• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Uji Kekerasan (Giantine 2007)

Pengukuran kekerasan cookies dilakukan dengan menggunakan Texture Analyzer XT-21. Probe yang digunakan adalah P 2. jarak probe dikalibrasi

sesuai dengan tinggi cookies (4.00 mm). Cookies yang akan diukur

kekerasannya diletakkan di bawah probe, lalu tekan ”Quick Run Test“. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan cookies dapat dilihat pada layar komputer.

Gula halus, margarin, susu skim,

dan kuning telur

Pencampuran (Mixing) selama ± 10 menit Pencampuran (Mixing) Tepung sesuai formula Garam dan soda kue Pencetakan Pemanggangan (160-170 oC, 10-12 Menit) Cookies

b. Derajat Warna, Metode Hunter (Hutching 1999)

Analisis dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chromameters. Pada prinsipnya, Minolta Chromameters bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran beragam (misalnya cawan petri). Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a, dan nilai b terhadap sampel. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0-100 untuk warna merah dan nilai – a (negatif) dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0-70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0-(-70) untuk warna biru. Selanjutnya dihitung oHue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan oHue = arc tan (a/b). Deskripsi warna berdasarkan oHue dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 4 Deskripsi warna berdasarkan oHue

oHue [arc tan (b/a)] Deskripsi warna

18 – 54 Red (R)

54 – 90 Yellow Red (YR)

90 – 126 Yellow (Y) 126 – 162 Yellow Green (G) 162 – 198 Green (G) 198 – 234 Blue Green (BG) 234 – 270 Blue (B) 270 – 306 Blue Purple (BP) 306 – 342 Purple (P) 342 – 18 Red Purple (RP) Sumber : Hutching 1999

c. Uji Aktivitas Air (aw)

Pengukuran aktivitas air (aw) dilakukan dengan menggunakan alat aw meter ”Shibauru aw meter WA- 360”. Sebelum digunakan, alat dikalibrasi dengan NaCl jenuh yang memiliki nilai aw 0.7547, 0.7529, dan 0.7509 yang berturut-turut pada suhu 20, 25, dan 290C dengan cara memasukkan NaCl jenuh tersebut dalam wadah aw dilakukan setelah indikator proses pengukuran

telah selesai. Bila aw yang terbaca tepat 0.750 maka bagian switch diputar sampai mencapai tepat 0.750. Pengukuran aw sampel dilakukan dengan cara yang sama dengan kalibrasi alat yaitu sampel kurang lebih 1 g dimasukkan dalam wadah aw meter. Pembacaan nilai aw dilakukan setelah indikator proses pada layar penunjuk menunjukkan proses pengukuran telah selesai.

2. Analisis Kimia

a. Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995)

Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 4-5 g sampel ditimbang dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105oC selama 6 jam. Cawan dengan isinya kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali hingga diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal sampel sebelum dikeringkan dengan berat akhir setelah dikeringkan.

Kadar air (%bb) = (berat awal-berat akhir) x 100 %

berat sampel

b. Analisis Kadar Abu, Metode Oven (AOAC 1995)

Cawan porselen dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan dalam cawan porselen dan ditimbang, lalu dibakar sampai tidak berasap lagi dan diabukan dalam tanur bersuhu 550 oC sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan beratnya konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar abu (%bb) = berat abu x 100 % berat sampel

Kadar abu (%bk) = kadar abu (%bb) x 100 % 100 - kadar air (%bb)

c. Analisis Kadar Protein, metode Kjeldahl (AOAC 1995)

Ditimbang sejumlah kecil sampel (0.2 g) dalam labu Kjeldahl 30 ml. Ditambahkan 1.9 + 0.1 g K2SO4, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Cairan didinginkan, ditambah 8-10 ml NaOH-Na2S2O3 dan dimasukkan ke dalam alat destilasi. Di bawah kondensor alat destilasi diletakkan erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan beberapa tetes indikator merah metil. Ujung selang kondensor harus terendam larutan untuk menampung hasil destilasi sekitar 15 ml. Distilat dititrasi dengan HCl 0.0235 N sampai terjadi warna abu-abu. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap blanko (tanpa sampel). Jumlah titran sampel (a) dan titran blanko (b) dinyatakan dalam ml HCl 0.0235 N.

