu rendah, maka perusahaan akan mengalami kerugian. Namun, jika harga jual yang ditetapkan terlalu tinggi, maka produk yang di jual tidak akan laku di pasaran sehingga perusahaan akan rugi.

(24)

Keputusan penentuan harga jual merupakan penentuan harga jual produk atau jasa pada umumnya di buat untuk jangka pendek yang dipengaruhi oleh penentuan harga jual, pemanfaatan kapasitas dan tujuan perusahaan. Keputusan penentuan harga jual di buat oleh perusahaan biasanya di buat berulang-ulang karena dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Tujuan dilakukan perubahan harga jual yaitu agar harga jual baru dapat mencerminkan biaya saat ini atau bahkan mungkin biaya masa depan, kondisi pasar, pesaing, laba yang diharapkan dan sebagainya (Arifin, 2007).

Faktor yang dapat berpengaruh pada penentuan harga jual adalah biaya. Dengan biaya dapat dilihat batas bawah suatu harga dimana harga ditentukan, kerugian dapat terjadi jika harga jual berada di bawah biaya suatu produk (Mulyadi, 2001). Karena itu, dalam mengambil keputusan penentuan harga jual diperlukannya informasi biaya produk atau jasa.

Terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan dalam melakukan penentuan harga jual, yaitu pendekatan biaya dan pendekatan pasar. Pendekatan biaya ditentukan dengan menghitung seluruh biaya per unit, ditambah dengan jumlah tertentu untuk menutup laba yang diinginkan pada unit tersebut atau disebut dengan marjin. Penetapan harga juga berdasarkan permintaaan pasar dengan mempertimbangkan biaya, dimana suatu usaha dalam kondisi titik impas jika pendapatan sama dengan ongkos produksinya. Pendekatan pasar tidak berdasarkan biaya, namun disini harga menentukan biaya bagi perusahaan. Perusahaan menentukan harga sama atau lebih tinggi maupun lebih rendah dari tingkat harga dalam persaingan (Swastha, 1998).

Analisis Profitabilitas

Analisis titik impas selalu berada pada bagian perencanaan dan pengawasan keuangan. Karena itu, analisis titik impas sering kali dijadikan tolok ukur bagi manajemen dalam meningkatkan pengawasan serta perencanaan dan pengembangan terhadap produk usahanya. Analisis titik impas sering disebut sebagai cost-volume-profit analysis. Apabila suatu perusahaan hanya memiliki biaya variabel, tidak akan muncul masalah tersebut sehingga analisis titik impas tidak ada gunanya. Masalah titik impas baru saat suatu perusahaan memiliki biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan mengalami perubahan sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi (Sugiono, 2009). Manfaat dalam memahami dan menghitung analisis titik impas adalah sebagai berikut (Kuswandi, 2005):

1. Mengetahui hubungan volume penjualan, harga jual, biaya produksi dan biaya-biaya lain serta mengetahui laba rugi perusahaan.

2. Sarana merencanakan laba

3. Alat pengendalian kegiatan operasi yang sedang berjalan

(25)

Gambar 1 Titik impas, laba dan volume penjualan

Penentuan titik impas perusahaan dengan menggunakan data kuantitas harga, pendapatan, serta biaya tetap dan biaya variabel. Rumus titik impas yang biasa digunakan adalah sebagai berikut (Kuswandi, 2005):

Laba Operasi = P.Q – (TVC + TFC)

Kondisi impas adalah saat laba operasi sama dengan nol, maka: (P.Q) – (TVC + TFC) = 0

(P.Q) – (AVC.Q) = TFC

Q (P – AVC) = TFC

BEP (Impas dalam unit) = − BEP (Impas dalam rupiah) =

− VP Keterangan :

Q : Kuantitas produk P : Harga jual produk TVC : Biaya total variabel TFC : Biaya total tetap AVC : Biaya rata-rata variabel

Sumber: Mulyadi (2001) Keterangan:

TR : Penerimaan total (Rp) TC : Biaya total (Rp)

TVC : Biaya variabel total (Rp) TFC : Biaya tetap total (Rp) P : Pendapatan, biaya Q : Volume penjualan

Gambar 1 menunjukkan bahwa penentuan titik impas juga dapat ditentukan dengan metode grafis. Metode ini menentukan titik pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis dalam suatu grafik. Titik pertemuan antara garis biaya dengan garis pendapatan penjualan merupakan titik impas.

