1
TESIS
Oleh
HUMMAIRA HUTAGAOL
127032082/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
THE INFLUENCE OF PATIENT’S LIFE STYLE ON THE INCIDENT OF
DIABETES MELLITUS TYPE 2 AT PADANGSIDIMPUAN
MUNICIPAL GENERAL HOSPITAL
IN 2014
THESIS
BY
HUMMAIRA HUTAGAOL
127032082/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP KEJADIAN DIABETES MELITUS
TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA PADANGSIDIMPUAN
TAHUN 2014
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi KesehatanKomunitas/Epidemiologi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
HUMMAIRA HUTAGAOL
127032082/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis
: PENGARUH GAYA HIDUP PASIEN TERHADAP
KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PADANGSIDIMPUAN KOTA
PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2014
Nama Mahasiswa
: Hummaira Hutagaol
Nomor Induk Mahasiswa : 127032082
Program Studi
: S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi
: Administrasi KesehatanKomunitas/Epidemiologi
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(
Prof. Dr.Ir.Albiner Siagian, M.Si)
(
Ketua
drh.Hiswani, M.Kes
)
Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S
Tanggal Lulus : 29 Agustus 2014
Telah Diuji
pada Tanggal : 29 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof.Dr.Ir.Albiner Siagian, M.Si
Anggota
: 1. Drh.Hiswani, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH GAYA HIDUP PASIEN TERHADAP KEJADIAN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PADANGSIDIMPUANKOTA PADANGSIDIMPUAN
TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2014
ABSTRAK
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan diabetes yang paling sering ditemukan di
Indonesia. Kemungkinan terjadinya diabetes ini adalah karena sel-sel jaringan tubuh
tidak peka atau resisten terhadap insulin.Berdasarkan data dari Rekam Medis RSUD
Kota Padangsidimpuan prevalensi DM Tipe 2 pada tahun 2011 sebanyak 81%, tahun
2012 sebanyak 86% dan tahun 2013 sebanyak 91 %. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, merokok, dan
konsumsi alkohol terhadap kejadian DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Padangsidimpuan Tahun 2014
Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan pendekatan
matched case control dan dalam pelaksanaannya menggunakan kuesioner. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Padangsidimpuan yaitu sebanyak 256 orang. Sampelnya adalah 57 kasus dan
57 kontrol. Metode analisa data dengan cara analisis univariat, analisis bivariat
dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan uji regresi logistic ganda.
Hasil penelitian secara statistik menunjukkan konsumsi sayur dan buah
kurang (p value 0,003 dengan OR 3,33) dengan (CI 95% : 1,14-3,67), aktifitas fisik
kurang (p value 0,001 dengan OR 2,23) dengan (CI 95% : 1,10-2,50) dan merokok (p
value 0,047 dengan OR 2,46) dengan (CI 95% : 1,99-6,08) berpengaruh terhadap
kejadian kejadian DM Tipe 2 sedangkan alkohol tidak berpengaruh terhadap kejadian
DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Hasil uji regresi
logistik berganda diketahui variabel yang berpengaruh terhadap kejadian kejadian
DM Tipe 2 adalah konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, dan merokok.
Berdasarkan hasil penelitian,disarankan bagi pihak RSUD Kota
Padangsidimpuan agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui
penyuluhan dan konsultasi gizi tentang DM tipe 2 seperti konsumsi sayur dan buah
yang cukup, melakukan aktifitas fisik yang cukup dan menghindari rokok,dan bagi
masyarakat juga agar melakukan pencegahan DM tipe 2 dengan membiasakan gaya
hidup yang sehat
Kata Kunci : Gaya Hidup, DM Tipe 2, Konsumsi Sayur dan Buah
ABSTRACT
Diabetes Mellitus Type 2 is diabetes most often found in Indonesia. The
possibility of the occurrence of diabetes is due to the body's tissue cells are not
sensitive or resistant to insulin. Medical Record Padangsidimpuan City Hospital
prevalence of Type 2 diabetes in 2011 as much as 81%, in 2012 as much as 86% and
as much as 91% in 2013. This study aims to analyze the effect of fruit and vegetable
consumption, physical activity, smoking, and alcohol consumption on the incidence of
type 2 diabetes in the City General Hospital Padangsidimpuan2014
This research is an analytic survey with matched case-control approach in the
implementation and use of questionnaires. The population in this study were all
patients with type 2 diabetes in the City General Hospital Padangsidimpuan as many
as 256 people. The sample was 57 cases and 57 controls. Methods of data analysis by
means of univariate analysis, bivariate analysis with the chi square test and
multivariate analysis using multiple logistic regression.
The results of the study showed statistically less fruit and vegetable
consumption (p value 0.003 with OR 3.33) with (CI 95% : 1,14-3,67), lack of physical
activity (p value of 0.001 with OR 2.23) with (CI 95% : 1,10-2,50) and smoking (p
value 0.047 with OR 2.46) with (CI 95% : 1,99-6,08) effect on the incidence of events
type 2 diabetes while alcohol had no effect on the incidence of type 2 diabetes in the
City General Hospital Padangsidimpuan. The results of multiple logistic regression
unknown variables that affect the incidence of Type 2 diabetes incidence is fruit and
vegetable consumption, physical activity, and smoking.
Based on the research results, it is advisable for the City Hospital
Padangsidimpuan in order to improve public education through counseling and
nutritional counseling on type 2 diabetes such as fruit and vegetable consumption is
enough, do enough physical activity and avoiding tobacco, and for the community as
well in order to prevent DM type 2 to get used to a healthy lifestyle.
Keywords: Lifestyle, Diabetes Type 2, Fruit and Vegetable Consumption
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan
judul
“Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Kota
Padangsidimpuan Tahun 2014”.
Penulis menyadari penulisan tesis ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan
kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini pemulis
menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada
:
1.
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A.,(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara
2.
Dr.Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3.
Dr.Ir.Evawani Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara dan sekaligus penguji yang telah memberikan banyak saran dan
masukan.
4.
Prof.Dr. Ir. Albiner Siagian M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan,
arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini.
5.
drh. Hiswani, M.Kesselaku pembimbing kedua yang telah meluangkan
waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya
penulisan tesis ini.
6.
Dr.Ir. Evawani Aritonang, M.Si dan Ibu dr. Rahayu Lubis M.Kes, PhD
selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan
tulisan ini.
7.
Dosen di Departemen Epidemilogi FKM USU yang telah memberikan
banyak ilmu, masukan dan dukungan bagi penulis.
8.
DirekturRSUD Kota Padangsidimpuan yang telah memberi izin kepada
penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini.
10. Teristimewa untuk Ayahanda Alm. Lukman Hutagaol, dan Ibunda R.
br.Samosir,S.Pd, sertaKakanda Budi Hutagaol, S.E, Rasyidin Pandapotan
Hutagaol, Dedi Slamat Hutagaol,Anjuma Hutagaol, S.E, Ade rizki Hutagaol
SE dan Safri Ulil Amri Pardede, S.Eyang telah banyak memberikan
motivasi, semangat, dukungan moril maupun materil dari awal perkuliahan
sampai akhir, dan yang selalu mendoakan penulis.
11. Sahabat-sahabat di Minat Studi Epidemiologi (AKK/E) 2012 FKM USU
terima kasih banyak atas kebersamaan, bantuan, dukungan, waktu serta
masukan yang diberikan.
12. Buat semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja
sama dan doanya.
Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan
karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, September 2014
Penulis
Hummaira Hutagaol
127032082/IKM
RIWAYAT HIDUP
Hummaira Hutagaol, dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1986 di Balige
Propinsi Sumatera Utara, beragama Islam, anak bungsu dari enam bersaudara dari
pasangan Ayahanda Alm. Lukman Hutagaol dan Ibunda R. br. Samosir, SPd.
