• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2014"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

1

TESIS

Oleh

HUMMAIRA HUTAGAOL

127032082/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF PATIENT’S LIFE STYLE ON THE INCIDENT OF

DIABETES MELLITUS TYPE 2 AT PADANGSIDIMPUAN

MUNICIPAL GENERAL HOSPITAL

IN 2014

THESIS

BY

HUMMAIRA HUTAGAOL

127032082/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM

FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP KEJADIAN DIABETES MELITUS

TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi KesehatanKomunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HUMMAIRA HUTAGAOL

127032082/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

Judul Tesis

: PENGARUH GAYA HIDUP PASIEN TERHADAP

KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PADANGSIDIMPUAN KOTA

PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa

: Hummaira Hutagaol

Nomor Induk Mahasiswa : 127032082

Program Studi

: S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi

: Administrasi KesehatanKomunitas/Epidemiologi

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(

Prof. Dr.Ir.Albiner Siagian, M.Si)

(

Ketua

drh.Hiswani, M.Kes

)

Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S

Tanggal Lulus : 29 Agustus 2014

(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 29 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Prof.Dr.Ir.Albiner Siagian, M.Si

Anggota

: 1. Drh.Hiswani, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH GAYA HIDUP PASIEN TERHADAP KEJADIAN DIABETES

MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PADANGSIDIMPUANKOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

(7)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan diabetes yang paling sering ditemukan di

Indonesia. Kemungkinan terjadinya diabetes ini adalah karena sel-sel jaringan tubuh

tidak peka atau resisten terhadap insulin.Berdasarkan data dari Rekam Medis RSUD

Kota Padangsidimpuan prevalensi DM Tipe 2 pada tahun 2011 sebanyak 81%, tahun

2012 sebanyak 86% dan tahun 2013 sebanyak 91 %. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis pengaruh konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, merokok, dan

konsumsi alkohol terhadap kejadian DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Padangsidimpuan Tahun 2014

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan pendekatan

matched case control dan dalam pelaksanaannya menggunakan kuesioner. Populasi

dalam penelitian ini adalah semua pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Padangsidimpuan yaitu sebanyak 256 orang. Sampelnya adalah 57 kasus dan

57 kontrol. Metode analisa data dengan cara analisis univariat, analisis bivariat

dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan uji regresi logistic ganda.

Hasil penelitian secara statistik menunjukkan konsumsi sayur dan buah

kurang (p value 0,003 dengan OR 3,33) dengan (CI 95% : 1,14-3,67), aktifitas fisik

kurang (p value 0,001 dengan OR 2,23) dengan (CI 95% : 1,10-2,50) dan merokok (p

value 0,047 dengan OR 2,46) dengan (CI 95% : 1,99-6,08) berpengaruh terhadap

kejadian kejadian DM Tipe 2 sedangkan alkohol tidak berpengaruh terhadap kejadian

DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Hasil uji regresi

logistik berganda diketahui variabel yang berpengaruh terhadap kejadian kejadian

DM Tipe 2 adalah konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, dan merokok.

Berdasarkan hasil penelitian,disarankan bagi pihak RSUD Kota

Padangsidimpuan agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui

penyuluhan dan konsultasi gizi tentang DM tipe 2 seperti konsumsi sayur dan buah

yang cukup, melakukan aktifitas fisik yang cukup dan menghindari rokok,dan bagi

masyarakat juga agar melakukan pencegahan DM tipe 2 dengan membiasakan gaya

hidup yang sehat

Kata Kunci : Gaya Hidup, DM Tipe 2, Konsumsi Sayur dan Buah

(8)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus Type 2 is diabetes most often found in Indonesia. The

possibility of the occurrence of diabetes is due to the body's tissue cells are not

sensitive or resistant to insulin. Medical Record Padangsidimpuan City Hospital

prevalence of Type 2 diabetes in 2011 as much as 81%, in 2012 as much as 86% and

as much as 91% in 2013. This study aims to analyze the effect of fruit and vegetable

consumption, physical activity, smoking, and alcohol consumption on the incidence of

type 2 diabetes in the City General Hospital Padangsidimpuan2014

This research is an analytic survey with matched case-control approach in the

implementation and use of questionnaires. The population in this study were all

patients with type 2 diabetes in the City General Hospital Padangsidimpuan as many

as 256 people. The sample was 57 cases and 57 controls. Methods of data analysis by

means of univariate analysis, bivariate analysis with the chi square test and

multivariate analysis using multiple logistic regression.

