• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suatu populasi dapat tumbuh mencapai batas kemampuan habitat pendukungnya. Di luar batas daya dukungnya faktor-faktor habitat bertindak sebagai suatu mekanisme umpan balik negatif. Pada mekanisme ini berlangsung kekuatan negatif habitat yaitu dengan mengurangi jumlah individu-individu yang tidak mampu bertahan hidup atau dengan mengurangi jumlah kelahiran. Jika populasi yang menurun sampai tingkat tertentu, sesuai dengan daya dukung

habitat yang inheren dengan reproduksi maka umpan balik positif berperan kembali. Mekanisme ini berlangsung terus menerus membentuk suatu siklus yang tidak seragam. Populasi cenderung dipertahankan dalam bentuk

homeoststis atau keseimbangan di habitat mereka. Jika terjadi gangguan, itu ditimbulkan oleh manusia (Ali kodra, 1990).

Menurut Primack (1998) aktifitas manusia yang menyebabkan kepunahan adalah kegiatan perburuan dan perusakan habitat melalui pembakaran dan pembukaan hutan. Secara rinci aktifitas manusia yang mengancam keanakaragaman hayati antara lain: 1) Perusakan habitat, 2) Fragmentasi habitat, 3) Gangguan habitat, 4) Penggunaan spesies oleh manusia secara berlebihan, 5) Introduksi spesies eksotik, dan 6) Penyebaran penyakit.

Berbagai jenis gangguan habitat banyak terjadi di koridor. Berupa penebangan ilegal, perkebunan dalam kawasan, pembuatan jalan dalam kawasan dan perburuan. Berikut ini uraian tentang jenis-jenis gangguan dan daftar gangguan disajikan dalam Tabel 11.

1. Perusakan Habitat

Bentuk pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu secara ilegal tidak hanya sebatas gangguan habitat saja tetapi sudah mengancam keberadaan koridor itu sendiri. Selain pengambilan kayu bakar dan pakan ternak bentuk pemanfaatan lain seperti dalam tabel dibawah merupakan aktifitas yang bertujuan komersil. Untuk non komersil dilakukan oleh penduduk sekitar koridor (Cigarehong, Pada Jaya, Cisurupan, Cimapag dan Pasir Pari). Perusakan hutan untuk tujuan komersil sudah melibatkan pemodal dari luar kawasan.

Penebangan liar menyebabkan kerusakan besar di kawasan. Penebangan liar untuk satu lokasi penebangan minimal volume kayu yang ditebang 3 m3 ini juga hanya sekali ditemukan. Rata-rata volume tebang 7 m3 volume terbesar yang pernah tercatat oleh petugas 15 m3. Jumlah pohon yang ditebang rata-rata untuk satu lokasi tebang 4 pohon dengan rata-rata diameter 61 cm rentang diameter terkecil 20 cm dan diameter terbesar 120 cm. Catatan yang ada pada kader konservasi ini underestimate sebab catatan ini di peroleh saat kader memandu pengunjung di lapangan, tidak ada aktivitas khusus pendataan kerusakan oleh penebang liar. Faktual di lapangan selama pengamatan kalau tidak mendengar orang menebang yang dijumpai adalah pohon yang sudah roboh, dalam proses bucking atau siap angkut.

Gambar 11. Penebangan pohon secara ilegal di koridor

Pengambilan akar dan batang pakis di koridor sudah tergolong aktifitas perusakan habitat. Pakis diambil akar dan batangnya dengan cara digali higga kedalaman ± 40 cm. Lokasi pengambilan tidak hanya di punggungan bukit tetapi sampai pada daerah kiri kanan aliran sungai di lembah. Selama pengamatan satwa di lapangan banyak dijumpai bongkaran-bongkaran tanah bekas pengambilan pakis. Pakis yang telah diambil dari hutan dikumpulkan di jalan perkebunan di sebelah pinggir selatan koridor untuk menunggu pengangkutan. Pengangkutan dilakukan setiap bulan dua kali dengan volume angkut 5-10 m3.

Kegiatan perkebunan dilakukan di koridor bagian timur (di antara jalan potong di tengah dan Gunung Salak). Jenis tanaman yang ditanam antara lain pisang, kacang panjang, singkong, jagung, cabe dan kopi. Untuk tanaman kopi diperkirakan sudah lebih dari lima tahun karena tanaman ini terlihat sudah tua dan menurut keterangan kader tanaman ini sudah bebuah berkali-kali. Terjadinya penggunaan areal koridor untuk pertanian diduga disebabkan pengawasan yang lemah dari pihak Taman Nasional. Pendugaan ini berbeda dengan pendugaan yang dilakukan oleh Cahyadi (2003). Menurut Cahyadi (2003), aktivitas pertanian ini disebabkan oleh pandangan masyarakat sekitar yang melihat kawasan koridor berupa semak belukar dipandang sebagai lahan tidur. Pendugaan tersebut tidak mungkin terjadi karena masyarakat sebagian besar mengetahui bahwa kawasan koridor itu bagian dari wilayah TN. Gunung Halimun, untuk masuk aja harus ada perijinan dan ada sanksi terhadap upaya pemanfaatan sumberdaya di dalamnya secara ilegal.

