• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II JUGUN IANFU PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

3.6 Ganti Rugi Terhadap Korban Jugun Ianfu

Ada tiga hal yang dituntut para korban jugun ianfu kepada pemerintahan Jepang, seperti yang dituturkan oleh Mardiyem, yang meninggal tahun 2007 “Tuntutan aku dan teman-teman kepada Jepang adalah: Pemerintah Jepang harus mengaku bersalah dan

meminta maaf secara langsung kepada para korban, memasukkan kami; korban Jepang ke dalam pelajaran sekolah- sekolah di Jepang, dan membayar uang kami

yang dijanjikan oleh Cikada (Pengelola Asrama Telawang). Katanya, “ Kalau sudah tidak bekerja lagi, karcis para tamu yang sudah dikumpulkan penghuni asrama, bisa ditukar sengan uang.” Jadi kalau dihitung-hitung selama aku bekerja di Asrama Telawang, setiap orang akan mendaoat bayar lebih 2 juta yen dari hasil kerja mereka selama di Asrama Telawang. Aku menginginkan uang itu diberikan oleh Pemerintah Jepang langsung., bukan dari Kokominkikin (Asian Women Fund)“ (Eka Hindra Koishi Kimura : 203).

Namun masalah jugun ianfu Indonesia telah dianggap selesai oleh Pemerintah Indonesia melalui Menteri Sosial, Inten Suweno yang menerima dana bantuan dari Pemerintah Jepang melalui Asia Women’s Fund (AWF) yang didirikan tahun 1995 oleh Pemerintah Jepang dalam upaya menyelesaikan masalah Jugun Ianfu di Asia.

Pemberian dana bantuan antara dua pemerintah ini tertuang dalam Memorandum

of Understanding (MoU) tanggal 25 Maret 1997 ditandatangani di Jakarta. Dana yang

diberikan sebenar 380 juta yen atau sekitar Rp 7,6 milyar yang akan diangsur Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia selama 10 tahun. Publik sempat mengetahui jika Pemerintah Indonesia menerima angsuran pertama tahun 1997 sebesar 2 juta yen atau sekitar Rp 775 juta yang rencananya oleh Pemerintah Indonesia uang tersebut akan di bangun 5 panti jompo untuk jugun ianfu di 5 propinsi yang berbeda di Indonesia antara lain Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sumatera Utara. Namun kenyataannya sampai saat ini, panti jompo yang dijanjikan tidak pernah jelas kabarnya. Sedangkan para jugun ianfu tidak pernah menerima dana bantuan dari Pemerintah Indonesia sepeser pun.

Perjuangan jugun ianfu Indonesia lebih berat dibanding dengan jugun ianfu negara lain. Hal ini dikarenakan Pemerintah Indonesia tidak mendukung perjuangan

jugun ianfu Indonesia, baik dukungan berupa moril di dalam dan diluar negeri maupun

dukungan dana kemanusiaan berupa santunan dana kesehatan. Pemerintah Indonesia melalui surat resminya tanggal 9 Desember 1997 menyatakan bahwa persoalan jugun

ianfu dianggap selesai berdasarkan kesepakatan perdamaian antara Pemerintah Indonesia

yang diwakili oleh Perdana Menteri Soebanrio dan Perdana Menteri Luar Negeri Jepang Chiro Fujiyama 20 Januari 1958. Padahal perjanjian tersebut hanya menyoal soal kerusakan fisik akibat perang, sama sekali tidak memperhitungkan aspek penderitaan kemanusiaan akibat perang.

