• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

E. Teknik Analisis Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang dipergunakan, maka analisis penggunaan gaya bahasa pada puisi Chairil Anwar dalam kumpulan

“Deru Campur Debu” dapat dicocokkan sesuai teknik pengumpulan data yang digunakan, yakni analisis gaya bahasa puisi Chairil Anwar.

Pendeskripsian penggunaan gaya bahasa pada puisi Chairil Anwar dalam kumpulan Deru Campur Debu dapat yang dijadikan acuan dalam penelitian meliputi:

1) Menganalisis seluruh penggunaan diksi / gaya bahasa pada puisi Chairil Anwar dalam kumpulan Deru Campur Debu.

2) Mendeskripsikan data pada puisi Chairil Anwar.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan secara mendetail hasil penelitian dari puisi kumpulan Deru Campur Debu karya Chairil Anwar, yakni dari segi penggunaan diksi/ gaya bahasa. Di samping itu akan dijelaskan pula bukti-bukti konkret yang diperoleh dari hasil analisis data yang merupakan hasil penelitian.

A. P enyajian Hasil Analisis Data

Supaya mudah menanggapi semua masalah di dalam penelitian ini, ada baiknya apa yang diteliti, cermati dan dipahami dahulu secara mendalam apa permasalahan yang menjadi fokus penelitian tersebut.

Di dalam menganalisis sebuah puisi tersebut, yang difokuskan pada masalah gaya bahasa pada kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar.

Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah syle. Gaya bahasa style menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu untuk menghadapi hierarki kebahasaan, baik pada tataran pilihan kata secara individu, frasa, klausa, kalimat maupun wacana secara keseluruhan. Style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa (Gorys Keraf, 2002:

113).

Pendapat ahli sastra Panuti Sudjiman (1990: 33) menyatakan bahwa yang disebut gaya bahasa adalah cara menyampaikan pikiran dan perasaan dengan kata-kata dalam bentuk tulisan maupun lisan. Menurut Harimurti Kridalaksana (2001:

25) penjelasan istilah gaya bahasa secara luas yaitu pertama, pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis. Kedua, pemakaian ragam tertentu untuk memeroleh efek-efek tertentu. Ketiga, keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran dan perasaan batin yang hidup melalui bahasa yang khas dalam bertutur untuk memperoleh efek-efek tertentu sehingga apa yang dinyatakan menjadi jelas dan mendapat arti yang pas.

Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.

Di dalam diksi juga memiliki makna denotasi dan makna konotasi. Makna denotasi adalah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda. Makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil & ukuran badannya normal. Sedangkan konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam-macam makna. makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang / kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral,

artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan ramping.

Adapun penjelasan tentang jenis-jenis gaya bahasa/diksi dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar yaitu:

a. Gaya bahasa/ diksi

Gaya bahasa dikelompokkan menjadi lima yaitu gaya bahasa perbandingan, perulangan, sindiran, pertentangan dan penegasan. Berikut ini ada beberapa puisi Chairil Anwar yang memiliki gaya bahasa :

Aku

kalau sampai waktuku

‘ku mau tak seorang, ‘kan merayu Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa ku bawa berlari Berlari

Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

 Diksi

Untuk ketepatan pemilihan kata sering kali penyair menggantikan kata yang dipergunakan berkali-kali yang dirasa belum tepat, diubah kata-katanya.

Seperti pada baris kedua: bait pertama

“kalau sampai waktuku” dapat berarti “kalau aku mati”. Ia menginginkan jangan ada seorang pun yang bersedih “Ku mau tak seorang ’kan merayu”. Merupakan pengganti dari kata “ku tahu”. Penyair merasa sedih dan ia tidak ingin oraang lain campur tangan akan nasibnya, baik dalam suka maupun duka.

“Tidak juga kau” dapat berarti “tidak juga engkau anakku, istriku, atau kekasihku”.

“tak perlu sedu sedan“ dapat bererti “berarti tak ada gunannya kesedihan itu”.

