• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

Istilah GAKI adalah singkatan dari Gangguan Akibat Kekurangan Iodium, sejak tahun 1970-an disepakati untuk menggantikan istilah Gondok Endemik (GE), dan digunakan untuk mencakup semua akibat kekurangan yodium terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang dapat dicegah dengan pemulihan kekurangan yodium (Djokomoeljanto, 2002). GAKI adalah sekumpulan gejala klinis yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan (defisiensi) unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (WHO, 2001).

Pengertian defisiensi yodium saat ini tidak terbatas pada gondok dan kretinisme saja, tetapi defisiensi yodium berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia secara luas, meliputi tumbuh kembang, termasuk perkembangan otak. Defisiensi yodium dinyatakan sebagai gangguan akibat kekurangan yodium (GAKI) yang menunjukkan luasnya pengaruh defisiensi yodium tersebut (Almatsier, 2004).

Iodium merupakan unsur zat gizi mikro yang dibutuhkan manusia relatif sedikit (kebutuhan normal : 100 – 150

μ

g/hari) untuk mensintesis hormone tiroksin. Hormon tiroksin berfungsi mengatur proses kimiawi yang terjadi pada sel-sel organ tubuh; berperan pada metabolisme umum (metabolisme: energi, lemak, protein, kalsium, vitamin A, kolesterol); sistem kardiovaskular; sistem pencernaan; sistem otot; susunan saraf pusat dan hormon pertumbuhan (Granner, 2003).

Penyebab utama GAKI adalah kekurangan Iodium. Kekurangan iodium dalam makanan sehari-hari (< 50

μ

g/hari) akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid, sehingga fungsi tiroksin dalam metabolisme zat-zat gizi akan terganggu, efeknya terhadap pertumbuhan lebih nyata terutama pada masa pertumbuhan anak-anak. Penderita hipotiroidisme, kecepatan pertumbuhannya menjadi sangat tertinggal (Djokomoeljanto, 2001).

Kadar iodium dalam bahan makanan bervariasi dan dipengaruhi oleh letak geografis, musim, dan cara memasaknya. Bahan makanan laut mengandung kadar iodium lebih banyak. Kadar iodium berbagai bahan makanan misalnya ikan tawar (basah) 30 µg/kg bahan, ikan tawar (kering) 116 µg/kg, ikan laut (basah) 812 µg/kg, ikan laut (kering) 3.715 µg/kg, cumi-cumi (basah) 798 µg/kg, cumi-cumi (kering) 3.866 µg/kg, daging (basah) 50 µg/kg, susu 47 µg/kg, telur 93 µg/kg, sayur 29 µg/kg, cereal 47 µg/kg, (Harsono, 1994)

Kadar iodium pada pengelolaan makanan akan berkurang tergantung cara memasaknya. Ikan yang digoreng kadar iodiumnya berkurang 25 %, bila di bakar berkurang 25 % dan bila di rebus (tanpa ditutupi) akan berkurang hingga 56 . Sebaliknya iodium bisa disenyawakan dengan berbagai zat misalnya dengan NaCl pada iodisasi garam dapur, dilarutkan dalam air dalam senyawa Kl, dilarutkan dalam minyak (lipiodol) dll. (Harsono, 1994). Kandungan rata-rata iodium dalam bahan makanan disajikan pada tabel.1

Tabel 2.1. Rata-rata kandungan Iodium dalam Bahan Makanan (mg/kg) Segar Kering Bahan Makanan Rata-rata (mg) Range (mg) Rata-rata (mg) Range (mg) Ikan air tawar 30 17 - 40 116 68 – 194 Ikan laut 832 163 -3180 3715 4781 - 4591 Minyak ikan 798 308 -1300 3866 1292 – 4987 Daging 50 27 - 97 - - Susu 47 35 - 56 - - Telur 93 - - - Padi-padian 47 22 - 72 65 34 – 92 Buah-buahan 18 10 – 29 154 62 – 277 Kacang-kacangan 30 23 - 36 234 23 – 245 Sayuran 29 12 - 201 385 204 – 1636 Sumber : WHO, 1996 2.3.2. Goitrogenik

Goitrogenik adalah suatu zat yang menghambat produksi atau penggunaan hormon tiroid. Keberadaan zat goitrogenik akan menjadi nyata jika terjadi kekurangan iodium (Kartono, 2004). Berdasarkan sumbernya goitrogenik terdiri dari goitrogenik alami dan goitrogenik non alami. Goitrogenik alami seperti pada singkong, rebung, kol, ubi jalar, buncis besar, kacang-kacangan, bawang merah dan bawang putih. Sedangkan yang non alami seperti bahan polutan akibat kelebihan pupuk urea, pestisida dan bakteri coli (Thaha, 2002).