The results of the study showed statistically less fruit and vegetable

consumption (p value 0.003 with OR 3.33) with (CI 95% : 1,14-3,67), lack of physical

activity (p value of 0.001 with OR 2.23) with (CI 95% : 1,10-2,50) and smoking (p

value 0.047 with OR 2.46) with (CI 95% : 1,99-6,08) effect on the incidence of events

type 2 diabetes while alcohol had no effect on the incidence of type 2 diabetes in the

City General Hospital Padangsidimpuan. The results of multiple logistic regression

unknown variables that affect the incidence of Type 2 diabetes incidence is fruit and

vegetable consumption, physical activity, and smoking.

Based on the research results, it is advisable for the City Hospital

Padangsidimpuan in order to improve public education through counseling and

nutritional counseling on type 2 diabetes such as fruit and vegetable consumption is

enough, do enough physical activity and avoiding tobacco, and for the community as

well in order to prevent DM type 2 to get used to a healthy lifestyle.

Keywords: Lifestyle, Diabetes Type 2, Fruit and Vegetable Consumption

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan

judul

“Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Kota

Padangsidimpuan Tahun 2014”.

Penulis menyadari penulisan tesis ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan

kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini pemulis

menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada

:

1.

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A.,(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara

2.

Dr.Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3.

Dr.Ir.Evawani Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara dan sekaligus penguji yang telah memberikan banyak saran dan

masukan.

4.

Prof.Dr. Ir. Albiner Siagian M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang

penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan,

arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini.

(10)

5.

drh. Hiswani, M.Kesselaku pembimbing kedua yang telah meluangkan

waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya

penulisan tesis ini.

6.

Dr.Ir. Evawani Aritonang, M.Si dan Ibu dr. Rahayu Lubis M.Kes, PhD

selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan

tulisan ini.

7.

Dosen di Departemen Epidemilogi FKM USU yang telah memberikan

banyak ilmu, masukan dan dukungan bagi penulis.

8.

DirekturRSUD Kota Padangsidimpuan yang telah memberi izin kepada

penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini.

10. Teristimewa untuk Ayahanda Alm. Lukman Hutagaol, dan Ibunda R.

br.Samosir,S.Pd, sertaKakanda Budi Hutagaol, S.E, Rasyidin Pandapotan

Hutagaol, Dedi Slamat Hutagaol,Anjuma Hutagaol, S.E, Ade rizki Hutagaol

SE dan Safri Ulil Amri Pardede, S.Eyang telah banyak memberikan

motivasi, semangat, dukungan moril maupun materil dari awal perkuliahan

sampai akhir, dan yang selalu mendoakan penulis.

11. Sahabat-sahabat di Minat Studi Epidemiologi (AKK/E) 2012 FKM USU

terima kasih banyak atas kebersamaan, bantuan, dukungan, waktu serta

masukan yang diberikan.

12. Buat semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja

sama dan doanya.

(11)

Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan

karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2014

Penulis

Hummaira Hutagaol

127032082/IKM

(12)

RIWAYAT HIDUP

Hummaira Hutagaol, dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1986 di Balige

Propinsi Sumatera Utara, beragama Islam, anak bungsu dari enam bersaudara dari

pasangan Ayahanda Alm. Lukman Hutagaol dan Ibunda R. br. Samosir, SPd.

Penulis mulai melaksanakan pendidikan dasar di SD Negeri 173524

Balige(1992-1998), SMP Negeri 4Balige(1998-2001), SMA Negeri

1Balige(2001-2004), S-1 diFakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara (2004-2009)

dan Tahun 2012 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat pada minat studi Manajemen Administrasi Kesehatan

Komunitas / Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Penulis bekerja sebagai tenaga pengajardi Akademi Kebidanan Sentral

Padangsidimpuan (2010 s/d sekarang).