(26)

penjualan tidak dapat menutupi biaya total yang telah dikeluarkan. Sebaliknya perusahaan akan mendapatkan keuntungan jika penjualan lebih besar dr Q, yang artinya hasil penjualan lebih besar dari biaya total yang lebih dikeluarkan. Titik impas dapat berubah dengan adanya perubahan harga input, output, dan teknologi.

Setelah mengetahui nilai titik impas, maka selanjutnya dapat diketahui tingkat profitabilitas yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba. Laba atau profit merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan setelah dikurangi modal dan biaya produksi lainnya. Menurut Hansen dan Mowen (2001), profit adalah ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.

Tujuan perusahaan adalah memperoleh laba. Kemampuan perusahaan memperoleh laba atau profitabilitas adalah suatu ukuran dalam persentase yang digunakan untuk menilai sejauh mana perusahaan mempu menghasilkan laba pada tingkat yang dapat diterima. Angka profitabilitas dinyatakan antara lain dalam laba sebelum atau sesudah pajak, laba investasi, pendapatan per saham, dan laba penjualan. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Karena itu, setiap perusahaan akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitablititas suatu perusahaan maka kelangsungan hidup perusahaan tersebut akan lebih terjamin.

Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba, baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset, maupun modal sendiri. hasil profitabilitas dapat dijadikan sebagai tolok ukur maupun gambaran tentang efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penjualan dan investasi perusahaan.

Menurut Mulyadi (1999), besarnya tingkat profitabilitas diperoleh dari perkalian Margin Income Ratio (MIR) dengan Margin Of Safety (MOS). Tingkat penurunan produksi atau penjualan yang dapat ditoleransi merupakan nilai dari MOS (Mulyadi, 1999). Secara matematis, marginal of safety dapat ditulis sebagai berikut:

MOS (%) = − x 100%

Angka marginal of safety (MOS) ini berhubungan langsung dengan laba apabila dihubungkan dengan marginal income ratio (MIR). Dengan demikian, semakin besar nilai MOS dan MIR dari suatu usaha, maka akan semakin besar nilai kemampuan usaha dalam memperoleh keuntungan, begitupun sebaliknya. Dapat disimpulkan rumus matematis perhitungan nilai profitabilitas adalah sebagai berikut:

Π (%) = MOS x MIR x 100%

(27)

Di samping titik impas dan marginal of safety, ada satu parameter lagi yang disebut degree of operating leverage (DOL) yang memberikan ukuran dampak perubahan pendapatan penjualan terhadap profit pada tingkat penjualan tertentu. Degree of operating leverage (DOL) ini akan dengan cepat mengetahui dampak setiap usulan kegiatan yang menyebabkan perubahan pendapatan penjualan terhadap profit perusahaan (Mulyadi,1993). Degree of operating leverage di hitung dengan rumus berikut ini:

Degree of operating leverage =

Laba kontribusi di dapat dari pendapatan penjualan yang sudah dikurangi dengan biaya variabel atau laba yang belum dikurangi dengan biaya tetap. Angka degree of operating leverage dapat digunakan untuk melihat setiap perubahan pendapatan penjualan dapat diketahui dengan cepat dampak perubahannyaa terhadap profit. Hal tersebut karena laba kontribusi berubah sebanding dengan perubahan pendapatan penjualan (Mulyadi, 1993).

Analisis Nilai Tambah

Industri pengolahan selain berperan untuk mengolah suatu produk menjadi bentuk lain yang lebih menarik dan lebih mudah dimanfaatkan atau bahkan siap langsung untuk dikonsumsi (Sukatjo, 2008). Menurut Hayami (1987) mendefinisikan nilai tambah sebagai pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditas yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Menurut Wasis (2001), nilai tambah adalah selisih antara nilai produksi dengan nilai biaya antara bahan baku dengan bahan dasar, dan bahan penunjang lainnya yang terpakai untuk menghasilkan produk tersebut.

Sudiyono (2002), menyatakan bahwa pada kegiatan subsistem pengolahan alat analisis yang sering digunakan adalah analisis nilai tambah. Analisis nilai tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai. Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem tersebut.

(28)

pengolahan yang didapat dari pengurangan nilai output yang dihasilkan dengan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Nilai tambah tersebut merupakan imbalan bagi tenaga kerja, sumbangan input lainnya dan keuntungan bagi pengolah.

