• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Hallyu Dalam Pembentukan Identitas Diri (Studi Kasus pada Triple S Medan Sebagai Komunitas Penggemar Boyband Korea SS501 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fenomena Hallyu Dalam Pembentukan Identitas Diri (Studi Kasus pada Triple S Medan Sebagai Komunitas Penggemar Boyband Korea SS501 )"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA HALLYU DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI (Studi Kasus pada Triple S Medan Sebagai Komunitas Penggemar Boyband

Korea SS501 )

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Diajukan oleh :

NATASIA SIMANGUNSONG 070904051

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : NATASIA SIMANGUNSONG NIM : 070904051

Judul : FENOMENA HALLYU DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI (Studi Kasus pada Triple S Medan Sebagai Komunitas Penggemar Boyband Korea SS501 )

Medan, Maret 2011 Dosen Pembimbing Ketua Departemen Ilmu

Komunikasi,

Yovita S. Sitepu, S.Sos, M.Si

NIP: 1988011072996042002 NIP: 196208281987012001 Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A

Dekan

(3)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Fenomena Hallyu dalam Pembentukan Identitas Diri (Studi Kasus pada Triple S Medan Sebagai Komunitas Penggemar Boyband Korea

SS501 ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perubahan identitas

informan sebelum dan sesudah bergabung dengan komunitas, dalam hal ini juga mengenai proses interaksi dan gaya hidup ketiga informan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil dari kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Subjek penelitian adalah anggota Triple S Medan, komunitas penggemar boyband Korea SS501.

(4)

KATA PENGANTAR

Pujian serta hormat penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Pribadi yang luar biasa dan senantiasa meneyertai kehidupan penulis, bahkan sampai saat ini ketika penulis apat menyelesaikan skripsi, semuanya adalah hasil karya Bapa.

Penulisan skripsi berjudul “Fenomena Hallyu dalam Pembentukan Identitas Diri (Studi Kasus pada Triple S Medan Sebagai Komunitas Penggemar

Boyband Korea SS501 )” ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan

yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya merupakan hasil pembelajaran yang penulis dapatkan selama menjalani perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dan juga dari data yang diperoleh melalui riset, perpustakaan, internet, dan buku-buku literatur lainnya.

Secara khusus, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada mamaku, Romian Siahaan dan inangtuaku, Rolasni Siahaan, terima kasih tak terhingga penulis sampaikan atas kasih sayang yang tiada pernah berhenti diberikan, baik doa maupun dukungan dalam hal moril dan materil. Tidak lupa kepada kedua adik tersayangku, Fransiska Simangunsong dan Josapat Simangunsong yang senantiasa memotivasi dan mengisi hari-hari penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik.

(5)

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi serta Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi atas segala bantuan yang diberikan.

3. Kak Yovita S. Sitepu, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, arahan serta bimbingan selama pengerjaan skripsi.

4. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

5. Triple S Medan, terkhusus ketiga anggotanya yang memberi kesediaan

untuk menjadi informan dalam skripsi ini, telah mmenyediakan waktu serta data yang penulis butuhkan.

6. Emma Violita Pinem, Perdana Tua Simatupang dan Tabita Silitonga, yang telah terlibat langsung dalam membantu pengerjaan skripsi.

7. Sahabat-sahabatku tersayang, Emma, Dana, Tabi, Linda, Herbin, Firman, Anggi, Inggit, Angga, Adikku Irwan, Uya, Gegek, Rio, Andrye, Kyky, Mulya dan Kak Ilma yang baik hati atas dukungan, doa serta mengisi hari-hariku sehingga menjadi lebih berwarna.

8. Kepada SAMARIA MMG (Kak Ibeth, Doday, Nandezo) atas dukungan dan doa selama ini.

(6)

Semoga Tuhan membalas kebaikan, dukungan dan doa yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik tentu sangat dibutuhkan demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2011 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAKSI ………... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ………... v

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

I.2 Perumusan Masalah ……… 6

I.3 Pembatasan Masalah ……… 7

I.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ……… 7

I.5 Asumsi ……… 8

I.6 Kerangka Konsep ……… 9

I.7 Operasional Konsep ……….. 12

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi ……… 14

II.2 Teori Interaksionisme Simbolik ……… 14

II.3 Identitas Diri ……… 17

II.4 Komunitas ……… 20

II.5 Budaya Populer ……… 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Paradigma dan Metode Penelitian ……… 25

III.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ……… 28

III.3 Subjek Penelitian ……… 29

III.4 Teknik Pemilihan Informan ……… 31

III.5 Teknik Pengumpulan Data ……… 32

III.6 Teknik Analisis Data ……… 35

III.7 Goodness Criteria ……… 36

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Latar Belakang Informan ……… 39

IV.2 Analisis dan Interpretasi ……… 41

IV.2.1 Proses Pembentukan Identitas Diri ……… 41

IV.2.1.1 Identitas Sebelum Masuk Triple S ……… 41

IV.2.1.2 Identitas Sesudah Masuk Triple S ……… 44

IV.2.2 Proses Interaksi Anggota terhadap Anggota yang Lain dan SS501 ……… 52

(8)

BAB V PENUTUP

(9)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Fenomena Hallyu dalam Pembentukan Identitas Diri (Studi Kasus pada Triple S Medan Sebagai Komunitas Penggemar Boyband Korea

SS501 ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perubahan identitas

informan sebelum dan sesudah bergabung dengan komunitas, dalam hal ini juga mengenai proses interaksi dan gaya hidup ketiga informan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil dari kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Subjek penelitian adalah anggota Triple S Medan, komunitas penggemar boyband Korea SS501.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

I . 1. Latar Belakang Masalah

Fenomena Hallyu yang berarti Korean Wave atau Demam Korea mengacu pada popularitas budaya Korea di luar negeri dan menawarkan hiburan Korea yang terbaru yang mencakup film dan drama, musik pop, animasi, games dan sejenisnya. Istilah “Hallyu” sendiri pertama kali dimunculkan oleh para jurnalis di Cina mengikuti kepopuleran yang luar biasa dari drama Korea “What Is Love

All About” pada tahun 1998 yang meraih rating tertinggi dalam sejarah

pertelevisian Cina. Hallyu mulai merebak di banyak negara Asia dan mungkin

banyak lapisan masyarakat belum menyadari bahwa Indonesia pun tidak luput dalam terpaan Hallyu ini1

Fenomena Hallyu ini mulai menerpa Indonesia pada tahun 2002 dengan

booming- nya drama seri Korea seperti Endless Love. Merebaknya Hallyu di

negara-negara Asia Timur dan beberapa negara Asia Tenggara termasuk Indonesia telah menunjukkan adanya aliran budaya dari Korea ke negara-negara tetangganya. Terlepas dari dampak panjang yang akan terus berlanjut, Hallyu memang suatu fenomena tersendiri dalam dunia industri hiburan modern Korea. Dalam situasi dunia di mana pertukaran informasi terjadi hampir tanpa halangan apa pun, Korea telah menjejakkan pengaruhnya di kawasan Asia

.

2

Dalam perkembangannya, musik yang muncul di berbagai negara turut memberi sumbangan besar dalam menghasilkan berbagai jenis irama musik

.

1 Wikipedia, Hallyu

(11)

populer. Adakalanya suatu jenis musik tertentu disenangi pendengar dalam kurun waktu tertentu, lalu gaya tersebut ditiru atau diikuti oleh pemusik-pemusik lain atau oleh produser rekaman. Produser perusahaan rekaman sering mendorong pemusik mereka untuk menciptakan lagu-lagu dengan gaya yang sedang digemari.

Dengan bantuan komunikasi massa suatu jenis musik populer mampu menyebar keluar dari komunitas atau negaranya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa penggemar dan pencipta lagu dengan gaya tersebut sudah meluas, sekalipun bahasa teks lagunya kadang tidak dimengerti. Penggemar sering tak begitu peduli dengan teks tetapi lebih peduli pada iramanya3

Musik merupakan salah satu media komunikasi untuk menyampaikan pesan yaitu syair lagu dan nada-nadanya. Komunikator pada musik adalah penyanyi atau pemain musik, sedangkan komunikannya adalah pendengar musik tersebut. Kita sudah sering mendengar ungkapan, musik adalah bahasa dunia (universal). Musik adalah untaian nada yang dapat dinikmati semua umat manusia. Harmonisasi nada-nada dalam musik menimbulkan sebuah sensasi pada indera telinga sehingga menimbulkan reaksi pada si empunya telinga.

