• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. UMBI GARUT

2. Pati Garut

Tanaman garut dibudidayakan terutama untuk diambil patinya. Pati garut mudah dicerna sehingga di beberapa tempat dimanfaatkan sebagai makanan bayi atau orang yang mengalami gangguan pencernaan. Pati garut juga digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik, lem, alkohol, juga tablet yang diinginkan bersifat mudah larut (Kay 1973).

Pati garut diperoleh dari rimpang garut yan telah berumur 8-12 bulan (Widowati et al. 2002). Pati dibuat melalui tahapan proses pengupasan, pencucian, perendaman, ekstraksi, pengendapan, pengeringan, penggilingan, pengayakan (Lingga et al., 1986).

a. Karakteristik Kimia

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Menurut Chaplin (2008), secara kimiawi pati terdiri atas dua jenis molekul, yaitu amilosa (normal 20-30 %) dan amilopektin (normal 70-80 %) yang berperan dalam menentukan sifat fisik, kimia, dan fungsional pati. Amilosa adalah homopolimer lurus α-D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4) bersifat larut dalam air panas. Amilopektin merupakan molekul polisakarida dengan rantai cabang. Ikatan pada rantai utama adalah α-(1,4) sedangkan ikatan pada titik cabang adalah α-(1,6) dan bersifat tidak larut dalam air. Amilosa terdiri atas 500-20000 unit glukosa yang berbentuk heliks pada ujung antar unit-unit glukosa, sedangkan amilopektin terdiri lebih dari 2 juta unit glukosa dimana setiap 20 sampai 30 unit glukosa terikat dengan α-(1,6).

Perbandingan sifat amilosa dan amilopektin disajikan pada Tabel 2,

sedangkan struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2

dan Gambar 3.

Tabel 2 Sifat amilosa dan amilopektin

Sifat Amilosa Amilopektin

Berat Molekul 50,000-200,000 ≥ 1 juta

Ikatan Glikosidik α-D-(1,4) α-D-(1,4) dan α-D-(1,6)

Derajat Retrogeradasi Tinggi Rendah

Produk dari β-amilase Maltosa Maltosa, β-limit dekstrin

Produk dari Glukoamilase D-glukosa D-glukosa

Bentuk Molekul Linear Bercabang

Gambar 2 Struktur amilosa (Chaplin 2008).

Gambar 3 Struktur amilopektin (Chaplin 2008).

Pati tersusun atas amilosa dan amilopektin dalam perbandingan yang berbeda-beda untuk setiap jenis tanaman (Slamet et al. 1989). Amilosa merupakan bagian dari karbohidrat yang dapat larut dalam air hangat, bila ditambahkan iodin akan berwarna biru, sehingga metode uji amilosa sering disebut metode Iodine Colorimetry (Juliano 1971). Kadar amilosa dan

amilopektin pati bervariasi tergantung dari sumbernya. Kandungan amilosa dan amilopektin pada pelbagai pati dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan amilosa dan amilopektin pada pelbagai pati

Sumber Pati Amilosa (% bk) Amilopektin (% bk)

Garut 31.35a 68.05a 29.67-31.34b 55.81-69.16b 20 80 Kentang 21 79 Gandum 28 72 Tapioka 17 83 Jagung 28 72 Sorghum 28 72 Beras 17 83 Sagu 27 73 Ganyong 25.60-30.10 69.90-74.40

Sumber: Swinkels (1985); a Chilmijati (1999); b Mariati (2001)

Jika dipanen pada kondisi pati optimum, kadar amilosa pati garut dapat mencapai 31% (Chilmijati 1999). Kadar amilosa dipengeruhi beberapa faktor antara lain: jenis botani, vareitas tanaman, umur botani. Pada kondisi pati optimum, dibandingkan dengan kadar amilosa umbi lainnya kadar amilosa garut cukup tinggi (Naraya dan Moorthy 2002). Hal ini menjadikan pati garut baik dijadikan bahan baku pati resisten tipe III.