Perhitungan nilai tambah dengan dua cara yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran (Hayami et al. 1987). Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar).

Faktor teknis terdiri atas jumlah dan kualitas bahan baku serta input penyerta, kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, dan penggunaan unsur tenaga kerja. Faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar, dan nilai input lain. Komponen pendukung dalam analisis nilai tambah, yaitu faktor konversi, faktor koefisien tenaga kerja, dan nilai produk. Faktor konversi menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input. Faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. Nilai produk menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input (Hayami et al., 1987).

Kerangka Pemikiran Operasional

UKM sate bandeng sebagai salah satu usaha pengolahan makanan khas Banten, yaitu makanan khas Banten mempunyai tujuan pada umumnya yaitu mempertahankan keuntungan yang didapat. UKM ini harus memperhatikan segala aspek manajemen yang masih dilakukan secara sederhana dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dan pada tingkat produktivitas yang optimal.

Pemanfaatan sumber daya dan tingkat produktivitas yang optimal diperlukannya analisa pada aspek keuangan. Analisis aspek keuangan dapat dilakukan melalui pendekatan analisis biaya dengan menelusuri pada komponen biaya produksi dan volume penjualan. Hal tersebut dapat terlihat bagaimana kondisi usaha sate bandeng menggunakan analisis titik impas dan analisis nilai tambah yang menjadi objek penelitian.

Analisis titik impas dapat melihat bagaimana kondisi suatu usaha dihadapkan pada kerugian atau tidak. Dengan titik impas juga dapat melihat tingkat profitabilitas usaha yang diteliti dengan menggunakan MOS dan MIR. Analisis nilai tambah menunjukkan besarnya nilai tambah dari proses olahan ikan bandeng pada sate bandeng. Metode Hayami merupakan alat analisis yang digunakan pada penelitian ini.

(29)

memperoleh keuntungan. Secara ringkas, alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram kerangka pemikiran

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksnakan pada dua UKM pengolahan ikan bandeng di Kota Serang Banten yaitu UKM Sate Bandeng Ratu dan Sate Bandeng Hj. Maryam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2014.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian yang dilakukan menggunakan data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diperoleh langsung dari pemilik usaha industri sate bandeng dan pihak-pihak yang terkait dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi yang terkait (BPS, Dinas Perikanan, beserta instansi terkait lainya) dan berbagai media cetak dan media online beserta dari berbagai buku dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini

(30)

Dua UKM yaitu UKM Sate Bandeng Ratu dan UKM Sate Bandeng Hj. Maryam dalam penelitian ini akan dijadikan responden adalah pengusaha sebagai produsen yang membuat sate bandeng di Kota Serang dengan pertimbangan bahwa kedua usaha tersebut memiliki total penjualan yang lebih besar. Di samping itu, kedua usaha tersebut memiliki total produksi yang jauh berbeda, sehingga dapat dengan mudah dilihat usaha mana yang lebih optimal. Kedua usaha tersebut adalah UKM sate bandeng Ratu Toety dan UKM sate bandeng Hj Mariyam. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang sampai saat ini jumlah pengusaha adalah produsen.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan di analisis secara kuantitatif, di olah dengan menggunakan kalkulator dan program microsoft excel. Periode analisis yang digunakan adalah satu tahun, dimana hari efektif kerja usaha untuk satu bulannya yaitu 25 hari (satu tahun = 300 hari kerja). Metode analisis profitabilitas usaha yang digunakan adalah perhitungan titik impas, Marginal Income Ratio (MIR), dan Marginal of Safety (MOS) yang dihasilkan berdasarkan data produksi, biaya, dan penjualan. Sedangkan untuk analisis nilai tambah, metode analisis yang digunakan adalah metode Hayami.

Analisis Biaya Produksi

Salah satu tujuan akhir perusahaan secara umum adalah mendapatkan laba yang merupakan salah satu ukuran manajer dalam mengelola perusahaan yang bersangkutan. Keuntungan yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu biaya, volume penjualan, dan harga jual produk. Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan penjualan langsung berpengaruh terhadap volume produksi, dan volume produksi itu sendiri mempengaruhi biaya.

