• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II JUGUN IANFU PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

2.3 Tentara Jepang di Indonesia dan Jugun Ianfu

2.3.2 Jugun Ianfu

a. Sejarah

Istilah jugun ianfu kalau diartikan secara harafiah menjadi ju=ikut, gun berarti militer/ balatentara, sedangkan ian= penghibur, dan fu= perempuan, dengan demikian arti keseluruhannya “perempuan penghibur yang ikut militer”. Dapat dikatakan bahwa istilah

jugun ianfu merupakan istilah halus untuk perempuan –perempuan yang dipaksa bekerja

sebagai budak seks yang ditempatkan di barak-barak militer atau bangunan yang dibangun di sekitar markas militer Jepang selama perang Asia Pasifik.

Jugun ianfu (従軍慰安婦) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada

wanita penghibur (comfort women) yang terlibat dalam perbudakan dipaksa untuk menjadi pemuas kebutuhan seksual tentara dan juga di negara-negara jajahan Jepang lainnya pada kurun waktu tahun 1942-1945 (http//:Wikipedia.jugunianfu.com).

Pada tahun 1941 menteri urusan luar negeri menolak pengeluaran visa perjalanan bagi perempuan penghibur Jepang, karena merasa akan mencemari nama kekaisaran Jepang. Berdasarkan keputusan tersebut, militer Jepang kemudian mencari perempuan penghibur di luar Jepang, terutama dari Korea dan Tiongkok. Banyak perempuan dibohongi dan ditipu bahkan diculik untuk kemudian dibawa ke rumah bordil Jepang/ianjo.

Terdapat beberapa alasan terkait dengan pendirian rumah bordil Jepang dan jugun ianfu, yaitu pertama penguasa Jepang mengharapkan dengan menyediakan akses mudah ke budak seks, moral dan keefektifan militer Jepang akan meningkat, kedua dengan mengadakan rumah hiburan dan menaruh mereka di bawah pengawasan resmi, pemerintah berharap dapat mengatur penyebaran penyakit kelamin. Ketiga, pengadaan rumah hiburan di garis depan menyingkirkan kebutuhan untuk memberikan ijin istirahat bagi tentar

Pada tahun 1931, tentara Jepang menyerbu daratan Cina dan membangun pangkalan militer untuk menguassai daratan Cina secara keseluruhan. Hal ini terbukti saat tahun 1936 militer Jepang berhasail menduduki Kota Shanghai dan mulai mencapai Nanjing yang berjarak 360 KM dari Shanghai. Demi mewujudkan ambisinya, tidak kurang dari 135.000 tentara Jepang dikerahkan.

Serbuan Jepang membuat peperangan tidak terhindarakan, rakyat China melawan. Bertahun-tahun berperang membuat militer Jepang kehabisan persediaan makanan. Mereka kemudian menjarahi rumah-rumah penduduk. Hal ini membuat Cina melakukan perlawanan yang lebih gigih lagi. Akibat peperangan yang berkepanjangan, sebagian besar tentara Jepang mengalami gangguan mental dan menjadi gila. Mereka mulai membunuhi rakyat sipil dan militer mulai memperkosa perempuan yang mereka lihat di mana saja dan langsung membunuhnya.

Jugun ianfu di Nanking, China

Sesudah Kota Nanjing diduduki militer Jepang, banyak diantara mereka menderita penyakit kelamin. Oleh karena situasi inilah pihak Angkatan Darat Jepang membuat kebijakan baru yaitu:

1. Tentara yang menderita penyakit kelamin tidak boleh pulang ke Jepang sampai mereka sembuh, agar penyakit kelamin tidak menyebar ke Negara Jepang.

2. Militer Jepang menyediakan perempuan-perempuan "bersih" untuk tentara Jepang, supaya tidak terjangkit penyakit kelamin.

Di Jepang ketika itu pelacuran diakui dan disahkan oleh Undang-undang yang di namai Kosho Sedo (tempat pelacuran umum). Sebagian besar para perempuan yang bekerja di lokalisasi pelacuran itu berasal gadis-gadis dari keluarga miskin yang dijual oleh keluarganya sebagai barang tebusan atau barang gadaian. Berdasarkan Kosho Sedo inilah militer Jepang membuat sistem jugun ianfu dan membangun Ianjo (rumah bordil) di setiap wilayah pendudukan militer Jepang di Asia. Upaya ini dilakukan untuk menghindarkan kemungkinan tertularnya penyakit kelamin, yang dapat melemahkan kekuatan tentara Jepang.

Akibat kebijakan tersebut 200.000 lebih perempuan di kawasan Asia seperti Negara Taiwan, Korea Utara, Korea Selatan, China, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Belanda dan Indonesia dikorbankan sebagai budak seks untuk memuaskan kebutuhan seksual sipil dan militer Jepang yang dikenal dengan sebutan jugun ianfu.