Berat rata-rata dari amilosa pati garut adalah 32.1 x 10-4 dan ukuran molekulnya 360 Å. Kandungan amilosa pada pati mempunyai pengaruh yang nyata terhadap bentuk dan ukuran granula. Umumnya amilosa yang bersumber dari akar dan umbi mempunyai berat molekul lebih tinggi daripada amilosa yang diperoleh dari serealia (Hodge dan Osman 1976).

Pati merupakan karbohidrat utama dari cadangan makanan pada tanaman. Pati telah dikarakterisasi pada banyak serealia, akar, dan umbi (Wilson et al. 1978). Komposisi kimia pati garut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi kimia pati garut

Komposisi Kimia Pati Garut

Kadar air (%bb) 10.05 Kadar abu (%bk) 0.31 Kadar Protein (%bk) 0.23 Kadar Lemak (%bk) 0.55 Kadar Karbohidrat (%bk) 98.92 Sumber: Pratiwi (2008b)

Berdasarkan Tabel 4, pati garut memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah. Namun, hal ini sangat diinginkan karena kandungan protein dan lemak akan menghambat pembentukan pati resisten saat proses modifikasi pati garut untuk menghasilkan pati resisten. Terdapat beberapa komponen pada pangan yang berinteraksi dengan pati dan pada akhirnya mempengaruhi pembentukan RS antara lain: protein, serat pangan, enzim inhibitor, ion, dan lipid (Sajilata et al. 2006). Interaksi antara protein dan pati dapat mengurangi kadar pati resisten. Hal ini terbukti pada penelitian Escapa et al. (1996) bahwa pati kentang yang diautoklaf dengan ditambahkan albumin kemudian diretrogradasi pada suhu -20 oC, ternyata mengalami penurunan kandungan pati resisten.

Lemak merupakan komponen yang berinteraksi dengan pati. Interaksi lemak dengan pati terjadi pada saat proses pemanasan pati di atas suhu 100 oC membentuk kompleks amilosa-lipid. Bentuk kompleks amilosa-lipid ini

merupakan bentuk enzym-degradable. Penambahan jumlah kompleks

amilosa-lipid terbentuk dapat menurunkan kadar pati resisten bahan. Proses rekristalisasi amilosa untuk menghasilkan pati resisten terhambat karena adanya pengkompleksan amilosa oleh lipid. Adanya lemak yang berasal dari bahan pangan itu sendiri juga dapat menurunkan kadar pati resisten (Sajilata

et al. 2006).

b. Karakteristik Fisik

Suspensi pati ketika dipanaskan akan mengalami gelatinisasi. Gelatinisasi adalah peristiwa hilangnya sifat birefringence granula pati akibat penambahan air secara berlebihan dan pemanasan pada waktu dan suhu

tertentu, sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (Belitz dan Grosch 1999).

Pada dasarnya proses gelatinisasai terjadi melalui tiga fase, yaitu fase pertama, air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula, fase kedua ditandai dengan pengembangan granula dengan cepat karena penyerapan air yang berlangsung secara cepat sehingga kehilangan sifat birefringence, dan fase ketiga jika suhu terus naik, maka molekul amilosa terdifusi keluar granula (McCready 1970).

Pada proses gelatinisasi terjadi proses pengerusakan ikatan hidrogen intermolekuler. Ikatan hidrogen ini mempunyai peranan untuk mempertahankan struktur intergritas granula. Adanya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati, maka kemampuan menyerap air semakin besar. Peningkatan kelarutan juga diikuti dengan peningkatan viskositas. Hal ini disebabkan air yang sebelumnya bebas bergerak di luar granula pati menjadi terperangkap dan tidak dapat bergerak bebas lagi setelah mengalami gelatinisasi. Profil gelatinisasi pati dapat dilihat pada Tabel 5 yang dianalisis menggunakan alat ”Brabender visko-amilograf”.