Analisis biaya, volume, dan laba berfungsi sebagai alat bagi pihak manajemen untuk mengetahui potensi laba yang belum dimanfaatkan oleh suatu perusahaan. Biaya-biaya yang dianalisis memperhitungkan semua unsur biaya produksi. Adapun rumus perhitungan total biaya produksi sebagai berikut :

TC = TFC + TVC

Keterangan :

TC : biaya total usaha pengolahan ikan bandeng menjadi sate bandeng (Rp) TFC : biaya tetap usaha pengolahan ikan bandeng menjadi sate bandeng (Rp) TVC : biaya variabel usaha pengolahan ikan bandeng menjadi sate bandeng (Rp)

(31)

Biaya Penyusutan Tahunan = y −

Perhitungan biaya penyusutan dapat dilakukan dengan menghitung persentase penyusutan per tahun terlebih dahulu. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut.

Persentasi penyusutan per tahun = y y

y x 100%

Biaya penyusutan pertahun = persentase penyusutan per tahun x biaya aktiva tetap

Analisis Profitabilitas

Titik impas digunakan untuk mengetahui kaitan antara volume produksi, harga jual, biaya produksi, dan laba rugi. Selain itu, dapat juga sebagai alat untuk mengetahui kapan suatu usaha mampu menutupi biaya produksinya atau kapan suatu suatu berada pada titik impas, saat laba sama dengan nol. Menurut Mulyadi (2001), BEP ada dalam dua bentuk yaitu BEP dalam tingkat harga dan BEP dalam jumlah unit produksi.

a. BEP atau titik impas dalam rupiah BEP = y

T y V r Pe e

b. BEP atu titik impas dalam unit

BEP = y y

Setelah perhitungan titik impas diperoleh, maka dapat diketahui tingkat profitabilitas. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba (profitabilitas) perusahaan dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (Mulyadi, 1999) :

MOS (%)= − x 100%

MIR (%) = − y x 100% Π (%) = MOS x MIR x 100% Keterangan :

MOS : Margin of Safety MIR : Marginal Income Ratio

Π : Profitabilitas usaha TVC : Biaya rata-rata variabel Π (%) : MOS x MIR x 100%

Analisis Nilai Tambah

(32)

diperoleh hasil berupa produktivitas produksi, nilai output, nilai tambah, balas jasa tenaga kerja, dan keuntungan pengolahan. Adapun hasil perhitungan nilai tambah disajikan dalam bentuk Tabel 8 berikut ini :

Tabel 8 Perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami

Variabel Nilai

I. Output, Input, dan Harga

1. Output yang dihasilkan (kg/hari) A

2. Input yang digunakan (kg/hari) B

3. Tenaga kerja (jam/hari) C

4. Faktor konversi (1/2) d = a/b

5. Koefisien tenaga kerja (3/2) e = c/b

6. Harga output (Rp/kg) F

7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G II. Pendapatan dan laba

8. Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) H 9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) I

10. Nilai output (4x6) (Rp) j = d x f

Pada metode Hayami faktor konversi yang menunjukkan banyaknya produk olahan yang dihasilkan dari satu kilogram bahan baku. Koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah satu satuan input. Nilai output menunjukkan nilai produk yang dihasilkan dari satu satuan input. Nilai input lain mencakup nilai dari semua korbanan selain bahan baku dan tenaga kerja yang digunakan selama produksi berlangsung.

GAMBARAN UMUM USAHA

Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Ratu Toety

Usaha pengolahan sate bandeng yang menjadi objek penelitian ini adalah usaha milik Ibu Ratu Toety yang berumur 53 tahun, yang berlokasi di Jalan Jayadiningrat Kaloran Desa No. 22 Rt/Rw 02/06 Kota Serang Banten. Pada tahun 2008, beliau mulai merintis usaha sate bandeng, sebuah produk khas Banten yang sangat terkenal.

(33)

sate bandeng tersebut tidak dimanfaatkan sebagai bisnis, tetapi lebih banyak untuk hobi, kesenangan, dan keterampilan sendiri belaka. Ada memang beberapa tetangga yang sering meminta tolong dibuatkan, tetapi tidak terus menerus, hanya sesekali.