Penulis mulai melaksanakan pendidikan dasar di SD Negeri 173524
Balige(1992-1998), SMP Negeri 4Balige(1998-2001), SMA Negeri
1Balige(2001-2004), S-1 diFakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara (2004-2009)
dan Tahun 2012 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat pada minat studi Manajemen Administrasi Kesehatan
Komunitas / Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Penulis bekerja sebagai tenaga pengajardi Akademi Kebidanan Sentral
Padangsidimpuan (2010 s/d sekarang).
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT
... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1.
PENDAHULUAN ...
1
1.1.
Latar Belakang ...
1
1.2.
Permasalahan ...
8
1.3.
Tujuan Penelitian ...
8
1.3.1.
Tujuan Umum ...
8
1.3.2.
Tujuan Khusus ...
9
1.4.
Hipotesis ...
9
1.5.
Manfaat Penelitian ...
10
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA ...
11
2.1.
Diabetes Melitus ...
11
2.1.1.
Pengertian Diabetes Melitus ...
11
2.1.2.
Klasifikasi Diabetes Melitus ...
12
2.1.3.
Epidemiologi Diabetes Melitus ...
13
2.1.4.
Patogenesis...
16
2.1.5.
Patofisiologi ...
18
2.1.6.
Komplikasi Diabetes Melitus ...
19
2.1.7.
Faktor Risiko Diabetes Melitus...
25
2.2.
Gaya Hidup...
32
2.2.1.
Konsumsi Serat ...
34
2.2.2.
Aktifitas fisik ...
38
2.2.3.
Merokok ...
41
2.2.4.
Konsumsi alkohol ...
43
2.3.
Landasan Teori ...
43
2.4.
Kerangka Konsep...
44
BAB 3.
METODE PENELITIAN ...
45
3.1.
Jenis Penelitian ...
45
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian ...
45
3.3.
Populasi dan Sampel ...
46
3.3.1.
Populasi ...
46
3.3.2.
Sampel ...
46
3.4.
Metode Pengumpulan Data ...
48
3.5.
Uji Validitas dan Reliabilitas ...
49
3.6.
Variabel dan Definisi Operasional ...
50
3.7.
Metode Pengukuran ...
51
3.8.
Metode Analisis Data ...
53
3.8.1.
Analisis Univariat ...
54
3.8.2.
Analisis Bivariat ...
54
3.8.3.
Analisis Multivariat ...
55
BAB 4.
HASIL PENELITIAN ...
57
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...
57
4.2. Analisis Univariat ...
58
4.3. Analisis Bivariat ...
60
4.4. Analisis Multivariat ...
63
4.5.
Population Attribute Risk
...
66
BAB 5.
PEMBAHASAN...
67
5.1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, ...
67
5.2. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian Diabetes Melitus ...
68
5.2.1.
Pengaruh Konsumsi Sayur dan Buah terhadap
Kejadian Diabetes Melitus di RSUD Kota
Padangsidimpuan ...
68
5.2.2.
Pengaruh Aktifitas Fisik terhadap Kejadian Diabetes
Melitus di RSUD Kota Padangsidimpuan ...
71
5.2.3.
Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian
Diabetes Melitus di RSUD Kota Padangsidimpuan ...
75
5.2.4.
Pengaruh Konsumsi Alkohol terhadap Kejadian
Diabetes Melitus di RSUD Kota Padangsidimpuan ...
77
BAB 6.
KESIMPULAN DAN SARAN ...
79
6.1. Kesimpulan ...
79
6.2. Saran ...
79
DAFTAR PUSTAKA ...80
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
2.1
Daftar Kandungan Serat per 100 Gram Sayur-sayuran,Buah- buahan
Serta Produk Olahannva ...
36
3.1
Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 53
4.1
Distribusi Tenaga Kesehatan yang Bertugas di RSUD Kota
Padangsidimpuan………... ... 57
4.2
Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan, dan Pekerjaan ...
58
4.3
Distribusi Gaya Hidup terhadap Kejadian DM Tipe 2 ...
59
4.4
Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Kota
Padangsidimpuan ...
60
4.5
Pengaruh Konsumsi Serat, Aktifitas Fisik dan Kebiasaan Merokok
terhadap Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Kota Padangsidimpuan ... 64
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
2.1
Kerangka Teori ...
43
2.2
Kerangka Konsep Penelitian ...
44
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Permohonan Menjadi Responden ...
86
2.
Kuesioner Penelitian ...
88
3.
Master Uji Validitas dan Reliabilitas ...
93
4.
Hasil Validitas dan Reliabilitas ...
94
5.
Master Data Penelitian ...
97
6.
Hasil Analisis Statistik ... 100
7.
Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 111
8.
Surat Pelaksanaan Penelitian... 112
ABSTRAK
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan diabetes yang paling sering ditemukan di
Indonesia. Kemungkinan terjadinya diabetes ini adalah karena sel-sel jaringan tubuh
tidak peka atau resisten terhadap insulin.Berdasarkan data dari Rekam Medis RSUD
Kota Padangsidimpuan prevalensi DM Tipe 2 pada tahun 2011 sebanyak 81%, tahun
2012 sebanyak 86% dan tahun 2013 sebanyak 91 %. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, merokok, dan
konsumsi alkohol terhadap kejadian DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Padangsidimpuan Tahun 2014
Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan pendekatan
matched case control dan dalam pelaksanaannya menggunakan kuesioner. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Padangsidimpuan yaitu sebanyak 256 orang. Sampelnya adalah 57 kasus dan
57 kontrol. Metode analisa data dengan cara analisis univariat, analisis bivariat
dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan uji regresi logistic ganda.
Hasil penelitian secara statistik menunjukkan konsumsi sayur dan buah
kurang (p value 0,003 dengan OR 3,33) dengan (CI 95% : 1,14-3,67), aktifitas fisik
kurang (p value 0,001 dengan OR 2,23) dengan (CI 95% : 1,10-2,50) dan merokok (p
value 0,047 dengan OR 2,46) dengan (CI 95% : 1,99-6,08) berpengaruh terhadap
kejadian kejadian DM Tipe 2 sedangkan alkohol tidak berpengaruh terhadap kejadian
DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Hasil uji regresi
logistik berganda diketahui variabel yang berpengaruh terhadap kejadian kejadian
DM Tipe 2 adalah konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, dan merokok.
Berdasarkan hasil penelitian,disarankan bagi pihak RSUD Kota
Padangsidimpuan agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui
penyuluhan dan konsultasi gizi tentang DM tipe 2 seperti konsumsi sayur dan buah
yang cukup, melakukan aktifitas fisik yang cukup dan menghindari rokok,dan bagi
masyarakat juga agar melakukan pencegahan DM tipe 2 dengan membiasakan gaya
hidup yang sehat
Kata Kunci : Gaya Hidup, DM Tipe 2, Konsumsi Sayur dan Buah
ABSTRACT
Diabetes Mellitus Type 2 is diabetes most often found in Indonesia. The
possibility of the occurrence of diabetes is due to the body's tissue cells are not
sensitive or resistant to insulin. Medical Record Padangsidimpuan City Hospital
prevalence of Type 2 diabetes in 2011 as much as 81%, in 2012 as much as 86% and
as much as 91% in 2013. This study aims to analyze the effect of fruit and vegetable
consumption, physical activity, smoking, and alcohol consumption on the incidence of
type 2 diabetes in the City General Hospital Padangsidimpuan2014
This research is an analytic survey with matched case-control approach in the
implementation and use of questionnaires. The population in this study were all
patients with type 2 diabetes in the City General Hospital Padangsidimpuan as many
as 256 people. The sample was 57 cases and 57 controls. Methods of data analysis by
means of univariate analysis, bivariate analysis with the chi square test and
multivariate analysis using multiple logistic regression.