Masalah jugun ianfu pertama kali muncul pada tahun 1992 ketika seorang perempuan Korea, Kim Hak Soon membuka suara atas kekejaman militer Jepang terhadap dirinya ke publik. Setelah itu masalah jugun ianfu terbongkar dan satu persatu korban dari berbagai negara angkat suara, termasuk Indonesia. Di Indonesia masalah jugun ianfu terungkap pertama kali tahun 1992, seorang perempuan asal Solo, Jawa Tengah yang bernama Tuminah, menuturkan pengalamannya sebagai korban perbudakan seksual militer Jepang, dan diikuti oleh Mardiyem pada tahun 1993. Kemudian tahun 2000 telah digelar Tribunal Tokyo yang menuntut pertanggung jawaban Kaisar Hirohito dan pihak militer Jepang atas praktek perbudakan seksual selama perang Asia Pasifik. Tahun 2001 final keputusan dikeluarkan di Tribunal The Haque. Setelah itu tekanan internasional terhadap pemerintah Jepang terus Dilakukan. Oktober 2007 kongres Amerika Serikat mengeluarkan resolusi tidak mengikat yang menekan pemerintah Jepang memenuhi tanggung jawab politik atas masalah ini . Meski demikian pemerintah Jepang sampai hari ini belum mengakui apa yang telah diperbuat terhadap ratusan ribu perempuan di Asia dan Belanda pada masa perang Asia Pasifik.

b. Sistem

Menurut Tanaka Yuki dalam bukunya Japan’s comfort Women Sexual Slavery

and Prostitution During World War II and The US Occupation, terdapat rantai kekuasaan

dalam pembentukan praktik jugun ianfu. Adapun rantai kekuasaan tersebut, yaitu: Sistem

jugun ianfu yang berpusat pada kekaisaran Jepang, lalu turun ke Kementrian Perang dan

Kepala Umum Staf Tentara Jepang. Selanjutnya kekuasaan tersebut diturunkan kepada Staf tentara di wilayah pendudukan Jepang seperti Korea, Taiwan dan Indonesia. Staf tentara di wilayah pendudukan biasanya memiliki agen khusus untuk merekrut para perempuan untuk dijadikan jugun ianfu. Para perempuan tersebut dikumpulkan di suatu tempat lalu dibagi dan disebar ke berbagai wilayah konsentrasi Jepang lalu di tempatkan ke sebuah tempat hiburan.

Digaris depan terutama di Negara dimana orang yang bertindak sebagai agen jarang tersedia, militer secara langsung menunjuk pemimipin lokal untuk menyediakan atau memasok perempuan untuk keperluan rumah hiburan. Di bawah tekanan kondisi perang, militer menjadi tidak bisa menyediakan persediaan yang cukup untuk tentara Jepang (250.000 tentara Jepang); sebagai tanggapan dari permasalahan tersebut, maka tentara Jepang meminta atau merampok persediaan daerah setempat.

Perempuan yang direkrut militer Jepang sebagi jugun ianfu umumnya dikumpulkan di suatu tempat lalu dibagi dan disebar ke berbagai wilayah konsentrasi militer Jepang. Setelah itu mereka ditempatkan dalam satu rumah hiburan atau ianjo. Pada umumnya ianjo dibagi menjadi 3 atau 4 kategori yang tergantung dari lamanya pelayanan, yaitu perempuan baru yang tidak mungkin terkena penyakit kelamin ditempatkan di kategori tertinggi. Selanjutnya bila perempuan tersebut terkena penyakit

kelamin maka diturunkan kategorinya. Ketika mereka sudah rusak dan tidak dapat dipakai lagi maka mereka diabaikan dan diterlantarkan begitu saja. Banyak para korban melaporkan uterus mereka membusuk dari penyakit yang diperoleh dari ribuan lelakii dalam waktu beberapa tahun bisa dibayangkan penderitaan mereka meladeni 250.000 tentara Jepang dalam waktu 3 tahun.

Sistem yang diterapkan para tentara Jepang pada awalnya merupakan sistem yang legal dan direstui oleh Tenno Hirohito. Namun kemudian sistem ini berubah menjadi sebuah bentuk eksploitasi terhadap perempuan. Perempuan-perempuan di wilayah pendudukan Jepang dieksploitasi sedemikian rupa untuk memuaskan tentara Jepang. Perempuan-perempuan tersebut diperlakukan tidak adil dan secara paksa dijadikan perempuan penghibur tentara Jepang.

Pada awal pembentukan sistem jugun ianfu, pemerintah Jepang berharap dengan adanya hiburan yang layak bagi parra tentara dapat meningkatkan moral dan kinerja serta menghindari penyakit kelamin tentaranya.untuk menunjang rencana itu, dibangunlah tempat-tempat hiburan / ianjo bagi tentara di garis depan. Di ianjo inilah para jugun ianfu di tempatkan untuk memuaskan nafsu tentara Jepang.

Sistem jugun ianfu dibuat secara terorganisir dengan perencanaan yang matang. Seperti kesaksian Taira Tezo, bekas tentara Dai Nippon yang telah menjadi warga negara Indonesia dan tellah berganti nama menjadi Nyoman Buleleng, “Perempuan-perempuan penghibur itu memang benar-benar ada. Saya merasakan sendiri. Jepang rupanya sadar akan kebutuhan biologis tentara tidak bisa dimatikan meskipun dalam keadaan perang. Sehingga saya melihat betapa terorganisirnya perempuan-perempuan itu. Di semua daerah yang telah diduduki Jepang, otomatis didirikan rumah khusus untuk itu. Di rumah

biasa itu sampai ada 20 kamar yang dikelilingi tembok bambu yang tinggi. Penghuni rumah bambu macam-macam. Ada yang khusus perempuan Jepang, ada juga yang menyediakan perempuan campuran Cina dan Indonesia. Yang disebut perempuan Jepang itu sebetulnya banyak juga wanita keturunan Cina, Korea atau Filipina”.

BAB III

ANALISIS REALITA JUGUN IANFU DI TELAWANG KALIMANTAN SELATAN

Dokumen terkait