, seperti halnya lagu-lagu Korea.

Musik populer dimaksudkan sebagai lagu yang mudah hidup dan dihafal masyarakat. Korean pop music pun dikatakan sebagai lagu yang mudah hidup di

masyarakat. K-pop adalah jenis

Banyak artis dan kelompok musik pop Korea sudah menembus batas dalam negeri dan populer di mancanegara. Kegandrungan akan musik K-Pop merupakan bagian

yang tak terpisahkan daripada

(12)

Walaupun terciptanya Hallyu berpusat di drama seri Korea, musik populer Korea juga merupakan bagian yang penting untuk membuat gelombang yang lebih dashyat lagi. Daya tarik terbesar dari K-Pop ini dapat ditemukan dalam lagu, penari, dan efek panggung yang besar, serta musik tempo cepat ala pop Korea dicampur dengan irama Asia yang sangat menarik untuk remaja muda di Cina, Jepang, Taiwan, Hong Kong dan bagian lain di Asia Tenggara termasuk di dalamnya adalah Indonesia.

Sejarah K-Pop dimulai dengan munculnya boy band yang beranggotakan tiga orang seperti: Seo Taiji dan Boys pada tahun 1992, dan beberapa nama

boyband maupun girlband yang sedang naik daun saat ini adalah TVXQ, Se7en,

Lee Hyori, Shinhwa, Wonder Girls, Epik High, Super Junior, Big Bang, SS501,

Girls 'Generation. Mereka saat ini sibuk menghibur para penggemar dengan

konser, penampilan TV, konfrensi pers, dan festival baik di luar maupun dalam negeri. Sedangkan di Indonesia sendiri, K-Pop sudah menjadi pilihan musik bagi kalangan remaja.

Kalau beberapa waktu yang silam, media dipenuhi dengan boyband dari negara – negara barat maka saat ini giliran musik populer Korea yang mengisi beberapa tangga lagu di acara – acara musik remaja. Pada awalnya, sebagian besar para penggemar musik populer Korea ini mendengar soundtrack Drama Seri Korea yang ditayangkan di televisi, dari soundtrack – soundtrack ini mereka mulai mencari siapa yang menyanyikannya dan segala informasi tentang lagu tersebut4

4 Korea.net, Exploring Korea. 2010. http://www.korea.net/detail.do?guid=28234

(13)

Penggemar K-Pop didominasi oleh kawula muda atau para remaja. Masa remaja sebagai masa transisi (peralihan) dari masa anak-anak menuju masa dewasa, masa mencari jati diri, maka remaja merasa tertantang dan tertarik untuk membuktikan kemampuan intelektualnya. Mereka umumnya, mengidentifikasikan diri pada seorang tokoh yang dianggap sebagai idola, maka mereka berupaya bagaimana dirinya mampu menyerupai tokoh idolanya tersebut. Caranya dengan meniru tingkah laku, kebiasaan, dan apa yang dipakai oleh tokoh idola tersebut. Umumnya, para remaja mengidolakan seseorang yang pintar, berparas tampan atau cantik, dan baik hati. Demikianlah identitas para remaja terbentuk dan secara disadari atau pun tidak menciptakan sebuah life style baru melalui kesukaan mereka terhadap sesuatu.

(14)

Dalam penelitian ini sendiri, peneliti mengambil sebuah kasus pada komunitas penggemar sebuah boyband Korea, SS501. SS501 merupakan boyband asal Korea Selatan yang beranggotakan 5 orang pria, mereka adalah

(vokal)

salah satu grup yang digemari di Korea Selatan5. Mereka memiliki fans club resmi yang bernama Triple S6

Sebelum memutuskan untuk meneliti komunitas ini, peneliti terlebih dahulu telah melakukan penelitian awal. Peneliti mengikuti gathering komunitas pada tanggal 6 November 2010. Triple S Medan berdiri dari tanggal 28 Februari 2010 dan telah memiliki 78 anggota. Pendiri Triple S Medan adalah Juni Huang dan saudara sepupunya Mei Ling. Pada awalnya, mereka hanya penggemar SS501 secara individual sampai mereka melihat konser SS501 di Bangkok. Dalam konser ini, mereka bertemu banyak orang Indonesia dan salah satunya berdomisili di Medan. Mereka terkejut karena ternyata ada juga orang Medan selain mereka, yang menyukai boy band ini. Dan mereka beranggapan kalau masih ada penggemar SS501 lain di Medan, yang belum mereka kenal. Maka, kedua

. Fans club mereka tidak hanya berada di Korea Selatan, tetapi di berbagai mancanegara termasuk Indonesia. Peneliti sendiri memilih

Triple S Medan sebagai informan untuk penelitian karena berbagai alasan tertentu,

salah satunya akibat keterbatasan waktu penelitian.

5

SS501 diucapkan sebagai Double-S Five O One atau Deo Beul E Seu Oh Gong Il dan sering disingkat dengan DS. Nama band ini merupakan kombinasi dari alfabet dan angka yang memiliki arti khusus di dalamnya. Yang pertama "S" singkatan dari "Super". Yang kedua "S" adalah singkatan untuk apa yang mereka ingin yang dimulai dengan S, Star / Singer dll. nomor 5,0 dan 1 berarti `lima anggota bersatu selamanya.

Wikipedia, SS501. 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/SS501

(15)

bersaudara ini membuat fans group melalui facebook dan seiringnya waktu mereka mulai menemukan satu persatu orang-orang yang juga menyukai SS501. Mereka tidak hanya berkomunikasi di dunia maya, tetapi juga mengadakan

gathering. Gathering resmi diadakan setiap ada member SS501 yang ulang tahun,

sedangkan gathering rutinnya biasanya diadakan setiap Sabtu sore di mall-mall atau food court yang ada di Medan. Komunitas ini berfokus pada segala sesuatu yang berhubungan dengan boy band kesayangan mereka7.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembentukan identitas diri dalam komunitas ini?

2. Bagaimana proses interaksi anggota terhadap anggota kelompok lainnya dan SS501?

3. Bagaimana status keanggotaan Triple S mempengaruhi gaya hidup anggotanya?

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas maka perlu dibuat pembatasan masalah. Dan adapun pembatasan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan studi kasus. Peneliti menggunakan studi kasus karena merebaknya fenomena

(16)

Hallyu melalui musik K-Pop merupakan salah satu fenomena sosial yang

sedang terjadi. Fenomena yang terjadi dalam kurun waktu tertentu ini akan diteliti secara mendalam dan keseluruhan dengan menggunakan studi kasus.

2. Subjek penelitian dikhususkan pada anggota komunitas penggemar

boyband Korea, SS501 yakni Triple S.

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menggambarkan proses pembentukan identitas diri para penggemar

boyband Korea, SS501 yakni Triple S.

2. Untuk mengetahui serta menggambarkan proses interaksi anggota terhadap anggota yang lain dan SS501.

3. Untuk mengetahui perubahan gaya hidup yang terjadi akibat status keanggotaan Triple S.

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk memahami apa itu fenomena hallyu sebagai budaya populer.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk memahami interaksionisme simbolik pada suatu komunitas penggemar boy band Korea.

(17)

I.5 Asumsi

Ralph LaRossa dan Donald C.Reitzes mencatat tujuh asumsi yang mendasari teori interaksionisme simbolik memperlihatkan tiga tema besar, yakni: (1) Pentingnya makna bagi perilaku manusia, (2) Pentingnya konsep mengenai diri, dan (3) Hubungan antara individu dan masyarakat8. Tiap anggota Triple S mempunyai makna tersendiri tentang SS501, saat mereka berkumpul dan berinteraksi maka mereka mulai mempunyai makna yang sama terhadap SS501 dan interaksi ini juga dapat membentuk identitas diri mereka.

I.6 Kerangka Konsep

Kerangka adalah hasil pemikiran yang rasional, merupakan uraian yang bersifat kritis serta memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan mengantar penelitian pada rumusan hipotesis.

