• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan Pada SSA dan Cara Mengatasinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.8. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

2.8.4. Gangguan Pada SSA dan Cara Mengatasinya

Gangguan nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor matriks sampel dan faktor kimia karena adanya gangguan molekuler yang bersifat radiasi.

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion jauh berbeda dengan spektrum absorpsi atom netral yang memang akan ditentukan. Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan cara:

1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperatur yang tinggi.

2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.

3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara eksitasi (Mulja,1995).

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada November 2017 sampai Mei 2018 di Laboratorium Ilmu Dasar dan Umum, FMIPA Universitas Sumatera Utara. Analisis gugus fungsi menggunakan Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, FMIPA Universitas Gadjah Mada. Analisis logam Besi (Fe) dan Zink (Zn) menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) dilakukan di Badan Riset dan Standardisasi Industri ( BARISTAND ) Medan.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Nama Alat Merek

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-7000

Spektrofotometer FTIR Shimadzu

Batang Pengaduk

Beaker Glass Pyrex

Corong Kaca Pyrex

Gelas Ukur Pyrex

Spatula

Neraca Analitik (presisi ± 0,0001 g) Mettler Cawan Petri

Hot plate Fisher

Pipet Volume Pyrex

Labu Takar Pyrex

Pipet Tetes

Bola Karet DnG

Kertas Saring Whatmann No. 42

Botol Aquadest Magnetic bar

20

Indikator pH Universal

Pompa Injeksi One Med

Alat Kolom Botol Vial

3.2.2 Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Bahan Merek

Kitosan

NaOH pellet p.a (E.Merck)

AgNO3 (s) p.a (E.Merck)

CH3COOH glacial p.a (E.Merck)

Akuades

Larutan Standar Fe

Larutan Standar Zn

HNO3(p) p.a (E.Merck)

Air Sungai Desa Torong

3.3. Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1 Larutan Asam Asetat 1% (v/v)

Sebanyak 10 mL asam asetat glacial dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL. Kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda, lalu dihomogenkan.

3.3.2 Larutan NaOH 2 M (b/v)

Sebanyak 40 g NaOH pellet dimasukkan ke dalam Beaker glass.

Ditambahkan 500 mL akuades. Lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan NaOH 2 M.

3.3.3 Larutan AgNO3 0,5 M (b/v)

Sebanyak 21,22 g Kristal AgNO3 dimasukkan ke dalam Beaker glass.

Dilarutkan dengan akuades, dimasukkan kedalam labu takar 250 mL kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan AgNO3 0,5 M.

3.4 Pembuatan Larutan Kitosan

Sebanyak 1 g kitosan dilarutkan ke dalam larutan asetat 1 % (b/v) sebanyak 100 mL. Lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan kitosan yang kental.

3.5 Pembuatan Kitosan Perak

Larutan kitosan dimasukkan kedalam Beaker glass. Kemudian ditambahkan dengan larutan AgNO3 0,5 M dengan rasio 2:1 hingga diperoleh larutan kental.

Larutan kental kemudian dimasukkan ke dalam pompa injeksi dan diteteskan kedalam larutan NaOH 2 M sebanyak 1L hingga terbentuk butiran hitam.

Selanjutnya didiamkan selama 1 malam. Lalu disaring dan dicuci dengan akuades dan dipanaskan sampai kering hingga temperatur 80oC. Disimpan pada suhu ruang.

3.6 Preparasi Larutan Sampel

Diukur sebanyak 250 mL sampel Air Sungai Desa Torong kemudian dimasukkan ke dalam Beaker glass 500 mL, ditambahkan HNO3(p) hingga pH=3.

Diambil sebanyak 100 mL kemudian dimasukkan kedalam Beaker glass dan ditambahkan 5 mL HNO3(p). Dipanaskan perlahan diatas hotplate hingga volume 15-20 mL, kemudian ditambahkan 50 mL akuades dan dimasukkan kedalam labu takar 100 mL melalui kertas saring. Diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan diaduk hingga homogen.

3.7 Penentuan Kandungan Besi (Fe) Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Larutan sampel yang telah didestruksi, dianalisa secara kuantitatif dengan mengukur absorbansinya pada λspesifik = 248,3 nm dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

3.8 Pembuatan Larutan Standar Fe

3.8.1 Pembuatan Larutan Standar Fe 100 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan induk Fe 1000 mg/L dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

22

3.8.2 Pembuatan Larutan Standar Fe10 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan standar Fe 100 mg/L dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.8.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Fe0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; dan 1,0 mg/L Dipipet masing-masing sebanyak 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; 4,0 dan 5,0 mL larutan standar Fe 10 mg/L masing-masing dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL, ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.8.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Fe

Larutan seri standar 0,2 mg/L dibuat dengan pH tidak lebih dari 3 kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada λspesifik = 248,3 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali dan dilakukan hal yang sama dengan larutan seri standar yang lain (0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; dan 1,0 mg/L).