The results of the study showed statistically less fruit and vegetable
consumption (p value 0.003 with OR 3.33) with (CI 95% : 1,14-3,67), lack of physical
activity (p value of 0.001 with OR 2.23) with (CI 95% : 1,10-2,50) and smoking (p
value 0.047 with OR 2.46) with (CI 95% : 1,99-6,08) effect on the incidence of events
type 2 diabetes while alcohol had no effect on the incidence of type 2 diabetes in the
City General Hospital Padangsidimpuan. The results of multiple logistic regression
unknown variables that affect the incidence of Type 2 diabetes incidence is fruit and
vegetable consumption, physical activity, and smoking.
Based on the research results, it is advisable for the City Hospital
Padangsidimpuan in order to improve public education through counseling and
nutritional counseling on type 2 diabetes such as fruit and vegetable consumption is
enough, do enough physical activity and avoiding tobacco, and for the community as
well in order to prevent DM type 2 to get used to a healthy lifestyle.
Keywords: Lifestyle, Diabetes Type 2, Fruit and Vegetable Consumption
1
1.1
Latar Belakang
Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri
telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta
situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya
aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut
tanpa disadari telah memberi kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi
dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti: jantung,
tumor, diabetes, hipertensi, gagal ginjal dan sebagainya. Demikian juga dengan pola
penyakit penyebab kematian menunjukkan adanya transisi epidemiologi, yaitu
bergesernya penyebab kematian utama dari penyakit infeksi ke penyakit non-infeksi
(degeneratif) (Depkes RI, 2006).
Peningkatan kematian akibat DM tentu saja didahului denganpeningkatan
prevalensi DM diseluruh dunia. Pada tahun 2000 sekitar 171 juta orang menderita
DM, dimana 90% diantaranya adalah DM tipe 2 (untuk selanjutnya DM yang
dimaksud adalah DM tipe 2). Angka ini diprediksikan meningkat menjadi 366 juta
orang pada tahun 2030, dimana sebagian besar peningkatan tersebut berasal dari
negara-negara berkembang (WHO, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh
International Diabetes Federation
(IDF) tahun 2003, menyatakan
bahwaprevalensi DM di dunia adalah 5,1% atau sekitar 194 juta pendudukmenderita
DM pada kelompok umur 20 sampai 79 tahun. Angka ini diperkirakan akan
meningkat menjadi sekitar 333 juta orang pada tahun 2025 atau prevalensi sekitar
6,3% populasi dewasa dunia (Goldstein, 2008).
atautransplantasi ginjal di usia 50 tahunan dan sekitar 10-15% penderita
gangguanginjal meninggal akibat DM. Sekitar 25% penderita DMmengalami
gangguan syaraf dan penyakit pembuluh darah, penyakit jantung danstroke
menyebabkan 75% kematian akibat DM dan sekitar 1%-7%penderita DM harus
mengalami amputasi (Balitbangkes, 2007).
Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai
dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin
atau gangguan kinerja insulin atau karena kedua-duanya. Penyakit ini bersifat kronik
bahkan seumur hidup. Sampai sekarang, belum ada obat yang dapat mengobati
penyakitnya, yang ada saat ini hanyalah usaha untuk mengendalikan glukosa darah
seperti glukosa darah pada orang normal (Suryono, 2004).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka prevalensi DM diberbagai penjuru dunia. Menurut WHO (2000)
prevalensi DM pada semua kelompok umur diseluruh dunia 2,8% diperkirakan
menjadi 4,4% pada 2030. Selanjutnya pada tahun 2003, WHO memperkirakan 5,1%
dari 3,8 minasliar penduduk dunia berusia 20-79 tahun menderita DM. Pada tahun
2004 terdapat 1,9% dari kematian global disebabkan oleh DM. Pada tahun 2011
penderita DM diperkirakan lebih dari 80% terdapat di negara berkembang (WHO,
2010).
International Diabetes Federation (2010) menyatakan terdapat 6,4%
penduduk dunia berusia 20-79 tahun menderita DM. Angka ini diperkirakan akan
meningkat menjadi 7,7% pada tahun 2030. Menurut laporan IDF tahun 2010
prevalensi DM tertinggi di dunia terdapat di Nauru(31%) pada penduduk usia 20-79
tahun, diikuti Uni Emirat Arab (18,7%), Saudi Arabia (16,8%), Mauritus (19,8%) dan
Bahrain (15,4%). Diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi tertinggi masih terdapat di
Nauru (33,4%) diikuti Uni Emirat Arab (21,4%), Mauritius (16,2%), Saudi Arabia
(18/9%) dan Reunion (18,1%).
Menurut WHO (2010), gaya hidup kurang sehat dapat merupakan 1 dari 10
penyebab kematian dan kecacatan di dunia. Lebih dari dua juta kematian setiap
tahunnya disebabkan oleh kurangnya bergerak atau kurangnya aktifitas fisik, hal ini
karena kalori yang masuk tidak sebanding dengan kalori yang keluar sehingga makin
lama makin banyak kalori yang menumpuk sehingga menjadi beban bagi tubuh dan
tubuh menjadi terganggu yang kemudian menyebabkan kemunduran fisik yang pada
akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit, misalnya diabetes mellitus, tekanan
darah tinggi, penyakit jantung dan stroke.
Hasil laporan Riskesdas 2007 menyatakan bahwa prevalensi DM pada orang
yang kurang konsumsi serat (<5 porsi/hari) sebesar 5,0% sedangkan prevalensi
diabetes pada orang yang mengkonsumsi cukup serat (
≥
5 porsi/hari) sebesar 4,9%
dengan rata-rata konsumsi kurang serat secara nasional adalah 93,6% dan tinggi di
semua propinsi (Balitbangkes, 2008).
Riskesdas (2007) melaporkan 48,2% penduduk Indonesia kurang melakukan
aktivitas fisik (< 5 hari dan < 150 menit per hari). Kurang aktivitas fisik tertinggi
terdapat pada kelompok umur 75 tahun keatas (76,0%) dan umur 10-14 tahun
(66,9%), dilihat dari jenis kelamin, kurang aktivitas fisik lebih tinggi pada perempuan
(54,5%) dibanding laki-laki (41,4%) (Balibangkes, 2008).
dengan orang yang tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan/minuman
manis.Studi di Port Harcourt, Nigeria yang meneliti tentang prevalensi dan faktor
risiko DM tipe 2 terhadap 748 responden, mendapatkan bahwa konsumsi alkohol
yang berlebihan (> 21 unit/minggu) mempunyai hubungan yang signifikan terhadap
kejadian DM (OR 1,1), yang mungkin disebabkan karena adanya kerusakan hati atau
pankreas yang biasa disebut komplikasi alkohol (Nyenwe, dkk, 2003).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,2007) DM menjadi penyebab
kematian ke enam di Indonesia dengan proporsi kematian yaitu 5,7% setelah stroke,
TB Paru, hipertensi, cedera dan perinatal. Prevalensi DM secara nasional berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah gula darah 1,1%. Sedangkan prevalensi
nasional DM berdasarkan pengukuran gula darah pada, penduduk umur > 15 tahun
yang bertempat tingga di perkotaan adalah 5,7%. Prevalensi DM tertinggi terdapat di
Kalimantan Barat dan Maluku Utara (11,1%), Riau (10,4%) dan NAD (8,5%).