Menurut Kerlinger konsep ialah abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus. Jadi konsep merupakan sejumlah ciri atau standar umum suatu objek9

Ada pun konsep – konsep yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

.

8 Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi; Analisis dan Aplikasi, Jakarta:

Salemba Humanika, 2008, hlm 96.

9 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Prenada Kencana Media Group,

(18)

I.6.1 Komunikasi

Manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai kemampuan untuk melakukan interaksi yang telah menyebabkannya berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Dalam prosesnya, terjadi pertukaran informasi dan adanya saling ketergantungan. Sementara penyampaiannya dilakukan secara langsung maupun melalui media.

Komunikasi yang dilakukan bertujuan untuk mencapai suatu tujuan komunikasi yang dapat dilihat dari berbagai kegiatan. Tujuan komunikasi itu adalah untuk perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion

change), perubahan perilaku (behavior change), perubahan sosial (social

change)10

I.6.2 Identitas Diri

. Jadi, lingkup komunikasi menyangkut persoalan-persoalan yang ada kaitannya dengan substansi interaksi social orang-orang dalam masyarakat, termasuk konten interaksi (komunikasi) yang dilakukan secara langsung maupun dengan menggunakan media komunikasi.

Identitas diri merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, ”siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.

Identitas diri merupakan perasaan keunikan seseorang, keinginan untuk menjadi orang yang berarti, dan mendapat pengakuan dari lingkungan sekitarnya. Setelah memasuki masa remaja, individu mulai menilai dirinya sejalan dengan

10 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi

(19)

pertumbuhan fisik dan kemasakan kognisi yang pesat. Bourne (dalam Mukti 2005) mengatakan bahwa individu yang telah mencapai rasa identitas diri yang mantap setelah masa pencarian yang aktif cenderung lebih otonom dan kreatif. Mereka juga menunjukkan kapasitas yang lebih besar untuk menjalin keakraban dengan lingkungannya, mempunyai identitas jenis kelamin seksual yang mantap, dan penalaran moral yang lebih dewasa serta mampu bersikap mandiri11

Identitas diri dapat juga dilihat dari gaya hidup, gaya hidup membantu memahami apa yang orang lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku

.

12

I.6.3 Komunitas

. Oleh karena itu, banyak diketahui macam gaya hidup yang berkembang di masyarakat sekarang, misalnya: gaya hidup hedonis, gaya hidup metropolis, gaya hidup global dan lain sebagainya.

Istilah komunitas yang berasal dari kata community dapat diartikan sebagai masyarakat setempat. Apabila anggota-anggota sesuatu kelompok baik kelompok besar maupun kecil hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka merasakan

11 Rustam Rosidi, Hubungan Antara Self Body Image Dengan Pembentukan Identitas Diri

Remaja. 2009. etd.eprints.ums.ac.id/3735/1/F100040101.pdf

12 Dimitri Nindyastari, Dona Eka Putri, Psi., M.Si, Adolescent Lifestyle That Does Clubbing. 2008.

(20)

bahwa kelompok tersebut memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi disebut masyarakat setempat (Soekanto, 2001:162)13

Ciri-ciri komunitas adalah:

.

- A common life

- Community centiments, mencakup unsur-unsur; seperasaan,

sepenanggungan, dan saling memerlukan. - Locality centiments14

I.6.4 Budaya Populer

Pop Culture atau Budaya Populer atau dapat disebut juga dengan

Budaya Massa merupakan hasil produksi dari industri budaya (culture industry) yang proses produksinya pun didasarkan pada mekanisme kekuasaan sang produser (baca: kapitalis) dalam bentuk penentuan gaya dan maknanya. Lahirnya media massa semakin meningkatkan komersialisasi budaya.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Budaya Massa adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik-teknik industrial produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan kepada khalayak konsumen massa. Budaya massa adalah adalah budaya populer yang diproduksi untuk massal15.

I.7 Operasionalisasi Konsep

13 Dr. Atie Rachmiatie M.Si, Radio Komunitas; Eskalasi Demokratisasi Komunikasi , Bandung:

Simbiosa Rekatama Media , 2007, hlm 71

14 R.M. Mac Iver dan Charles H. Page, Society An Introductory Analysis, London: , 1961, hlm 293. 15 Dominic Strinati, Popular Culture; Pengantar Menuju Teori Budaya Populer ,Yogyakarta:

(21)

Mead menciptakan tiga konsep kunci dalam interaksi simbolik :

Mind; Pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan

kejadian yang dialami menerangkan asal muasal dan meramalkan mereka. Pikiran manusia menerobosi dunia di luar dan seolah -olah mengenalnya dari balik penampilan.

Self; Manusia menerobosi diri sendiri juga dan membuat hidupnya

sendiri menjadi objek pengenalannya, yang disebut aku atau diri. Diri ’aku’ dikenal olehnya mempunyai ciri-ciri dan status tertentu. Manusia ditanyai ”siapakah dia?” dan akan menjawab, bahwa ia mempunyai nama. • Society; mind dan self berasal dari society atau dari proses – proses

interaksi. Hanya dengan menyerasikan diri dengan harapan – harapan orang lain, interaksi akan menjadi mungkin16

(22)

BAB II URAIAN TEORI

II.1 Komunikasi

Komunikasi sebenarnya bukan hanya ilmu pengetahuan, tapi juga seni bergaul. Agar kita dapat berkomunikasi efektif, kita dituntut tidak hanya memahami prosesnya, tapi juga mampu menerapkan pengetahuan kita secara kreatif (Kincaid & Schramm, 1977:2). Komunikasi yang efektif adalah komunikasi dalam mana makna yang distimulasikan serupa atau sama dengan yang dimaksudkan komunikator–pendeknya, komunikasi efektif adalah makna bersama (Verderber, 1978:7)17.

II.2 Teori Interaksionisme Simbolik

Teori interaksionisme-simbolik dikembangkan oleh kelompok The Chicago School dengan tokoh-tokohnya seperti Goerge H.Mead dan Herbert Blummer. Awal perkembangan interaksionisme simbolik dapat dibagi menjadi dua aliran / mahzab yaitu aliran / mahzab Chicago, yang dipelopori oleh oleh Herbert Blumer, melanjutkan penelitian yang dilakukan George Herbert Mead. Blumer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa diselenggarakan di dalam cara yang sama dari ketika studi tentang benda mati. Peneliti perlu mencoba empati dengan pokok materi, masuk pengalamannya, dan usaha untuk memahami nilai

17

Deddy Mulyana, Dr, MA, Mengapa Kita Mempelajari Komunikasi?: Sebuah Pengantar, dalam Stewart L Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication, Konteks-konteks Komunikasi (buku kedua). PT Remaja Rosdakarya Bandung, cetakan keempat, Oktober 2005, halaman viii.

(23)

dari tiap orang. Blumer dan pengikutnya menghindarkan kuantitatif dan pendekatan ilmiah dan menekankan riwayat hidup, autobiografi, studi kasus, buku harian, surat, dan nondirective interviews. Blumer terutama sekali menekankan pentingnya pengamatan peserta di dalam studi komunikasi. Lebih lanjut, tradisi Chicago melihat orang-orang sebagai kreatif, inovatif, dalam situasi yang tak dapat diramalkan. masyarakat dan diri dipandang sebagai proses, yang bukan struktur untuk membekukan proses adalah untuk menghilangkan intisari hubungan sosial.

Ralph LaRossa dan Donald C.Reitzes mencatat tujuh asumsi yang mendasari teori interaksionisme simbolik, yang memperlihatkan tiga tema besar, yakni18

(1) Pentingnya makna bagi perilaku manusia :

(2) Pentingnya konsep mengenai diri, dan (3) Hubungan antara individu dan masyarakat.