 Gaya bahasa

Dalam puisi Chairil Anwar yang berjudul “Aku” terdapat gaya bahasa perbandingan yaitu gaya bahasa hiperbola. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan berlebih-lebihan dari kenyataan. Puisi Chairil Anwar yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah :

Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar perlu menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang

………

Aku ingin hidup seribu tahun lagi

Si aku adalah binatang jalang yang lepas bebas, yang terbuang dari kumpulannya, ia merdeka tidak mau terikat oleh aturan-aturan yang mengikat. Bahkan meskipun ia di tembak, peluru menembus kulitnya, si aku tetap berang dan memberontak terhadap aturan-aturan yang mengikat tersebut.si aku ingin hidup seribu tahun lagi, maksudnya secara kiasan, si aku menginginkan semangatnya, pikirannya, karya-karyanya akan hidup selama-lamanya.

Gaya tersebut disertai ulangan i-i yang lebih menambah intensitas : Luka dan bisa kubawa berlari. Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli Aku ingin hidup seribu tahun lagi.

Dengan demikian jelas hiperbola tersebut penonjolan pribadi tampak makin nyata disana ia mencoba untuk nyata berada di dalam dunianya.

Hampa

Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak.

Lurus kaku pohonan. Tak bergerak Sampai ke puncak. Sepi memangut Tak satu kuasa melepas-renggut Segala menanti. Menanti. Menanti

Sepi

Tambah ini menanti jadi mencekik Memberat-mencengkung punda Sampai binasa segala. Belum apa-apa

Udara bertuba. Setan bertempik Ini sepi terus ada. Dan menanti.

 Diksi (Pilihan Kata)

Diksi atau pemilihan kata yang digunakan Chairil Anwar dalam mengungkapkan perasaannya pada puisi di atas, menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif, seperti pada larik: Lurus kaku pohonan. Tak bergerak, Memberat-mencekung pundak, dan udara bertuba setan bertempik. Pilihan kata yang digunakan si penyair dalam mengungkapkan perasaannya dalam puisinya yang menggunakan kata yang bersifat konotatif karena banyak mengandung arti dan yang mewakili keseluruhan puisi yaitu terdapat pada kata “sepi”, terbukti pada : “Sepi diluar menekan mendesak”

 Gaya bahasa yang terdapat pada judul puisi hampa yaitu : 1. Gaya bahasa penegasan yang meliputi gaya bahasa :

 Repetisi yaitu gaya bahasa yang mengulang kata-kata sebagai suatu penegasan terhadap maksudnya. Seperti sajak berikut ini :

“Segala menanti. Menanti. Menanti, Sepi di luar. Sepi menekan mendesak, Ini sepi terus ada. Dan menanti”.

Pengulangan kata sepi dan menanti, memberi penegasan bahwa Chairil Anwar sangat kesepian, namun meski sepi, ia akan terus menanti pujaan hatinya.

2. Gaya bahasa perulangan yang meliputi gaya bahasa :

 tautologi yaitu pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.

“Romtok-gugur segala. Setan bertempik “ 3. gaya bahasa perbandingan yang meliputi gaya bahasa :

 Personifikasi yaitu gaya bahasa yang mempersamakan benda-benda mati seolah-olah dapat hidup atau mempunyai sifat kemanusiaan. Seperti :

“Lurus kaku pepohonan tak bergerak”

Kata pohonan disini seakan-akan makhluk hidup yang memiliki rasa kaku.

Rasa kesepian itu membuat Chairil Anwar bagaikan pohon yang tak bergerak. Hampa, kosong, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa.

 Hiperbola yaitu gaya bahasa yang mengandung pernyataan berlebih-lebihan dari kenyataan. Seperti sajak berikut:

“Udara bertuba setan bertempik”

Suasana sekitar yang dirasakan Chairil Anwar begitu penat, ia merasakan hatinya menjerit-jerit, sehingga membuat ia semakin tak kuasa menahan penantiannya itu. Menggunakan kata setan, yang terkesan berlebihan.

“Sepi.Tambah ini menanti jadi mencekik. Memberat-mencekung punda,sampai binasa segala”

yang artinya dalam kesepian dia menunggu sampai membungkukkan pundaknya sampai tak sanggup lagi menanti.

Sia-Sia

Penghabisan kali itu kau datang Membawa karangan kembang Mawar merah dan melatih puith:

Darah dan suci Kau tebarkan depanku

Serta pandang yang memastikan: untukmu.

Sudah itu kita sama termangu Saling bertanya: Apakah itu?

Cinta? Keduanya tak mengerti.

Sehari itu kita bersama. Tak hampir menghampiri.

Ah! Hatiku yang tak mau memberi Mampus kau dikoyak-koyak sepi.