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT

... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1.

PENDAHULUAN ...

1

1.1.

Latar Belakang ...

1

1.2.

Permasalahan ...

8

1.3.

Tujuan Penelitian ...

8

1.3.1.

Tujuan Umum ...

8

1.3.2.

Tujuan Khusus ...

9

1.4.

Hipotesis ...

9

1.5.

Manfaat Penelitian ...

10

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA ...

11

2.1.

Diabetes Melitus ...

11

2.1.1.

Pengertian Diabetes Melitus ...

11

2.1.2.

Klasifikasi Diabetes Melitus ...

12

2.1.3.

Epidemiologi Diabetes Melitus ...

13

2.1.4.

Patogenesis...

16

2.1.5.

Patofisiologi ...

18

2.1.6.

Komplikasi Diabetes Melitus ...

19

2.1.7.

Faktor Risiko Diabetes Melitus...

25

2.2.

Gaya Hidup...

32

2.2.1.

Konsumsi Serat ...

34

2.2.2.

Aktifitas fisik ...

38

2.2.3.

Merokok ...

41

2.2.4.

Konsumsi alkohol ...

43

2.3.

Landasan Teori ...

43

2.4.

Kerangka Konsep...

44

BAB 3.

METODE PENELITIAN ...

45

3.1.

Jenis Penelitian ...

45

3.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian ...

45

3.3.

Populasi dan Sampel ...

46

(14)

3.3.1.

Populasi ...

46

3.3.2.

Sampel ...

46

3.4.

Metode Pengumpulan Data ...

48

3.5.

Uji Validitas dan Reliabilitas ...

49

3.6.

Variabel dan Definisi Operasional ...

50

3.7.

Metode Pengukuran ...

51

3.8.

Metode Analisis Data ...

53

3.8.1.

Analisis Univariat ...

54

3.8.2.

Analisis Bivariat ...

54

3.8.3.

Analisis Multivariat ...

55

BAB 4.

HASIL PENELITIAN ...

57

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...

57

4.2. Analisis Univariat ...

58

4.3. Analisis Bivariat ...

60

4.4. Analisis Multivariat ...

63

4.5.

Population Attribute Risk

...

66

BAB 5.

PEMBAHASAN...

67

5.1.

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, ...

67

5.2. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian Diabetes Melitus ...

68

5.2.1.

Pengaruh Konsumsi Sayur dan Buah terhadap

Kejadian Diabetes Melitus di RSUD Kota

Padangsidimpuan ...

68

5.2.2.

Pengaruh Aktifitas Fisik terhadap Kejadian Diabetes

Melitus di RSUD Kota Padangsidimpuan ...

71

5.2.3.

Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian

Diabetes Melitus di RSUD Kota Padangsidimpuan ...

75

5.2.4.

Pengaruh Konsumsi Alkohol terhadap Kejadian

Diabetes Melitus di RSUD Kota Padangsidimpuan ...

77

BAB 6.

KESIMPULAN DAN SARAN ...

79

6.1. Kesimpulan ...

79

6.2. Saran ...

79

DAFTAR PUSTAKA ...80

LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

2.1

Daftar Kandungan Serat per 100 Gram Sayur-sayuran,Buah- buahan

Serta Produk Olahannva ...

36

3.1

Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 53

4.1

Distribusi Tenaga Kesehatan yang Bertugas di RSUD Kota

Padangsidimpuan………... ... 57

4.2

Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan, dan Pekerjaan ...

58

4.3

Distribusi Gaya Hidup terhadap Kejadian DM Tipe 2 ...

59

4.4

Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Kota

Padangsidimpuan ...

60

4.5

Pengaruh Konsumsi Serat, Aktifitas Fisik dan Kebiasaan Merokok

terhadap Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Kota Padangsidimpuan ... 64

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

2.1

Kerangka Teori ...

43

2.2

Kerangka Konsep Penelitian ...

44

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul

Halaman

1.

