• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORI

METODOLOGI PENELITIAN

IV.2. Analisis & Interpretasi

IV.2.3. Gaya Hidup

Identitas diri dapat juga dilihat dari gaya hidup. Gaya hidup membantu memahami apa yang orang lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Gaya hidup dapat dilihat dari waktu yang diluangkan buat apa dan uang yang dihabiskan untuk apa. Seperti yang terjadi di dalam kehidupan ketiga informan ini.

Ketiga informan menghabiskan sebagian uangnya untuk membeli barang-barang SS501 yang bisa dijadikan koleksi. Dari ketiga informan, yang paling royal dalam pembelian barang SS501 adalah informan 1. Dia sudah menghabiskan uang lebih dari 3 juta untuk membeli barang asli. Informan 1 sangat membudayakan pembelian barang asli dan bukannya bajakan. Ini dilakukannya untuk mendukung

boyband kesukaannya.

“Kalo sebenarnya pertama sih ya, awalnya sih cuma pengen punya album aja satu, minimal yang ori lah gitu kan, tapi ntah kenapa lama-lama jadi enak koleksinya, walau pun ntar jarang ditonton atau apa gitu kak. Lagian kan kalo kita beli yang ori , emm kita langsung ngedukung ke mereka istilahnya uang kita masuk ke kantong mereka. Trus pun kalo mau cari yang bajakan itu, SS501 itu tuh susah dicari.”

Infoman 1 menabung untuk membeli barang-barang tersebut, sudah dari dulu informan memiliki gaya hidup hemat. Dia mendapatkan satu juta rupiah uang saku dari orangtua tetapi hanya menghabiskan seratus ribu rupiah tiap bulannya, sehingga dia mempunyai banyak simpanan yang digunakan untuk pemenuhan kepuasan terhadap barang-barang SS501, yang berupa album, photo book, dan aksesoris. Sampai saat ini barang koleksi informan yaitu 10 album versi Korea, 3 album bahasa Jepang, 3 DVD konser, 4 buah light stick, photo book, post card, gelas dan yang termahal adalah sebuah photo book seharga tujuh ratus lima puluh

ribu rupiah. Semua barang koleksi dipajang di kamarnya. Orangtua pernah menyarankan agar ia memajangnya di ruang tamu saja tapi untuk menjaga keamanan barang-barangnya maka ia memutuskan untuk menyimpan di kamar saja. Informan juga banyak menghabiskan waktu luangnya untuk hal-hal yang berhubungan dengan SS501, seperti pernyataan-pernyataannya berikut ini:

“Kalo soal album lebih mahal Jepang daripada Taiwan ama Hongkong , tapi yang paling ori kan emang dari Korea, kalo paling murah 350, tapi kalo misalnya orang tu buat photo book atau misalnya mereka kan buat konser dan itu kan kadang ada CD nya

tuh yang limited, itu bisa ampe 700.000 atau 1.000.000. Kalau

senggang nonton dan kami itu nontonnya diulang-ulang.”

“Oh malah kalo lagi suntuk malah dengar MP3 smbil baca buku

ato kerjain tugas. Apalagi kalo lagi emosi sama dosen atau palak ama temen, kalo liati foto dan video mereka jadi senang lagi…

Bodoh ya kak ya?”

Informan 2 juga menyisihkan uang sakunya untuk membeli barang-barang

SS501. Barang koleksi yang dimiliki sampai sekarang adalah 4 album versi

Korea, light stick, pulpen, gantungan handphone, gelang, sticker, jam dan ia saat ini memesan barang lagi dari online shop berupa tas berbentuk kacang polong warna hijau, light stick, DVD. Harga barang termahal saat ini adalah DVD seharga tiga ratus ribu rupiah.

Informan 2 juga memiliki beberapa video yang diunduhnya lewat You

Tube serta lagu-lagu SS501 dalam format MP3. Lagu-lagu tersebut biasanya, ia

dengar melalui handphone setiap hari. Ada kebiasaan buruk informan, dia sering mendengarkan lagu atau browsing info tentang boyband kesuakaannya melalui

handphone saat pelajaran di sekolah sedang berlangsung. Headphone dan handphonenya pernah beberapa kali disita guru dan akan dikembalikan apabila

orangtuanya datang. Tetapi informan tidak menghadirkan orangtuanya, ia menyuruh ibu kos temannya atau tukang becak sebagai orangtuanya.

“Dengerin lagu juga atau kalo lagi browsing. Disita headphone. Ya

udah dibalikin pas manggil orangtuanya teman gitu. Kan teman ngekos jadi pinjam ibu kosnya bentar. Kadang ibu kadang bapak kalo bapak, tukang becak, kan aku dari kecil udah naik beca jadi

kalo hape aku lagi disita, wak beca juga udah maklum kalo anaknya tuh (menunjuk diri sendiri sambil nyengir).”