2. Fragmentasi Koridor

Shufer (1990) dalam Primack (1998) membuat devinisi fragmentasi habitat sebagai berikut, fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat

yang luas di perkecil atau dibagi menjadi dua atau lebih fragmen. Perusakan habitat yang meninggalkan fragmen-fragmen adakalanya terisolasi oleh daerah- daerah yang rusak dan mengalami degradasi. Habitat yang terfragmen berbeda dengan habitat asal dalam dua hal, memiliki daerah tepi yang luas dari habitat asal dan daerah tengah pusat dekat dengan daerah tepi. Ancaman fragmentasi habitat terhadap keberadaan spesies antara lain: 1) Pengecilan potensi suatu spesies menyebar dan kolonisasi, 2) Penurunan kemampuan hewan dalam penyebaran yang juga mempengaruhi penyebaran tanaman tertentu, dan 3) Pengurangan daerah jelajah hewan asli.

Fragmentasi koridor terjadi di tengah kawasan. Fragmentasi berupa jalan penghubung antara Kec. Leuwiliang dan Kec. Cipeteuy. Jalan ini memiliki lebar 3 m yang praktis memotong rangkaian tajuk untuk perpindahan primata. Jalan ini selalu ramai hingga mengganggu mobilitas primata. Fragmentasi ini diperlebar oleh kegiatan penebangan liar untuk mengambil kayu komersil dan pembukaan areal untuk pertanian. Fragmentasi jalan di koridor dapat di lihat pada gambar 11. Selain jalan tengah kawasan fragmentasi terjadi di bagian tepi barat dan tepi timur koridor. Fragmentasi ini disebabkan oleh jalan setapak yang menghubungkan kampung sebelah selatan dengan kampung sebelah utara koridor. Jalan setapak masing-masing memiliki lebar 1,5 m. Jalan ini praktis memotong kontinuitas tajuk antara koridor dengan habitat Gunung Salak dan habitat Gunung Halimun. Jalan ini digunakan setiap hari oleh masyarakat untuk bepergian antar kampung sebelah utara dan selatan koridor.

Setiap jenis satwa liar mempunyai reaksi yang berbeda terhadap penebangan dan diskontinuitas tajuk. Penebangan terbatas dapat menstimulasi pertumbuhan rumput dan semak yang disukai rusa sehinga populasi rusa dapat berkembang biak dengan baik. Tetapi untuk jenis yang memerlukan pohon yang besar untuk bersarang maupun bergerak seperti owa jawa dapat terganggu (Alikodra, 1993). Penebangan pohon di koridor memberi ruang tumbuh bagi rumput dan semak-semak yang mendukung kehidupan muntjak dan kancil. Jenis-jenis satwa yang tefragmen habitatnya di koridor adalah owa jawa dan macan tutul, hanya dijumpai di tepi barat dan timur koridor.

Menurut Marsh et al. (1987) dalam Alikodra (1993) menyatakan bahwa pengaruh eksploitasi hutan terhadap primata dapat disebabkan 3 hal:

2. Rusaknya cabang yang dipergunakan untuk tempat berpindah dari satu pohon kepohon yang lain

3. Setelah penebangan regenerasi pohon sangat lambat, sehingga kondisi semula sulit terbentuk

Hasil penelitian Wilson dan Wilson (1975) dalam Alikodra (1993), setiap primata mempunyai respon yang berbeda terhadap tebang pilih. Di Kalimantan Timur M. fascicularis, P. cristata dan Tarsius bancanus relatif tidak terpengaruh oleh kegiatan tebang pilih. Menurut Marsh et al. (1987) dalam Alikodra (1993) kelompok Hylobates lar yang suaranya berkurang selama ada kegiatan eksploitasi hutan, tetapi mereka tetap mempertahankan teritorinya. Setelah eksploitasi selesai suara mereka ramai kembali.

Gambar 12. Fragmentasi dan penutupan lahan di koridor.

S

b C h di 2003 km

3. Perburuan

Untuk pemanfaatan jenis hewan di koridor ada dua cara, dengan senapan dan dengan jebakan. Perburuan dengan senapan banyak dilakukan oleh masyarakat sebelah selatan kawasan (wilayah Kec. Cipeteuy). Masyarakat sebelah utara (wilayah Kec. Leuwiliang) banyak menggunakan jerat, dan jarang sekali menyengajakan berburu karena mayoritas masyarakat utara koridor bekerja sebagai pemetik teh pada pagi hari dan bertani pada sore hari. Satwa yang menjadi target perburuan dengan senapan antara lain; jenis burung, surili, musang, babi dan muntjak. Yang termasuk perburuan dengan jebakan adalah cubluk, jaring, jerat dan memancing.