Interaksionisme simbolik adalah salah satu model penelitian budaya yang berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsafah dasar interaksionisme simbolik adalah fenomenologi. Namun, dibanding penelitian naturalistik dan etnografi yang juga memanfaatkan fenomenologi, interaksionisme simbolik memiliki paradigma penelitian tersendiri. Model penelitian ini pun mulai bergeser dari awalnya, jika semula lebih mendasarkan pada interaksi kultural antarpersonal, sekarang telah berhubungan dengan aspek masyarakat dan atau kelompok. Karena itu bukan mustahil kalau awalnya lebih banyak dimanfaatkan oleh penelitian sosial, namun selanjutnya juga diminati oleh peneliti budaya. Perspektif interaksi

18

(24)

simbolik berusaha memahami budaya lewat perilaku manusia yang terpantul dalam komunikasi. Interaksi simbolik lebih menekankan pada makna interaksi budaya sebuah komunitas. Makna esensial akan tercermin melalui komunikasi budaya antar warga setempat. Pada saat berkomunikasi jelas banyak menampilkan simbol yang bermakna, karenanya tugas peneliti menemukan makna tersebut.

Cara manusia mengartikan dunia dan diri sendiri berhubungan erat dengan masyarakatnya. Interaksi membuat seseorang mengenal dunia dan dirinya sendiri. Sebelum bertindak manusia mengenakan arti-arti tertentu kepada dunianya sesuai dengan skema-skema interpretasi yang telah disampaikan kepadanya melalui proses-proses sosial. Sehubungan dengan proses-proses tersebut yang mengawali perilaku manusia, konsep pengambilan peran (role

taking) amat penting. Sebelum seorang diri bertindak, ia membayangkan dirinya

dalam posisi orang lain dan mencoba untuk memahami apa yaang diharapkan oleh pihak pihak lainnya. Semakin orang mengambil alih atau membatinkan peranan-peranan sosial, semakin terbentuk pula identitas atau kediriannya.

Orang harus berkomunikasi supaya dapat berinteraksi lebih lanjut. Orang harus berpegang pada suatu perspektif bersama yang menghasilkan bahwa para pesrta memperoleh pandangan kurang lebih sama mengenai situasi dan peranan mereka masing – masing.

II.2 Identitas Diri

(25)

simbol-simbol, seperti bentuk pakaian dan kepemilikan; dan kata-kata, seperti deskripsi diri atau benda yang biasanya Anda katakan; dan makna yang Anda hubungkan terhadap benda-benda tersebut.

Identitas diri adalah cara-cara yang digunakan untuk membedakan individu satu dengan individu lainnya. Dengan demikian diri adalah suatu pengertian yang mengacu pada identitas spesifik dari individu. Identitas diri adalah kesadaran diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh.

Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga mengubah mekanisme. Identitas Anda, baik dalam pandangan diri Anda maupun orang lain, dibentuk ketika Anda secara sosial berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan Anda. Anda mendapatkan pandangan serta reaksi orang lain dalam interaksi sosial dan sebaliknya, memperlihatkan rasa identitas dengan cara Anda mengekspresikan diri Anda dan merespon orang lain.

Identitas dalam tingkatan communal, yang diikat pada kelompok atau budaya yang lebih besar. Tingkat identitas ini sangat kuat dalam banyak budaya Asia, misalnya, ketika identitas seseorang dibentuk terutama oleh komunitas yang lebih besar daripada oleh perbedaan individu di antara manusia dalam komunikasi. Kapan pun Anda memperhatikan apa yang dipikirkan dan dilaksanakan oleh komunitas Anda, maka Anda menyesuaikan diri pada tingkatan identitas Anda tersebut19

19 Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss. Teori Komunikasi, Jakarta: Salemba Humanika: 2009,

hlm. 130-132.

(26)

Kita memperoleh identitas kita dalaam bagian yang lebih luas dari konstruksi yang menawarkan identitas itu dari berbagai kelompok sosial dimana kita menjadi bagian–keluarga, masyarakat, subkelompok budaya, dan ideologi dominan. Dengan mengabaikan dimensi identitas–gender, kelas, ras, seksualitas– identitas juga ditampilkan sesuai atau berlawanan dengan norma dan ekspektasi. Hal ini berarti bahwa identitas kita selalu ada dalam proses pembentukan, sebagaimana kita merespons konteks-konteks dan situasi di sekeliling kita20

Identitas diri dapat juga dilihat dari gaya hidup, gaya hidup membantu memahami apa yang orang lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya (Kotler dalam Sakinah,2002). Menurut Susanto (dalam Nugrahani,2003) gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku. Oleh karena itu banyak diketahui macam gaya hidup yang berkembang di masyarakat sekarang misalnya gaya hidup hedonis, gaya hidup metropolis, gaya hidup global dan lain sebagainya.

.

Plummer (1983) gaya hidup adalah cara hidup individu yang di identifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan tentang dunia sekitarnya. Adler (dalam Hall & Lindzey, 1985) menyatakan bahwa gaya hidup adalah hal yang paling berpengaruh pada sikap dan

20

(27)

perilaku seseorang dalam hubungannya dengan 3 hal utama dalam kehidupan yaitu pekerjaan, persahabatan, dan cinta sedangkan Sarwono (1989) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup adalah konsep diri21

Dalam perilaku konsumsi yang didorong oleh self orientation terdapat tiga kategori yaitu principle, status dan action. Self orientation yang bertumpu pada

principle, berarti keputusan untuk membeli berdasarkan karena keyakinannya.

sehingga keputusannya untuk membeli bukan hanya karena ikut-ikutan atau sekedar untuk mengejar gengsi. Boleh dikatakan tipe ini lebih rasional sedangkan yang bertumpu pada status, keputusannya dalam mengkonsumsi didominasi oleh apa kata orang. Produk-produk bermerek menjadi pilihannya. Bagi yang bertumpu kepada action, keputusan dalam berkonsumsi didasari oleh keinginannya untuk beraktivitas sosial maupun fisik, mendapatkan selingan atau menghadapi resiko.

.

II.3 Komunitas

Suatu identitas sosial memberi kita kesadaran bahwa kita adalah anggota suatu kelompok. Identitas sosial menurut Gudykunst dan Hammer adalah sebagai berikut:

Bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuannya mengenai keanggotaannya dalam suatu kelompok sosial atau lebih, berikut nilai dan emosi yang dianut oleh keanggotaan tersebut.

Salah satu alat kognitif yang digunakan orang untuk mendefenisikan diri mereka berhadapan dengan dunia tempat mereka hidup adalah kategorisasi sosial “penataan lingkungan sosial berlandaskan pengelompokkan

21 Dikutip dari blog Vivian, salah satu mahasiswi Universitas Gunadarma

(28)

orang dengan suatu cara yang masuk akal bagi individu yang bersangkutan” 22

Komunitas adalah sebuah kelom

berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama.

Dalam komunitas

maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah

kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari

berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak" 23

Menurut Soejono Soekanto, istilah komunitas yang berasal dari kata

community dapat diartikan sebagai masyarakat setempat. Apabila anggota –

anggota sesuatu kelompok baik kelompok besar maupun kecil hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa kelompok tersebut memenuhi kepentingan – kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi disebut masyarakat setempat.

.

Mac Iver dan Charle H. Pale menyatakan bahwa ciri – ciri komunitas adalah:

- A common life, memiliki identitas yang sama atau minat/ kepentingan/ kepedulian terhadap hal yang sama.

- Community centiments, atau perasaan komunitas adalah suatu komunitas harus memiliki perasaan saling memerlukan di dalam anggotanya. Berikut ini dijelaskan unsur-unsur perasaan komunitas antara lain:

22

L. Stewart Tubbs & Sylvia Moss, Human Communication; Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya: 2005, hlm. 66.

(29)

a. Perasaan altruisme, yakni lebih menekankan perasaan solider kepada orang lain. Perasaan individu yang diselaraskan dengan perasaan kelompoknya sehingga mereka merasakan kelompoknya sebagai bagian dari struktur sosial.

b. Perasaan sepenanggungan, yakni setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok.

c. Perasaan saling memerlukan, yakni individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya bergantung pada komunitasnya, baik kebutuhan fisik maupun psikologis24

- Locality centiments, lokalitas yang terbentuk padaa batasan geografis tertentu, seperti Triple S Medan, Triple S Indonesia, Triple S Hongkong.

.

II.4 Budaya Populer

Pop Culture atau Budaya Populer atau dapat disebut juga dengan

Budaya Massa merupakan hasil produksi dari industri budaya (culture industry) yang proses produksinya pun didasarkan pada mekanisme kekuasaan sang produser (baca: kapitalis) dalam bentuk penentuan gaya dan maknanya. Lahirnya media massa semakin meningkatkan komersialisasi budaya.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Budaya Massa adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik-teknik industrial produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan kepada khalayak konsumen massa.