Informan 2 menggunakan waktu senggangnya juga untuk berkumpul bersama

Triple S atau Kpop Lovers. Dan di hari-hari sekolah, informan sering pulang telat

ke rumah untuk berkumpul dan berbagi cerita dengan teman-temannya tentang

boyband kesukaan mereka.

“Kalo dulu kan aku pulang selalu tepat-tepat waktu, sekarang ngga. Suka ngumpul-ngumpul dulu.”

“Sabtu Minggu jalan ama temen Kpop lovers lain, ama temen lain juga tapi ujung-ujungnya beli kaset korea juga..”

Berdasarkan pertimbangan larangan ayahnya untuk tidak menjadi fans girl, terkadang informan 2 tidak jujur saat memberitahu kepada orangtuanya kemana ia hendak pergi bahkan tidak minta izin kepada orangtua karena takut tidak diberi izin. Maka dia membuat semacam strategi untuk bisa menghadiri gathering. Seperti pada pernyataannya berikut ini:

“Tyas yang jujur kalo hari libur, kalo ga hari libur baru ga jujur,

kan ayahnya di rumah kalo libur ntar aku dilacak. Ayah kan pulang

jam 6, jadi bole pulang sebelum jam 6, nah itu kan senin ampe jumat kalo sabtu minggu ayah di rumah, kalo anaknya ga di rumah

yah udah pasti dicariin gitu.”

Saat bersama teman-temannya, informan 2 mau membawa-bawa nama-nama personil SS501 di pembicaraannya. Maka tidak heran kalu teman-temannya

menganggap kalau, seorang fans girl itu seperti tidak membutuhkan siapa-siapa, apalagi pacar karena terlalu asyik sendiri dengan idolanya.

“Gini kak kan istilahnya kalo udah punya idola kan, kan bahasa Koreanya bias, kalo dah punya bias tuh kayak ga butuh segalanya gitu,

kayak ga butuh temen, ga butuh pacar apalagi, kadang-kadang

ngomong ‘eh ntar makan siang , makan dimana?’ ‘biasa ama si

Jungmin’ gitu ngomongin Tyas ‘ih ga nyambung ya, udah itu kan jauh

di korea sana bukan di Medan”.

Informan 3 juga memiliki kesamaan dengan kedua informan di atas. Informan memakai waktunya untuk browsing tentang SS501, meniru tarian para personil SS501 sebagai dance cover, berkumpul dengan anggota Triple S yang

lain, mendengarkan musik, dan membicarakan SS501 atau Triple S setiap ada kesempatan. Seperti pernyataan berikut, informan selalu mengusahakan waktunya untuk hadir ke acara gathering.

“Trus kalo gathering gitu selalu hadir?? Wina sih usahain selalu hadir, cuman sekali aja wina gak ada.”

Informan 3 tidak begitu banyak memiliki barang-barang SS501 dan terkadang ia membeli bajakannya juga. Informan 2 dibantu adiknya yang juga Triple S dalam membeli barang-barang tersebut. Jadi mereka berdua menabung bersama.

“Album sih wina belum banyak ya paling masih tiga. Cuman kalo DVD Jepang adalah 1 tapi selebihnya adalah bajakan. Karena saya

gak mampu membelinya, kak (ketawa). Kalo aksesoris sih kita gak

fokus ke aksesoris, kita fokus ke album supaya lengkap dulu.”

Uang saku yang diberikan orangtua informan terbilang cukup, sehari ia mendapat tujuh ribu rupiah, membawa bekal dari rumah dan membawa sepeda motor ke kampus. Pembelian barang-barang SS501 tidak diketahui orangtua informan karena ia menganggap orangtuanya akan marah apabila mengetahui anaknya

menghabiskan uang sebayak itu untuk barang-barang yang tidak berhubungan dengan pendidikan.

“Nah itu dia, masih ngerayu-rayu, makin ke sini, kan lama makin jujur kak, didoktrin sikit-sikit akhirnya sampe mama bisa nerima. Dan sekarang alhamdulilah udah nerima, cuman masalah koleksi itu emang tetap gak tau, karena kalo dia tahu Wina ngeluarin uang untuk itu, mereka bakalan merepet. Jadi sekedar dia tahu suka gitu

aja, gak papa.”

Ketiga informan bukan hanya memiliki pikiran (mind), namun juga diri (self). Berbicara mengenai diri (self), informan memiliki kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi dirinya sendiri melalui bahasa. Subjek yang bertindak adalah ‘I’ dan dan objek yang mengamati adalah ‘Me’.