Permohonan Menjadi Responden ...

86

2.

Kuesioner Penelitian ...

88

3.

Master Uji Validitas dan Reliabilitas ...

93

4.

Hasil Validitas dan Reliabilitas ...

94

5.

Master Data Penelitian ...

97

6.

Hasil Analisis Statistik ... 100

7.

Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 111

8.

Surat Pelaksanaan Penelitian... 112

(18)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan diabetes yang paling sering ditemukan di

Indonesia. Kemungkinan terjadinya diabetes ini adalah karena sel-sel jaringan tubuh

tidak peka atau resisten terhadap insulin.Berdasarkan data dari Rekam Medis RSUD

Kota Padangsidimpuan prevalensi DM Tipe 2 pada tahun 2011 sebanyak 81%, tahun

2012 sebanyak 86% dan tahun 2013 sebanyak 91 %. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis pengaruh konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, merokok, dan

konsumsi alkohol terhadap kejadian DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Padangsidimpuan Tahun 2014

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan pendekatan

matched case control dan dalam pelaksanaannya menggunakan kuesioner. Populasi

dalam penelitian ini adalah semua pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Padangsidimpuan yaitu sebanyak 256 orang. Sampelnya adalah 57 kasus dan

57 kontrol. Metode analisa data dengan cara analisis univariat, analisis bivariat

dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan uji regresi logistic ganda.

Hasil penelitian secara statistik menunjukkan konsumsi sayur dan buah

kurang (p value 0,003 dengan OR 3,33) dengan (CI 95% : 1,14-3,67), aktifitas fisik

kurang (p value 0,001 dengan OR 2,23) dengan (CI 95% : 1,10-2,50) dan merokok (p

value 0,047 dengan OR 2,46) dengan (CI 95% : 1,99-6,08) berpengaruh terhadap

kejadian kejadian DM Tipe 2 sedangkan alkohol tidak berpengaruh terhadap kejadian

DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Hasil uji regresi

logistik berganda diketahui variabel yang berpengaruh terhadap kejadian kejadian

DM Tipe 2 adalah konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, dan merokok.

Berdasarkan hasil penelitian,disarankan bagi pihak RSUD Kota

Padangsidimpuan agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui

penyuluhan dan konsultasi gizi tentang DM tipe 2 seperti konsumsi sayur dan buah

yang cukup, melakukan aktifitas fisik yang cukup dan menghindari rokok,dan bagi

masyarakat juga agar melakukan pencegahan DM tipe 2 dengan membiasakan gaya

hidup yang sehat

Kata Kunci : Gaya Hidup, DM Tipe 2, Konsumsi Sayur dan Buah

(19)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus Type 2 is diabetes most often found in Indonesia. The

possibility of the occurrence of diabetes is due to the body's tissue cells are not

sensitive or resistant to insulin. Medical Record Padangsidimpuan City Hospital

prevalence of Type 2 diabetes in 2011 as much as 81%, in 2012 as much as 86% and

as much as 91% in 2013. This study aims to analyze the effect of fruit and vegetable

consumption, physical activity, smoking, and alcohol consumption on the incidence of

type 2 diabetes in the City General Hospital Padangsidimpuan2014

This research is an analytic survey with matched case-control approach in the

implementation and use of questionnaires. The population in this study were all

patients with type 2 diabetes in the City General Hospital Padangsidimpuan as many

as 256 people. The sample was 57 cases and 57 controls. Methods of data analysis by

means of univariate analysis, bivariate analysis with the chi square test and

multivariate analysis using multiple logistic regression.

The results of the study showed statistically less fruit and vegetable

consumption (p value 0.003 with OR 3.33) with (CI 95% : 1,14-3,67), lack of physical

activity (p value of 0.001 with OR 2.23) with (CI 95% : 1,10-2,50) and smoking (p

value 0.047 with OR 2.46) with (CI 95% : 1,99-6,08) effect on the incidence of events

type 2 diabetes while alcohol had no effect on the incidence of type 2 diabetes in the

City General Hospital Padangsidimpuan. The results of multiple logistic regression

unknown variables that affect the incidence of Type 2 diabetes incidence is fruit and

vegetable consumption, physical activity, and smoking.