Berdasarkan mekanisme kerjanya zat goitrogenik alami dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu : 1) kelompok tiosianat atau senyawa mirip tiosianat bekerja menghambat mekanisme transport aktif iodium ke dalam kelenjar tiroid. Bahan makanan yang kaya sumber tiosianat antara lain ubi kayu, hasil olah ubi kayu, lobak, kol, rebung, ubi jalar dan buncis besar, 2) kelompok tioure bekerja

menghambat prosesorganifikasi iodium dan penggabungan iodotirosin dalam pembentukan hormon tiroid aktif. Bahan makanan yang mengandung tiourea seperti sorgum, kacang-kacangan, kacang tanah, bawang merah, dan bawang putih.

Bahan makanan goitrogen yang populer dan banyak dikonsumsi di banyak negara berkembang adalah singkong. Kadar sianida dalam singkong bervariasi sekitar 70 mg-400 mg/kg. Bila kadar sianida singkong sekitar 400 mg/kg, singkong itu disebut singkong pahit, sedang bila 70 mg/kg disebut singkong manis. Menurut FAO/WHO batas aman sianida adalah 10 mg/kg berat kering (Murdiana,2001). Bahan makanan lain yang mengandung goitrogenik adalah kol, kedelai mentah (Setiadi,1980).

Salah satu jenis goitrogenik ini adalah golongan tiosianat (SCN) Goitrogenik tiosianat berasal dari prekusor tiosianat yaitu sianogenik glikosida, sianohidrin dan asam sianida (sianida bebas). Perubahan sianida menjadi tiosianat terjadi ketika bahan makanan goitrogen dicerna dengan bantuan enzim glikosidase serta enzim sulfur transferase. Tiosianat merupakan hasil detoksifikasi sianida makanan di dalam tubuh yang diekskresikan dalam urin.

Murdiana, dkk (2001) melakukan penelitian untuk mengurangi kadar goitrogenik jenis tiosianat di daerah gondok endemik yaitu Pundong Yogyakarta dan Srumbung Magelang. Rata-rata kadar sianida bahan makanan mentah bekisar 2 – 18 mg/100 gram bahan mentah. Setelah dilakukan pengolahan pada jenis sayuran dengan cara rebus dan tumis kadar sianida masih berkisar 50 %. Sedangkan pada umbi- umbian setelah direbus berkisar 2 – 38 % dan bila ditumis masih berkisar 40 – 70 %.

Selain cara diatas penurunan kadar sianida juga bisa dilakukan dengan fermentasi dan perendaman. Kadar sianida pada bahan makanan disajikan pada tabel 2.

Tabel 2.2 Kadar sianida (CN) dalam sayuran dan umbi-umbian dengan berbagai cara Pengolahan (mg/100 gr bahan)

Kadar Cianida

No Nama Bahan

Mentah Rebus Tumis

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Bayam Bunga kol Sawi hijau Cabe hijau

Daun kacang panjang Daun bawang merah Daun bawang bakung Daun melinjo Daun singkong Daun pepaya Jagung muda Kulit tangkil Kol Kangkung Koro Sawi putih Seledri Buncis Gambas Pare Slada air Terong ungu Ubi Singkong Ganyong Gatot Talas 3,84 5,64 2,52 3,99 9,32 5,45 8,47 12,97 1,64 9,18 5,89 19,58 12,09 6,85 2,54 4,75 3,66 6,42 5,11 6,15 18,54 4,09 3,88 7,8 5,58 5,22 4,68 1,87 4,50 0,41 0,62 0,0 2,24 5,40 6,67 0,0 0,0 0,73 14,90 3,95 0,0 1,35 1,96 0,0 3,70 0,0 0,37 6,74 1,09 1,04 0,20 1,75 2,02 0,37 0,65 4,03 2,41 0,55 0,78 3,33 8,09 7,83 0,90 8,69 3,54 14,90 4,28 0,97 0,67 0,36 3,27 2,11 0,0 2,99 8,58 3,56 2,80 1,38 2,28 2,57 2,54

Sumber : Murdiana dan Sukati (2001) : PGM, Kadar Sianida dalam sayuran dan umbi-umbian di daerah GAKI.