Saat berinteraksi ataupun saat menjalani gaya hidupnya, ketiga informan kadang berperan sebagai seseorang yang menjadi ‘I’ atau ‘Me’. Ketiga informan bertindak sebagai ‘I’, saat mereka memutuskan membeli barang-barang asli

SS501. Namun berdasarkan pertimbangan atau pemikiran (thought) terhadap

norma-norma, generalized other, serta harapan-harapan orang lain, para informan dapat berubah menjadi ‘Me’. Seperti yang dilakukan informan 1, ia memakai trik dengan tidak menyebutkan harga barang koleksinya pada orangtua karena ia tahu orangtua mengharapkannya untuk tidak membeli barang yang manfaat untuk ke depannya tidak ada. Begitu pula yang dilakukan informan 2 dan 3, yang tidak membiarkan orangtuanya tahu bahwa ia membeli barang-barang mahal tersebut dengan menyembunyikan koleksinya. Dari sini dapat dilihat kalau ‘I’ bersifat spontan, impulsif, dan kreatif, sedangkan ‘Me’ lebih reflektif dan peka secara sosial.

Gaya hidup ketiga informan timbul untuk memperjelas identitas diri mereka sebagai seorang fans girl. Mereka berusaha agar tidak ketinggalan informasi ataupun hal-hal yang ter-uptodate mengenai SS501 jadi mereka rela mengeluarkan

sejumlah uang yang terbilang besar untuk remaja yang masih di bangku pendidikan. Atau sekedar meluangkan waktu untuk berkumpul bersama untuk saling berbagi bersama anggota komunitas yang lain.

BAB V PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Pencapaian makna merupakan hal yang penting dalam hidup ini dan melalui percakapan dengan orang lain, kita dapat lebih memahami diri sendiri dan juga pengertian yang lebih baik akan pesan-pesan yang kita kirim atau terima. Hal ini berlaku pada komunitas Triple S juga, dimana setiap anggotanya berusaha memiliki makna yang sama mengenai SS501 maupun komunitas itu sendiri. Dan bagaimana makna yang diberikan oleh masyarakat mempengaruhi setiap anggota untuk bertindak seperti apa terhadap orang lain.

Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa identitas diri setiap informan terwujud berdasarkan interaksi mereka terhadap orang lain, baik keluarga, teman (particular other), maupun masyarakat umum (generalized

other). Melalui proses pemikiran (mind) memperkuat pemaknaan tiap informan

terhadap simbol verbal dan non verbal. Identitas diri ketiga informan mengalami proses pembentukan dalam hal status sosial mereka setelah bergabung di Triple S. Awalnya, masyarakat tidak menaruh perhatian pada mereka tetapi saat mereka berkumpul ataupun menunjukan identitas sebagai bagian dari kelompok, hal tersebut mengundang beberapa pandangan seperti menganggap mereka lain daripada yang lain, kompak, bahkan ada yang menganggap apa yang mereka ikuti tidak penting.

Tetapi bagaimana ketiga informan dimaknai di dalam komunitas, itu adalah bagian penting bagi mereka. Dalam komunitas, mereka merasa bebas ,

dihargai, dan dimengerti. Disini mereka bisa menemukan orang-orang yang memiliki satu persepsi dengan mereka. Maka sudah sewajarnya apabila mereka menganggap kelompok mereka lebih baik dari kelompok lain. Proses komunikasi yang terjadi di dalam komunitas ini merupakan proses pengoperan simbol-simbol, baik simbol non verbal maupun verbal yang berupa gerakan, sikap atau barang-barang koleksi, yang maknanya disepakati oleh seluruh anggota komunitas.

Peneliti juga melihat adanya pengaruh rasa solidaritas terhadap loyalitas ketiga informan. Informan 1 dan 3 yang memiliki keterlibatan yang besar dalam komunitas, memiliki loyalitas yang lebih tinggi dari informan 2. Loyalitas rendah yang dialami oleh informan 2 ini diakibatkan ia belum memiliki sense of

belonging yang kuat terhadap kelompok dan merasa kurang dihargai. Namun

demikian hal itu tidak membuatnya keluar dari komunitas karena persepsi yang sama mengenai SS501 hanya bisa ditemui di komunitas ini.

V.2. Saran

Peneliti menganggap penelitian yang dilakukan kurang maksimal karena keterbatasan waktu temu dengan ketiga informan, yang memiliki kesibukan masing-masing. Dan juga teori interaksionisme simbolik tidak banyak berkata bagaimana mengevaluasi diri sendiri, sehingga peneliti tidak dapat menjelaskan evaluasi yang terjadi pada diri ketiga informan. Untuk itu, diharapkan agar ada peneliti lain yang mau melanjutkan penelitian ini lebih mendalam lagi.

Peneliti juga melihat komunikasi antar pribadi yang kurang efektif dalam komunitas, mereka kebanyakan membicarakan hal-hal tentang SS501 dan menghiraukan masalah-masalah personal tiap anggota. Ini dapat membuat anggota

yang mempunyai masalah personal menjadi jauh dengan anggota lainnya. Komunitas Triple S juga harus menunjukan hal-hal positif yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat sehingga baik orangtua, teman, dan orang lain memiliki makna yang sama terhadap boyband Korea.