3.9 Penentuan Kandungan Zink (Zn) Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Larutan sampel yang telah didestruksi, dianalisa secara kuantitatif dengan mengukur absorbansinya pada λspesifik = 213,9 nm dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

3.10 Pembuatan Larutan Standar Zn

3.10.1 Pembuatan Larutan Standar Zn 100 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan induk Zn 1000 mg/L dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.10.2 Pembuatan Larutan Standar Zn 10 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan standar Zn100 mg/L dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.10.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Zn0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; dan 1,0 mg/L Dipipet masing-masing sebanyak 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; 4,0 dan 5,0 mL larutan standar Zn 10 mg/L masing-masing dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL, ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.10.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Zn

Larutan seri standar 0,2 mg/L dibuat dengan pH tidak lebih dari 3 kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada λspesifik = 213,9 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali dan dilakukan hal yang sama dengan larutan seri standar yang lain (0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; dan 1,0 mg/L).

3.11 Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Perak

Larutan sampel Air Sungai Desa Torong yang telah didestruksi dimasukkan ke dalam kolom yang telah berisi 10 g kitosan perak, didiamkan berdasarkan variasi waktu yaitu 30, 45, dan 60 menit. Kemudian dibuka tutup kolom dan ditampung dengan botol vial. Selanjutnya diuji absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom.

24

3.12 Bagan Penelitian

3.12.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.12.1.1. Larutan Asam Asetat 1%

10 mL Asam Asetat Glasial

dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dihomogenkan

Hasil

3.12.1.2. Larutan NaOH 2 M

40 g NaOH pellet

dimasukkan ke dalam beaker glass dilarutkan dengan 400 mL akuades

dihomogenkan

Hasil

dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL ditambahkan akuades hingga garis tanda

3.12.1.3. Larutan AgNO3 0,5 M

21,22 g AgNO3

dimasukkan ke dalam beaker glass dilarutkan dengan akuades

Hasil

dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dihomogenkan

3.12.2 Pembuatan Larutan Kitosan

100 mL Larutan Asam Asetat 1 %

ditambahkan 1 g kitosan diaduk hingga homogen

Hasil

26

3.12.3 Pembuatan Kitosan Perak

1 g Kitosan

dimasukkan ke dalam beaker glass ditambahkan 100 mL Asam Asetat 1 %

Hasil

Larutan Kitosan

dimasukkan larutan kitosan dan larutan AgNO3 secara bersamaan kedalam beaker glass dengan rasio 2:1

Gel

dimasukkan ke dalam pompa injeksi

diteteskan ke dalam larutan NaOH 2 M hingga terbentuk butiran hitam didiamkan selama 1 malam

dicuci dengan akuades hingga netral disaring

dipanaskan sampai kering pada temperatur 80oC

3.12.4 Penentuan Kurva Kalibrasi Besi (Fe)

Larutan Blanko Besi (Fe) 0,00 mg/L

Diatur pH ±3

Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang 248,3 nm dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom

Hasil

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama untuk larutan seri standar besi (Fe) 0,2;

0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg/L

3.12.5 Preparasi dan Penentuan Kadar Logam Besi (Fe) pada Sampel

250 mL Sampel Air Sungai Torong

dimasukkan ke dalam beaker glass 500 mL ditambahkan HNO3 (p) hingga pH = 3

Hasil

100 mL Sampel Air Sungai Torong

dimasukkan kedalam beaker glass 250 mL ditambahkan 5 mL HNO3 (p)

dipanaskan perlahan diatas hotplate hingga sisa volume 15 mL

ditambahkan 50 mL akuades

dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL melalui kertas saring

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda diaduk sampai homogen

diukur absorbansinya dengan SSA pada panjang gelombang 248,3 nm

28

3.12.6 Penentuan Kurva Kalibrasi Zink (Zn)

Larutan Blanko Zink (Zn) 0,00 mg/L

Diatur pH ±3

Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang 213,9 nm dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom

Hasil

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama untuk larutan seri standar zink (Zn) 0,2;