Based on the research results, it is advisable for the City Hospital

Padangsidimpuan in order to improve public education through counseling and

nutritional counseling on type 2 diabetes such as fruit and vegetable consumption is

enough, do enough physical activity and avoiding tobacco, and for the community as

well in order to prevent DM type 2 to get used to a healthy lifestyle.

Keywords: Lifestyle, Diabetes Type 2, Fruit and Vegetable Consumption

(20)

1

1.1

Latar Belakang

Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri

telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta

situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

tanpa disadari telah memberi kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi

dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti: jantung,

tumor, diabetes, hipertensi, gagal ginjal dan sebagainya. Demikian juga dengan pola

penyakit penyebab kematian menunjukkan adanya transisi epidemiologi, yaitu

bergesernya penyebab kematian utama dari penyakit infeksi ke penyakit non-infeksi

(degeneratif) (Depkes RI, 2006).

(21)

Peningkatan kematian akibat DM tentu saja didahului denganpeningkatan

prevalensi DM diseluruh dunia. Pada tahun 2000 sekitar 171 juta orang menderita

DM, dimana 90% diantaranya adalah DM tipe 2 (untuk selanjutnya DM yang

dimaksud adalah DM tipe 2). Angka ini diprediksikan meningkat menjadi 366 juta

orang pada tahun 2030, dimana sebagian besar peningkatan tersebut berasal dari

negara-negara berkembang (WHO, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh

International Diabetes Federation

(IDF) tahun 2003, menyatakan

bahwaprevalensi DM di dunia adalah 5,1% atau sekitar 194 juta pendudukmenderita

DM pada kelompok umur 20 sampai 79 tahun. Angka ini diperkirakan akan

meningkat menjadi sekitar 333 juta orang pada tahun 2025 atau prevalensi sekitar

6,3% populasi dewasa dunia (Goldstein, 2008).

(22)

atautransplantasi ginjal di usia 50 tahunan dan sekitar 10-15% penderita

gangguanginjal meninggal akibat DM. Sekitar 25% penderita DMmengalami

gangguan syaraf dan penyakit pembuluh darah, penyakit jantung danstroke

menyebabkan 75% kematian akibat DM dan sekitar 1%-7%penderita DM harus

mengalami amputasi (Balitbangkes, 2007).

Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai

dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin

atau gangguan kinerja insulin atau karena kedua-duanya. Penyakit ini bersifat kronik

bahkan seumur hidup. Sampai sekarang, belum ada obat yang dapat mengobati

penyakitnya, yang ada saat ini hanyalah usaha untuk mengendalikan glukosa darah

seperti glukosa darah pada orang normal (Suryono, 2004).

(23)

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

peningkatan angka prevalensi DM diberbagai penjuru dunia. Menurut WHO (2000)

prevalensi DM pada semua kelompok umur diseluruh dunia 2,8% diperkirakan

menjadi 4,4% pada 2030. Selanjutnya pada tahun 2003, WHO memperkirakan 5,1%

dari 3,8 minasliar penduduk dunia berusia 20-79 tahun menderita DM. Pada tahun

2004 terdapat 1,9% dari kematian global disebabkan oleh DM. Pada tahun 2011

penderita DM diperkirakan lebih dari 80% terdapat di negara berkembang (WHO,

2010).

International Diabetes Federation (2010) menyatakan terdapat 6,4%

penduduk dunia berusia 20-79 tahun menderita DM. Angka ini diperkirakan akan

meningkat menjadi 7,7% pada tahun 2030. Menurut laporan IDF tahun 2010

prevalensi DM tertinggi di dunia terdapat di Nauru(31%) pada penduduk usia 20-79

tahun, diikuti Uni Emirat Arab (18,7%), Saudi Arabia (16,8%), Mauritus (19,8%) dan

Bahrain (15,4%). Diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi tertinggi masih terdapat di

Nauru (33,4%) diikuti Uni Emirat Arab (21,4%), Mauritius (16,2%), Saudi Arabia

(18/9%) dan Reunion (18,1%).