Kadar N (%) = (a - b) x N HCl x 14.007 x 100 % mg sampel

Kadar protein (%bb) = Kadar N (%) x FP

FP = faktor konversi = 5.70 untuk tepung dan pati serta 6.25 untuk

cookies

Kadar protein (%bk) = kadar protein (%bb) x 100 % 100 - kadar air (%bb)

d. Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC 1995)

Labu lemak dikeringkan dengan oven. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring dan ditutup kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak lalu direfluks selama minimal 5 jam. Sisa pelarut dalam labu lemak dihilangkan dengan dipanaskan dalam oven, lalu ditimbang.

Kadar lemak (%bb) = berat lemak x 100 % berat sampel

Kadar lemak (%bk) = kadar lemak (%bb) x 100 % 100 - kadar air (%bb)

e. Analisis Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC 1995)

Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference

dilakukan dengan cara mengurangkan 100% dengan nilai total dari kadar air (%bb), kadar abu (%bb), kadar protein (%bb) dan kadar lemak (%bb).

Kadar karbohidrat (%b/b) = 100% - (kadar air + kadar protein + kadar lemak + kadar abu)

f. Analisis Nilai Energi (Almatsier 2001)

Penentuan nilai energi makanan melalui perhitungan dapat dilakukan menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi makanan tersebut.

Energi = (4 kkal/g x kadar karbohidrat) + (4 kkal/g x kadar protein) + (9 kkal/g x kadar lemak)

g. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah berupa pengujian kesukaan indrawi terhadap produk olahan panggang. Pengujian meliputi uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan produk. Parameter yang diuji meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Skor penilaian yang digunakan dalam uji hedonik menggunakan skala garis. Penilaian dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih.

Produk yang diujikan adalah cookies PGT dan cookies terigu. Untuk mengetahui pengaruh perlakukan terhadap tingkat kesukaan panelis maka dilakukan analisis statistik dengan t-Test terhadap data hasil uji organoleptik.

h. Total Pati (Apriyantono et al. 1989 yang dimodifikasi) Hidrolisis pati dengan asam

Sebanyak 3 g dicuci dengan menggunakan etanol 80% sebanyak ±30 ml secara maserasi untuk menghilangkan gula-gula sederhana pada suhu kamar selama 15 menit. Kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven vakum pada

suhu 50 oC selama 6 jam. Sebanyak 0.5 g sampel yang telah dihaluskan ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml. Ditambahkan air destilata sebanyak 25 ml dan 5 ml HCl 25%. Erlenmeyer ditutup, lalu

dipanaskan di atas penangas air suhu 100 oC selama 2.5 jam untuk

menghidrolisis pati. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis dinetralkan dengan larutan NaOH 25% dan diencerkan sampai volume 100 ml setelah itu dihomogenisasi serta disaring untuk kemudian disebut larutan stok

Penentuan total gula pereduksi dengan metode Anthrone

Disiapkan larutan pereaksi Anthrone 0.1% dengan melarutkan 0.1 g bubuk Anthrone dalam 100 ml asam sulfat pekat. Larutan dibuat sesaat sebelum digunakan. Dari larutan stok dipipet 1 ml dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Dari larutan tersebut, sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan dengan 5 ml pereaksi Anthrone. Untuk kurva standar, sampel diganti dengan larutan glukosa murni 0.2 mg/ml sebanyak 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml yang masing-masing kemudian ditepatkan menjadi 1 ml dengan air destilata. Tabung ditutup dan diinkubasi

dalam penangas air pada suhu 100 oC selama 12 menit. Larutan segera

didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Kadar gula pereduksi sampel ditentukan berdasarkan kurva standar glukosa yang diperoleh dari plot kadar glukosa dan absorbansi larutan glukosa murni.

Penentuan kadar pati sampel

Nilai kadar gula pereduksi yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengenceran. Kadar total pati dalam sampel diperoleh dengan mengalikan kadar total gula dengan faktor konversi 0.9.

i. Kadar Amilosa (Apriyantono et al. 1989) Pembuatan kurva standar amilosa

Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam tabung reaksi. Lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 oC selama 10

menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 ml yang kemudian ditambahkan air destilata sampai tanda tera sebagai larutan stok standar.