Sementara itu, prevalensi DM terendah ada di Papua (1,7%), dan NTT (1,8%)
(Sinaga, 2011).
penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah, 5 kali lebih mudah menderita
ulkus/gangren, 7 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina
(Depkes RI, 2009)
Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Data Surveilans Terpadu
Penyakit (STP) tahun 2008 terlihat jumlah kasus yang paling banyak adalah penyakit
DM dengan jumlah kasus 1.717 pasien rawat jalan yang dirawat di rumah sakit dan
puskesmas Kabupaten/Kota. Untuk rawat jalan penyakit DM ini mencapai 918 pasien
yang dirawat di 123 rumah sakit dan 998 pasien yang dirawat di 487 puskesmas yang
ada di 28 Kabupaten/Kota seluruh Sumatera Utara. Sedangkan pada tahun 2009
mencapai 108 pasien yang dirawat di rumah sakit dan 934 pasien dirawat di
puskesmas selama Januari hingga Juni 2009. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa
penderita DM di Sumatera Utara masih sangat tinggi (Harahap, 2010)
Dari data tersebut di atas, dapat dilihat
trend
penyakit DM di Indonesia
menunjukkan prevalensi yang meningkat. Prediksi yang diajukan oleh semua ahli
epidemiologi menyebutkan angka prevalensi yang makin meningkat di masa yang
akan datang, sehingga menempatkan DM sebagai
The Global Epidemy
(PERKENI,
2009)
Data di atas memberikan gambaran bahwa masalah diabetes melitus perlu
mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik, mengingat prevalensinya yang
tinggi dan komplikasi yang cukup berat. Agar mendapatkan gambaran yang lebih
tepat maka diperlukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana faktor gaya hidup
dapat menimbulkan penyakit diabetes melitus dan faktor mana dari gaya hidup
tersebut yang paling berpengaruh terhadap kejadian Diabetes melitus
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh
Gaya Hidup Pasien Terhadap Kejadian DM Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah
Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2014.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diketahui bahwa permasalahan dalam
penelitian ini adalah belum diketahuinya pengaruh gaya hidup terhadap kejadian DM
Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan
Tahun 2014.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui pengaruh konsumsi sayur/buah terhadap kejadian DM
Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota
Padangsidimpuan tahun 2014
1.3.2.2 Untuk mengetahui pengaruh aktifitas fisik terhadap kejadian DM Tipe 2
diRumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan
tahun 2014
1.3.2.3 Untuk mengetahui pengaruh konsumsi alkohol terhadap kejadian DM Tipe 2
di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan ruang rawat inap Rumah
Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan tahun 2014
1.3.2.4 Untuk mengetahui pengaruh merokok terhadap kejadian DM Tipe 2 di
Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan
tahun 2014
1.4. Hipotesis
1.3.2.1 Ada pengaruh konsumsi buah/sayurterhadap kejadian DM Tipe 2 di Rumah
Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan tahun 2014
1.3.2.2 Ada pengaruh aktifitas fisik terhadap kejadian DM Tipe 2 di Rumah Sakit
Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan tahun 2014
1.3.2.4 Ada pengaruh merokok terhadap kejadian DM Tipe 2 di Rumah Sakit
Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan tahun 2014
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Sebagai masukan dan informasi bagi Rumah Sakit Umum Daerah
Padangsidimpuan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan
khususnya penyakit diabetes mellitus dan dapat memberikan pendidikan
kesehatan tentang gaya hidup yang baik sehingga dapat mengurangi resiko
terjadinya diabetes melitus
1.5.2. Sebagai informasi bagi masyarakat agar membiasakan gaya hidup sehat
dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah terjadinya penyakit diabetes
melitus
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Diabetes Mellitus
2.1.1
Pengertian Diabetes Mellitus (DM)
Menurut
American Diabetes Association
(ADA), Diabetes mellitus adalah
kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam
darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat gangguan sekresi insulin, penurunan kerja
insulin, atau akibat dari keduanya. Diagnosis DM menurut ADA jika hasil
pemeriksaan gula darah:
1)
Kadar gula darah sewaktu lebih atau sama dengan 200 mg/dl
2)
Kadar gula puasa lebih atau sama dengan 126 mg/dl
3)
Kadar gula darah lebih atau sama dengan 200 mg/dl pada 2 jam setelah beban
glukosa 75 pada tes toleransi glukosa (ADA, 2011)
Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Hal ini terkait dengan
kelainan pada karbohidrat, metabolime lemak dan protein. Diabetes Mellitus
merupakan penyakit kronik, progresif dengan karakteristik ketidakmampuan tubuh
dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, yang menyebabkan
peningkatan level gula darah (Black & Hawks,2009).
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan
sekresi insulin yang progresif dilatarbelakangi oleh resistensi insulin ( Soegondo dkk,
2011).
Diabetes mellitus adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala
yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
ataupun resistensi insulin (Bustan, 2007). Diabetes merupakan penyakit yang
heterogonik, baik karena manifestasinya maupun karena jenisnya. Diabetes adalah
sindrom yang disebabkan oleh terganggunya insulin di dalam tubuh sehingga
menyebabkan hiperglikemia yang disertai abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein (Inzucchi, 2004).
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)
Klasifikasi DM menurut
American Diabetes Association
(2008) dalam
Inzucchi (2004), terbagi 4 bagian yaitu:
a.
Diabetes Tipe I (
Insulin–Dependen Diabetes Mellitus
atau IDDM)
Diabetes Tipe I (IDDM) muncul pada saat pankreas tidak dapat atau kurang
mampu memproduksi insulin sehingga insulin dalam tubuh kurang atau tidak ada
sama sekali. Glukosa di dalam darah menumpuk karena tidak dapat diangkut ke
dalam sel. Diabetes tipe ini tergantung pada insulin, oleh karena itu penderita
memerlukan suntikan insulin (Tandra, 2007).
berhubungan dengan degenerasi atau kerusakan organ dan faktor gaya hidup
(Bustan, 2007).
Menurut Brunner & Suddarth Diabetes Mellitus Tipe I disebabkan oleh faktor
genetik, di mana penderita diabetes mewarisi predisposisi/kecenderungan terhadap
terjadinya Diabetes Mellitus Tipe I, biasanya ditemukan pada individu yang memiliki
antigen H. Selain itu disebabkan oleh faktor imunologi, adanya respon autoimun yang
abnormal, serta adanya kerusakan sel beta pankreas.
b.
Diabetes tipe II (
Non Insulin-Dependent Diabetes Mellitus
atau NIDDM).
Diabetes Mellitus Tipe II (NIIDM) merupakan diabetes yang paling sering
ditemukan di Indonesia. Penderita tipe ini biasanya ditemukan pada usia di atas 40
tahun disertai berat badan yang berlebih (Nabil, 2009).
Kemungkinan lain terjadinya diabetes ini adalah karena sel-sel jaringan tubuh
tidak peka atau resisten terhadap insulin. Resistensi terhadap insulin pada diabetes
Mellitus tipe II ini terjadi karena turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat produksi oleh sel hati
(Tandra, 2007).
2.1.3
Epidemiologi Diabetes Mellitus
banyaknya orang yang mengalami
overweight
atau obesitas, semakin banyak pula
orang yang menderita diabetes mellitus (Aso, 2008).
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh
dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya
terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366
juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90%
adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan
prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren urbanisasi dan
perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat, di Indonesia sendiri,
berdasarkan hasil dari 24417 responden berusia > 15 tahun , 10,2% mengalami
toleransi glukosa tergangggu (kadar glukosa 140-200 mgdl setelah puasa selama 4
jam diberikan beban glukosa sebanyak 75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada
wanita dibanding dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan
status sosial yang rendah, daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah
Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 11.1% sedangkan kelompok usia
terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%, beberapa hal yang dihubungkan
dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan
rendahnya komsumsi sayur dan buah (Manik, 2012).
tahun pada 87.535 perawat wanita yang melakukan olahraga ditemukan penurunan
resiko penyakit DM tipe 2 sebesar 3370 (Soegondo dkk, 2009).
Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk
usia >15 tahun diperkotaan 5,7%, prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar
93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%
disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun
sebesar 23,7% (Depkes, 2009).
Prevalensi nasional penyakit diabetes mellitus adalah 1,1%, sebanyak 17
provinsi mempunyai prevalensi penyakit diabetes mellitus diatas prevalensi nasional,
yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua Barat (Riskesdas, 2007).