2.3.3. Hubungan Goitrogenik dengan GAKI

Goitrogenik pada umumnya berperan sebagai penghambat transpor aktif ion iodida (I) ke dalam kelenjar tiroid sehingga menghambat fungsi tiroid. Salah satu jenis goitrogenik ini adalah golongan tiosianat (SCN). Tiosianat ini akan berkompetisi dengan iodida ketika memasuki sel tiroid karena volume molekul dan muatannya sama. Tiosianat masuk ke dalam darah dan membentuk ion-ion goitrogen dan akan mengikat ion-ion iodium. Akibatnya iodida yang akan digunakan untuk pembentukan hormon-hormon mono (T1) dan diiodothyronine (T2) sebagai precursor hormon triiodothyronine (T3) dan tyroksin (T4) berkurang, sehingga pembentukan hormon T3 dan T4 akan menurun. Karena iodium kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan, untuk memenuhi kebutuhan hormon maka kelenjar tiroid akan bekerja keras, mengakibatkan sel-sel akan membesar dan secara visual leher akan membesar yang disebut dengan GAKI

Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan goitrogenik yaitu di Nigeria Timur dan Ubangi Zaire Barat yang makanan pokoknya adalah singkong diperoleh hasil terjadi peningkatan kadar tiosianat serum dan urine. Hasil percobaan pada tikus dan kelinci yang diberi singkong dan kol, terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan penurunan kadar monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) dalam darah.(Setiadi, 1980).

Van der Laan menemukan efek tiosianat terhadap kelenjar tiroid bahwa tiosianat menghambat uptake iodium oleh kelenjar tiroid dan mempercepat

pengeluaran iodida dari kelenjar tiroid. Jika kadar tiosianat darah melebihi 1 mg %, maka akan terjadi hambatan pompa iodium (iodine pump) pada intake iodium yang normal, sedangkan pada kadar tiosianat darah yang lebih tinggi lagi akan terjadi pula penghambatan pembentukan MIT, DIT, T3 dan T4.

Aritonang (2000) melakukan penelitian di Kabupaten Dairi yang TGR nya tinggi diperoleh hasil bahwa bahan makanan yang sering dikonsumsi adalah ubi kayu, daun singkong, kol. Beberapa penelitian bahan makanan ini bisa menyebabkan pembesaran kelenjar gondok. Bourdouk, dkk (1980) melakukan penelitian di Ubangi Zaire Barat Laut yang makanan pokoknya adalah singkong, terjadi peningkatan kadar tiosianat serum dan urine tetapi bila singkong diganti beras maka akan terjadi penurunan kadar tiosianat serum dan urine (Setiadi, 1980).

Zaleha, et al. (1996) cit Ali (1999) melakukan penelitian di Malaysia dengan pemberian pucuk ubi kayu rebus selama dua minggu, terjadi perubahan fungsi hormon tiroksin dan triiodotironin. Chesney menemukan bahwa kelinci yang diberi kol selama beberapa bulan menunjukkan pembesaran kelenjar tiroid ( Setiadi, 1980).

Hubungan metabolisme iodium, goitrogenik dengan status GAKI digambarkan di bawah ini :

DIIT Gastrointestinal : Tiosianat IODIUM (I) IODIDA (I−) (SCN−) rendah Transpor Iodium MIT DIT Tiroglobulin T3 T4 THYROID : I− rendah Kandungan iodium intratiroid rendah Meningkatkan TSH Serum Menurunkan sekresi T4

Fungsi thyroid menurun

Terjadi gondok, hipotiroidism, kretinisme, gangguan pertumbuhan Sumber : Ganong (1999), Greenspan (2000), Gand (1980), WHO (1996)

2.3.4. Dampak GAKI

Kekurangan iodium yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid. Sintesa hormon tiroid berkurang, akan menguras cadangan iodium serta mengurangi produksi tiroksin (T4 dan T3) bebas dalam plasma darah berkurang. Pengurangan produksi T4 dan T3 didalam darah memicu sekresi Tiroid Stimulating Hormon (TSH) yang selanjutnya menyebabkan kelenjar tiroid bekerja lebih giat, sehingga secara perlahan kelenjar ini membesar (hiperplasi) disebut gondok. Kekurangan yodium yang berlangsung lama pada masa kehamilan dapat menyebabkan abortus, lahir mati, cacat bawaan, gangguan perkembangan otak, melahirkan anak kretin dengan gejala gangguan pertumbuhan badan, cebol, perkembangan mental terganggu, perut buncit karena tonus abdominal yang kurang, lidahnya besar. Demikian juga jika terjadi kekurangan yodium pada anak dan remaja dapat menyebabkan gondok, hipotiroidisme, gangguan fungsi mental, pertumbuhan terhambat (Hetzel, 1996).