24

(30)

Budaya massa adalah adalah budaya populer yang diproduksi untuk massal25

Budaya populer bukan diidentifikasikan oleh rakyat tapi oleh orang lain dan masih menyandang dua makna kuno: jenis karya inferior (sastra populer, pers populer yang dibedakan dengan pers berkualitas): dan karya yang secara sengaja dibuat agar disukai orang (jurnalisme populer dibedakan jurnalisme demokratik atau hiburan populer). Pengertian mutakhir budaya populer sebagai kebudayaan yang sebenarnya dibuat oleh orang-orang untuk kepentingan mereka sendiri yang sama sekali berbeda dengan semua pengertian di atas. Pengertian ini seringkali digantikan pada masa lalu sebagai budaya rakyat tapi pengertian ini sering juga merupakan salah satu penekanan modern yang penting

. Sementara itu menurut William dalam bukunya A Vocabulary of Culture and

Society mengatakan,

26

Penentu utama lahirnya budaya massa adalah keuntungan produksi dan pemasaran yang dapat dihasilkan dari potensi pasar massal. Karena jika budaya massa tidak dapat menghasilkan uang maka mungkin tidak akan diproduksi. Akibat dari lahirnya budaya massa ini maka kemudian melahirkan apa yang disebut dengan masyarakat massa yaitu massa konsumen yang pasif, cenderung pada bujukan manipulatif media massa, terbuka terhadap daya tarik untuk membeli komoditas produk massal yang dihasilkan oleh budaya massa serta terbuka terhadap eksploitasi yang mendorang budaya massa. Hal ini senada seperti yang diungkapkan oleh Mc. Donald, salah satu pendukung Teori Budaya Massa dalam bukunya A Theory of Mass Culture, mengatakan bahwa:

.

Selama rakyat diorganisir… sebagai massa, mereka kehilangan identitas dan kualitas sebagai manusia. Karena massa, dalam kerangka waktu historis adalah kerumunan di dalam ruang: orang dalam jumlah besar yang tidak mampu mengekspresikan dirinya sebagai umat manusia karena mereka terkait satu sama lain bukan sebagai individu atau anggota masyarakat sebenarnya mereka tidak terkait satu sama lain, kecuali untuk hubungan yang berjarak, abstrak dan tidak manusiawi: sebuah pertandingan sepakbola atau pasar tradisional dalam kasus sebuah kerumunan, sebuah sistem produksi industrial, sebuah partai,

25

Dominic Strinati, Op.cit, hlm.12.

26

(31)

atau negara bagian dalam kasus massa. Manusia massa adalah sebuah

atom soliter, seragam, dan tidak bisa dibedakan dari ribuan maupun

jutaan atom lain yang menyusun “kerumunan kesepian” yang oleh David Reisman disebut sebagai masyarakat Amerika. Namun demikian, rakyat atau orang-orang adalah sebuah komunitas, artinya sekelompok individu yang terkait satu sama lain dikarenakan kepentingan, pekerjaan, tradisi-tradisi, nilai-nilai, maupun sentimen-sentimen yang sama27

Oleh karena itu, budaya massa adalah suatu kebudayaan yang kurang memiliki tantangan dan rangsangan intelektual, lebih cenderung pada pengembaraan fantasi tanpa beban dan pelarian. Budaya massa merupakan suatu kebudayaan yang mengingkari upaya berpikir dan menciptakan respon-respon emosional maupun sentimentalnya sendiri dan bukannya meminta khalayak untuk menggunakan pikiran mereka dan mengusahakan respon mereka sendiri.

.

Ciri-ciri konsepsi budaya massa adalah bahwa ia mempresentasikan suatu budaya yang turun nilainya, remeh, hanya di permukaan, artificial dan baku. Sebuah kebudayaan yang menyedot kekuatan budaya rakyat dan budaya tinggi serta menentang penilaian intelektual selera kultural. Teori budaya massa sebagai ‘candu budaya’ yang bersifat pasif, manipulatif, bisa dieksploitasi dan sentimental. Kalangan elite lah yang memegang kunci kebenaran kultural dan selera setiap orang lainnya yang dihilangkan.

Budaya populer menawarkan keanekaragaman dan perbedaan, dan ciri-ciri tersebut tampak makin jelas ketika diinterpretasi ulang dan dievaluasi kembali di luar konteks aslinya. Pertama, budaya populer beranekaragam karena terbuka untuk berbagai macam kelompok yang ada di dalam masyarakat. Kedua, budaya populer itu sendiri harus dipandang sebagai sekumpulan genre, teks, citraan, dan representasi yang bermacam-macam dan yang dapat dijumpai dalam berbagai

27

(32)
(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Paradigma dan Metode Penelitian

Paradigma menurut Guba dan Lincoln (1994) dalam Hidayat (2004), mengajukan tipologi yang mencakup empat paradigma: positivisme, postpositivisme, Kritikal et al, dan konstruktivisme. Dikemukakan oleh Guba, bahwa setiap paradigma membawa implikasi metodologi masing-masing28

Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam karena manusia bertindak sebagai agen yang mengonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri.

.

Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan mengonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti.

Metodologi dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana peneliti akan mengumpulkan serta menganalisis data yang ada.

28 Ulviah Muallivah, Fondasi Filosofi dan Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi; Perspektif

Konstruktivisme dan Kritikal

(34)

Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena sedetail mungkin melalui pengumpulan data yang sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besar populasi maupun sampling, yang lebih ditekankan disini adalah persoalan kedalaman (kualitas) bukan banyaknya (kuantitas) data29

Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar (Yin, 1981:23). Kasus memiliki batas, lingkup kajian dan pola pikir tersendiri; sehingga dapat mengungkapkan realitas sosial atau fisik yang unik, spesifik serta menantang. Studi kasus banyak mengungkapkan hal-hal yang amat detail, melihat hal-hal apa yang tidak bisa diungkapkan oleh metode lain, dan dapat menangkap makna yang ada di belakang kasus dalam kondisi objek secara natural

.

30

Stake membagi penelitian studi kasus berdasarkan karakteristik dan fungsi kasus di dalam penelitian. Stake sangat yakin bahwa kasus bukanlah sekedar obyek biasa, tetapi kasus diteliti karena karakteristiknya yang khas. Hal ini sesuai dengan penjelasannya yang menyatakan bahwa penelitian studi kasus bukanlah sekedar metoda penelitian, tetapi adalah tentang bagaimana memilih kasus yang tepat untuk diteliti. Berdasarkan hal tersebut, Stake membagi penelitian studi kasus menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

.

29 Kriyantono, Op. Cit., hlm. 56-57. 30

(35)

Fokus di dalam suatu kasus dapat dilihat dari keunikannya, memerlukan suatu studi (studi kasus intrinsik) atau dapat pula menjadi suatu isu (isu-isu) dengan menggunakan kasus sebagai instrumen untuk menggambarkan isu tersebut (studi kasus instrumental). Ketika suatu kasus diteliti lebih dari satu kasus, hendaknya mengacu pada studi kasus kolektif31

Peneliti memilih menggunakan studi kasus instrumental karena studi kasus ini menguji kasus khusus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang suatu masalah (issue) atau untuk memperbaiki teori yang telah ada. Walaupun studi kasus ini kurang diminati, ia memainkan peran yang mendukung, memasilitasi pemahaman terhadap sesuatu yang lain (minat eksternal). Kasusnya dilihat secara mendalam, dan konteksnya diteliti secara cermat, aktivitas-aktivitas untuk mendalami kasus tersebut dilakukan secara rinci karena kasus ini membantu pemahaman tentang ketertarikan dari luar (minat eksternal). Dasar pemilihan mendalami kasus ini dikarenakan kasus ini diharapkan dapat memperluas pemahaman peneliti tentang minat lainnya. Hal ini disebabkan karena para peneliti bersama-sama mempunyai beberapa minat yang selalu berubah-ubah yang tidak membedakan studi kasus intrinsik dari studi kasus instrumental dan bertujuan memadukan keterpisahan di antara keduanya.

.

Dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian, peneliti bertujuan memberikan uraian yang lengkap

31 NK Denzin dan YS Lincoln (eds), Handbook of Qualitative Research (Second Edition),

(36)

dan menadalam mengenai subjek yang diteliti32

a. Patrikularistik, yaitu studi kasus yang berfokus pada situasi, peristiwa, program atau fenomena tertentu.

. Karena itu, studi kasus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

b. Deskriptif, yaitu hasil akhir metode ini adalah deskripsi detail dari topik yang diteliti

c. Heuruistik, yaitu studi kasus yang membantu khalayak memahami apa yang sedang diteliti. Interprestasi baru, perspektif baru dan makna baru merupakan tujuan dari studi kasus.

d. Induktif, yaitu studi kasus yang berangkat dari fakta-fakta lapangan kemudian menyimpulkan kedalam tataran konsep atau teori.

III.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan mulai bulan Desember 2010 dengan lama penelitian yang akan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan. Komunitas Penggemar SS501 ini tidak memiliki tempat kesekretariatan atau sejenis

basecamp tetap untuk mengadakan pertemuan. Biasanya mereka akan melakukan

kesepakatan untuk bertemu di suatu tempat apabila sedang melakukan gathering, jadi lokasi penelitian akan selalu dikondisionalkan sesuai dengan informan yang ada.

(37)

III.3 Subjek Penelitian

Triple S Medan merupakan salah satu komunitas penggemar boyband

Korea atau fansclub dari SS501, yang sudah memiliki 78 anggota. Triple S Medan yang juga merupakan bagian dari Triple Changjo Indonesia33

1. Gathering Resmi; setiap salah satu personil SS501 ulang tahun maka

mereka akan mengadakan gathering resmi di salah satu tempat yang telah dipesan terlebih dahulu. Gathering ini juga diadakan untuk menyelenggarakan ulang tahun Triple S Medan sendiri serta acara buka bareng di bulan puasa, sampai saat ini Triple S Medan sudah mengadakan 8 kali gathering resmi. Peneliti datang untuk melakukan observasi pada salah satu gathering yaitu saat merayakan ulang tahun ini berdiri pada tanggal 28 Februari 2010, tanggal pertama kali mereka mengadakan gathering resmi. Pendiri Triple S Medan adalah Juni Huang dan saudara sepupunya Mei Ling. Pada awalnya, mereka hanya penggemar SS501 secara individual sampai mereka melihat konser SS501 di Bangkok. Dalam konser ini, mereka bertemu banyak orang Indonesia dan salah satunya berdomisili di Medan. Mereka terkejut karena ternyata ada juga orang Medan selain mereka, yang menyukai boyband ini. Dan mereka beranggapan kalau masih ada penggemar SS501 lain di Medan, yang belum mereka kenal. Maka, kedua bersaudara ini membuat fans group melalui

facebook dan seiringnya waktu mereka mulai menemukan satu persatu

orang-orang yang juga menyukai SS501. Mereka tidak hanya berkomunikasi di dunia maya, tetapi juga mengadakan gathering. Kegiatan-kegiatan Triple S Medan selalu berhubungan dengan SS501, yaitu:

(38)

Triple S Medan dan Kyu Joon. Anggota komunitas yang datang ke

gathering resmi ini bisa mencapai 50 atau lebih orang. Acara ini diisi

dengan perayaan ulang tahun, games, makan bersama, bernyanyi bersama, dance cover , dan berfoto.

2. Gathering Biasa; gathering ini biasanya diadakan seminggu sekali di

hari Sabtu sore. Gathering ini bisa dihadiri sampai 20 anggota tiap minggunya dan diadakan di salah satu tempat umum, seperti food

court atau mall. Kegiatan yang dilakukan adalah sharing info, MV

(Music Video), MP3, gambar tentang SS501. Peneliti sudah 2 kali melakukan observasi pada saat gathering biasa ini.

3. Updating information; Triple S Medan memiliki forum komunikasi online di dunia maya, yaitu; facebook, twitter, dan blog. Peneliti sering

mengunjungi facebook Triple S Medan dan mereka juga memiliki halaman fans group dengan nama yang sama. Mereka dapat berbagi MV (Music Video), foto-foto personil SS501, informasi tentang album, kegiatan SS501, dan lain-lain.

Kegiatan-kegiatan di atas diurus oleh bagian administrasi atau lebih sering dipanggil dengan sebutan ‘admin’, yang terdiri dari 6 orang, yaitu; Juni Huang (creator), Mei Ling, Hanny Soraya, Utami Nurhafsari, Indah Sri Puspita, dan Stella. Anggota Triple S Medan berstatus sebagai pekerja, mahasiswa, dan pelajar.

Triple S Medan didominasi oleh anggota perempuan, hanya satu anggota laki-laki

(39)

III.4 Teknik Pemilihan Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Dalam wawancara mendalam peran informan tetap menjadi sentral, walaupun kadang informan berganti-ganti34

Pemilihan informan dalam penelitian ini didasarkan pada teknik

purposeful random sampling. Hal ini bertujuan agar informan dapat memberikan

informasi yang dibutuhkan (kredibel) berkaitan dengan masalah yang diteliti, walaupun tidak mewakili keseluruhan populasi (representatif) dan mengingat bahwa penelitian kualitatif tidak ada tujuan untuk melakukan generalisasi. Purposeful random sampling terbagi lagi dalam 16 jenis sampling, peneliti memilih salah satunya yaitu Maximum variation (heteroginity) sampling.

Maximum Variation Sampling adalah proses pemilihan sampel diusahakan beda

karakteristik yang diinginkan oleh pengamatan/penelitian dapat secara nyata tampak. Biasa pula disebut sebagai cara quota sampling

.

35

Untuk studi kasus, jumlah informan dan individu yang dijadikan informan dipilih sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Orang yang dapat dijadikan informan adalah orang-orang yang memiliki pengalaman sesuai dengan penelitian, orang-orang dengan peran tertentu dan tentu saja mudah untuk diakses. Melalui metode kualitatif, kita dapat mengenal subjek secara pribadi dan melihat mereka mengembangkan defenisi mereka sendiri tentang dunia dan komunikasi. Maka

.

34

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: , 2007, hlm 108-109.

35 Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation Methods. Sage Publication: 2001,

(40)

dari itu, Anggota Triple S Medan akan menjadi subjek pada penelitian ini. Peneliti akan mengambil 3 informan dengan karakteristik yang berbeda-beda, untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan selama penelitian.

III.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. Penelitian lapangan (Field Research)

1. Metode Wawancara mendalam

Wawancara mendalam secara umum adalah proses keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antar pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, tanpa menggunakan pedoman wawancara, pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain. Dengan demikian, keabsahan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan36

Wawancara dilakukan setelah menyesuaikan waktu dan tempat dengan informan, biasanya dilakukan pada siang hari di luar jam sekolah ataupun kuliah. Peneliti mewawancarai informan 1 dan 3 di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, seperti; KPS Perpustakaan, Kantin Pasca Sarjana, Kantin Fakultas Sastra. Sedangkan informan 2 diwawancarai di tempat umum/ mall. Ketiga informan diwawancarai lebih dari 1 kali sesuai dengan pemenuhan kebutuhan data.

.

Kendala yang didapati saat wawancara adalah:

36 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi

(41)

- Saat wawancara berlangsung bersama informan 3 di KFC – Sun Plaza. Wawancara dilakukan sore hari dan saat itu banyak pelajar lainnya yang makan sambil bercengkrama disana sehingga menciptakan noise dalam wawancara kami.

- Kesibukan ketiga informan membuat peneliti mengalami kesusahan dalam menyesuaikan waktu dengan mereka.

2. Observasi Partisipan

Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan oleh objek tersebut. Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan pada riset kualitatif. Yang diobservasi adalah interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi antara subjek yang diriset37

Observasi ini apabila dilihat dari akurasi data yang diperoleh mungkin dapat diandalkan, namun memerlukan waktu yang cukup banyak. Terutama jika objek pengamatan muncul dalam interval waktu yang lama serta berlangsung pada alokasi waktu yang lama pula

.

38

William (1973) menyarankan bahwa metodologi penelitian yang diperlukan untuk mengamati komunikasi manusia dari perspektif interaksionisme simbolik adalah peneliti mengambil peran sebagai

.