 Diksi

Sajak karya Chairil Anwar mampu memberikan imajinasi yang kuat dan membangkitkan kesan yang berbeda. Seperti pada pernyataan berikut

“Penghabisan kali itu kau datang” kata penghabisan dipilihnya karena terasa lebih indah dan dalam daripada kata terakhir walaupun sama artinya. Setelah kalimat ditulisnya “membawa kembang berkarang”, kata kembang berasal dari bahasa sunda yang artinya bunga. Sudah menjadi hal yang biasa khususnya di dalam karya sastra seorang gadis itu dilambangkan dengan bunga.

“Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri.” Dari lirik itu jelas bahwa si “aku” melakukan pertemuan dengan kekasihnya. Tetapi ketika sedang berjumpa itu, mereka tidak saling menyapa, yang ada hanya saling berdiam diri saja. Tetapi diakhir bait si “aku” seakan-akan menyesal dengan perlakuannya terhadap gadis tersebut “Ah! Hatiku yang tak mampu memberi”. Akhirnya si “aku” mengutuki dirinya sendiri dengan kata “Mampus kau dikoyak-koyak sepi”.

 Gaya Bahasa yang terdapat pada puisi “sia-sia” yaitu : 1. Gaya bahasa perbandingan yang meliputi gaya bahasa :

 Simbolik adalah melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambing untuk menyatakan maksud. Puisi yang menunjukkan gaya bahasa simbolik yaitu :

“Penghabisan kali itu kau datang”, “Membawa kembang berkarang”

karena gaya bahasa kiasan untuk melukiskan sesuatu dengan menggunakan benda–benda sebagai simbol atau perlambang.

 Alegori adalah menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. Puisi yang menunjukkan gaya bahasa alegori yaitu:

“Mawar mewah dan melati putih”, “Darah dan suci” dan “Kau terbarkan depanku”

karena majas ini gaya bahasa yang mengungkapkan beberapa perbandingan yang bertaut satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh.

 Perifrase adalah ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang pendek. Puisi yang menunjukkan gaya bahasa perifrase adalah :

“Serta pandang yang memastikan: untukmu”

karena majas ini gaya bahasa penguraian sepatah kata diganti dengan serangkaian kata yang mengandung arti yang sama.

 Eufemismus adalah gaya bahasa yang berusaha menggunakan ungkapan-ungkapan lain dengan maksud memperhalus. Puisi yang menunjukkan gaya bahasa eufemismua yaitu :

“Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri”

karena majas ini menyatakan sesuatu dengan ungkapan yang lebih halus.

Maksudnya mereka bersama tapi tidak saling menghampiri, tidak saling menyapa satu sama lain.

 Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan. Puisi yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah :

“Ah! Hatiku yang tak mau memberi”, “Mampus kau dkoyak-koyak sepi”

karena majas ini mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Pada kata “Ah! Hatiku yang tak mau memberi/Mampus kau dikoyak-koyak sepi” penyair menggunakan kata mampus semata-mata memberikan gambaran bahwa si “aku” benar-benar sedang dalam keadaan kesepian, kesunyian, penderitaan, tetapi Chairil Anwar tetap memilihnya, dan dia menistakan dirinya karena memilih perbuatan itu.

2. Gaya bahasa penegasan melipuit gaya bahasa :

 Retoris adalah gaya bahasa ungkapan pernyataan yang jawabannya telah terkandung didalam pernyataan tersebut. Puisi yang memiliki gaya bahasa retoris yaitu “

Lalu kita sama termangu”, “Saling bertanya: apakah ini?” dan

“Cinta? Kita berdua tak mengerti”

Karena berupa pernyataan yang tidak menuntut suatu jawaban.

Doa

Kepada pemeluk teguh

Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh Mengingat kau penuh seluruh

CayaMU papas suci Tuhanku Aku hilang bentuk

Remuk Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing Tuhanku

Dipintumu aku mengetuk Aku tidak bisa berpalin

Puisi di atas menceritakan tentang ketuhanan. . Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata bernaka ketuhanan. Kata “doa” yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan Sang Pencipta.