Keterampilan bisnis ibu Ratu pun tumbuh, walaupun sedikit telat dari sisi usia beliau. Namun hal tersebut tidak menghalangi semangatnya untuk terus berkembang. Dimulai dari tahun 2008, dengan modal Rp 100 000, mulailah bisnis sate bandeng yang diberi merek Sate Bandeng Ratu Toety dijalankan. Modal Rp 100 000bisa beliau dapatkan 5 kg ikan bandeng segar yang telah diolah menjadi 20 tusuk sate bandeng. Pada awal bisnis tersebut, satu tusuk sate bandeng dijual dengan harga Rp 10 000. Beliau menjual sate bandeng dengan cara keliling kampung. Dari 20 tusuk, beliau dapat menjual 10 tusuk. Modal sedikit itu beliau putar terus menerus hingga bisa menjadi lebih besar.

Beberapa waktu kemudian, beliau menerima order besar pertamanya sebanyak 100 tusuk sate bandeng seharga Rp 1 000 000. Namun beliau tidak memiliki modal besar, akhirnya beliau pun meminta pembayaran 50 persen sebagai pembayaran uang muka. Dengan penuh semangat, ibu Ratu memproduksi sate bandeng pesanan tersebut itu sebaik-baiknya. Dari berbagai pesanan inilah, ibu Ratu mulai berkembang. Rasanya yang khas, dibuat dengan segar menjadikan sate bandeng Ratu Toety mulai dikenal banyak orang.

Untuk mendistribusikan produknya, ibu Ratu menggandeng toko-toko oleh-oleh di sekitar Serang dan Cilegon. Mereka diajak bekerja sama menjual produk sate bandeng. Selain kerjasama dengan toko oleh-oleh, beliau mempromosikan produknya pada acara pameran. Pameran masih menjadi alat promosi yang paling efektif. Promosi dilakukan dari mulut ke mulut juga sangat membantu. Pembeli yang sudah mengenal produk ibu Ratu, biasanya datang langsung ke lokasi pengolahan yang juga merupakan tempat tinggal dari ibu Ratu. Selain itu, beliau memanfaatkan media internet untuk melakukan promosi. Untuk dapat mengembangkan bisnisnya, ibu Ratu sering mengikuti semua program Bimbingan dan Pelatihan dari Pemerintah.

(34)

Pengadaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan sate bandeng berupa ikan bandeng segar. Ikan bandeng diperoleh dari pasar tradisional. Pemilik usaha melakukan pembelian langsung dengan datang ke tempat penjual menggunakan kendaraan operasional yang dimilikinya. Pemilik usaha membeli ikan bandeng segar didapat dari beberapa pedagang pelanggan.

Bahan baku ikan bandeng segar dipilih dengan bobot rata-rata dua kilogram yang berisi tujuh ekor ikan bandeng. Harga ikan bandeng selama periode 2014 adalah Rp 25 000 per kilogram. Pemilik mampu memproduksi sate bandeng sebanyak kurang lebih 30 kilogram per hari. Pembelian bahan baku ikan bandeng segar dilakukan dua hari sekali.

Bumbu merupakan salah satu bahan baku pendukung pengolahan sate bandeng. Bumbu yang digunakan dalam pengolahan sate bandeng bermacam-macam seperti santan kelapa, bawang merah, bawang putih, gula merah, gula putih, ketumbar, dan garam. Selain itu, ada bumbu rahasia yang menjadikan rasa sate bandeng Ratu Toety berbeda dengan yang lain. Formulasi dan cara meracik bumbu dilakukan oleh pemilik sehingga kesamaan rasa untuk setiap harinya dapat terjaga. Pembelian bahan baku pendukung untuk kelapa parut dilakukan dua hari sekali, sedangkan bahan lainnya dilakukan seminggu sekali.

Bahan lainnya sepeti bambu, pelepah pisang, arang, daun pisang, kemasan, dan plastik bening diperoleh dari tempat yang berbeda. Bambu dibeli dari pedagang pelanggan yang sudah dipotong dan dibuat seperti penjepit. Bambu dipesan setiap seminggu sekali. Pelepah pisang, arang, daun pisang, dan plastik didapat dari pedagang pelanggan di pasar tradisional. Pembelian pelepah dan daun pisang dilakukan dua hari sekali, sedangkan bahan lainnya dibeli setiap seminggu sekali. Kemasan juga di pesan dari pedagang pelanggan yang dihargai Rp 3 000 per dus yang di pesan setiap satu bulan sekali.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan ikan bandeng dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja produksi sate bandeng Ratu Toety seluruhnya ada lima orang tenaga kerja.