2.1.4Patogenesis Diabetes Mellitus
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :
1.
Rusaknya sel-sel pancreas karena pengaruh ddari luar (virus, zat kimia tertentu,
dll) ataupun dari dalam (penyakit
autoimune
)
2.
Desensitasi (penurunan sensitivitas) reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
3.
Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (
down regulation
) di jaringan perifer
(Tjokroprawiro, 1996).
Menurut Soegondo (2011), patogenesis DM berbeda berdasarkan tipe
penyakit yaitu:
1.
DM Tipe 1
Insulin tidak ada dan hal ini disebabkan karena jenis penyakit ini ada reaksi
autoimun. Pada individu yang rentan (
susceptible
) terhadap tipe 1, terdapat
adanya ICA (
Islet Cell Antibody
) yang meningkat kadanya oleh karena beberapa
faktor pencetus seperti infeksi virus, diantarnya virus cocksakie, rubella, CMV,
herpes dan lain-lain, hingga timbul peradangan pada sel beta (insulitis) yang
akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta. Pada insulitis yang diserang
hanya sel beta, biasanya sel alfa dan delta tetap utuh. Pada studi populasi
ditemukan adanya hubungan antara DM tipe 1 dengan HLA DR3 dan DR4.
2.
DM Tipe 2
Patogenesis pada DM tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer,
gangguan
Hepatic Glucose Production
(HGP), dan penurunan fungsi cell β, yang
2.1.5. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus tipe 2 merupakan bagian terbesar dari penderita diabetes
melitus dan mempunyai riwayat perjalanan alamiah yang unik dan patofisiologi
penyakit yang kompleks. Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan adanya
gangguan metabolik ganda yang progresif yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Soewondo, 2007).
2.1.6 Komplikasi Diabetes Mellitus
Jika gula darah tidak terkontrol dengan baik beberapa tahun kemudian akan
timbul komplikasi. Komplikasi akibat diabetes yang timbul dapat berupa komplikasi
akut dan kronis.
a.
Komplikasi Akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang muncul secara mendadak. Keadaan
bisa fatal jika tidak segera ditangani. Termasuk dalam kelompok ini adalah:
1. Hipoglikemia (Glukosa Darah Turun Terlalu Rendah)
Menurut Fishbein dan Palumbo, hipoglikemia adalah suatu keadaan di mana
konsentrasi atau kadar gula di dalam darah terlalu rendah (<60mg/dl), yang dapat
terjadi pada pasien yang menerima suntikan insulin dan obat anti diabetes.
Hipoglikemia ini terjadi jika pemberian dosis insulin atau obat anti diabetes tidak
tepat, latihan fisik atau olah raga berlebihan, menunda jadwal makan setelah minum
obat, serta kebiasaan konsumsi alkohol (Kronerberg, 2008).
Pada saat mendapat suntikan penderita harus makan dengan kalori yang sesuai
untuk mengimbangi efek insulin. Jadwal makan juga haruslah teratur, tiga kali makan
utama dan selingan dua kali di antara makan utama, makan
snack
pada malam hari
sangat penting karena makanan hanya dapat tahan hingga jam tiga pagi (Nabil,2009).
bekerja dengan menghambat kemampuan hati untuk melepaskan glukosa alkohol juga
menghambat kerja hormon yang menaikkan glukosa darah serta meningkatkan efek
insulin, dan dapat menyebabkan hipoglikemia berat (Tandra, 2007).
Tanda dari gejala hipoglikemia dapat bervariasi tergantung penurunan kadar
glukosa darah. Keluhan pada dasarnya dapat berupa keluhan pada otak, ini
dikarenakan otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga mempengaruhi fungsi
intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, lelah, kejang
hingga koma. Keluhan lain seperti lapar, nadi cepat, kejang atau koma. Keluhan
akibat efek samping hormon lain yang berusaha menaikkan kadar glukosa darah,
misalnya pucat, berkeringat, nadi cepat, berdebar, cemas serta rasa lapar (Tandra,
2007).
2. Hiperosmolar Non-Ketotik
3. Ketoasidosis (Terlalu Banyak Asam Dalam Darah)
Pada Diabetes Mellitus yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang
tinggi dan kadar hormon yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa
sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber
energi pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton di
dalam darah (ketosis). Ketosis ini menyebabkan derajat keasaman (pH) dalam darah
menurun (asidosis). Pada pasien dengan ketoasidosis diabetik umumnya memilki
riwayat asupan kalori (makanan) yang berlebihan atau penghentian obat diabetes atau
insulin (Nabil, 2009).
Gejala yang timbul dapat berupa kadar gula darah tinggi (>240 mg/dl).
Terdapat keton dalam urin, buang air kecil banyak hingga dehidrasi, napas berbau
aseton, lemas hingga koma (Nabil, 2009).
b.
Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik ini terjadi karena glukosa darah berada di atas normal
berlangsung secara selama bertahun-tahun. Komplikasi timbul secara perlahan,
kadang tidak diketahui, tetapi berangsur semakin berat dan membahayakan.
Komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular diantaranya:
1. Kerusakan Saraf (Neuropati Diabetik)
makanan ke saraf menyebabkan terjadinya kerusakan saraf yang disebut neuropati
diabetik. Saraf tidak dapat mengirim dan menghantarkan pesan-pesan rangsangan
impuls saraf. Keluhan yang terjadi bervariasi, mungkin nyeri pada tangan dan kaki,
gangguan pencernaan dan lain sebagainya (Tandra, 2007).
Gejala dapat berlanjut dengan rasa tebal di kaki, tidak ada rasa nyeri pada
kaki, penderita tidak dapat mengetahui adanya infeksi. Apabila terjadi goresan luka
akan menyebabkan munculnya ulkus (borok) di kaki yang disebut dengan
neuropatic
ulcer
. Bila tidak diobati akan menyebabkan infeksi dan kerusakan tulang yang
memerlukan tindakan amputasi. Gangguan yang muncul setelahnya adalah gangguan
pada pembuluh darah, sehingga aliran darah tidak mencukupi ke kaki dan tangan
menyebabkan luka dan infeksi sukar sembuh (Nabil, 2009).
Neuropati yang lain yang dapat terjadi adalah neuropati otonom, saraf yang
rusak adalah saraf otonom yaitu saraf yang mengatur bagian tubuh yang tidak
disadari misalnya denyut jantung, saluran cerna kandung kemih, alat kelamin dan
kelenjar keringat. Saraf ini berhubungan dengan sum-sum tulang belakang dan otak.
Neuropati otonom kardiovaskuler ditandai dengan denyut jantung yang cepat
terutama pada saat tidur. Denyut nadi bisa juga berubah pada saat bernapas. Pada saat
nafas denyut nadi jadi lebih lambat, saat mengeluarkan nafas denyut nadi menjadi
lebih lambat (Tandra, 2007).
diabetes disebabkan oleh kerusakan saraf sehingga fungsi lambung untuk
menghancurkan makanan menjadi lemah dan lambung menggelembung dan
menyebabkan proses pengosongan lambung (Tjokroprawiro, 2007).
Neuropati otonom genitourinarius menyerang organ genital dan saluran
kemih. Termasuk gangguan ereksi, sukar mencapai organisme serta gangguan kemih.
Pada penderita diabetes gangguan ereksi disebabkan oleh rusaknya urat saraf pada
alat kelamin. Kesukaran pengosongan kandung kemih disebut dengan
diabetic
neurogenic bladder
di mana bila kantung penuh tidak terasa, bila ingin berkemih juga
tidak terasa. Neuropati otonom sudumotor adalah jenis komplikasi yang lain yang
ditandai dengan keringat yang abnormal. Pada lengan dan tungkai hanya ada sedikit
keringat dan tubuh bagian tengah dan wajah berkeringat banyak. Neuropati otonom
pada pupil mata, mengatur masuknya sinar ke dalam bola mata. Di tempat yang gelap
pupil tetap kecil dan tidak membuka lebar walaupun berada di dalam ruangan gelap
(Tandra, 2007).