Kretin merupakan dampak terberat pada anak yang timbul manakala asupan yodium kurang dari 25

μ

g/hari dan berlangsung lama. Kretin ditandai dengan keterbelakangan mental disertai : a) satu atau lebih kelainan saraf seperti gangguan pendengaran, gangguan bicara, serta gangguan sikap tubuh dalam berdiri dan berjalan; atau b) gangguan pertumbuhan/cebol (Djokomoelyanto, 1996). Kretin dapat diderita oleh anak-anak dalam usia akil baliq (0 – 12 tahun ), dan tinggal di daerah endemik gondok; atau anak yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan yodium.

Makin muda usia anak makin rentan terhadap kretin jika menderita hipotiroid. Adanya satu saja penderita kretin di salah satu wilayah merupakan indikator beratnya masalah GAKY, dan dapat diasumsikan pada wilayah tersebut kualitas SDM rendah (Depkes, 2003).

Pengaruh defisiensi/kekurangan yodium nyata sekali terlihat pada perkembangan otak selama pertumbuhan berlangsung dengan cepat, yaitu masa janin, bayi, dan balita. Bila kekurangan yodium terjadi pada anak dan remaja akan menyebabkan pertumbuhan terhambat, ditandai dengan tubuh pendek/stunted. Pada saat baru masuk sekolah anak terlihat pendek (Sediaoetama, 2004). Dampak yang ditimbulkan GAKI cukup luas mulai pada masa janin sampai dewasa. Spektrum GAKI menurut WHO (2001), adalah sebagai berikut :

1. Bila kekurangan yodium terjadi pada janin, maka dampak kemungkinan yang terjadi: abortus, lahir mati, cacat bawaan, kematian, perinatal, kematian bayi, kretin neurologi (keterbelakangan mental, bisu tuli, mata juling, lumpuh spastic pada kedua tungkai), kretin myxoedematus (keterbelakangan mental, cebolan), hambatan psikomotor.

2. Bila kekurangan yodium terjadi pada neonatal, maka dampak kemungkinan yang terjadi : gondok neonatus, hipotiroidisme neonatus, penurunan IQ.

3. Bila kekurangan yodium terjadi pada anak dan remaja, maka dampak kemungkinan yang terjadi : gondok, hypotiroid (juvenile hipotiroidisme), gangguan fungsi mental, pertumbuhan terhambat.

4. Bila kekurangan yodium terjadi pada dewasa, maka dampak kemungkinan yang terjadi : gondok dan komplikasinya, hipotiroidisme, gangguan fungsi mental, Iodine Induced Hipotiroidism (IIH). Pada tingkat ringan kekurangan iodium akan berakibat menurunnya produktivitas, libido, kesuburan dan immunitas. 5. Bila kekurangan yodium terjadi pada semua umur, maka dampak yang terjadi

adalah : Gondok, Hypothyroidisme, gangguan fungsi mental dan pertumbuhan, bertambahnya kerentanan terhadap radiasi nuklir.

2.3.5. Endemisitas GAKI

Tingkat endemisitas GAKI memengaruhi defisiensi iodium. Suatu daerah disebut daerah endemik kekurangan iodium bila tanah dan airnya sangat kekurangan iodium. Daerah-daerah pegunungan merupakan daerah endemik GAKI. Hal ini terjadi karena daerah-daerah ini sering mengalami kekurangan iodium disebabkan sering terjadinya erosi, banjir, hujan lebat yang membawa yodium hanyut ke laut. Akibatnya tanah, air, tanaman dan binatang yang hidup di wilayah tersebut sedikit mengandung yodium sehingga penduduk yang tinggal di daerah endemik ini berisiko mengalami kekurangan iodium jika hanya tergantung pada hasil tanaman daerah tersebut (Hetzel, 1996).