37

Kriyantono, Op. cit., hlm. 108.

(42)

pengamat yang berpartisipasi (participant observer) oleh si peneliti itu sendiri39

Peneliti sudah melakukan observasi secara langsung sebanyak 4 kali, yaitu:

.

- Peneliti menghadiri gathering resmi sebanyak 1 kali, saat perayaan ulang tahun Triple S dan Kyu Jong (salah satu personil SS501).

- Menghadiri gathering biasa sebanyak 2 kali.

- Berkunjung ke rumah salah satu anggota Triple S.

Peneliti mengamati perilaku informan di dalam kelompok, bagaimana mereka berinteraksi dengan anggota lainnya dan bertingkah laku selama gathering berlangsung.

b. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu cara mengumpulkan data yang ada mengenai permasalahan dengan membaca/mencari literatur yang bersangkutan dengan penelitian, untuk mendukung penelitian. Dalam hal ini, penelitian kepustakaan dilakukan melalui buku-buku, majalah, surat kabar, jurnal, internet dan sebagainya.

III.6 Teknik Analisis Data

Moleong mendefenisikan analisis data sebagai proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh

(43)

data40

Dalam analisis data, peneliti melakukan (1) open coding, (2) axial coding dan (3) selective coding. Open coding merupakan proses pengidentifikasian kategori dan dimensinya. Data-data yang diperoleh kemudian diberi label, dipilah dan dicatat, sehingga data-data tersebut kemudian dapat dijadikan konsep yang pada akhirnya bisa dikelompokkan dalam kategori-kategori tertentu. Axial coding merupakan pengorganisasian data melalui pengembangan hubungan (koneksi) diantara kategori dan sub kategori. Selective coding merupakan seleksi kategori yang paling mendasar karena dihubungkan dengan kategori lain untuk menyusun

story line, yang kemudian divalidasi. Sehingga dalam selective coding, peneliti

menyajikan konseptualisasi cerita, menghubungkan kategori pendukung dengan kategori inti menggunakan paradigma, menghubungkan kategori berdasarkan dimensinya, menvalidasi kategori yang diperoleh dari tahapan sebelumnya dengan menggunakan data, dan melengkapi kategori yang memerlukan perbaikan atau pengembangan

. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum kemudian disajikan dalam bentuk narasi.

41

Langkah-langkah analisis data pada studi kasus, yaitu: .

1. Mengorganisir informasi.

2. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode.

3. Membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya.

4. Peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori.

40 Kriyantono, Op. Cit., h1m. 63. 41

(44)

5. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus yang lain.

6. Menyajikan secara naratif42

III.7 Goodness Criteria

Lincoln dan Guba (1986) menyebutkan ”kredibilitas” sebagai analogi bagi validitas internal, transferability sebagai analogi bagi validitas eksternal,

dependability sebagai analogi untuk reliabilitas dan confirmability sebagai analogi

untuk obyektivitas. Hal-hal tersebut dikenal juga sebagai trustworthiness.

Ada prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam menguji dan memastikan keabsahan penelitian kualitatif, yaitu melalui prinsip credibility (dapat dipercaya) dengan cara mengumpulkan data seobyektif mungkin. Lalu, peneliti melakukan metode triangulasi yang dilakukan melalui cara pengecekan silang (cross validation) atas data yang diperoleh. Pengecekan silang dengan melakukan perbandingan informan, perbandingan waktu maupun tempat. Misalnya: menggunakan informan berbeda untuk menanyakan satu hal yang sama. Atau menanyakan hal yang sama kepada informan yang sama tetapi pada waktu dan tempat yang berbeda. Triangulasi data dilakukan sejak pada langkah pengumpulan data sampai pada saat penyimpulan. Triangulasi yaitu yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau Sebagai pembanding terhadap data itu.

Ada tiga cara, yaitu (Sugiyono dalam Priyambodo, 2008: 32-33)43

42 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003,

hl m 30.

(45)

1. Triangulasi sumber. Informasi dan data yang diperoleh dari satu sumber dicek ulang melalui beberapa sumber lain. Dalam penelitian ini misalnya Informan 1 memberikan informasi mengenai simbol Triple S, maka informasi yang sama dicek kembali pada Informan 2 dan 3 untuk memastikan apakah terdapat kesamaan pandangan mengenai hal tersebut. Serta menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.

2. Triangulasi teknik. Uji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancra dilakukan. Bila ada informasi yang inkonsisten, maka penggalian ulang dengan teknik yang berbeda akan dilakukan terhadap informan yang sama.

43

Priyambodo, Daru. 2008. Adaptasi Organisasi Newsroom dan Proses Produksi Berita dalam Media Online Berbasis Media Cetak (Studi Kasus Tempo Newsroom). Jakarta: Universitas

(46)
(47)

BAB IV PEMBAHASAN

IV.1. Latar Belakang Informan

Dalam penelitian ini, telah dipilih 3 informan dengan latar belakang sebagai berikut:

Informan 1 merupakan salah satu admin Triple S, yang ikut ambil bagian dalam mengurus keperluan untuk setiap acara gathering komunitas ini. Perempuan berjilbab, kelahiran Medan, 1 Oktober 1991 ini, adalah anak pertama dari 2 bersaudara (1 laki-laki, 1 perempuan). Informan saat ini sedang berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (Tingkat 2). Informan bersuku Mandailing. Ia bertubuh gemuk , memiliki muka yang imut, kulitnya sawo matang dan memiliki hidung kecil yang mancung. Informan 1 adalah penggemar warna hijau semenjak menjadi Triple S karena hijau merupakan warna boyband SS501. Dia memakai jam tangan, chasing handphone, gantungan handphone yang serba hijau dan barang-barang tersebut yang sering ia kenakan. Dari semua informan, ia merupakan informan yang paling royal merogoh kocek untuk membeli barang-barang asli SS501 (album dan aksesoris). Maklum saja, keluarga informan merupakan orang yang berada. Papanya bekerja sebagai kepala di PT. Sofindo sehingga memiliki peluang lebih besar untuk mengumpulkan uang buat pembelian barang-barang tersebut.

(48)

yang panjangnya sampai punggung. Ia menggunakan kawat gigi dan kacamata tetapi semenjak pertemuan keempat, ia mulai menggunakan soft lens dengan alasan kacamata yang sudah buram. Perempuan yang lahir 11 Maret 1995 ini, merupakan informan paling muda. Ia memiliki satu saudara kembar (laki-laki) dan adik perempuan. Ayahnya bekerja sebagai General Marketing di Uniland, sehingga dia bisa dibilang berasal dari keluarga yang berkecukupan. Mereka sekeluarga bersuku Karo, dengan merga Sinulingga. Ia juga selalu membeli barang-barang asli SS501 dan ia selalu memakai gantungan handphone yang dibelinya melalui anggota Triple S Bangkok. Gantungan handphone itu bertuliskan nama Young Saeng (salah satu personil SS501) dalam huruf korea.

Informan 3 merupakan perempuan kelahiran Medan, 29 Januari 1992 serta sedang mengenyam pendidikan di dua perguruan tinggi sekaligus, yang pertama di Sastra Inggris USU (tingkat 2) dan Ilmu Keperawatan Universitas Darma Agung (tingkat 2). Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara (2 perempuan), ibunya yang bersuku Batak Toba bekerja sebagai dosen di Ilmu Keperawatan sedangkan ayahnya yang bersuku Minang, berdagang di pasar. Perempuan berkulit putih ini selalu memakai jilbab saat berkuliah dan melepasnya saat di luar kampus. Pada gathering Februari, saya bisa melihat kalau ia mempunyai rambut lurus yang diikat dan panjangnya melewati pinggul. Badannya kecil tapi tampak energik. Pada setiap gathering, dia memiliki kesempatan untuk menampilkan

dance cover.