Tabel 5 Profil gelatinisasi pelbagai pati

Keteranga Pati Garuta Tapioka Ab Pati Jagung

Varietas Bismac

Suhu Gelatinisasi (oC) 75.75 65.25 73.5

Suhu Puncak Gelatinisasi (oC) 85.85 75.75 -

Viskositas Maksimum (BU) 1290 1620 680

Viskositas 95 oC (BU) 920 640 -

Viskositas 95 oC /20 (BU) 558 465 -

Viskositas 50 oC (BU) 760 710 -

Viskositas setback 202 245 1060

Viiskositas breakdown -362 -1155 -200

Sumber: a (Suriani, 2008); b (Rahman, 2007); c (Permatasari, 2007)

Charles et al. (2005) melaporkan bahwa suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh kadar amilosa. Semakin tinggi amilosa semakin tinggi suhu gelatinisasi. Lebih lanjut Charles et al. (2005) menjelaskan bahwa semakin tinggi kadar

Taggart (2004), struktur amilosa yang sederhana ini dapat membentuk interaksi molekuler yang kuat dengan air, sehingga pembentukan ikatan hidrogen ini lebih mudah terjadi pada amilosa.

Viskositas setback menggambarkan tingkat kecenderungan proses

retrogradasi pasta pati (Faridah et al. 2008). Retrogradasi merupakan perubahan amilosa dari bentuk amorf ke bentuk kristalin. Retrogradasi terjadi apabila antara ikatan hidrogen dan gugus hidroksil molekul amilosa yang berdekatan saling berikatan dalam bentuk pasta. Retrogradasi terjadi ketika pati yang telah digelatinisasi didiamkan beberapa lama sehingga terjadi penurunan suhu (Wurzburg 1989). Semakin tingginya nilai setback maka menunjukkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel (meningkatkan viskositas) selama pendinginan. Tingginya nilai setback

menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi (Lestari 2009). Menurut Miller (1973), faktor-faktor yang mendukung terjadinya retrogradasi adalah temperatur yang rendah, pH netral dan derajat polimerisasi yang relatif rendah, tidak adanya percabangan ikatan dari molekul, konsentrasi amilosa yang tinggi, adanya ion-ion organik tertentu dan tidak ada senyawa pembasah (surface active agent).

c. Bentuk Granula Pati

Pati yang terdapat dalam tanaman tergabung dalam suatu paket-paket kecil yang disebut granula (BeMiller dan Whistler 1996). Pati garut memiliki sifat-sifat khas yang berbeda dengan pati dari sumber lain. Penampakan granula pati garut di bawah mikroskop adalah 48.15% berbentuk oval, 21.15% berbentuk bulat, dan 30.70% membulat (spherical). Pati garut yang berukuran besar umumnya berbentuk oval, bentuk membulat umumnya dimiliki oleh granula yang berukuran sedang, dan bentuk bulat dimiliki oleh pati yan kecil (Suranto 1989).

Pati garut mempunyai diameter 30-70 μm (Suriani 2008). Hasil

penelitian Mariati (2001) menunjukkan bahwa 44.63% garnula pati garut berukuran ≥ 20 μm, 34.30% berukuran 15-19 μm, dan 21.07% berukuran <

15 μm. Bentuk dan diameter granula pelbagai jenis pati dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6 Bentuk dan diameter granula pelbagai pati

Jenis Pati Diameter (μm) Diameter Rata-Rata (μm) Bentuk Granula

Jagung 3-26 15 Bulat, poligonal

Kentang 5-100 33 Oval, membulat

Gandum 2-35 15 Bulat

Tapioka 4-35 20 Oval, bersudut

Waxy Maize 3-26 15 Bulat, poligonal

Sorghum 3-26 15 Bulat, poligonal

Beras 3-8 5 Poligonal, angular

Sagu 5-65 30 Oval, bersudut

Garut 5-70 30 Oval, bersudut

Amylomaize 3-24 12 Bulat

Ubi Jalar 5-25 15 poligonal

Sumber: Swinkels (1985)

Dokumen terkait