0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg/L

3.12.7 Preparasi dan Penentuan Kadar Logam Zink (Zn) pada Sampel

250 mL Sampel Air Sungai Torong

dimasukkan ke dalam beaker glass 500 mL ditambahkan HNO3 (p) hingga pH = 3

Hasil

100 mL Sampel Air Sungai Torong

dimasukkan kedalam beaker glass 250 mL ditambahkan 5 mL HNO3 (p)

dipanaskan perlahan diatas hotplate hingga sisa volume 15 mL

ditambahkan 50 mL akuades

dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL melalui kertas saring

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda diaduk sampai homogen

diukur absorbansinya dengan SSA pada panjang gelombang 213,9 nm

3.12.8 Penentuan Waktu Kontak Optimum Pada Kitosan Perak

Sampel Air Sungai Torong

dirangkai alat kolom dengan statif dan klem dimasukkan 10 g kitosan perak ke dalam kolom

Hasil

Hasil Rendaman Kitosan

dibuka bagian tutup bawah kolom

dimasukkan 50 mL larutan sampel air Sungai Torong didiamkan selama variasi waktu 30, 45 dan 60 menit

ditampung berdasarkan variasi waktu 30, 45, dan 60 menit dengan menggunakan botol vial

diukur absorbansinya pada panjang gelombang 248,3 nm dengan menggunakan SSA

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama untuk logam zink (Zn) pada panjang gelombang 213,9 nm

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Absorbansi Larutan Standar Besi (Fe)

Data absorbansi untuk larutan standar Besi (Fe) dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1. Data Absorbansi Larutan Standar Besi (Fe)

No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-rata

1 0,0 0,0000

Kondisi alat spektrofotometer AA-7000 untuk absorbansi ion logam Fe dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2. Kondisi Alat Spektrofotometer AA-7000 pada Absorbansi Fe

No Parameter Logam Fe

Kecepatan Aliran Gas Pembakar (L/min) Kecepatan Aliran Udara (L/min)

Flame

4.1.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi untuk Larutan Standar Fe

Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Fe diplotkan terhadap konsenterasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Fe

Persamaan garis regresi ini diturunkan dengan metode Least Square, dimana konsenterasi dari larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan absorbansi dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3. Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi Logam Fe Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Fe

No Xi Yi

1 0,0 0,0000 -0,5 -0,0548 0,25 0,003003 0,027400 2 0,2 0,0264 -0,3 -0,0284 0,09 0,000806 0,008520 3 0,4 0,0438 -0,1 -0,0110 0,01 0,000121 0,001100 4 0,6 0,0620 0,1 0,0072 0,01 0,000051 0,000720 5 0,8 0,0874 0,3 0,0326 0,09 0,001062 0,009780 6 1,0 0,1092 0,5 0,0544 0,25 0,002959 0,027200 Ʃ 3,0 0,3288 0,0 0,0000 0,70 0,008002 0,074720

32

Dari persamaan garis regresi dengan metode Least Square tersebut dapat diperoleh nilai konsentrasi rata-rata ( dan nilai absorbansi rata-rata ( dengan persamaan berikut :

Penurunan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

Dimana a = slope b = intercept

Harga Slope dan intercept dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :

Maka Persamaan Garis Regresi adalah :

4.1.2. Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

4.2. Data Absorbansi Larutan Standar Zink (Zn)

Data absorbansi untuk larutan standar Zink (Zn) dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini :

Tabel 4.4 Data Absorbansi Larutan Standar Zink (Zn)

No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-rata

1 0,0 0,0000

Kondisi alat spektrofotometer AA-7000 untuk absorbansi logam Zn dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini:

Tabel 4.5 Kondisi Alat Spektrofotometer AA-7000 pada Absorbansi Zn

No Parameter Logam Zn

Kecepatan Aliran Gas Pembakar (L/min) Kecepatan Aliran Udara (L/min)

Flame

34

4.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi untuk Larutan Standar Zn

Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Zndiplotkan terhadap konsenterasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar 4.2. berikut ini:

Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Zn

Persamaan garis regresi ini diturunkan dengan metode Least Square, dimana konsenterasi dari larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan absorbansi dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi Logam Zn Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Zn

No Xi Yi

1 0,0 0,0000 -0,5 -0,3241 0,25 0,105040 0,162050 2 0,2 0,1508 -0,3 -0,1733 0,09 0,030032 0,051990 3 0,4 0,2779 -0,1 -0,0462 0,01 0,002134 0,004620 4 0,6 0,4109 0,1 0,0868 0,01 0,007534 0,008680 5 0,8 0,5118 0,3 0,1877 0,09 0,035231 0,056310 6 1,0 0,5932 0,5 0,2691 0,25 0,072414 0,134550 Ʃ 3,0 1,9446 0,0 0,0000 0,70 0,252385 0,418200

