BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Gaya Hidup
Menurut Kotler (2002), gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang
diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Minor
dan Mowen gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana
orang membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu (Tamher,
2009).
Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan
memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain.
Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan
individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja,
tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang memengaruhi pola
perilakunya. Tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang berlaku untuk
semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur, kemampuan fisik,
lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja yang berbeda, menciptakan berbagai
gaya yang berbeda pula (Hadywinoto, 1999).
Menurut Darmojo (1999), gaya hidup adalah sebagai praktek perilaku dan
praktek sosial yang mendukung kesehatan dan merupakan cerminan dari nilai-nilai
dan jati diri dari kelompok dan masyarakat dimana penduduk hidup dan
menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memenuhi kehidupan ekonomi, sosial
dan lingkungan fisik.
a. Konsumsi Serat (Sayur dan Buah)
Serat adalah bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. Ada
dua macam serat yaitu serat larut (pembentuk gel) seperti pectin dan guargum dan
serat tidak larut seperti sellulose dan bran. Kedua jenis serat tersebut banyak terdapat
pada padi-padian, kacang-kacangan, tempe, sayuran serta buah (Sukardji, 2007).
The American Cancer Society, The American Heart Association dan The
American Diabetic Association menyarankan 25-35 g fiber/hari dari berbagai bahan
makanan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Konsensus nasional pengelolaan
diabetes di Indonesia menyarankan 20 - 25 g/hari bagi orang yang berisiko menderita
DM (Soegondo dkk, 2009).
Konsumsi serat terutama insoluble fiber (serat tidak larut) yang terdapat
dalam biji-bijian dan beberapa tumbuhan, dapat membantu mencegah terjadinya
diabetes dengan cara meningkatkan kerja hormon insulin dalam mengatur gula darah
di dalam tubuh. Serat larut bersifat larut dalam air dan membentuk suatu materi
seperti gel, yang diyakini dapat menurunkan kolesterol dan gula darah. Makanan
seperti oatmeal dan biji-bijian (kacang, apel, beri, dan buah lainnya) sangat tinggi
kandungan serat larutnya. Sedangkan serat tidak larut bersifat tidak larut dalam air
dan dapat melewati sistem pencernaan secara keseluruhan dapat berfungsi sebagai
memberikan perasaan kenyang dan puas serta membantu mengendalikan nafsu makan
dan menurunkan berat badan, membantu buang air besar secara teratur, menurunkan
kadar kolesterol darah yang dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit diabetes
(Sukardji, 2007).
Asupan serat yang direkomendasikan untuk orang dengan diabetes sama
dengan untuk orang yang tidak diabetes yaitu dianjurkan mengkonsumsi 20-35 g serat
makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-
kira 25 g/1000 kalori dengan mengutamakan serat larut. Dari hasil Penelitian
terhadap 17 wanita dengan berat badan lebih selama tiga hari melakukan diet dengan
mengkonsumsi roti yang diperkaya dengan serat tidak larut dan tiga hari lainnya juga
mengkonsumsi roti yang sama, namun rendah serat. Setelah beberapa hari
mengkonsumsi roti yang kaya akan serat, pengaturan sensitivitas insulin pada wanita
tersebut semakin membaik (Sukardji, 2007)
Penelitian prospektif yang dilakukan oleh Tjokroprawiro (1978 membuktikan
bahwa konsumsi diit-B (68% kalori karbohidrat, 20 kalori lemak dan 12% kalori
protein) yang banyak mengandung serat dari sayuran golongan A dan sayuran
golongan B dapat memperbaiki glukose uptake (pembakaran glukosa) dari jarinan
perifer, memperbaiki kepekaan sel beta pankreas dan dapat menekan kenaikan kadar
kolesterol darah (Tjokroprawiro, 2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh
Rahajeng, 2004 juga menyatakan bahwa konsumsi serat ≥25 gram/hari dapat
mencegah terjadinya penyakit diabetes melitus tipe 2 dengan HR 0.29 - 0.42 kali.
Hasil analisis data SKRT tahun 2004 yang dilakukan oleh Hermita 2006, menyatakan
bahwa 12,6% orang yang mengkonsumsi serat <5 porsi/hari menderita diabetes dan
sekitar 11,1% orang yang mengkonsumsi serat cukup ( ≥5 porsi/hari) menderita
diabetes. Hasil laporan Riskesdas 2007 menyatakan bahwa prevalensi diabetes
melitus pada orang yang kurang konsumsi serat (<5 porsi/hari) sebesar 5,0%
sedangkan prevalensi diabetes pada orang yang mengkonsumsi cukup serat (≥5
porsi/hari) sebesar 4,9% dengan rata-rata konsumsi kurang serat secara nasional
adalah 93,6% dan tinggi di semua propinsi (Balitbangkes, 2008).