Dari larutan stok dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dan dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing-masing-masing labu takar tersebut kemudian ditambahkan 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan asetat 1 N. Ditambahkan 2 ml larutan iod (0.2 g I2 dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 ml air destilata) ke dalam setiap labu, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar merupakan hubungan antara kadar amilosa dan absorbansi.

Analisis sampel

Sebanyak 100 mg sampel pati dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam tabung reaksi bertutup. Tabung reaksi bertutup kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 oC selam 10 menit. Setelah didinginkan, larutan pati yang telah dipanaskan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml secara kuantitatif kemudian ditambahkan air destilata sampai tanda tera dan dihomogenkan. Dipipet 5 ml larutan pati kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam labu takar tersebut, kemudian ditambahkan 1.0 ml larutan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar yang diperoleh.

j. Kadar Serat Pangan Total metode enzimatis (AOAC 1995)

Sampel kering diekstrak lemaknya dengan pelarut petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Sejumlah 1 g sampel bebas lemak (w) dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer fosfat pH 6 dan dibuat suspensi. Lalu ditambahkan 0.1 ml termamyl, ditutup dengan alufo dan diinkubasi pada

suhu 100 oC selama 15 menit, diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC dan diagitasi selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur menjadi 6.8, lalu ditambahkan 100 mg pankreatin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 60 menit sambil diagitasi, dan terakhir pH diatur dengan HCl menjadi 4.5. Selanjutnya disaring dengan

kertas saring Whatman No.42 yang sebelumnya telah diketahui bobot

keringnya kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml aquades, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton, lalu dikeringkan pada suhu 105 oC sampai berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1/B1). Kemudian diabukan dalam tanur 500 oC selama minimal 5 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1/B2). Nilai blanko diperoleh dengan cara yang sama namun tanpa menggunakan sampel.

Nilai TDF (% bb) = ((D1 – B1) – (I1 – B2)/w) x 100 % Keterangan : D1 = berat sampel setelah dioven

I 1 = berat sampel setelah ditanur B1 = berat blanko setelah dioven B2 = berat blanko setelah ditanur

k. Kadar Pati Resisten metode enzimatik gravimetri (AOAC 1995), untuk sampel pati

Sebanyak 0.5 g sampel pati dilarutkan dengan 25 ml buffer fosfat 0.08 M (pH 6.0) dalam gelas piala 250 ml, lalu ditutup dengan aluminium foil. Kemudian ditambahkan 0.2 ml enzim termamyl dan campuran diinkubasi dalam penangas air suhu 95 oC selama 30 menit dengan diaduk lembut setiap 5 menit sekali. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, pH larutan diatur hingga 4.5 dengan 5 ml larutan HCl 0.275 N dan ditambahkan 30 μl enzim amiloglukosidase (10 mg/ml buffer fosfat pH 6.0), lalu diinkubasi dengan

penangas air bergoyang dengan suhu 60 oC selama 30 menit. Setelah

menambahkan 5 ml larutan NaOH 0.325 N, ditambahkan 50 μl enzim protease (40 mg protease/50 ml buffer fosfat pH 6.0) dan campuran diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60 oC selama 30 menit.

Setelah inkubasi selesai, larutan disentrifuse 3000 rpm selama 10 menit. Setelah itu, diambil bagian peletnya dengan disaraing menggunakan

crucible filter. Kemudian pelet dicuci dua kali dengan etanol 80% dan air destilata. Residu tersebut dikeringkan dengan oven suhu 40 oC. Kadar pati resisten dihitung dengan cara membandingkan bobot residu dengan bobot sampel dikalikan 100.

