• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian

3.8 Managemen Data .1 Pengumpulan Data .1Pengumpulan Data

3.8.3 Analisa Data

4.1.1.2 Gambaran Variabel Penelitian

1) Manifestasi Klinis

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Manifestasi Klinis pada Penderita TB Paru

Manifestasi Klinis Jumlah (Orang) Persentase (%)

Batuk berdahak akut 24 29,3

Batuk berdahak kronik 36 43,9

Sesak napas akut 6 7,3

Sesak napas kronik 7 8,5

Batuk darah masif 2 2,4

Batuk darah tidak masif 7 8,5

Total 82 100,0

Data dari 82 responden menunjukkan, keluhan yang paling banyak timbul sebagai alasan penderita datang berobat ke rumah sakit adalah batuk berdahak sebanyak 60 orang (73,2%), sesak napas 13 orang (15,8%), Batuk darah 9 orang (10,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tjandra Yoga di Jakarta tahun 1988, mendapatkan bahwa keluhan yang membawa penderita TB paru berobat adalah batuk berdahak sebanyak 65%. Berdasarkan teori, gejala respiratorik berupa batuk berdahak atau batuk produktif merupakan gejala yang paling sering terjadi dan merupakan indikator yang sensitif untuk penyakit TB paru.11

Batuk merupakan mekanisme yang paling efektif untuk menghasilkan droplet nukleus. Satu kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel infeksius sama banyaknya dengan berbicara keras selama 5 menit.11 Penyebaran melalui udara juga dapat disebabkan oleh manuver ekspirasi yang kuat seperti bersin, berteriak, bernyanyi.11,18,20,37 London dan Roberts melaporkan bahwa

penderita TB yang batuk lebih dari 48kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan penderita. Ketika fokus sudah terbentuk fokus akan menyebar melalui jalur yang paling sering yaitu saluran napas.11,24

Di Indonesia risiko penularan setiap tahun atau Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Dalam konteks penularan penyakit TB, perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan oleh penderita yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit TB paru dari penderita kepada orang yang belum menderita, antara lain disebabkan kebiasaan membuang ludah sembarangan sehingga bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang terdapat pada ludah dapat menyebar kepada orang lain, demikian juga perilaku saat batuk apabila tidak mentup mulut dapat menyebarkan Mycobacterium Tuberculosis10. Demikian pula Rasulullah SAW mengajarkan, bahwa ketika bersin meletakkan tangan atau kain dimulutnya dan merendahkannya. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

2) Hasil Pemeriksaan Foto Toraks

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks

Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Jumlah (Orang) Persentase (%) Gambaran Radiologi

1. Bayangan awan dan bercak 59 72

2. Kavitas 12 14,6 3. Fibrotik 11 13,4 ATA 1 Lesi minimal 16 19,5 2 Lesi sedang 54 64,9 3 Lesi lanjut 12 14,6

Data dari 82 responden menunjukkan, pasien dengan kelainan radiologi berupa bayangan awan dan bercak sebanyak 59 orang (72%), kavitas sebanyak 12 orang (14,6%), dan fibrotik sebanyak 11 orang (13,4%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang di laporkan oleh Ghorbani dkk yang menunjukkan bahwa bayangan awan dan bercak merupakan kelainan radiologi yang sering terjadi pada kedua kelompok.2 Selain itu, menurut Koh dkk menyatakan bahwa bayangan awan dan bercak merupakan kelainan radiologi yang paling sering ditemukan

sebanyak 50% pada sebuah penelitian retrospektif.36 Berdasarkan teori lesi awal yang ditampilkan pada penderita TB adalah lesi yang berbentuk patchy dan nodular hal ini menunjukkan proses penyakit yang sedang aktif setelah 10 minggu terjadi infeksi.14