Kebutuhan akan serat yang dapat larut dalam air seperti apel, jeruk, pir,
kacang merah dan kedelai juga perlu untuk tubuh. Selain sebagai sumber serat, buah
dan sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Mengonsumsi serat dan
buah sangat penting untuk tubuh untuk mencegah sulit buang air besar. Selain itu
konsumsi susu dapat menambah kebutuhan air yang kurang pada tubuh. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan adalah: porsi makan jangan
terlalu kenyang akan lebih baik jika porsi makannya sedikit tapi sering, banyak
minum air putih sekitar 7-8 gelas/hari dan batasi minum kopi dan teh, kurangi garam,
makanan hendaknya mudah dicerna, lembek tidak keras, hindari makanan yang
terlalu manis, terlalu asin dan yang terlalu gurih/gorengan (Rimbana 2004; Sunita,
2003). Pola makanan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik
jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang
mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi
kebutuhan tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan (Supariasa, 2002).
Menurut Depkes RI (2005), ukuran saat mengukur sayuran adalah sudah
matang tanpa kuah dalam keadaan basah, buah buahan dalam ukuran gram, kacang-
kacangan diukur dalam ukuran gram dan sudah siap saji, untuk melihat daftar
kandungan serat perseratus gram (sayur-sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan)
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabet 2.1Daftar Kandungan Serat per 100 Gram Sayur-sayuran,
Buah- buahan Serta Produk Olahannva
Sayuran
Serat/
100gr
Buah
Serat/1
00gr
Kacang
Serat/10
0gr
Bayam
0.8
Alpukat
1,4
Kedelai
4,9
Daun papaya
2,1
Anggur
1,7
Kacang tanah
2
Daun singkong
1,2
Apel
4,7
Kacang hijo
4,1
Kangkung
1
Belimbing
0,9
Kedelai
2,5
Seledri
0,7
Jagung
2,9
Kecap
0,6
Selada
0,6
Jambu Biji
5,6
Tahu
0,1
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Sayuran
Serat/
100gr
Buah
Serat/1
00gr
Kacang
Serat/10
0gr
Paprika
7,4
Jeruk citrun
2
Touge
0,7
Cabai
0,3
Mangga
0,4
Kacang panjang
3,2
Bawang putih
1,1
Nenas
0,4
Tempe
1,4
Bawang merah
0,6
Pepaya
0,7
-
-
Kentang
0,3
Pisang
0,6
-
-
Lobak
0,7
Semangka
0,5
-
-
Wortel
0,9
Sirsak
2
-
-
Brokoli
0,5
Srikaya
0,7
-
-
Kembang kol
0,9
Stroberry
6,5
-
-
Asparagus
0,6
Pear
0,3
Jamur
1,2
-
-
-
-
Terong
0,1
-
-
-
-
Sawi
2,0
-
-
-
-
Buncis
3,2
-
-
-
-
Nangka
1,4
-
-
-
-
Daun kelor
1,4
-
-
-
-
Sumber: Depkes,2005
b. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik,
mental dan kualitas hidup yang sehat dan bugar (Mien, 1998).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur sangat penting selain untuk
menghindari kegemukan, juga dapat menolong mencegah terjadinya penyakit akibat
pola hidup seperti diabetes, serangan jantung dan stroke (Johnson, 1998).
Pada waktu melakukan aktivitas fisik, otot-otot akan memakai lebih banyak
glukosa daripada waktu tidak melakukan aktivitas fisik, dengan demikian konsentrasi
glukosa darah akan turun. Melalui aktivitas fisik, insulin akan bekerja lebih baik
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel untuk dibakar menjadi tenaga (Soegondo,
2008).
WHO merekomendasikan untuk melakukan aktivitas fisik dengan intesitas
sedang selama 30 menit per hari dalam satu minggu atau 20 menit perhari selama 5
hari dalam satu minggu dengan intensitas berat untuk mendapatkan hasil yang
optimal dari aktivitas fisik atau olahraga. Hal ini terbukti dari studi yang dilakukan di
Amerika terhadap 21.000 orang dokter menyatakan bahwa berolahraga 5 kali
seminggu akan menurunkan 42% kasus yang diperkirakan akan menderita diabetes
melitus tipe 2 (Johnson, 1998).
Penelitian yang dilakukan terhadap lebih dari 10.000 lulusan Universitas
Harvard yang dilakukan dalam waktu panjang, menunjukkan bahwa olahraga yang
kuat dapat menambah kira-kira 10 bulan kepada hidup seseorang dan lebih lama lagi
jika berolahraga sejak muda, kurang jika dilakukan pada usia lanjut (Johnson, 1998).