Kadar pati resisten (%) = bobot residu x 100 % bobot sampel

l. Kadar Pati Resisten (AOAC 1995 yang dikombinasikan dengan AOAC 1985), untuk sampel terigu dan cookies

Sebanyak 0.5 g sampel sampel dilarutkan dengan 25 ml buffer fosfat 0.08 M (pH 6.0) dalam gelas piala 250 ml, lalu ditutup dengan aluminium foil. Kemudian ditambahkan 0.2 ml enzim termamyl dan campuran diinkubasi dalam penangas air suhu 95 oC selama 30 menit dengan diaduk lembut setiap 5 menit sekali. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, pH larutan diatur hingga 4.5 dengan 5 ml larutan HCl 0.275 N dan ditambahkan

30 μl enzim amiloglukosidase (10 mg/ml buffer fosfat pH 6.0), lalu

diinkubasi dengan penangas air bergoyang dengan suhu 60 oC selama 30 menit. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, pH campuran diatur menjadi 7.5 dengan menambahkan 5 ml larutan NaOH 0.325 N, ditambahkan 50 μl enzim protease (40 mg protease/50 ml buffer fosfat pH 6.0) dan campuran diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60 oC selama 30 menit.

Setelah inkubasi selesai, larutan disentrifuse 3000 rpm selama 10 menit. Setelah itu, diambil bagian peletnya. Kemudian pelet dicuci dua kali dengan etanol 80% dan air destilata. Supernatan dibuang lalu ditambah 1 ml aquades. Kemudian dimasukkan ke dalam penangas air suhu 100 oC selama 20 menit sambil dikocok halus. Setelah itu, ditambah 1 ml KOH 4 M

kemudian diaduk selama 30 menit pada suhu ruang. Kemudian ditambah 1 ml buffer asetat pH 4.75 0.4 M, lalu ditambah 1.5 ml HCl 2 M (atau sampai pH 4.75), kemudian elektroda dicuci dengan 1.5 ml buffer asetat pH 4.75 0.1 M. Setelah itu, ditambahkan 60 μl amiloglukosidase (10 mg/ml buffer asetat pH 4.75 0.4 M). Kemudian dimasukkan ke dalam penangas air bergoyang suhu 60 oC selama 30 menit lalu disentrifuse 3500 rpm selama 30 menit. Kemudian supernatan diambil dan ditepatkan menjadi 10 ml (larutan stok). Lalu kadar gula diukur dengan metode anthrone. Larutan stok diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan dengan aquades

sampai tanda tera. Disiapkan larutan pereaksi Anthrone 0.1% dengan

melarutkan 0.1 g bubuk Anthrone dalam 100 ml asam sulfat pekat. Larutan dibuat sesaat sebelum digunakan. Larutan stok sampel yang telah diencerkan sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan dengan 5 ml pereaksi Anthrone.

Kurva standar, sampel diganti dengan larutan glukosa murni 0.2 mg/ml sebanyak 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml yang masing-masing kemudian ditepatkan menjadi 1 ml dengan air destilata. Tabung ditutup dan diinkubasi dalam penangas air pada suhu 100 oC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Kadar gula pereduksi sampel ditentukan berdasarkan kurva standar glukosa yang diperoleh dari plot kadar glukosa dan absorbansi larutan glukosa murni.

Kadar gula pereduksi (%) = C x FP x 100 % bobot sampel

kadar pati resisten = Kadar gula pereduksi x 0.9 keterangan :

C = konsentrasi gula berdasarkan kurva standar glukosa

FP = faktor pengenceran

m. Daya Cerna Pati (Muchtadi et al. 1992)

Sebanyak 1 g sampel dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan dengan 100 ml air destilata. Wadah ditutup dengan aluminium foil dan dipanaskan dalam waterbath hingga mencapai suhu 90 oC sambil

diaduk. Setelah suhu 90 oC tercapai, sampel segera diangkat dan didinginkan. Dari larutan tersebut dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan 3 ml air destilata dan 5 ml buffer fosfat pH 7 0.1 M. Masing-masing sampel dibuat dua kali, salah satunya sebagai blanko. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5 ml larutan enzim α-amilase (1 mg/ml dalam buffer fosfat pH 7) untuk sampel dan 5 ml buffer fosfat pH 7 0.1 M untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30 menit.