Kata-kata lain yang mendukung tema adalah: Tuhanku, nama-Mu, mengingat Kau, caya-Mu, di pintu-Mu. Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan

sebuah renungan dirinya yang menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan. Puisi yang bertemakan ketuhanan ini memang mengungkapkan dialog dirinya dengan Tuhan. Kata “Tuhan” yang disebutkan beberapa kali memperkuat bukti tersebut, seolah-olah penyair sedang berbicara dengan Tuhan. Adapun diksi atau gaya bahasa yang digunakan penyair dalam puisi yang berjudul “doa” ini adalah :

 Diksi

Diksi yang digunakan yaitu : 1. Konotasi

Pada kalimat “Aku hilang bentuk”

2. Denotasi

pada kalimat “Aku mengembara di negeri asing”

 Gaya bahasa yang terdapat pada puisi Chairil Anwar yang berjudul “Doa”

yaitu :

1. Gaya bahasa perbandingan yang meliputi gaya bahasa :

 Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dari kenyataan. Puisiyang menunjukkan gaya bahasa hiperbola yaitu :

“Tuhanku

Aku hilang bentuk Remuk”

maksudnya adalah si penyair menggambarkan perasaannya kepada sang pencipta yaitu perasaan terharu dan rindu.

Kepada Peminta-Minta

Baik, baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa

Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku

Jangan lagi kamu bercerita Sudah tercacar semua di muka

Nanah meleleh dari muka Sambil berjalan kau usap juga

Bersuara tiap kaumelangkah Mengerang tiap kaumemandang Menetes dari suasana kaudatang

Sembarang kaumerebah

Mengganggu dalam mimpiku Menghempas aku di bumi keras

Di bibirku terasa pedas Mengaum di telingaku

Baik, baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segela dosa.

Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku.

 Diksi

Kata-kata dalam puisi “Kepada Peminta-minta” memiliki makna kiasan yang harus dipahami secara seksama. Tokoh aku dan dia memerlukan interprestasi

sendiri untuk menentukannya. Hal ini dalam setiap maksudnya memerlukan pemahaman yang menyeluruh. Secara umum puisi juga sulit untuk dipahami, terdapat penafsiran tertentu. Dengan demikian penggunaan kata konotatif dalam puisi tersebut cukup menjadi perhatian. Penyair menggunakan kata-kata tersebut untuk mengungkapkan sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan makna konotatif.

Jadi, penggunaan kata konotatif dilakukan untuk menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Penggunaan kata konotatif juga untuk menciptakan efek estetis.

pada baris ke empat Nanti darahku jadi beku. Hal ini merupakan makna konotasi yang memerlukan penafsiran.Terdapat pula makna konotasi pada baris 6 Sudah tercacar semua di muka. Pemilihan kata pada baris genap tidak terlepas dari kata yang digunakan pada 2 baris pertama. Misalnya pada baris pertama penyair mengatakan dia akan menghadap Dia, maka pada baris kedua kata menyerahkan diri dan segala dosa dirasa sangat cocok konteksnya. Pada baris ketiga dan keempat penyair meminta untuk jangan menentang dirinya lagi, maka darahnya akan menjadi beku, hal ini sesuai konteksnya. Pada baris kelima dan keenam penyair meminta untuk jangan bercerita lagi, semua sudah tercacar dimuka. Baris ketujuh dan kedelapan penyair nanah meleleh dari luka sambil berjalan kau usap juga. Dari hal itu terlihat pemilihan kata yang tepat sekali yang digunakan oleh penyair.

Pilihan kata (diksi) dalam puisi “Kepada Peminta-minta” mempunyai efek kecewa, menyerah, letih, terluka, sedih, berat, dan risau. Hal itu dapat terlihat dari penggunaan kata: menyerahkan diri, tentang, luka, tercacar, meleleh,

menghempas, mengerang, merebah, menetas. Sedangkan adanya risau terlihat dari apa yang di ungkap oleh penyair yaitu: mengganggu, menghempas, merasa pedas dan mengaum di telinga. Selain itu, penyair juga menggunakan pilihan kata yang menciptakan efek letih, menyerah, kecewa, terluka, dan risau. Kesimpulan dari analisis gaya kata adalah puisi “Kepada Peminta-minta” selain menggunakan kata konotatif untuk mengungkapkan gagasan dan untuk mencapai efek estetis.

 Gaya Bahasa yang terdapat pada puisi yang berjudul “kepada peminta-minta yaitu gaya bahasa :

1. Gaya bahasa perbandingan yang meliputi gaya bahsa :

 Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan berlebih-lebihan dari kenyataan. Puisi yang mengandung gaya bahasa hiperbola yaitu :

“nanti darahku jadi beku”

Maksudnya jangan ada yang menentang si penyair nanti darahnya menjadi beku. Pada puisi ini si penyair merasa bersalah terhadap semua dosa-dosanya.