2. Mata (Retinopati)
yang disebabkan mikroaneurisme, pembentukan mikroaneurisme akan diiringi
dengan penyumbatan pembuluh kapiler (Nabil, 2009).
3. Jantung
Penyakit diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit jantung dan
pembuluh darah (kardiovaskuler) antara lain angina (nyeri dada), serangan jantung,
tekanan darah tinggi, penyakit jantung. Diabetes merusak dinding pembuluh darah
yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai darah berkurang dan tekanan darah
meningkat. Keluhan sakit jantung sangat bervariasi, biasanya tidak ada keluhan,
tetapi selanjutnya akan timbul gejala akibat penyumbatan antara lain sesak nafas,
nyeri dada, rasa lelah, sakit kepala, detak jantung cepat dan tidak teratur, berkeringat
banyak. Akan tetapi, kadang pada penderita diabetes disertai tanpa rasa nyeri. Hal ini
disebabkan karena saraf yang mengantar rasa nyeri telah rusak (Tandra, 2007).
4. Kerusakan Ginjal (Nefropati Diabetik)
2.1.7. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus (DM)
Banyak faktor yang merupakan faktor risiko diabetes melitus dan dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu sosiodemografi, keadaan klinis/mental,
faktor perilaku/gaya hidup (Irawan, 2010)
a. Sosiodemografi
1. Usia
Perubahan metabolisme tubuh yang ditandai dengan penurunan produksi
hormon testosteron untuk laki-laki dan estrogen untuk perempuan biasanya memasuki
usia 45 tahun keatas, kedua hormon ini tidak hanya berperan dalam pengaturan
hormon seks, tetapi juga metabolisme pengaturan proses metabolisme tubuh, salah
satu fungsi kedua hormon tersebut adalah mendistribusikan lemak keseluruh tubuh.
Akibatnya lemak menumpuk diperut, batasan lingkar perut normal untuk perempuan
<80cm dan untuk laki-laki <90cm. Membesarnya lingkaran pinggang akan diikuti
dengan peningkatan gula darah dan kolesterol yang akan diikuti dengan sindroma
metabolik yakni terganggunya metabolisme tubuh dan dari sinilah mulai timbulnya
penyakit degeneratif (Tjokroprawiro, 1998). Umumnya penderita diabetes melitus
tipe 2 mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, diabetes melitus tipe 2
sering muncul setelah usia 30 tahun keatas dan pada mereka yang berat badannya
berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin (Smeltzer & Bare, 2002).
yang berisiko terhadap diabetes melitus tipe 2 di Indonesia adalah 45 tahun keatas
(PERKENI, 2006). Pengaruh penuaan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2
terjadi karena adanya perubahan pada sel beta pankreas yang menyebabkan
perubahan sekresi insulin karena berhubungan dengan perubahan metabolisme
glukosa pada usia tua (Rohmah W, 2002 dalam Rumiyati, 2008). Dengan adanya
perubahan metabolisme glukosa tersebut, maka menurut Sukardji, kebutuhan kalori
pada usia 40-59 tahun harus dikurangi 5%, sedangkan antara 60-69 tahun dikurangi
10% dan diatas 70 tahun dikurangi 20% (Sukardji, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balitbangkes dalam Riskesdas
tahun 2007, mendapatkan bahwa pada kelompok umur yang lebih tua, prevalensi
kejadian diabetes melitus semakin meningkat. Dari penelitian tersebut didapatkan
prevalensi diabetes melitus pada kelompok umur 15-24 tahun sebesar 0,6%,
kelompok umur 25-34 tahun sebesar 1,8%, kelompok umur 35-44 tahun sebesar 5%,
kelompok umur 45-54 tahun sebesar 10,5%, kelompok umur 55-64 tahun sebesar
13,5%, kelompok umur 65-74 tahun sebesar 14,0% dan kelompok umur 75 tahun
keatas sebesar 12,5% (Balitbangkes, 2008). Penelitian yang dilakukan Rahajeng
tahun 2004 mendapatkan bahwa pada kelompok umur 41-64 tahun memiliki risiko
untuk menderita diabetes melitus 3,3 kali lebih muda disbanding dengan kelompok
umur 25-40 tahun (Rahajeng, 2004).
2. Jenis Kelamin
wanita adalah 60 : 40 (D’Adamo & Catherine, 2006). Menurut Inzucchi (2004),
prevalensi antara pria dan wanita tidak jauh berbeda dan prevalensi meningkat
sebanding dengan semakin buruknya toleransi glukosa.
Secara prevalensi, wanita dan pria mempunyai peluang yang sama terkena
diabetes. Hanya saja, dari faktor risiko, wanita lebih berisiko mengidap diabetes
karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang
lebih besar. Sindroma siklus bulanan (
premenstrual syndrome
),
pasca-menopouse
yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses
hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes melitus tipe 2. Selain
itu pada wanita yang sedang hamil terjadi ketidakseimbangan hormonal progesteron
tinggi, sehingga meningkatkan sisetem kerja tubuh untuk merangsang sel-sel
berkembang (termasuk pada janin), tubuh akan memberikan sinyal lapar dan pada
puncaknya menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak bisa menerima langsung
asupan kalori dan menggunakannya secara total sehingga terjadi peningkatan kadar
gula darah saat kehamilan (Damayanti, 2010).
dengan jenis kelamin dengan OR 1,35, artinya perempuan lebih mudah untuk
menderita diabetes melitus 1,35 kali dibanding laki-laki.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit diabetes
melitus tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki
banyak pengetahuan tentang kesehatan, tingkat pendidikan juga mempengaruhi
aktivitas fisik seseorang karena terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Orang yang
tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih banyak bekerja di kantoran dengan aktivitas
fisik sedikit sedangkan yang tingkat pendidikan rendah lebih banyak menjadi buruh
maupun petani dengan aktivitas fisik yang cukup (Irawan, 2010)
Berdasarkan data Riskesdas 2007, menyatakan bahwa prevalensi diabetes
mellitus bervariasi pada setiap tingkat pendidikan, pada kelompok tidak sekolah
prevalensi diabetes sangat besar yaitu 8,9%, tidak tamat SD sebesar 8,0%, tamat SD
sebesar 5,5%, tamat SMP sebesar 4,4%, tamat SMA sebesar 4,9%, dan tamat
perguruan tinggi (PT) sebesar 5,6% (Balitbangkes, 2008).
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan erat kaitannya dengan aktivitas fisik yang dilakukan
seseorang, jenis pekerjaan dapat dikelompokkan berdasarkan berat-ringannya
aktivitas fisik yang dilakukan seseorang, seperti (Sukardji, 2009) :
-
Ringan : pegawai kantor, pegawai tokoh, guru, ibu rumah tangga, ahli hukum dll.
-
Sedang : pegawai di industri ringan, mahasiswa, dan militer yang sedang tidak
-
Berat : petani, buruh, militer dalam keadaan latihan, penari, atlet.
-
Sangat berat : tukang becak, tukang gali dan pandai besi.
Jenis pekerjaan juga erat kaitannya dengan tingkat pendapatan seseorang,
menurut Sudoyo (2009) tingkat pendapatan dan kemakmuran suatu bangsa dapat
mempengaruhi tingginya prevalensi diabetes melitus di negara tersebut yang
disebabkan karena adanya perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar.