Sebanyak 1 ml campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2 ml larutan DNS (asam dinitrosalisilat). Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam larutan ditambahkan 10 ml air destilata dan divorteks. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Kurva standar diperoleh dari perlakuan DNS terhadap 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan maltosa murni 0.5 mg/ml yang ditepatkan menjadi 1 ml dengan air destilata.

Daya cerna pati = A – a x 100 % B – b

Dimana : A = kadar maltosa sampel

a = kadar maltosa blanko sampel

B = kadar maltosa pati murni

b = kadar maltosa blanko pati murni

n. Uji Indeks Glikemik (El 1999 yang dimodifikasi)

Cookies yang akan dilakukan analisis indeks glikemik dianalisis proksimat terlebih dahulu untuk mengetahui jumlah cookies yang harus dikonsumsi oleh relawan atau panelis dalam uji indeks glikemik, yaitu setara dengan 50 gram kandungan karbohidrat termasuk polisakarida non pati.

Setiap porsi sampel yang akan ditentukan nilai indeks glikemiknya (mengandung 50 g karbohidrat) diberikan kepada panelis yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama semalam (sekitar pukul 20.00 sampai pukul

08.00 pagi besoknya). Panelis yang digunakan adalah individu sehat, tidak menderita diabetes, dan memiliki IMT (indeks masa tubuh) normal (18-25). Sampel yang diuji merupakan produk yang paling disukai oleh panelis pada uji organoleptik.

Panelis yang digunakan berjumlah 10 orang (3 pria dan 7 wanita). Selama dua jam pasca-pemberian, sampel darah sebanyak 20 μL (finger-prick cappilary blood samples method) diambil setiap 30 menit selama 2 jamnya untuk diukur kadar glukosanya (pengukuran menit ke-0, ke-30, ke-60, ke-90, dan ke-120). Pada waktu berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa murni (sebagai pangan acuan) kepada panelis.

Kadar gula darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) diplotkan pada dua sumbu waktu (X) dan kadar gula (Y). Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan (glukosa murni).

IG = luas area dibawah kurva respon glikemik sampel x 100 % luas area dibawah kurva respon glikemik standar glukosa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI PATI GARUT (Marantha arundinacea L.)

Umbi garut yang digunakan diperoleh dari kebun percobaan Balai Penelitian Biologi dan Genetika, Cimanggu, Bogor. Tanaman garut ini dipanen berumur sekitar 10 bulan. Menurut Widowati et al. (2002), pati garut diperoleh dari rimpang garut yang telah berumur 8-12 bulan. Kultivar umbi garut yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultivar creole. Kultivar

creole memiliki kadar pati lebih tinggi dibandingkan kultivar banana

sehingga lebih baik untuk diekstrak patinya (Kay 1973).

Tahapan pembuatan pati garut meliputi (1) pemilihan bahan, (2) pembersihan dan pencucian bahan dari kotoran dan sisik, (3) pemarutan rimpang dengan manual atau dengan mesin, (4) penambahan air sehingga pati terpisah dari ampasnya, (5) pemisahan pati dengan penggantian air beberapa kali untuk mendapatkan endapan warna putih, (6) endapan diperas dan dikeringkan, (7) penggilingan dan pengayakan (Pribadi dan Sudiarto 2002). Pengupasan dilakukan untuk membersihkan umbi dari kotoran dan kulit yang melekat pada umbi tersebut. Pengupasan bersamaan dengan pencucian karena pencucian dalam air memudahkan pengupasan. Kemudian umbi direndam dalam air sampai seluruh bagian umbi terendam selama 1 jam untuk melunakkan jaringan umbi agar lebih mudah diparut.

Setelah itu, umbi diparut dengan menggunakan rasper (mesin parut) untuk untuk merusak sel-sel dan jaringan umbi agar pati mudah terekstrak. Pada saat pemarutan, dilakukan penambahan air untuk memberikan tekanan agar pati mudah keluar dari sel-sel dan jaringan umbi. Kemudian dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan vibrating screen untuk memisahkan pati yang larut dalam air dengan ampas. Pada saat ekstraksi, dilakukan penambahan air dengan perbandingan bahan dan air sebesar 1 : 3.5. Ampas yang diperoleh kemudian diekstraksi kembali menggunakan air dengan perbandingan yang sama pada ekstraksi yang pertama. Suspensi pati hasil ekstraksi kemudian diendapkan selama 12 jam untuk memudahkan pemisahan air dengan pati.