Produksi dilakukan dua kali produksi, produksi pertama dilakukan oleh dua tenaga kerja selama empat jam termasuk Ibu Ratu. Tenaga kerja lainnya mulai bekerja pada pagi hari selama enam jam. Upah tenaga kerja yaitu sebesar Rp 50 000 per orang per hari.

Peralatan Produksi dan Proses Produksi

(35)

Tabel 9 Inventarisasi peralatan produksi sate bandeng usaha Ratu Toety

No. Uraian Jumlah untuk proses produksi. Peralatan produksi berupa mesin giling digunakan untuk ekstraksi daging ikan. Mesin vacum sealer pada usaha digunakan untuk membungkus sate bandeng agar hampa udara yang dibungkus dengan plastik. Manfaat mesin vacum sealer yakni agar keawetan sate bandeng lebih tahan lama. Dengan demikian, bisa dikirim ke luar kota ataupun jika di toko bisa bertahan beberapa hari lebih lama. Pemilik juga membeli mesin parut kelapa digunakan untuk memarut kelapa,

Dua unit freezer yang dimiliki usaha guna sebagai tempat sate bandeng dan kelapa parut. Selain itu, jika sate bandeng tidak habis terjual maka sate bandeng disimpan dalam freezer untuk dijual kembali esok harinya. Tungku yang berfungsi sebagai tempat membakar sate bandeng. pemilik membutuhkan tungku sebanyak dua unit. Blender digunakan untuk menghaluskan bumbu dibutuhkan dua buah blender.

(36)

Adapun total biaya peralatan produksi secara keseluruhan pada usaha sate bandeng Ratu Toety adalah sebesar Rp 22 040 000.00. Semua peralatan harus dipelihara dengan baik agara dapat bertahan lama dan dapat digunakan dalam jangka waktu panjang sehingga menghemat biaya. Pemeliharaan peralatan produksi dilakukan oleh pemilik usaha agar kegiatan produksi berjalan dengan lancar, yaitu dengan membersihkan sebagian peralatan.

Usaha sate bandeng Ibu Ratu Toety ini mengolah rata-rata sebanyak 30 kilogram ikan bandeng segar. Selain ikan bandeng pada pembuatan sate bandeng juga membutuhkan bahan lainnya berupa gula merah, santan kelapa, bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan garam.

Ikan bandeng sebagai bahan baku utama masuk ke proses pencucian. Bahan baku utama yang telah dicuci bersih kemudian dibersihkan sisiknya, lalu dibelah di bagian leher dan buang kotorannya melalui bagian leher yang sudah dibelah tadi. Setelah itu, tekuk tulang ekor ke arah kepala hingga tulangnya patah. Keluarkan daging ikan dari bagian leher yang sudah dibelah tadi ke arah bawah ekor. Kemudian tarik daging dan tulangnya hingga hanya tersisa kulit ikan bandeng saja. Kemudian setelah semua daging ikan diambil, buang tulang yang besar dan tulang ikan yang sulit diambil dan tercampur dari daging ikan digiling dengan mesin penggiling. Bahan lainnya seperti kelapa yang telah diparut di campur dengan air secukupnya kemudian saring dari ampas kelapa parut. Setelah itu, santan kepala dimasak hingga mendidih. Kemudian ambil bagian santan kental yang mengambang.

Bahan lainnya seperti bawang merah, diiris tipis untuk pembuatan bawang goreng, lalu bawang goreng dan dihaluskan. Ketumbar dan bawang putih di sangrai kemudian dihaluskan bersama garam, gula putih, dan gula merah yang sudah diiris tipis. Setelah itu, pencampuran gilingan daging ikan dan santan kelapa yang kemudian diracik dengan bumbu yang telah dibuat.

(37)

(38)

Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam

Usaha sate bandeng selanjutnya yang menjadi objek penelitian adalah usaha milik Ibu Hj Mariyam, yang berlokasi di jalan Kiuju No. 63 Kaujon Tengah Serang Banten. Berbeda dengan usaha sate bandeng Ibu Ratu, usaha sate bandeng Hj Mariyam ini mengawali usahanya pada tahun 1970-an di daerah Kaujon. Sebagai pemilik pondok usaha sate bandeng, ibu Hj Mariyam tidak lagi terjun langsung mengolah sate bandengnya, karena usia yang sudah sepuh. Usaha inipun dilanjutkan kepada anak dan menantunya, Sri Nurhayati dan Maksum. Saat ini Bapak Amung yang menjadi generasi ketiga sejak tahun 2010 mendapat giliran memimpin usaha keluarga ini. Akan tetapi meskipun pemimpinnya berbeda, racikan bumbu dan teknik pengolahan khas Hj Mariyam yang berbeda dengan pembuat sate bandeng lainnya masih dipertahankan oleh penerusnya.