Pada 30 Oktober 2000 diajukan Rancangan Undang-undang mengenai pemecahan masalah pemulihan hak-hak jugun ianfu di Asia dan Belanda berupa konpensasi ganti rugi secara hukum oleh 3 partai oposisi Jepang, Partai Demokrat, Partai Demokrat Sosial, dan Partai Komunis. Namun selalu ditolak oleh partai mayoritas dalam DPR Jepang (Liberal Democratic Party). Berikut cuplikan kata pengantar dari RUU tersebut “ Selama

perang Jepang terhadap Negara-negara Asia dan Perang Dunia II, angkatan darat dan laut melaksanakan, secara langsung atau tidak langsung, terus menerus paksa seksuil secara sistematis terhadap perempuan-perempuan banyak. Oleh sebab itu mereka kehilangan kehormatan sebagai perempuan dan merugikan martabat manusia luuar biasa, serta memukul luka jiwa dan raga yang tidak dapat disembuhkan seumur hidup.

Tetapi kita tidak dapat berkata bahwa Negara kita menanggulangi secukup mungkin persoalan ini selama 60 tahun sampai sekarang. Dalam kemalasan kita ini, perempuan-perempuan yang telah dirugikan itu sudah lanjut usianya. Dengan berdasarkan atas keadaan ini, Negara kita harus bergumul untuk memecahkan persoalan ini secara cepat dengan sungguh-sungguh. Karena Negara kita perlu menjawab kepada tuntutan yang mendesak dari perempuan-perempuan itu dan juga kepada kritik yang berasal dari dalam dan luar negeri terhadap tanggung jawab Negara kita.

Hal ini sangat diperlukan untuk membuat hubungan kepercayaan yang lebih tetap antara para rakyat Negara yang berkaitan dengan soal ini dan rakyat Negara kita. Lalu, kita percaya bahwa kemajuan kita untuk memecahkan persoalan ini secara bebas, dan pengumuman keputusan Negara kita bahwa tidak mengulangi kesalahan yang sama itu, pasti menjadi satu kesempatan untuk menyatakan sikap Negara kita yang sedang berusaha kewajiban untuk meniadakan kekerasan terhadap perempuan-perempuan

dalam masyarakat internasional yang juga sedang berusaha meniadakan kekarasan terhadap perempuan-perempuan.

Di sini, dalam tujuan untuk memecahkan persoalan yang berkaiatan dengan paksa seksual selama perang dunia II, kita menetapkan hukum yang memiliki hal-hal pokok yang berikut. Yaitu, menerangkan fakta-fakta paksa seksual dan kerugian yang disebabkan olehnya selama perang dunia ke-2, dan melaksanakan tindakan dengan permintaan maaf dan ganti-rugi kerugian pada fakta-fakta yang merugikan kehormatan dan martabat perempuan yang dirugikan oleh kerja paksa seksual (momoye mereka memanggilku halaman 294).

Dua tahun setelah RUU tersebut dibuat maka datang empat senator Jepang (Tomiko Okazaki,.Yoriko Madoka, Haruko Yoshikawa, Yoko Tajima) guna mencari informasi mengenai keberadaan jugun ianfu di Indonesia dan meminta pendapat pejabat tinggi Indonesia mengenai RUU tersebut , namun mereka kecewa karena pejabat tinggi Indonesia menyatakan bahwa masalah jugun ianfu Indonesia adalah masa lalu yang tidak perlu diperdebatkan. Sesuai dengan pernyataan resmi Inten Suweno 14 Nopember 1996 menyatakan bahwa, ”Sejak awal pemerintah Indonesia telah menyatakan tidak akan menuntut kompesasi kepada Pemerintah Jepang. Pemerintah Indonesia hanya mengharapkan Jepang mencari penyelesaian yang baik”.

Pada Desember 2000, uang konpensasi diberikan Jepang kepada pemerintah Indonesia, namun para jugun ianfu tidak menerima uang tersebut sebab oleh pemerintah Indonesia, dana tersebut digunakan untuk membangun panti jompo. Sedangkan para korban jugun ianfu yang masih hidup menolak untuk tinggal di panti jompo sebab mereka merasa akan terkucilkan dari masyarakat bila tinggal disana

Dokumen terkait