Setelah pati mengendap, air pada bagian atas dialirkan keluar bak penampung hingga yang tersisa hanya bagian pati basah. Pengeringan pati basah dilakukan dengan menggunakan oven pengering bersuhu 55 oC selama 6 jam sampai kadar air sekitar 10-12%. Pati yang berbentuk bongkahan tidak seragam selanjutnya digiling untuk mengecilkan ukuran dengan menggunakan disc mill sekaligus dilakukan proses pengayakan pati dengan ayakan 80 mesh agar didapatkan ukuran pati yang seragam. Pati garut yang telah diayak tersebut telah siap digunakan untuk pembuatan pati modifikasi

Rendemen pati dihitung berdasarkan perbandingan berat pati kering dengan umbi yang sudah dibersihkan kulitnya. Rendemen pati pada penelitian ini sebesar 15.96%. Hasil ini lebih besar dari hasil penelitian Pratiwi (2008b) yang menyatakan rendemen pati umbi garut yang dapat diekstrak yaitu sebesar 10.78%. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur pati garut yang digunakan. Umbi garut yang digunakan dalam penelitian ini berumur 10 bulan sedangkan umbi garut yang digunakan oleh Pratiwi (2008b) berumur sekitar 4-6 bulan. Menurut Badrudin (2004), umbi garut yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pati garut adalah umbi berumur 8-11 bulan. Rendemen pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi pati umbi garut dapat dilihat di Tabel 10.

Tabel 10 Rendemen pati umbi garut Umbi garut

(gram)

Umbi garut setelah dikupas

(gram)

Pati (gram) Rendemen (%)

67300 63100 9900 15.69

B. PEMBUATAN PATI GARUT TERMODIFIKASI UNTUK

MENGHASILKAN PATI RESISTEN TIPE III

Pati garut yang dihasilkan selanjutnya dijadikan bahan untuk membuat pati resisten tipe III. Pembuatan pati resisten terdiri dari dua tahap yaitu gelatinisasi dan retrogradasi. Pada tahap awal pati yang disuspensikan digelatinisasi terlebih dahulu melalui pemanasan pada suhu tinggi. Tujuan

menggunakan air berlebih sehingga amilosa keluar. Akan tetapi sebelum

autoclaving, suspensi pati dipanaskan terlebih dahulu pada suhu ± 70 0C agar didapat pasta pati yang homogen. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mun dan Shin (2005) yang menggunakan pati jagung dimana pati jagung hanya disuspensikan ke dalam air kemudian langsung diautoklaf. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan ukuran granula pati. Pati garut memiliki ukuran granula pati yang lebih besar, yaitu sebesar 30-70 μm (Suriani 2008), dibandingkan ukuran granula pati jagung yang hanya sebesar

5-25 μm (Belizt dan Grosch 1999). Besarnya ukuran granula pati garut menyebabkan pengendapan pada saat pati garut disuspensikan ke dalam air, sehingga ketika suspensi pati garut tersebut diautoklaf pati tidak membentuk gel tetapi membentuk kristal pati yang keras akibat tekanan yang tinggi saat

autoclaving. Selanjutnya pati yang telah tergelatinisasi didinginkan sehingga terjadi retrogradasi. Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen (Sajilata et al. 2006).

Pembuatan pati modifikasi pada penelitian ini menggunakan perlakuan 3 siklus autoclaving-cooling dengan waktu gelatinisasi selama 15 menit. Menurut Pratiwi (2008b), pati garut modifikasi perlakuan 3 siklus

autoclaving-cooling dengan waktu gelatinisasi 15 menit memiliki daya cerna pati yang rendah serta kadar RS tipe III yang cukup tinggi.

Rendemen pati garut termodifikasi dihitung berdasarkan perbandingan berat pati garut termodifikasi (PGT) dengan berat pati garut. Rendemen PGT pada penelitian ini sebesar 86.02%. Hasil ini lebih besar dari hasil penelitian

Dokumen terkait