2. Gaya bahasa penegasan yang meliputi gaya bahasa :

 Repetisi adalah gaya bahasa gaya bahasa yang mengandung kata-kata sebagai suatu penegasan terhadap maksudnya. Puisi yang menunjukkan gaya bahasa repetisi yaitu :

baik, baik aku akan menghadap Dia.

Maksudnya si penyair akan mempertanggunga jawabkan semua dosa-dosanya dihadapan sang pencipta.

Penerimaan

Kalau kau mau kuterima kau kembali Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri Kutahu kau bukan yangdulu lagi

Bak kembang sari sudah terbagi Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kau kembali Untuk sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi

Puisi di atas menceritakan tentang percintaan. Tentang seorang lelaki yang masih menerima kekasihnya kembali meskipun sang kekasih sudah bersama orang lain.

 Diksi

Diksi yang terdapat pada puisi “Penerimaan” terdapat beberapa kata yang memakai makna :

1. Konotasi pada puisi :

“Bak kembang sari sudah terbagi”

Bak: bagaikan

Kembang sari: wanita perawan atau keperawanan Tunduk: menghadapkan wajah kebawah (malu) Tentang: dekat dihadapan muka (menemui) Cermin: alat pantul atau bayangan

2. Denotasi pada puisi:

“Kutahu kau bukan yang dulu lagi”

 Gaya bahasa yang terdapat pada puisi Chairil Abwar yang berjudul

“penerimaan” yaitu :

 Gaya bahasa perbandingan yang meliputi gaya bahasa Personifikasi Yaitu gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dari kenyataan. Puisi yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi yaitu:

“sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Maksudnya penyair tidak ingin berbagi kisahnya dengan siapapun, cukup dirinya sendiri.

Senja dipelabuhan kecil Ini kali tidak ada yangmencari cinta Di antara gudang, rumah tua, pada cerita

Tiang serta temali. Kapal, perahu tiada Berlaut menghembus diri dalam

Mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercerpat kelam. Ada juga

Kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan Menyisir semenanjung, masih pengap harap Sekali tiba diujung dan sekalian selamat jalan Dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.

Diksi

“Desir Hari Berenang menuju bujuk pangkal akanan”

Maksudnya hari hari telah berlalu dan berlalu dan berganti dengan masa mendatang mempercaya mau berpaut

“Tiada lagi harapan Diantara gudang, rumah tua”

Maksudnya sesuatu yang tidak berguna, seperti si Penyair yang dianggap tidak berguna lagi. Pilihan kata yang digunakan sipenyair dalam

menungkpkan perasaannya dalam puisinya yang menggunakan kata yang bersifat konotatif karena banyak mengandung arti yaitu terdapat pada kata

“kelas”, terbukti pada : “Gerimis mempercepat kelam”

Gaya Bahasa yang terdapat pada puisi Chairil Anwar yang berjudul “senja dipelabuhan kecil” yaitu :

1. Gaya bahasa perbandingan yang meliputi gaya bahasa :

 Metafora yaitu gaya bahasa yang menbandingan dua hal secara langsung dan singkat. Puisi yang menunjukkan gaya bahasa metafora yaitu :

“Diantara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut”

makudnya harapan si penyair kandas bagai kapal dan perahu yang tidak melaut karena menghempaskan diri dipantai saja”

 Personifikasi adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dari kenyataan. Puisi yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi yaitu :

“Diantara gudang, rumah tua pada cerita”

maksud si penyair bahwa rumah tua itu seakan mampu untuk bercerita tentang prjalanan hidupnya.

“Ada juga kelepak elang menyinggung muram”

maksudnya kelepak elang yang seakan mampu menyinggung perasaan orang yang sedang muram.

 Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dari kenyataan. Puisi yang menunjukkan gaya bahasa hiperboal yaitu :

“kini tanah dan air tidur hilang ombak”

Kalimat ini melebih-lebihkan dalamnya kebekuan hati seseorang yang di gambarkan.

Cintaku jauh di pulau Cintaku jauh di pulau, Gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar bulan memancar Dileher kukalungkan oleh-oleh buat si pacar

Angin membantu, laut terang, Tapi terasa aku tidak ‘kan sampai padanya

Angin membantu, laut terang, Tapi terasa aku tidak ‘kan sampai padanya

Dokumen terkait