Meski letak usahanya di gang kecil, namun usaha sate bandeng ini yang dirintis sejak tahun 1970-an itu tidak pernah sepi pembeli. Produksinya yang digemari hingga para pejabat tinggi. Bahkan orang nomor satu, presiden pun menjadi pelanggan khusus sate bandeng Hj. Mariyam. Selain itu, puluhan tokoh lain di negara ini juga tercatat pernah berkunjung ke sana.

Pondok sate bandeng Hj Mariyam adalah yang pertama atau bisa dibilang sebagai perintis pembuat sate bandeng di Serang. Yang pertama kalinya membuat sate bandeng adalah Hj. Hasanah ibunda Hj. Mariyam. Awalnya hanya mencoba, namun kemudian mendapat respon positif dari teman dan tetangga yang pernah mencicipinya. Kreasi dari ibunda Hj Mariyam ini kemudian dilanjutkan dan dikembangkan menjadi usaha rumahan oleh Hj Mariyam yang hobi masak dan sebelumnya pun sudah memiliki usaha sebagai tukang masak keliling. Pada saat itu, setiap kali mendapat pesanan masak di tempat hajatan, beliau seringkali menyajikan masakan sate bandeng, sebagai hidangan prasmanan.

Keistimewaan sate bandeng keluarga Hj Mariyam ini sering dikunjungi artis, di liput dan disiarkan oleh sejumlah stasiun televisi nasional. Salah satu acara televisi pernah membuat produsen makanan terbesar yaitu Indofood, pada tahun 2002, melakukan kerja sama membuat bumbu sate bandeng untuk produksi mie instan. Namun sayangnya, kerja sama ini tidak diperpanjang tanpa alasan yang jelas dari pihak Indofood.

Sebagai produk yang sudah dikenal banyak masyarakat, produk ini mampu mempopulerkan nama Banten bahkan hingga ke mancanegara. Makanan berbahan dasar ikan bandeng ini sudah pernah singgah di beberapa negara seperti Australia, Jepang, Belanda dan beberapa negara lainnya. Memang bukan diekspor, melainkan ada turis asing atau warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri pernah membeli dan membawa ke negari mereka tinggal. Sate bandeng keluarga Hj Mariyam ini tidak dijual di toko-toko. Oleh karena itu, pembeli yang sudah biasa mengonsumsi sate bandeng miliknya akan datang langsung ke tempat pengolahan. Setiap harinya pondok sate bandeng Hj Mariyam ini tidak pernah sepi pengunjung.

(39)

tempat tinggal ibu Hj Mariyam. Ruang lainnya untuk proses pembakaran yang di buat dengan luas 40m2 dengan menghabiskan biaya sebesar Rp 100 000 000.

Pengadaan Bahan Baku

Ikan bandeng yang diperlukan oleh Bapak Amung diperoleh dari pasar tradisional. Pemilik usaha melakukan pembelian langsung dengan datang ke tempat penjual. Pemilik usaha membeli ikan bandeng segar yang di dapat dari beberapa pedagang pelanggan. Pembelian bahan baku dilakukan setiap hari oleh Bapak Amung.

Bahan baku ikan bandeng segar di pilih dengan bobot rata-rata dua kilogram yang berisi tujuh ekor ikan. Harga ikan bandeng selama periode 2014 adalah Rp 25 000 per kilogram. Pemilik mampu memproduksi sate bandeng sebanyak kurang lebih 90 kilogram per hari. Pembelian ikan bandeng segar dilakukan setiap hari.

Bumbu merupakan salah satu bahan baku pendukung pengolahan sate bandeng. Bumbu yang digunakan dalam pengolahan sate bandeng bermacam-macam seperti santan kelapa, bawang merah, gula merah, gula putih, ketumbar, dan garam. Pembelian kelapa parut dilakukan setiap hari, sedangkan bahan pendukung lainnya di beli pada setiap seminggu sekali.