Riskesdas 2007 mendapatkan prevalensi diabetes melitus tertinggi pada
kelompok yang tidak bekerja dan ibu rumah tangga yaitu sebesar 6,9% dan 7,0%,
sedangkan pada kelompok yang lain bervariasi, yaitu 1,0% pada kelompok sekolah,
5,9% pada pegawai, 5,9% pada wiraswasta, 2,8% pada petani atau buruh dan 9,0%
pada kelompok lainnya (Balitbangkes, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Nyenwe dkk (2003) di Port Harcourt, Nigeria
mendapatkan 44,2% orang yang pekerjaannya berat menderita diabetes melitus dan
55,8% orang yang pekerjaannya ringan menderita diabetes melitus.
5. Status Perkawinan
b.Keadaan Klinis atau Mental
1. Stres
Stres adalah reaksi seseorang, baik secara fisik maupun kejiwaan karena
adanya perubahan. Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat
dihindari, stres selalu terjadi pada setiap orang, dan terjadi pada setiap waktu selama
orang tersebut menjalani kehidupan sosialnya. Reaksi stres dapat bersifat positif
maupun negatif. Bersifat positif, jika menimbulkan dampak pasitif atau menjadi
pendorong orang berusaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan bersifat
negatif, jika terjadi keluhan atau gangguang terhadap orang tersebut (Rahajeng,
2007).
Reaksi stres yang bersifat positif seperti melakukan latihan jasmani, olahraga,
atau memacu seseorang untuk berusaha dengan baik. Sedangkan reaksi negatif stres
yang bersifat fisik seperti jantung berdebar-debar, otot-otot tegang, sakit kepala, sakit
perut atau mencret, letih, lelah, gangguan makan (tidak berselera makan atau makan
berlebihan), eksim atau kulit gatal-gatal. Reaksi negatif stres yang bersifat kejiwaan
seperti sukar memusatkan perhatian, pelupa, sukar tidur atau banyak tidur, cenderung
menyalahkan orang lain, cemas, menarik diri dan menyerang (Rahajeng, 2007).
yang dapat menghambat kerja insulin sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah
(Wetherill, 2001).
2. Obesitas
Obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skeletal
dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh. Bila lemak tubuh
lebih dari 30% pada wanita dan 25% pada pria maka dikategorikan obesitas. Pada
prinsipnya, pada obesitas ditemukan ketidakseimbangan antara masukan energi
(intake) dan energi yang dikeluarkan, dimana masukan energi lebih besar daripada
pengeluarannya (Hasdianah, 2012).
Obesitas merupakan manifestasi dari kelebihan berat badan yang artinya
mempunai lemak tubuh terlalu banyak. Obesitas berbeda dengan
overweight
yang
hanya kelebihan berat badan, karena kelebihan berat badan bisa dimungkinkan karena
adanya massa otot, tulang atau air yang berlebih (misalnya pada kasus atlet binaraga).
Meskipun kedua istilah tersebut (obesitas dan
overweight
) sama-sama bermakna
seseorang yang mempunyai berat badan melebihi berat badan yang normal sesuai
tinggi badannya. Kriteria obesitas adalah berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT merupakan perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan. Cara
menghitung IMT adalah sebagai berikut: berat badan (kg)/ (tinggi badan (m) x tinggi
badan (m)) (Tandra, 2008).
insulin plasma dan sindrom resistensi insulin. Keberhasilan mengurangi berat badan
hingga 10 kg kemungkinan besar dapat menormalkan kadar glukosa darah, selain itu
penurunan berat badan juga dapat memperlambat perkembangan dini dan perluasan
pembentukan plak pada pembuluh darah (Arisman, 2007).
Pada orang yang mengalami obesitas, terdapat kelebihan kalori akibat makan
yang berlebih menimbulkan penimbunan lemak di jaringan kulit. Resistensi insulin
akan timbul pada daerah yang mengalami penimbunan lemak sehingga akan
menghambat kerja insulin di jaringan tubuh dan otot yang menyebabkan glukosa
tidak dapat diangkat ke dalam sel dan menimbun di dalam pembuluh darah.
Penumpukan glukosa ini akan meningkatkan glukosa dalam darah. Prevalensi
obesitas dan diabetes mellitus tipe 2 meningkat dengan pesat di seluruh dunia. Sekitar
60% dari mereka yang obes menderita diabetes Mellitus tipe 2. Semakin besar (IMT)
semakin besar risiko menderita DM tipe 2 (Tandra, 2007).
2.2. Gaya Hidup
Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan
memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain.
Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan
individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja,
tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang memengaruhi pola
perilakunya. Tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang berlaku untuk
semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur, kemampuan fisik,
lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja yang berbeda, menciptakan berbagai
gaya yang berbeda pula (Hadywinoto, 1999).
Menurut Darmojo (1999), gaya hidup adalah sebagai praktek perilaku dan
praktek sosial yang mendukung kesehatan dan merupakan cerminan dari nilai-nilai
dan jati diri dari kelompok dan masyarakat dimana penduduk hidup dan
menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memenuhi kehidupan ekonomi, sosial
dan lingkungan fisik.
a. Konsumsi Serat (Sayur dan Buah)
Serat adalah bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. Ada
dua macam serat yaitu serat larut (pembentuk gel) seperti
pectin
dan
guargum
dan
serat tidak larut seperti
sellulose
dan bran. Kedua jenis serat tersebut banyak terdapat
pada padi-padian, kacang-kacangan, tempe, sayuran serta buah (Sukardji, 2007).
diabetes di Indonesia menyarankan 20 - 25 g/hari bagi orang yang berisiko menderita
DM (Soegondo dkk, 2009).
Konsumsi serat terutama
insoluble fiber
(serat tidak larut) yang terdapat
dalam biji-bijian dan beberapa tumbuhan, dapat membantu mencegah terjadinya
diabetes dengan cara meningkatkan kerja hormon insulin dalam mengatur gula darah
di dalam tubuh. Serat larut bersifat larut dalam air dan membentuk suatu materi
seperti gel, yang diyakini dapat menurunkan kolesterol dan gula darah. Makanan
seperti
oatmeal
dan biji-bijian (kacang, apel, beri, dan buah lainnya) sangat tinggi
kandungan serat larutnya. Sedangkan serat tidak larut bersifat tidak larut dalam air
dan dapat melewati sistem pencernaan secara keseluruhan dapat berfungsi sebagai
memberikan perasaan kenyang dan puas serta membantu mengendalikan nafsu makan
dan menurunkan berat badan, membantu buang air besar secara teratur, menurunkan
kadar kolesterol darah yang dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit diabetes
(Sukardji, 2007).
mengkonsumsi roti yang kaya akan serat, pengaturan sensitivitas insulin pada wanita
tersebut semakin membaik (Sukardji, 2007)
Penelitian prospektif yang dilakukan oleh Tjokroprawiro (1978 membuktikan
bahwa konsumsi diit-B (68% kalori karbohidrat, 20 kalori lemak dan 12% kalori
protein) yang banyak mengandung serat dari sayuran golongan A dan sayuran
golongan B dapat memperbaiki
glukose uptake (
pembakaran glukosa) dari jarinan
perifer, memperbaiki kepekaan sel beta pankreas dan dapat menekan kenaikan kadar
kolesterol darah (Tjokroprawiro, 2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh
Rahajeng, 2004 juga menyatakan bahwa konsumsi serat
≥25 gram/hari dapat
mencegah terjadinya penyakit diabetes melitus tipe 2 dengan HR 0.29 - 0.42 kali.