Sedangkan menurut kriteria ATA, pasien dengan kelainan radiologi berupa lesi minimal sebanyak 16 orang (19,5%) lesi sedang sebanyak 54 orang (64,9%), dan lesi lanjut sebanyak 12 orang (14,6%). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu Ozsahin dkk menunjukkan bahwa berdasarkan klasifikasi ATA kelainan radiologi yang paling banyak pada tingkat lesi sedang.34 Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Nurjihad dkk terhadap pasien baru di RS Persahabatan yaitu diperoleh lesi sedang sebanyak 36 penderita (39,5%).11Hal ini diduga karena pada umumnya tuberkulosis sekunder bersifat kronis pada orang dewasa yang memiliki tanda radiologi khusus dan spesifik TB paru sekunder yaitu ditemukannya kavitas pada tingkat sedang biasanya ditandai dengan adanya kavitas yang artinya proses aktif. Tetapi pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat keparahan lesi biasanya juga berhubungan dengan usia dan jenis kelamin.34

Keterlambatan diagnosis juga diduga mempunyai pengaruh terhadap tingkat keparahan lesi.10,45 Terlihat hanya 1/3 kasus TB paru yang mampu ditemukan, keterlambatan dapat berasal dari penderita (patient’s delay), secara definisi diartikan sebagai fase antara timbulnya gejala sampai penderita datang ke fasilitas pengobatan, keterlambatan yang berasal dari dokter yang mengobati (doctor’s delay), secara definisi diartikan sebagai fase sejak datang ke dokter sampai tegaknya diagnosis. 11

Situmorang pada tahun 2005 di RS H Adam Malik Medan melakukan penelitian dan mendapatkan mean (rerata) keterlambatan penderita sebesar 4,67 bulan dan mean (rerata) keterlambatan dokter sebesar 3,78 bulan dan total keterlambatan penderita + dokter = 7,6 bulan.11Tujuan dari penelitian ini yaitu mempercepat deteksi TB paru dengan menggunakan alat radiologi foto toraks sehingga dapat memutus rantai penularan TB.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Situmorang menunjukkan bahwa angka rerata keterlambatan dokter hanya berbeda sedikit dengan angka rerata keterlambatan penderita. Hal ini menunjukkan pentingnya peran dokter dalam penanggulangan TB paru dengan kegiatan deteksi pasien TB paru. Seorang dokter harus memiliki kemampuan dalam deteksi pasien TB paru, diagnosis, penatalaksanaan, serta pemantauan keberhasilan pengobatan serta menetapkan hasil akhir pengobatan.11

Pada umumnya penderita datang ke pusat-pusat pelayanan masyarakat primer, dimana peran dokter umum sangat penting untuk mencegah keterlambatan dalam penegakan diagnosis TB paru yaitu dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan penunjang. Foto toraks masih merupakan pilihan terbaik untuk skrining TB paru oleh karena pemeriksaan ini cepat dan mudah dilakukan. Maka diharapkan dokter umum untuk tidak menambah angka rerata keterlambatan diagnosis yang disebabkan oleh dokter yaitu dengan melakukan pemeriksaan penunjang yaitu foto toraks yang akan dilakukan oleh spesialis radiologi. Hal ini juga diperintahkan Allah SWT dalam firmanNya:

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS An Nahl/16 : 43).

Hal yang juga perlu diperhatikan pada interpretasi TB paru melalui teknik pencitraan pada foto toraks adalah pengetahuan mengenai gambaran TB paru yang klasik dan atipikal. Diagnosis yang terlambat seringkali terjadi akibat kurangnya pengetahuan mengenai gambaran TB paru yang atipikal. Penelitian yang dilakukan oleh The Research Institute of Tuberculosis di Tokyo. Subyek yang membaca foto hanya diminta untuk menentukan apakah foto-foto yang diberikan kepada mereka memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk TB atau tidak. Kegagalan untuk meminta pemeriksaan lanjutan pada foto dengan kelainan dikategorikan sebagai under-reading. Sementara permintaan untuk pemeriksaan lanjutan pada foto normal dikategorikan sebagai over-reading. Hal ini diduga

terjadi karena kurangnya pengetahuan. Demikian pula Rasulullah SAW mengajarkan, bahwa obat kebodohan yaitu dengan bertanya, sebagaimana tercantum dalam sabdanya:

Tidakkah mereka bertanya, ketika mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat ketidak mengertian mereka adalah bertanya. (Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi dan dishahihkan Syeikh Salim Al Hilali dalam Tanqihul Ifadah Al

Muntaqa Min Miftah Daris Sa’adah, hal. 174).

Dokumen terkait