Bahan lainnya sepeti bambu, pelepah pisang, arang, daun pisang, dan kemasan diperoleh dari tempat yang berbeda. Bambu di beli dari pedagang pelanggan, kemudian bambu di antarkan langsung oleh si penjual ke tempat pengolahan. Bambu di antarkan sekaligus setiap hari senin oleh si penjual. Pelepah pisang, arang, dan daun pisang didapat dari pedagang pelanggan di pasar tradisional. Kemasan di pesan dari pedagang pelanggan yang dihargai Rp 2 500 per dus yang di pesan dua minggu sekali.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan ikan bandeng dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja produksi sate bandeng Hj Mariyam seluruhnya ada enam belas orang tenaga kerja. Produksi dilakukan hanya satu kali produksi.

Setiap karyawan mulai bekerja pada pagi hari hingga sekitar empat atau lima jam. Upah yang diberikam berbeda-beda sesuai dengan tugas yang dilakukannya, yaitu Rp 35 000 per orang per hari untuk 10 orang. Tenaga kerja yang dibayar sebesar Rp 50 000 untuk 2 orang dan Rp 100 000 per hari untuk 4 orang.

Peralatan Produksi dan Proses Produksi

(40)

memproduksi sate bandeng masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda. Adapun peralatan yang digunakan dalam memproduksi sate bandeng usaha Hj Mariyam dapat terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Inventarisasi peralatan produksi sate bandeng usaha Hj Mariyam

No. Uraian Jumlah

Pada Tabel 10 terlihat bahwa terdapat enam belas peralatan yang digunakan untuk proses produksi. Peralatan produksi berupa nampan dan saringan digunakan untuk menghilangkan tulang ikan yang sulit dibersihkan oleh tangan yang sudah tercampur dengan daging ikan. Dua blender dibutuhkan untuk menghaluskan bumbu dan daging.

Panci besar dibutuhkan sebanyak lima buah panci yang berguna untuk merebus santan kelapa. Panci kukus dibutuhkan untuk mengukus sate bandeng, agar lebih tahan lama. Panci kukus digunakan hanya pada saat tertentu saja, seperti pemesanan dengan pengiriman jauh. Baskom digunakan sebagai tempat menyimpan daging ikan dan kulit ikan, pada usaha ini membutuhkan delapan unit baskom. Wajan dan sodet pada usaha ini dibutuhkan sebanyak tiga unit, kegunaan dari kedua peralatan tersebut adalah untuk menggoreng bawang merah.

Usaha ini memiliki delapan unit pisau, yang berfungsi untuk memotong ikan bandeng dan bahan baku lainnya. Tungku semen yang berfungsi sebagai tempat membakar sate bandeng, usaha ini tungku sebanyak dua unit. Bakul diperlukan yang berguna untuk menyimpan sate bandeng setelah dibakar, pada usaha ini dibutuhkan lima belas unit bakul.

Gambar

Tabel 1 Jumlah produksi perikanan di Indonesia tahun 2008-1012 (ton)
Tabel 5 Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja menurut
Tabel 7 Daftar UKM yang memproduksi sate bandeng di wilayah kota Serang
Gambar 1 Titik impas, laba dan volume penjualan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan analisis nilai tambah juga menunjukkan bahwa usaha yang memiliki nilai tambah lebih besar adalah usaha tahu dengan nilai sebesar Rp 6.881, sedang untuk menjadi

Nilai tambah per bahan baku keripik ubi kayu pada agroindustry di Desa Lamahu, Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango yaitu sebesar Rp.37.555,55/Kg,

Marjin ini merupakan selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku buah rambutan per kilogram, tiap pengolahan 1 kg buah rambutan menjadi bolu rambutan

Input dan output, harga input dan output, tenaga kerja dan upah tenaga kerja dan nilai tambah pada produk ikan kayu ukuran <1 kg memiliki nilai tambah sebesar

perhitungan nilai tambah bakso, nugget, dan kerupuk ikan Lele (Clarias sp.) dari bahan baku ikan Lele (Clarias sp.) segar digunakan untuk mengetahui seberapa

Nilai tambah yang didapatkan dari kerupuk udang adalah sebesar Rp 148.347,- yang didapat dari nilai output dikurangi harga bahan baku dan sumbangan input lain dengan