Dari persamaan garis regresi dengan metode Least Square tersebut dapat diperoleh nilai konsentrasi rata-rata ( dan nilai absorbansi rata-rata ( dengan persamaan berikut :

Penurunan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

Dimana a = slope b = intercept

Harga Slope dan intercept dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :

Maka Persamaan Garis Regresi adalah :

4.2.2. Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

36

4.3. Data Persentase Penurunan Kadar Logam dalam larutan (Penentuan Persen (%) Adsorpsi)

Persentase penurunan kadar logam dalam larutan sebelum dan setelah di adsorpsi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

% Adsorpsi = x 100%

4.3.1. Penentuan Persen Adsorpsi Logam Fe

Dari data hasil pengukuran yang terdapat pada tabel 4.7 maka penentuan % adsorpsi untuk waktu kontak optimum dengan kitosan perak adalah:

% Adsorpsi = x 100%= 82,154 %

Tabel 4.7. Data Penurunan Kadar Logam Fe dan Persentase Adsorpsi Berdasarkan Variasi Waktu

Waktu Kontak (Menit)

Konsentrasi (mg/L)

Konsentrasi yang terserap

(mg/L)

Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Sebelum

Penambahan

Setelah Penambahan

30 1,5175 0,5212 0,9963 65,654

45 1,5175 0,2708 1,2467 82,154

60 1,5175 0,4436 1,0739 70,767

4.3.2. Penentuan Persen Adsorpsi Logam Zn

Dari data hasil pengukuran yang terdapat pada tabel 4.8 maka penentuan % adsorpsi untuk waktu kontak optimum dengan kitosan perak adalah:

% Adsorpsi = x 100%= 84,871 %

Tabel 4.8. Data Penurunan Kadar Logam Zn dan Persentase Adsorpsi Berdasarkan Variasi Waktu

Waktu Kontak (Menit)

Konsentrasi (mg/L)

Konsentrasi yang terserap

(mg/L)

Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Sebelum

Penambahan

Setelah Penambahan

30 0,7218 0,3454 0,3764 52,147

45 0,7218 0,1092 0,6126 84,871

60 0,7218 0,2159 0,5059 70,088

4.4. Data FT-IR

4.4.1. Data FT-IR Kitosan Komersial

Spektrum dan data FT-IR pada kitosan komersial dapat dilihat pada gambar 4.3 dan tabel 4.9 berikut:

Gambar 4.3. Spektrum FT-IR Kitosan Komersial

38

Tabel 4.9. Data Spektrum FT-IR Kitosan Komersial

Bilangan Gelombang ( cm-1) Gugus Fungsi 3410,15

2924,09

O-H tumpang tindih dengan N-H C-H

1651,07 C=O

1597,06 N-H

1427,32 C=C

1381,03 C-N

1072,42 C-O

(Sorrell, 1998)

4.4.2. Data FT-IR Kitosan Perak

Spektrum dan data FT-IR pada kitosan perak dapat dilihat pada gambar 4.4 dan tabel 4.10 berikut:

Gambar 4.4. Spektrum FT-IR Kitosan Perak

Tabel 4.10. Data Spektrum FT-IR Kitosan Perak

Bilangan Gelombang ( cm-1) Gugus Fungsi 3448,72

2924,09

O-H tumpang tindih denganN-H C-H

4.5.1. Reaksi Kitosan Komersial menjadi Kitosan Perak

Mekanisme reaksi kitosan komersial menjadi kitosan perak dapat dilihat pada gambar 4.5. dibawah ini:

O

Kitosan Perak (Ag2O)

Gambar 4.5. Reaksi Kitosan Komersial Menjadi Kitosan Perak (Junaidi, dkk. 2013).

40

4.5.2. Reaksi Kitosan Perak dengan Ion Logam Fe 2+ dan Zn 2+

Mekanisme reaksi kitosan perak dengan ion logam Fe 2+ dan Zn 2+ dapat dilihat pada gambar 4.6. dibawah ini:

O

4.6.1. Analisa Spektrum FT-IR

Analisa dengan spektroskopi FT-IR ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai perubahan gugus yang mengidentifikasi adanya interaksi secara kimia.