Penelitian lain yang dilakukan selama 8 tahun kepada 87.353 perawat wanita yang
melakukan olahraga ditemukan penurunan risiko penyakit diabetes tipe 2 sebesar
33% atau RR 0,87 (Goldstein, Muller, 2008; Ilyas, 2009).
Menurut Riskesdas (2007), melaporkan 48,2% penduduk Indonesia kurang
melakukan aktivitas fisik (<5 hari dan <150 menit per hari). Kurang aktivitas fisik
tertinggi terdapat pada kelompok umur 75 tahun keatas (76,0%) dan umur 10-14
tahun (66,9%), dilihat dari jenis kelamin, kurang aktivitas fisik lebih tinggi pada
perempuan (54,5%) dibanding laki-laki (41,4%) (Balibangkes, 2008).
Sebelumnya menurut SKRT tahun 2004 mendapatkan aktivitas tidak cukup
gerak pada penduduk usia ≥15 tahun 68,7% dengan aktivitas tidak cukup gerak tinggi
di semua propinsi (Hermita, 2006). Menurut Rahajeng, aktivitas fisik yang dilakukan
selama 120 menit/hari mampu mencegah terjadinya diabetes mellitus dengan hazard
rasio (HR) 0,56 pada kelompok yang telah mengalami TGT (Rahajeng, 2004).
Penelitian kasus kontrol yang dilakukan oleh Purnawati terhadap 240 orang
pasien rawat jalan di RSCM tahun 1998, menyatakan bahwa orang yang memiliki
aktivitas fisik kurang berisiko untuk terkena diabetes melitus 2 kali lebih mudah
dibandingkan dengan orang yang memiliki aktivitas fisik cukup. Hasil penelitian di
RS M. Jamil padang juga menemukan hal yang sama, bahwa orang yang memiliki
aktivitas fisik kurang berisiko 3,2 kali lebih mudah untuk menderita diabetes melitus
tipe 2 dibanding dengan orang yang memiliki aktivitas fisik cukup (Yusmayati,
2008).
Menurut Depkes RI (2008) gaya hidup juga bisa mempengaruhi kerentanan
fisik terutama karena kurangnya aktifitas fisik akibatnya timbul penyakit yang sering
diderita antara lain diabetes mellitus atau kencing manis, penyakit jantung, hipertensi,
kanker atau keganasan dan lain-lain. Gaya hidup pada jaman modern ini telah
mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti jarang bergerak karena segala
sesuatu atau pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya teknologi yang
modern seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot
debu, bepergian dengan kendaraan walaupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan
dengan jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk kesehatan karena tubuh
kita menjadi manja, karena kurang bergerak, sehingga tubuh menjadi lembek dan
rentan penyakit. Untuk menciptakan hidup yang sehat, segala sesuatu yang kita
lakukan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik
tetapi sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah
sesuatu hal itu sesuai dengan kebutuhan
c. Merokok
Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit diabetes melitus
tipe 2, menurut Amarican Diabetes Associations asap rokok dapat menyebabkan
berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan, meningkatkan kadar kolesterol dan
tekanan darah dan dapat meningkatkan kadar gula darah sehingga orang yang sering
terpapar dengan asap rokok memiliki risiko terkena penyakit diabetes melitus lebih
mudah dibanding dengan orang yang tidak terpapar dengan asap rokok (Tarigan,
2009). Merokok juga menyebabkan meningkatnya kadar gula darah sebagai akibat
dari terjadinya resistensi insulin yang merupakan awal dari terjadinya diabetes
melitus tipe 2 (Norma J, 2007).
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Eabacum, Nicotiana rustica dan
spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tas dengan atau tanpa
bahan tambahan (Kemenkes RI, 2010).
Merokok berhubungan dengan sensitivitas insulin dalam menarik glukosa di
dalam darah dan menghambat produksi insulin sehingga kadar gula di dalam darah
meningkat. Menurut Smet et.al (1999) seseorang dikatakan sebagai perokok ringan
apabila merokok ≥1 batas dalam satu minggu. Sementara menurut Shiffman et.al
(2004) bahwa seseorang dikatakan merokok apabila mengkonsumsi rokok 1-5 batang
per hari, sedangkan yang dikatakan perokok berat apabila mengkonsumsi rokok 20-
40 batang per hari. Aktif merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2
(Carole et.al, 2007).
Merokok dapat menyebabkan diabetes Mellitus karena aktivitas merokok
sangat mungkin menjadi penyebab dari resistensi insulin (penyebab diabetes tipe 2)
dan respon yang tidak cukup terhadap sekresi insulin. Merokok tidak hanya bisa
meningkatkan resiko seseorang terserang diabetes tipe 2 tetapi juga komplikasi
diabetes yang berbahaya. Komplikasi diabetes yang paling mematikan adalah tekanan
darah tinggi yang bisa menyebabkan penyakit jantung. Menurut sebuah penelitian di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa resiko terserang penyakit diabetes bagi mereka
yang merokok lebih dari 20 batang per hari adalah sebesar 61% sedangkan mereka
yang dikategorikan perokok ringan hanya memiliki kenaikan resiko diabetes sebesar
29% (Tandra, 2007).
