• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Gaya Hidup

Pengertian gaya hidup menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambang-lambang sosial. Gaya hidup atau life style

dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu.

Gaya hidup individu yang dicirikan dengan pola perilaku individu akan memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain. Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja, tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang memengaruhi pola perilakunya. Dan tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang berlaku untuk semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur, kemampuan fisik, lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja yang berbeda, menciptakan berbagai gaya yang berbeda pula (Hadywinoto, 1999).

Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan oleh Poniyah (2011) tentang pengaruh gaya hidup (variabel pola makan) terhadap status kesehatan lansia memberikan hasil penelitian yaitu uji statistik menunjukkan variabel pola makan berpengaruh terhadap status kesehatan lansia. Berdasarkan hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik pada variabel pola makan menunjukkan ada pengaruh pola makan terhadap status kesehatan lansia dengan nilai β = 2,541 dan p = 0,000, bernilai positif menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh yang searah (positif) terhadap status kesehatan lansia di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan.

2. Aktivitas fisik 3. Olahraga

4. Istirahat/tidur 7 – 8 jam perhari 5. Tidak merokok

6. Tidak minum-minuman keras

7. Tidak mengonsumsi obat-obatan (Watson, 2003). 2.3.1. Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomik, identitas budaya, religi dan magis, komunikasi, lambing status ekonomi serta kekuatan dan kekuasaan, oleh karena itu ekspresi stiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lainnya. Ekspresi tersebut akan membentuk pola perilaku makan yang disebut kebiasaan makan (Baliwati dkk, 2010).

Menurut penelitian Maulida (2012) yang dilaksanakan di Kelurahan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tentang gambaran pola konsumsi pangan dan status gizi menunjukkan bahwa lansia yang memiliki pola makan yang baik sebesar 47,8% memiliki status gizi dengan kategori normal. Namun ada sebesar 21,1% memiliki pola makan yang baik tetapi status gizinya berada dalam kategori tidak baik, 17,8% gizi kurang karena sistem pencernaan pada lanjut usia sudah mulai terganggu, dimana gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta penyerapannya menjadi lambat dan kurang efisien dan ada sebesar 13,3% obesitas.

Pola makan yang tidak seimbang akan menyebabkan terjadinya kekurangan gizi atau sebaliknya pola konsumsi yang tidak seimbang juga mengakibatkan zat gizi tertentu berlebih dan menyebabkan terjadinya gizi lebih. Asupan gizi yang tepat berperan dalam menciptakan kesehatan lansia secara optimal, kecukupan gizi akan terpenuhi jika para lansia memerhatikan pola makan

yang beragam dan bergizi seimbang (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Sebenarnya pola makan atau pola konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung, namun hanya dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi seseorang atau masyarakat (Supariasa dkk, 2001).

Menurut Nugroho (2008) menu adalah susunan hidangan yang dipersiapkan untuk disajikan pada makan. Menu seimbang untuk lansia adalah susunan yang mengandung cukup semua unsur gizi yang dibutuhkan lansia. Syarat menu yang seimbang untuk lansia antara lain :

a. Mengandung zat gizi beraneka ragam bahan makanan yang terdiri atas zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

b. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lansia adalah 50% dari hidrat arang yang merupakan hidrat arang kompleks (sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian).

c. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total kalori.

d. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lanjut usia, yaitu 8-10% dari total kalori.

e. Dianjurkan mengandung tinggi serat (selulosa) yang bersumber pada buah, sayur, dan macam-macam pati, yang dikonsumsi dalam jumlah besar secara bertahap.

f. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non-fat, yoghurt, dan ikan. g. Makanan mengandung tinggi zat besi (Fe), seperti kacang-kacangan, hati, daging, bayam,

atau sayuran hijau.

h. Membatasi penggunaan garam.

i. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar dan mudah dicerna.

j. Hindari bahan makanan yang tinggi mengandung alkohol. k. Pilih makanan yang mudah dikunyah seperti makanan lunak. 2.3.2. Aktivitas Fisik

Menurut Fatmah (2010) aktivitas fisik merupakan tiap gerakan anggota tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot rangka dan yang menyebabkan pengeluaran energi yang sangat penting peranannya terutama bagi lansia. Dengan melakukan aktivitas fisik, maka lansia tersebut dapat mempertahankan bahkan meningkatkan derajat kesehatannya. Sedangkan Afriwardi (2010) berpendapat bahwa aktivitas fisik adalah segala kegiatan atau aktivitas yang menyebabkan peningkatan penggunaan energi/kalori oleh tubuh. Beberapa contoh aktivitas fisik antara lain : menyapu, muncuci, makan, menaiki tangga, mengangkat barang dan kegiatan lainnya.

Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan oleh Poniyah (2011) tentang pengaruh gaya hidup (variabel aktivitas fisik) memberikan hasil penelitian yaitu 74 orang pada kategori tidak cukup dengan persentase tertinggi status kesehatan buruk sebanyak 74,3%. Uji statistik menunjukkan variabel aktivitas fisik berpengaruh terhadap status kesehatan lansia. Berdasarkan hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik pada variabel aktivitas fisik, ada pengaruh antara aktivitas fisik lansia terhadap status kesehatan lansia dengan nilai β = 1.922 dan p= 0,000, bernilai positif menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh yang searah (positif) terhadap status kesehatan lansia di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan. Jadi dapat ditafsirkan secara teoritis bahwa status kesehatan lansia di wilayah kerja Puskesmas Darusalam medan akan meningkat jauh lebih baik apabila aktivitas fisik lansia cukup.

2.3.3. Olahraga

Olahraga adalah serangkaian aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dengan berpedoman pada aturan-aturan atau kaidah-kaidah tertentu tetapi tidak terikat pada intensitas dan waktunya (Afriwardi, 2010). Olahraga merupakan bagian dari kegiatan fisik secara terencana, terstruktur, berulang untuk meningkatkan kebugaran tubuh. Kurang olahraga juga beresiko terhadap penurunan kekuatan, massa tulang dan absorpsi kalsium. Semakin bertambahnya usia seseorang,

maka aktivitas fisik yang dilakukannya semakin menurun. Hal ini terkait dengan penurunan kemampuan fisik yang terjadi secara alamiah (Fatmah, 2010).

Melakukan olahraga adalah suatu bentuk latihan fisik yang memberikan pengaruh yang baik/positif terhadap kemampuan fisik seseorang apabila dilakukan secara baik dan benar. Melakukan latihan fisik yang baik dapat bermanfaat sebagai upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dan apabila ditinjau secara fisiologi, psikologi dan sosial memberikan dampak secara langsung dan jangka panjang (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Menurut Maryam dkk, (2008) beberapa contoh olahraga/latihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran, kesegaran, dan kelenturan fisiknya sebagai berikut :

1. Pekerjaan rumah dan berkebun. Kegiatan ini harus dilakukan dengan tepat agar napas sedikit lebih cepat, denyut jantung lebih cepat, dan otot menjadi lelah

2. Berjalan-jalan, sangat baik untuk meregangkan otot-otot kaki dan bila jalannya makin lama makin cepat maka akan bermanfaat untuk daya tahan tubuh. Jika melangkah dengan panjang dan mengayunkan lengan 10-20 kali, maka dapat melenturkan tubuh.

3. Jalan cepat. Jalan cepat dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali seminggu, latihan selama 15-30 menit, dan dilakukan tidak kurang dari 2 jam setelah makan.

4. Renang, merupakan olahraga paling baik dilakukan untuk menjaga kesehatan karena hampir semua otot bergerak, sehingga kekuatan otot semakin meningkat. Namun olahraga kurang diminati karena segan mengingat keadaan kulit lnasia dan pakaian yang harus dikenakan.

5. Bersepeda, baik bagi penderita arthritis karena tidak menyentuh lantai sama sekali, sehingga tidak akan menyebabkan sakit pada sendi-sendinya.

6. Senam. Melakukan senam secara teratur dan benar dalam jangka waktu yang cukup adalah sebagai berikut :

b) Mengadakan koreksi tehadap kesalahan sikap dan gerak c) Membentuk sikap dan gerak

d) Memperlambat proses degenerasi karena perubahan usia

e) Membentuk kondisi fisik (kekuatan otot, kelenturan, keseimbangan, ketahanan, keluwesan dan kecepatan)

f) Membentuk berbagai sikap kejiwaan (membentuk keberanian, kepercayaan diri, kesiapan diri, dan kesanggupan bekerja sama)

g) Memberikan rangsangan bagi saraf-saraf yang lemah, khususnya bagi lansia h) Memupuk rasa tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan

masyarakat. 2.3.4. Kebiasaan Istirahat

Menurut Maryam dkk, (2008), istirahat dapat berarti bersantai menyegarkan diri atau diam tidak melakukan aktivitas apapun setelah melakukan kerja keras. Istirahat dapat berarti pula menghentikan sementara semua kegiatan sehari-hari bahkan sampai tertidur. Istirahat yang cukup diperlukan agar tubuh dapat kembali ke kondisi normal setelah digunakan untuk beraktifitas. Istirahat terbaik adalah tidur. Kebutuhan tidur untuk lansia adalah 6-8 jam sehari. Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah yang terkadang mengganggu kenyamanan anggota keluarga yang lain yang tinggal serumah.