Indikator yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat endemisitas GAKI pada suatu daerah adalah TGR. Menurut WHO (2001) apabila di suatu daerah ditemukan jumlah penderita gondok/TGR ≥ 5% dari jumlah penduduk, maka daerah tersebut disebut daerah endemis. Kriteria epidemiologis untuk menilai endemisitas

GAKI suatu daerah berdasarkan indikator TGR adalah non endemis jika TGR < 5% ; endemis ringan jika TGR 5,0 – 19,9 % ; endemis sedang jika TGR 20,0 – 29,9% ; dan endemis berat jika TGR ≥ 30 %.

Daerah endemis GAKI masih banyak di Indonesia. Dari 28 Propinsi ,7 propinsi (25%) merupakan daerah non endemis, 17 propinsi (60,8%) endemis ringan, 2 propinsi (&,1%) endemis sedang, dan 2 propinsi (7,1%) endemis berat. Dari 342 Kabupaten/kota 148(43,3%) Kabupaten non endemis, 122 (35,7%) Kabupaten endemis ringan, 42(12,2%) endemis sedang, dan 30 (8,8%) endemis berat.

2.3.6. Upaya Penanggulangan GAKI

Di Indonesia upaya penanggulangan GAKI sudah dilakukan sejak tahun 1970-an berupa program “Iodisasi garam”. Iodisasi garam merupakan strategi jangka panjang, yaitu fortifikasi garam dengan KIO3, tujuannya semua garam konsumsi harus mengandung iodium minimal 30 – 80 ppm Kalium Yodat tersedia di pasar/masyarakat. Program garam beryodium ini bertujuan Universal Salt Iodisation (USI) di mana 90 % masyarakat mengkonsumsi garam mengandung cukup yodium (30 ppm).

Program jangka panjang lainnya adalah Komunikasi Informasi Edukasi (KIE), merupakan strategi memberdayakan masyarakat dan seluruh komponen terkait agar satu visi dan misi untuk menanggulangi GAKI melalui kegiatan pemasyarakatan informasi, advokasi, pendidikan / penyuluhan tentang ancaman GAKI bagi kualitas SDM, pentingnya mengkonsumsi garam beryodium, loew inforcement dan sosial

inforcement, hak memperoleh kapsul iodium bagi daerah endemik, dan penganeka ragaman konsumsi pangan (Depkes, 2004).

Tahun 1980 dilakukan program pengobatan dengan suntikan “lipiodol”. Pada tahun 1990-an suntikan ini diganti dengan suplemen “kapsul minyak beryodium”, dengan sasaran khusus ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur, dan anak sekolah didaerah rawan GAKI. Pemberian kapsul minyak beryodium merupakan strategi jangka pendek untuk penanggulangan GAKI. Program ini dilakukan dalam rangka mempercepat perbaikan status iodium masyarakat khususnya daerah endemik sedang dan berat pada kelompok rawan. Kapsul minyak beryodium 200 mg diberikan pada kelompok sasaran wanita usia subur 2 kapsul/tahun ; 1 kapsul pertahun untuk ibu hamil, ibu meneteki, dan anak SD/MI (Depkes, 2000).

Sejak tahun 1997 dilakukan program penanggulangan GAKI secara intensif yang dibiayai oleh Bank Dunia melalui Proyek Intensifikasi Penanggulangan GAKI (IP-GAKI) yaitu iodisasi garam, pemberian kapsul minyak beryodium, komunikasi informasi edukasi (KIE), Monitoring dan Evaluasi. Namun masalah GAKI belum dapat dikatakan tuntas, karena secara nasional TGR masih di atas 5 % yaitu 11 % (sesuai ketentuan WHO, GAKI tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat apabila TGR dalam populasi < 5 % ) (Depkes, 2003)

Hasil yang dicapai dalam program yodisasi garam menurut survey GAKI tahun 2003 adalah proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam mengandung cukup yodium baru 61,4 % ; cakupan distribusi kapsul beryodium pada wanita usia subur (WUS) di daerah endemik sedang dan berat masih rendah (33%) dan pada anak

sekolah di daerah endemis berat juga rendah (48%). Jumlah produsen garam beryodium tahun 2003 sebanyak 376 tetapi baru 236 produsen yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) (Depkes, 2003).

Dokumen terkait