IV.2. Analisis & Interpretasi

(49)

Sebelum masuk komunitas Triple S, informan 1 merupakan mahasiswi tomboy yang tidak menyukai cowok dancing dan tidak bergabung dalam komunitas apapun. Informan 2 dikenal sebagai seorang pelajar yang supel dan ceria di sekolah. Informan 3 merupakan mahasiswi yang tidak menyukai musik dan merasa aneh dengan perilaku fandom44

Ketiga informan memiliki banyak faktor yang melatarbelakangi mereka untuk bergabung di Triple S Medan, baik dari hobi seperti menyanyi dan menari, dukungan keluarga dan teman, pandangan masyarakat sekitar terhadap diri mereka. Orang lain secara khusus (particular others) merujuk pada individu-individu dalam masyarakat yang signifikan bagi ketiga informan. Individu-individu tersebut adalah keluarga, teman, dan orang-orang terdekat informan. Mereka adalah orang-orang yang membantu informan dalam memahami diri mereka yang menyukai SS501, seperti yang dikatakan informan 1 dan 2 mengenai peranan temannya:

.

“Sebenarnya awalnya ga suka, kak.. Aku kan ga suka ama cowo yang ngedance, kayaknya kalo cowo yang ngedance itu kesannya hmmm (menirukan gaya cowo gemulai), tapi dia (Wina) memperlihatkannya tuh bukan dari waktu ngedance atau perfoms tapi waktu yang reality show

‘Thanks for Waking Me Up’ , yang orang itu lagi bodok-bodok, langsung

tertarik disitu, seandainya dia kasih yang perform duluan mungkin udah

ilfil dari awal.” (Informan 1)

Informan 1 mengenal SS501 melalui teman akrab. Mereka berteman dari kelas 1 SMA. Awalnya, informan tidak menyukai boyband Korea tetapi temannya meyakinkannya dengan menunjukan video yang lucu. Sehingga ia tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang SS501 bergabung dengan Triple S.

“Temen TS ini kan ngasi tahu tentang Kak Icha dan Kak Icha sering

update status tentang DS ya udah aku minta ketemuan ama Kak Icha, ya

44

(50)

udah pas ketemuan ngasi tahu kalo ada komunitasnya dan pas ada

gatheringnya ketemuan.” (Informan 2)

Informan 2 sudah mempunyai teman dari Triple S Makassar sebelumnya. Ia berkenalan melalui facebook dan temannya tersebut membantunya untuk mencari

Triple S Medan. Setelah mengetahui keberadaan Triple S Medan, ia mulai

menghadiri gathering-gathering yang ada.

Sementara informan ketiga menyatakan bagaimana peranan keluarganya yaitu adiknya yang terlebih dahulu mengenal SS501. Adiknya menunjukan video-video yang berisi lagu, tarian dan acara reality show mereka.

“..kan gini, kan sukanya dari BBF, nengok Hyun Joong nya, nah siap itu

gak tahu tu dia punya band atau gak, nah habis itu ada adik Wina, gak tahu

hantu darimana dapat dia video orang itu, musik videonya. Dan disitu memang lucu-lucu kali orang itu konsepnya..”

Dari pernyataan ketiga informan di atas, terlihat bahwa particular others memiliki peran yang kuat dalam membentuk pemahaman diri informan terhadap

SS501. Dan peristiwa tersebut pada akhirnya membawa mereka bergabung ke

dalam komunitas penggemar SS501 yaitu Triple S.

Sementara itu, lingkungan eksternal (society) berupa internet dan televisi, pandangan dari masyarakat sekitar merupakan generalized others yang memberikan informasi mengenai peranan, aturan dan sikap yang dimiliki bersama oleh Triple S. Orang lain memberikan secara umum juga memberikan mereka perasaan mengenai bagaimana orang lain bereaksi kepada mereka dan harapan sosial secara umum. Pada kasus ini misalnya, informan 2 menyatakan bagaimana pengaruh lingkungan yang mempengaruhinya untuk mencari komunitas Triple S yang dapat mengerti dia, yakni:

“Dari semua Kpop lovers lah, temen sekolah banyak juga sih tapi mereka

(51)

Informan 3 menyatakan bahwa pengaruh media televisi terhadap ketertarikannya terhadap SS501, Ia menonton drama seri Korea Boys Before

Flower (BBF) yang tayang di Indosiar:

“Sebenarnya sih gak ya..kan gini, kan sukanya dari BBF, nengok Hyun

Joong (pemeran Ji Hoo dalam serial BBF) nya”

Atau informan 1 yang menyatakan pengaruh tayangan reality show yang diunduh dari you tube:

“dia (Wina) memperlihatkannya tuh bukan dari waktu ngedance atau

perfoms tapi waktu yang reality show ‘Thanks for Waking Me Up’…”

Pada saat berinteraksi dengan particular others dan generalized other, masing-masing informan menggunakan pikiran (mind) misalnya menggunakan bahasa Indonesia dan juga melalui proses pemikiran (thought) misalnya ketika ingin menonton Boys Before Flowers dan ikut bergabung ke dalam Triple S.

IV.2.1.2. Identitas Setelah Masuk Triple S

Setelah ketiga informan bergabung sebagai anggota Triple S, mereka saling berinteraksi untuk mengembangkan pikiran (mind) agar dapat menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama. Simbol yang biasa digunakan berupa simbol verbal dan nonverbal yang kemudian manjadi mediasi interaksi antar individu dan menjadi ciri khas atau identitas bagi setiap anggota.

Simbol verbal seperti: singkatan-singkatan seperti TS (Triple S) atau DS

(SS501 = Double S Five O One), istilah-istilah seperti fandom (komunitas),

(52)

ditirukan beberapa anggota Triple S, pakaian dan aksesoris yang dominan berwarna hijau dan selalu bertemakan Triple S atau SS501, huruf-huruf Korea yang seperti peneliti lihat waktu gathering, mereka mengadakan games dengan membuat huruf Korea Kyu Joong (personil SS501 yang ulang tahunnya sedang dirayakan saat itu) dengan sedotan plastik dan menyanyikan ‘Saengil

Chukkahamnida’ (lagu selamat ulang tahun versi Korea).

Terkait dengan aksesoris SS501 yang selalu dibawa setiap hari, informan 1 mengatakan:

“Pin dan strip. Jarang sih bawa barang-barang mereka tapi jadinya sekarang kalau beli barang lihat warna hijau suka dan identik beli barang warna hijau.”

Informan 2 menjelaskan arti simbol dan asal usul warna yang digunakan oleh anggota Triple S, sebagai berikut:

“Triple S itu artinya Double S Supporter, kami supporter nya mereka, kan ada 3 tuh S nya…Kan pas debut pertamanya, dilihat fansnya tuh lebih banyak yang bawa balon hijau biasanya kan kalau yang belum ada fans nya warna/i tapi supporter banyak yang warna hijau dan terus dibilang orang itu “mereka hijau-hijau kayak kacang polong jadi makanya dinamakan green peas”

Interaksi yang dilakukan secara terus menerus di antara sesama anggota akhirnya membentuk konsep diri anggotanya, dan ditambah dengan atribut-atribut yang dikenakan akhirnya memberikan identitas baru bagi anggota-anggota Triple

S. Konsep diri merupakan sebuah motif penting untuk berperilaku. Pemikiran

bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri menpengaruhi perilaku.

Konsep diri yang dimiliki oleh ketiga informan dinyatakan sebagai berikut: “Keras kepala, cerewet ga terlalu sih kalau di rumah lebih banyak diam sih.” (Informan 1)

(53)

“Wina ini orangnya plin plan, cerewet, tapi baek, suka nolongin orang.” (Informan 3)

Individu cenderung menafsirkan dirinya lebih kepada bagaimana orang-orang melihat atau menafsirkan dirinya (Looking glass self). Ia cenderung untuk menunggu, untuk melihat bagaimana orang lain akan memaknai dirinya, bagaimana ekspektasi orang terhadap dirinya. Oleh karenanya konsep diri dibentuk sebagai upaya pemenuhan terhadap harapan atau tafsiran orang lain tersebut kepada diri sendiri.

Individu acap kali mencoba memposisikan diri ke dalam orang lain, dan mencoba melihat bagaimanakah perspektif orang tersebut ketika memandang dirinya. Individu semacam meminjam kaca mata orang lain tersebut untuk dan dalam melihat diri kita. Sebagai bagian dari sebuah komunitas, ketiga informan menyadari bahwa beberapa anggota masyarakat bahkan keluarga mereka sendiri menganggap bahwa komunitas-komunitas seperti Tr

Referensi

Dokumen terkait