Berdasarkan tabel 4.9 dan 4.10 serta gambar spektrum pada (gambar 4.3 dan 4.4) menunjukkan Spektrum infra merah dari kitosan komersial dan kitosan perak tidak terjadi perubahan ikatan pada gugus fungsi kitosan, yang terjadi hanya perubahan pada bentuk fisiknya saja. Hal ini dikarenakan pada pembuatan kitosan digunakan asam asetat yang berfungsi untuk melarutkan dan meningkatkan viskositas larutan kitosan dan NaOH 2 M yang berfungsi pembentuk gel, adapun perbedaan lain yang dapat dilihat berdasarkan perubahan nilai transmitasi yang menunjukkan kuantitas dari gugus tersebut.

Berdasarkan gambar 4.3 dan tabel 4.9 menampilkan spektrum FT-IR dari kitosan komersial. Pada spektrum ini terdapat gugus O-H dengan panjang gelombang 3410,15 cm-1 dengan tampilan pita yang tajam dan lebar. Pada daerah panjang gelombang ini, seharusnya juga memunculkan pita untuk gugus N-H dari struktur kitosan komersial, akan tetapi tidak terlihat karena bertumpang tindih dengan uluran pita dari gugus O-H. Keberadaan gugus N-H juga bisa kita perhatikan dari tekukan yang terdapat pada panjang gelombang 1597,06 cm-1 yang menandakan adanya gugus N-H bending. Pada panjang gelombang 1427,32 cm-1 menunjukkan adanya gugus-gugus alkana sekunder –CH2- (bending).

Pada pembentukan kitosan perak, data FT-IR dan spektrumnya dapat diamati pada gambar 4.4 dan tabel 4.10. Serapan pada bilangan gelombang 3500-3100 cm-1 tidak terdapat puncak yang spesifik karena pada daerah ini terdapat uluran yang bertumpang tindih antara gugus O-H dan gugus N-H yang memiliki daerah pergeseran yang lebih lebar dikarenakan atom N pada gugus N-H telah terikat dengan perak. Uluran N-H yang telah terikat dengan perak juga dapat diperjelas dengan adanya tekukan yang mengalami pergeseran ke bilangan gelombang yang lebih kecil yaitu 1597,06 cm-1 menjadi 1527,62 cm-1 akibat besarnya masa tereduksi dan mengikat senyawa kompleks.

4.6.2. Adsorpsi Ion Logam Besi (Fe2+) dan Zink (Zn2+) dengan Kitosan Perak Berdasarkan Waktu Kontak Optimum

Penentuan kadar logam Besi (Fe) dan Zink (Zn) dalam larutan sampel air Sungai Torong sebelum dan setelah penambahan kitosan perak dengan menentukan waktu kontak optimum dilakukan dengan mengukur nilai absorbansi dan konsentrasi menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.

Dari hasil penelitian bahwa persentase (%) penurunan konsentrasi ion Besi (Fe2+) pada larutan sampel air Sungai Torong sebelum penambahan kitosan perak memiliki konsentrasi 1,5175 mg/L dan setelah penambahan kitosan perak konsentrasi berkurang menjadi 0,5212; 0,2708; dan 0,4436 mg/L dengan variasi waktu kontak 30; 45; dan 60 menit. Dengan kata lain, persentase penurunan konsentrasi ion Besi (Fe2+) masing-masing 65,654%; 82,154%; dan 70,767% .

42

Persentase (%) penurunan konsentrasi ion Zink (Zn2+) pada larutan sampel air Sungai Torong sebelum penambahan kitosan perak memiliki konsentrasi 0,7218 mg/L dan setelah penambahan kitosan perak konsentrasi berkurang menjadi 0,3454;

0,1092; dan 0,2159 mg/L dengan variasi waktu kontak 30; 45; dan 60 menit. Dengan kata lain, persentase penurunan konsentrasi ion Zink (Zn2+) masing-masing 52,147%;

84,871%; dan 70,088%.

Data persentase (%) penurunan kadar ion Fe2+ dan Zn2+ penambahan kitosan perak dapat dilihat pada tabel 4.7 dan 4.8. Berdasarkan data tersebut, maka persentase adsorpsi berdasarkan variasi waktu dapat kita lihat pada gambar 4.7 dibawah ini.

Gambar 4.7. Grafik Waktu Optimum dengan Persentase Adsorpsi Ion Logam Fe2+

dan Zn2+

Dari kedua logam yang dianalisa setelah dilakukan perendaman dengan kitosan didapatkan bahwa waktu kontak optimum kitosan perak adalah 45 menit.