Hasil analisis data SKRT tahun 2004 yang dilakukan oleh Hermita 2006, menyatakan
bahwa 12,6% orang yang mengkonsumsi serat <5 porsi/hari menderita diabetes dan
sekitar 11,1% orang yang mengkonsumsi serat cukup (
≥5 porsi/hari) menderita
diabetes. Hasil laporan Riskesdas 2007 menyatakan bahwa prevalensi diabetes
melitus pada orang yang kurang konsumsi serat (<5 porsi/hari) sebesar 5,0%
sedangkan prevalensi diabetes pada orang yang mengkonsumsi cukup serat (
≥5
porsi/hari) sebesar 4,9% dengan rata-rata konsumsi kurang serat secara nasional
adalah 93,6% dan tinggi di semua propinsi (Balitbangkes, 2008).
konsumsi susu dapat menambah kebutuhan air yang kurang pada tubuh. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan adalah: porsi makan jangan
terlalu kenyang akan lebih baik jika porsi makannya sedikit tapi sering, banyak
minum air putih sekitar 7-8 gelas/hari dan batasi minum kopi dan teh, kurangi garam,
makanan hendaknya mudah dicerna, lembek tidak keras, hindari makanan yang
terlalu manis, terlalu asin dan yang terlalu gurih/gorengan (Rimbana 2004; Sunita,
2003). Pola makanan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik
jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang
mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi
kebutuhan tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan (Supariasa, 2002).
Menurut Depkes RI (2005), ukuran saat mengukur sayuran adalah sudah
matang tanpa kuah dalam keadaan basah, buah buahan dalam ukuran gram,
kacang-kacangan diukur dalam ukuran gram dan sudah siap saji, untuk melihat daftar
kandungan serat perseratus gram (sayur-sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan)
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabet 2.1Daftar Kandungan Serat per 100 Gram Sayur-sayuran,
Buah- buahan Serta Produk Olahannva
Sayuran
Serat/
100gr
Buah
Serat/1
00gr
Kacang
Serat/10
0gr
Bayam
0.8
Alpukat
1,4
Kedelai
4,9
Daun papaya
2,1
Anggur
1,7
Kacang tanah
2
Daun singkong
1,2
Apel
4,7
Kacang hijo
4,1
Kangkung
1
Belimbing
0,9
Kedelai
2,5
Seledri
0,7
Jagung
2,9
Kecap
0,6
Selada
0,6
Jambu Biji
5,6
Tahu
0,1
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Sayuran
Serat/
100gr
Buah
Serat/1
00gr
Kacang
Serat/10
0gr
Paprika
7,4
Jeruk citrun
2
Touge
0,7
Cabai
0,3
Mangga
0,4
Kacang panjang
3,2
Bawang putih
1,1
Nenas
0,4
Tempe
1,4
Bawang merah
0,6
Pepaya
0,7
-
-
Kentang
0,3
Pisang
0,6
-
-
Lobak
0,7
Semangka
0,5
-
-
Wortel
0,9
Sirsak
2
-
-
Brokoli
0,5
Srikaya
0,7
-
-
Kembang kol
0,9
Stroberry
6,5
-
-
Asparagus
0,6
Pear
0,3
Jamur
1,2
-
-
-
-
Terong
0,1
-
-
-
-
Sawi
2,0
-
-
-
-
Buncis
3,2
-
-
-
-
Nangka
1,4
-
-
-
-
Daun kelor
1,4
-
-
-
-
Sumber: Depkes,2005
b. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik,
mental dan kualitas hidup yang sehat dan bugar (Mien, 1998).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur sangat penting selain untuk
menghindari kegemukan, juga dapat menolong mencegah terjadinya penyakit akibat
pola hidup seperti diabetes, serangan jantung dan stroke (Johnson, 1998).
[image:56.612.118.526.141.392.2]sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel untuk dibakar menjadi tenaga (Soegondo,
2008).
WHO merekomendasikan untuk melakukan aktivitas fisik dengan intesitas
sedang selama 30 menit per hari dalam satu minggu atau 20 menit perhari selama 5
hari dalam satu minggu dengan intensitas berat untuk mendapatkan hasil yang
optimal dari aktivitas fisik atau olahraga. Hal ini terbukti dari studi yang dilakukan di
Amerika terhadap 21.000 orang dokter menyatakan bahwa berolahraga 5 kali
seminggu akan menurunkan 42% kasus yang diperkirakan akan menderita diabetes
melitus tipe 2 (Johnson, 1998).
Penelitian yang dilakukan terhadap lebih dari 10.000 lulusan Universitas
Harvard yang dilakukan dalam waktu panjang, menunjukkan bahwa olahraga yang
kuat dapat menambah kira-kira 10 bulan kepada hidup seseorang dan lebih lama lagi
jika berolahraga sejak muda, kurang jika dilakukan pada usia lanjut (Johnson, 1998).
Penelitian lain yang dilakukan selama 8 tahun kepada 87.353 perawat wanita yang
melakukan olahraga ditemukan penurunan risiko penyakit diabetes tipe 2 sebesar
33% atau RR 0,87 (Goldstein, Muller, 2008; Ilyas, 2009).
Sebelumnya menurut SKRT tahun 2004 mendapatkan aktivitas tidak cukup
gerak pada penduduk usia
≥15 tahun 68,7% dengan aktivitas tidak cukup gerak tinggi
di semua propinsi (Hermita, 2006). Menurut Rahajeng, aktivitas fisik yang dilakukan
selama 120 menit/hari mampu mencegah terjadinya diabetes mellitus dengan hazard
rasio (HR) 0,56 pada kelompok yang telah mengalami TGT (Rahajeng, 2004).
Penelitian kasus kontrol yang dilakukan oleh Purnawati terhadap 240 orang
pasien rawat jalan di RSCM tahun 1998, menyatakan bahwa orang yang memiliki
aktivitas fisik kurang berisiko untuk terkena diabetes melitus 2 kali lebih mudah
dibandingkan dengan orang yang memiliki aktivitas fisik cukup. Hasil penelitian di
RS M. Jamil padang juga menemukan hal yang sama, bahwa orang yang memiliki
aktivitas fisik kurang berisiko 3,2 kali lebih mudah untuk menderita diabetes melitus
tipe 2 dibanding dengan orang yang memiliki aktivitas fisik cukup (Yusmayati,
2008).
kita menjadi manja, karena kurang bergerak, sehingga tubuh menjadi lembek dan
rentan penyakit. Untuk menciptakan hidup yang sehat, segala sesuatu yang kita
lakukan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik
tetapi sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah
sesuatu hal itu sesuai dengan kebutuhan
c. Merokok
Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit diabetes melitus
tipe 2, menurut
Amarican Diabetes Associations
asap rokok dapat menyebabkan
berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan, meningkatkan kadar kolesterol dan
tekanan darah dan dapat meningkatkan kadar gula darah sehingga orang yang sering
terpapar dengan asap rokok memiliki risiko terkena penyakit diabetes melitus lebih
mudah dibanding dengan orang yang tidak terpapar dengan asap rokok (Tarigan,
2009). Merokok juga menyebabkan meningkatnya kadar gula darah sebagai akibat
dari terjadinya resistensi insulin yang merupakan awal dari terjadinya diabetes
melitus tipe 2 (Norma J, 2007).
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman
Nicotiana Eabacum, Nicotiana rustica
dan
spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tas dengan atau tanpa
bahan tambahan (Kemenkes RI, 2010).
apabila merokok
≥1 batas dalam satu minggu. Sementara menurut Shiffman et.al
(2004) bahwa seseorang dikatakan merokok apabila mengkonsumsi rokok 1-5 batang
per hari, sedangkan yang dikatakan perokok berat apabila mengkonsumsi rokok
20-40 batang per hari. Aktif merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2
(Carole et.al, 2007).
Merokok dapat menyebabkan diabetes Mellitus karena aktivitas merokok
sangat mungkin menjadi penyebab dari resistensi insulin (penyebab diabetes tipe 2)
dan respon yang tidak cukup terhadap sekresi insulin. Merokok tidak hanya bisa
meningkatkan resiko seseorang terserang diabetes tipe 2 tetapi juga komplikasi
diabetes yang berbahaya. Komplikasi diabetes yang paling mematikan adalah tekanan
darah tinggi yang bisa menyebabkan penyakit jantung. Menurut sebuah penelitian di