Kebiasaan merokok menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan
peningkatan resistensi insulin yang menyebabkan peningkatan resiko terkena diabetes
melitus. Hasil penelitian ini menunjukkan orang dengan kebiasaan merokok lebih
beresiko terkena DM tipe 2 (Wicaksono, 2011).
d. Konsumsi Alkohol
Alkohol mengandung kalori yang sangat tinggi yaitu 7 kalori per gram
alkohol (Johnson, 1998). Konsumsi alkohol erat kaitannya dengan kegemukan, ketika
alkohol masuk ke dalam tubuh, maka akan dipecah menjadi asetat. Hal ini membuat
tubuh membakar asetat terlebih dahulu daripada zat lainnya seperti lemak atau gula.
Alkohol juga menghambat proses oksidasi lemak dalam tubuh, yang menyebabkan
proses pembakaran kalori dari lemak dan gula terhambat dan akhirnya berat badan
akan bertambah (Suyanto, 2010).
Alkohol juga dapat mempengaruhi kelenjar endokrin, dengan melepaskan
epinefrin yang mengarah kepada hiperglikemia transien dan hiperlipidemia sehingga
konsumsi alkohol kontraindikasi dengan diabetes (Rahatta, 2009).
Konsumsi alkohol hendaknya dibatasi dan dihindari bagi penderita diabetes
karenadapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia pada mereka
yangmenggunakan insulin dan sulfonilurea, terutama bila dikonsumsi pada
saatsebelum makan (Sukardji, 2009).
Pembatasan konsumsi alkohol hendaknya tidak lebih dari 1-2 minuman saja,
tidak lebih dari dua kali seminggu. Untuk yang menggunakan insulin, tidak lebih dari
2 minuman alkohol (1 minuman alkohol setara dengan 340 g bir, 140 g anggur atau
42 g distilled spirits), 1 minuman alkohol sama dengan 2 penakar lemak (Sukardji,
2009).
Studi di Port Harcourt, Nigeria yang meneliti tentang prevalensi dan faktor
risiko diabetes melitus tipe 2 terhadap 748 responden, mendapatkan bahwa konsumsi
alkohol yang berlebihan (> 21 unit/minggu) mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap kejadian diabetes melitus (OR 1,1), yang mungkin disebabkan adanya
kerusakan hati atau pankreas yang biasa disebut komplikasi alkohol (Nyenwe, dkk,
2003).
2.3. Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka, terjadinya penyakit diabetes melitus disebabkan
oleh kombinasi dari berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut secara umum
dikelompokkan menjadi sosiodemografi, keadaan klinis atau mental dan
perilaku/gaya hidup. Umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan
pekerjaan merupakan bagian dari faktor sosiodemografi. Konsumsi sayu/buah,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan aktivitas fisik adalah bagian dari faktor
perilaku/gaya hidup (Irawan, 2010)
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Sosiodemografi : • Umur • Jenis Kelamin • Tingkat pendidikan • Pekerjaan • Status perkawinan Keadaan Klinis/Mental : • Stres • Obesitas Gaya Hidup:• Konsumsi sayur & buah • Aktifitas fisik • Kebiasaan merokok • Konsumsi alkoho Resistensi insulin Hiperinsulinemia Toleransi glukosa terganggu Disfungsi sel β Diabetes Mellitus Tipe 2
2.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka pada gambar 2.1, selanjutkan dapat digambarkan bagan
kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Depend
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Konsumsi buah/sayur terutama insoluble fiber (serat tidak larut) yang terdapat
dalam biji-bijian dan beberapa tumbuhan, dapat membantu mencegah terjadinya
diabetes dengan cara meningkatkan kerja hormon insulin dalam mengatur gula darah
di dalam tubuh.
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga secara sederhana yan sangat penting bagi pemeliharaan fisik,
mental dan kualitas hidup yang sehat dan bugar
Merokok menyebabkan meningkatnya kadar gula darah sebagai akibat dari
terjadinya resistensi insulin yang merupakan awal dari terjadinya diabetes melitus
tipe 2
Konsumsi alkohol hendaknya dibatasi dan dihindari bagi penderita diabetes
karenadapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia pada mereka
yangmenggunakan insulin dan sulfonilurea, terutama bila dikonsumsi pada
saatsebelum makan.
Diabetes Melitus
Tipe 2
Gaya Hidup :
1. Konsumsi buah & sayur
2. Aktifitas fisik
3. Merokok
Dalam dokumen
Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2014
(Halaman 51-64)