Pada 30 menit awal, partikel padatan dari sampel belum menempel penuh pada permukaan adsorben, sehingga konsentrasi yang diserap juga tidak terlalu besar.

Pada menit ke 45, seluruh pemukaan adsorben telah terisi penuh. Sedangkan pada menit ke 60, partikel-partikel logam yang telah diserap tadi akan terlepas dari permukaan adsoben dan kembali larut dalam larutan sehingga konsentrasi logam mengalami kenaikan. Proses penyerapan dapat berlangsung ketika permukaan

padatan pada molekul adsorbat (zat yang diserap) membentur permukaan adsorben, sehingga sebagian akan menempel di permukaan padatan dan terserap. Pada awalnya, laju adsorpsi cukup besar karena seluruh permukaan masih kosong. Namun permukaan yang terisi oleh molekul semakin banyak dan luas daerah kosong semakin menurun, sehingga laju adsorpsinya ikut menurun karena prinsip daerah kosong semakin menurun, sehingga laju adsorpsinya ikut menurun. Hal ini dikarenakan prinsip pertukaran ion kitosan sebagai polimer kationik yang dapat mengikat logam dimana gugus amina yang terdapat pada kitosan berikatan dengan logam dapat membentuk ikatan kovalen. Gaya yang bekerja yaitu gaya Van Der Walls dan gaya elektronik (Widodo, dkk. 2005)

Berdasarkan perbedaan kinerja penyerapan, kitosan perak lebih baik dibandingkan dengan kitosan komersial. Hal ini dikarenakan adanya logam Ag yang terikat pada gugus NH2 sehingga meningkatkan nilai afinitas dari struktur kitosan perak tersebut.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil penyerapan kitosan perak terhadap ion logam Besi (Fe2+) dan Zink (Zn2+) menunjukkan bahwa logam Zn memiliki daya serap yang paling besar, dikarenakan berdasarkan sifat sistem periodik unsur logam Zn memiliki energi ionisasi lebih besar, keelektronegatifan lebih besar dan kereaktifitas lebih besar dibandingkan unsur logam Fe, sehingga Zn lebih mudah bereaksi dengan kitosan perak. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel, konsentrasi, dan suhu yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi.

2. Waktu kontak optimum pada kitosan perak terhadap ion logam Besi (Fe2+) dan Zink (Zn2+) adalah 45 menit dengan persentase penurunan konsentrasi setelah perendaman berturut-turut adalah 82,154% dan 84,871%.

5.2 Saran

1. Disarankan penelitian selanjutnya dapat melakukan uji untuk anti bakteri pada penelitian modifikasi kitosan menjadi kitosan perak.

2. Disarankan penelitian selanjutnya agar membuat variasi perbandingan konsentrasi campuran antara larutan kitosan dengan larutan AgNO3 untuk mengetahui perbandingan mana yang bisa mendapatkan hasil yang lebih baik.

3. Disarankan penelitian selanjutnya dapat mengembangkan modifikasi kitosan perak menjadi kitosan nano komposit perak yang kegunaannya sebagai anti bakteri untuk penyerapan di bidang limbah industri agar dapat mengurangi pencemaran.

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, 2006. Penggunaan Kitosan Dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) Untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Cd Dengan Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal USU. Medan

Ahmad, R., 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi

Ardianto, E. 2009. Metodologi Penelitian Untuk Public Relation Kuantitatif dan Kualitatif . Edisi pertama. Bandung : Simbiosa Rekatama Media Atmaningsih. 2007. Pemeriksaan Kadar Besi (Fe) Dalam Air Sumur, Air

PDAM, dan Air Instalasi Migas di Desa Kampung Baru Cepu Secara Spektrofotometer. Jurnal Kimia dan Teknologi. ISSN 0216-163X

Chang, K. L., Tsai, G., Lee, J., Fu, W. R. 1997. Heterogeneous N-deacetylation of Chitin in Alkaline Solution. Carbohydrate Research 303 : 327-332.

Christian, G. D. 2004. Analytical Chemistry. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill.

Clark, D.V. 1979. Approach to Atomic Absorption Spectroscopy. Analytic Chemistry Consultans Pty Ltd. Sidney-Australia

Daulay, A.M. 2011. Penggunaan Kitosan Magnetic Nanopartikel Untuk Menyerap Kadmium (Cd) Dan Tembaga (Cu) Dengan Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom. Tesis. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Gabriel, J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta : Hipokrates.

Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan

Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan

Dokumen terkait