Masyarakat sekitar mengunakan cubluk untuk menjebak burung puyuh. Cubluk merupakan lubang pada tanah dengan 2 pintu. Lubang petama untuk masuknya burung puyuh dengan diameter ±10 cm tegak lurus dengan kedalaman ± 40 cm. Lubang yang kedua sebagai pintu keluar yang di buat melengkung sehingga memungkinkan puyuh untuk berjalan ke atas, terhubung dengan lubang masuk. Lubang masuk didesain sedemikian rupa agar puyuh tidak bisa naik, agar puyuh terjebak, pada lubang masuk ditutup dengan serasah. Puyuh yang sudah masuk tidak bisa keluar lewat lubang masuk dan dia akan berjalan ke pintu 2. Pada pintu dua dipagari dengan kayu yang ditancapkan ke tanah mengelilingi lubang dengan bagian atas diikat membentuk kerucut. Cubluk ini bisa dijumpai di setiap punggungan bukit di sepanjang koridor.

Untuk menangkap jenis burung tertentu masyarakat mengunakan jaring burung yang dipasang pada tempat tertentu. Lokasi disesuikan dengan keberadaan burung yang menjadi sasaran berdasarkan pengalaman di hutan. Lokasi yang biasa dipasang jaring antara lain Palahlar, Growek, Puspa, Kebon Sepuluh, Cisarua, Bepag dan Pasir Pari. Burung-burung tangkapan yang tergolong laku dijual antara lain burung hantu, cacing awi, anis dan ayam hutan. Berdasarkan informasi penduduk setempat, burung anis harganya Rp 600.000,00/ekor, burung cacing awi Rp 150.000,00/ekor dan ayam hutan Rp 300.000,00/ekor.

Tabel 11. Gangguan habitat di koridor No Jenis

kerusakan

Waktu Lokasi Sasaran 1 Penebangan

liar

Januari, 2004 Bepag temogu, pasang, batarua dan puspa

Maret, 4004 Bepag batarua

Juli, 2004 Tanah Merah batarua, pasang dan afrika

Juni, 2003 Cisarua sanninten, batarua, puspa, afrika dan damar

Mei, 2004 Cisarua bayur, afrika dan batarua

Juni,2003 Raksamala 5 raksamala,bayur, afrika, puspa dan

batarua

Mei, 2003 Cadas Bodas afrika, jirak, puspa dan capaka September,

2003

Palahlar batarua, kihiur, batur, puspa dan afrika Mei, 2004 Jalur puspa puspa dan raksamala Maret, 2003 Ciherang kiara, maja, pasang

dan puspa

tahun 2005 Pasir Tulang saninten, jirak dan afrika

Setiap waktu Cipicung akar dan batang pakis

Setiap waktu Geblegan akar dan batang pakis

Setiap waktu Cipongpok akar dan batang pakis

Setiap waktu Tanah Merah akar dan batang pakis

Setiap waktu Bepag akar dan batang pakis 2 Berkebun Desember, 2004

Muara 3 lahan seluas 800 m2 April, 2005 Legok Buluh lahan seluas 800 m2 tahun 2000-an Pada Jaya lahan seluas 600 m2

3 Jebakan setiap waktu Sepanjang

koridor

burung puyuh, babi hutan, ayam hutan 4

Memancing setiap waktu Ciherang, Cigorowek, kura-kura 5 Berburu dengan senapan setiap waktu trenggiling dan muntjak

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dijumpai dua individu macan tutul di koridor antara Gunung Halimun dan Gunung Salak. Macan tutul yang berada di koridor berasal dari habitat Gunung Salak dan Gunung Halimun. Macan tutul menggunakan koridor sebagai tempat mencari makan (feeding area). Terdapat 8 jenis satwa mangsa macan tutul di koridor antara Gunung Halimun dan Gunung Salak, surili (P. aygula aygula), lutung (T. cristatus sondaicus), babi hutan (S. scrofa), pelanduk (T. javanicus), muntjak (M. muntjak), trenggiling (M. javanica), landak jawa (H. brachyura) dan owa jawa (H. moloch).

Lutung merupakan mangsa dengan populasi terbesar di koridor. Lutung populasinya ±197 individu yang dapat dijumpai secara langsung di koridor. Populasi mangsa terbesar ke-2 surili ±111 individu .Babi hutan diduga memiliki populasi terbesar ke-3, berjumlah 85 individu tinggal di sepanjang koridor. Populasi landak 50 individu, tinggal pada daerah yang dijumpai gowa batu. Jenis yang hanya tinggal di ujung barat dan timur adalah owa jawa dengan populasi dugaan sebesar ±37 individu. Populasi trenggiling berada di wilayah yang banyak tumbuhan pakis, diduga populasi trenggiling berjumlah ±43 individu. Jenis mangsa yang diduga paling sedikit populasinya adalah muntjak dan kancil, muntjak 6 ekor dan kancil 5 ekor.

Permasalahan koridor sebagai tempat mencari makan adalah akses manusia yang begitu tinggi, yang membatasi mobilitas macan tutul untuk menangkap mangsa. Sebagai feeding area dan habitat satwa koridor sangat terganggu karena penebangan liar dan perkebunan, semak belukar meluas dan proses regenerasi pepohonan terganggu. Proses regenerasi pohon yang terganggu menyebabkan berkurangnya sumber pakan dan diskontinuitas tajuk sehingga menghambat pergerakan primata terutama owa jawa.

Dokumen terkait