Biasanya pada lanjut usia terjadi gangguan pola tidur sehingga dapat menyebabkan perubahan fisik. Maka untuk dapat memberikan kebutuhan istirahat yang cukup untuk menjaga kesehatan lansia maka dapat dilakukan dengan cara memberikan tempat tidur yang nyaman, mengatur lingkungan yang cukup ventilasi, bebas dari bau-bauan, serta memberikan minum hangat sebelum tidur misalnya susu hangat (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Perubahan pola tidur dapat berupa tidak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari. Tidur terlalu lama, akan cenderung mengganggu kesehatan. Sebagaimana dijelaskan diatas, saat tidur pun tubuh butuh nutrisi. Bila tidur terlalu lama, tubuh akan mengalami

katabolik. Akibatnya, akan semakin merasa malas, tidak bertenaga, dan memboroskan waktu. Kurang tidur dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk mengingat informasi yang lengkap atau kompleks. Penelitian di Universitas de Lille, Prancis, mengindikasikan bahwa otak memerlukan tidur untuk mempertahankan kemampuan mengingat informasi yang kompleks. Umumnya manusia bisa tidur dalam 6-8 jam sehari. Tetapi ada orang yang bisa tidur dibawah 6 jam. Kurang tidur berdampak negatif terhadap tubuh kita seperti kurang konsentrasi, cepat marah, lesu, lelah (Maryam dkk, 2008).

Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan badan kita. Banyak orang yang tidur jadi lemas, tidak ada semangat, lekas marah dan stress. Hasil riset terbaru para ahli di Chicago membuktikan 3 hari mengalami kurang tidur kemampuan tubuh dalam memroses glukosa akan menurun secara drastis, sehingga dapat meningkatkan resiko mengidap diabetes. Selanjunya menurut mereka, tidur tidak nyenyak selama 3 hari berturut-turut akan menurunkan toleransi tubuh terhadap glukosa, khususnya pada orang muda dan orang dewasa (Santoso, 2009).

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit. Pada saat tidur tubuh juga mereparasi bagiaan-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Depkes RI, 2008).

2.3.5. Kebiasaan Merokok

Merokok bukanlah gaya hidup yang sehat. Merokok dapat menganggu kerja paru-paru yang normal, karena hemoglobin lebih mudah membawa karbondioksida daripada membawa oksigen. Jika terdapat karbondioksida dalam paru-paru, maka akan dibawa oleh hemoglobin sehingga tubuh memperoleh oksigen yang kurang dari biasanya. Kandungan nikotin dalam rokok yang terbawa dalam aliran darah dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh yaitu mempercepat denyut jantung sampai 20 kali lebih cepat dalam satu menit daripada dalam keadaan normal. Menurunkan suhu

kulit sebesar setengah derajat karena penyempitan pembuluh darah kulit dan menyebabkan hati melepaskan gula ke dalam aliran darah. Merokok merupakan faktor resiko terpenting untuk terjadinya penyakit tidak menular, karena dapat menyebabkan arterio skleorosis dini, penyakit jantung koroner, penyakit paru obstruktif menahun, kanker paru, larynx, rongga mulut, pancreas, dan osephagus, selain itu juga dapat meningkatkan tekanan darah dan kadar lemak dalam darah sebagai faktor resiko terjadinya stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah (Bustan, 2007).

Farmingham Heart Study menemukan bahwa merokok menurunkan kadar kolesterol baik

High Density Level (HDL). Penurunan HDL ini berbeda, pada perempuan penurunannya lebih tinggi dari pada laki-laki. Pada laki-laki rata-rata 4,5 mg/dl dan pada perempuan 6,5 mg/dl. Perokok dikategorikan sebagai berikut:

1. Perokok ringan : <10 batang/hari 2. Perokok sedang : 10-20 batang/hari 3. Perokok berat : > 20 batang/hari

Prevalensi merokok lansia pada kelompok umur 55-64, 65-74 dan 75+ cukup tinggi yaitu di atas 30%, dan paling tinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (37,5%) dengan rerata jumlah batang rokok/hari sebanyak 13 batang rokok (Kemenkes RI, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Lipid Research Program Prevalance Study menunjukan bahwa mereka yang merokok dua puluh batang atau lebih perhari, mengalami penurunan kadar HDL sekitar 11% pada laki-laki dan 14% pada perempuan. Merokok juga mengurangi usia harapan hidup, rata-rata 10 tahun. Atau apabila tidak merokok berarti menambah usia harapan hidup rata-rata 10 tahun. Demikian antara lain hasil penelitian selama 50 tahun di Inggris mengenai dampak merokok terhadap kesehatan (Depkes RI, 2008).

2.3.6. Kebiasaan Mengonsumsi Obat

Dalam pengobatannya lansia memerlukan obat yang beraneka ragam dibandingkan orang dewasa. Selain itu, fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah obat-obatan yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini menyebabkan

kemungkinan besar terjadi penumpukan obat dalam tubuh dan dapat juga menyebabkan keracunan obat jika diberikan dosis yang sama dengan orang dewasa.Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Adapun efek samping obat yang terjadi pada lansia dapat menimbulkan penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat, misalnya poliuri/sering buang air kecil akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), lansia dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresan, dan lain-lain. Efek samping tersebut biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama (Maryam dkk, 2008).

Dokumen terkait