(24)

Menurut WHO (2010), gaya hidup kurang sehat dapat merupakan 1 dari 10

penyebab kematian dan kecacatan di dunia. Lebih dari dua juta kematian setiap

tahunnya disebabkan oleh kurangnya bergerak atau kurangnya aktifitas fisik, hal ini

karena kalori yang masuk tidak sebanding dengan kalori yang keluar sehingga makin

lama makin banyak kalori yang menumpuk sehingga menjadi beban bagi tubuh dan

tubuh menjadi terganggu yang kemudian menyebabkan kemunduran fisik yang pada

akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit, misalnya diabetes mellitus, tekanan

darah tinggi, penyakit jantung dan stroke.

Hasil laporan Riskesdas 2007 menyatakan bahwa prevalensi DM pada orang

yang kurang konsumsi serat (<5 porsi/hari) sebesar 5,0% sedangkan prevalensi

diabetes pada orang yang mengkonsumsi cukup serat (

5 porsi/hari) sebesar 4,9%

dengan rata-rata konsumsi kurang serat secara nasional adalah 93,6% dan tinggi di

semua propinsi (Balitbangkes, 2008).

Riskesdas (2007) melaporkan 48,2% penduduk Indonesia kurang melakukan

aktivitas fisik (< 5 hari dan < 150 menit per hari). Kurang aktivitas fisik tertinggi

terdapat pada kelompok umur 75 tahun keatas (76,0%) dan umur 10-14 tahun

(66,9%), dilihat dari jenis kelamin, kurang aktivitas fisik lebih tinggi pada perempuan

(54,5%) dibanding laki-laki (41,4%) (Balibangkes, 2008).

(25)

dengan orang yang tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan/minuman

manis.Studi di Port Harcourt, Nigeria yang meneliti tentang prevalensi dan faktor

risiko DM tipe 2 terhadap 748 responden, mendapatkan bahwa konsumsi alkohol

yang berlebihan (> 21 unit/minggu) mempunyai hubungan yang signifikan terhadap

kejadian DM (OR 1,1), yang mungkin disebabkan karena adanya kerusakan hati atau

pankreas yang biasa disebut komplikasi alkohol (Nyenwe, dkk, 2003).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,2007) DM menjadi penyebab

kematian ke enam di Indonesia dengan proporsi kematian yaitu 5,7% setelah stroke,

TB Paru, hipertensi, cedera dan perinatal. Prevalensi DM secara nasional berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah gula darah 1,1%. Sedangkan prevalensi

nasional DM berdasarkan pengukuran gula darah pada, penduduk umur > 15 tahun

yang bertempat tingga di perkotaan adalah 5,7%. Prevalensi DM tertinggi terdapat di

Kalimantan Barat dan Maluku Utara (11,1%), Riau (10,4%) dan NAD (8,5%).

Sementara itu, prevalensi DM terendah ada di Papua (1,7%), dan NTT (1,8%)

(Sinaga, 2011).

(26)

penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah, 5 kali lebih mudah menderita

ulkus/gangren, 7 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina

(Depkes RI, 2009)

Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Data Surveilans Terpadu

Penyakit (STP) tahun 2008 terlihat jumlah kasus yang paling banyak adalah penyakit

DM dengan jumlah kasus 1.717 pasien rawat jalan yang dirawat di rumah sakit dan

puskesmas Kabupaten/Kota. Untuk rawat jalan penyakit DM ini mencapai 918 pasien

yang dirawat di 123 rumah sakit dan 998 pasien yang dirawat di 487 puskesmas yang

ada di 28 Kabupaten/Kota seluruh Sumatera Utara. Sedangkan pada tahun 2009

mencapai 108 pasien yang dirawat di rumah sakit dan 934 pasien dirawat di

puskesmas selama Januari hingga Juni 2009. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa

penderita DM di Sumatera Utara masih sangat tinggi (Harahap, 2010)

Dari data tersebut di atas, dapat dilihat

trend

penyakit DM di Indonesia

menunjukkan prevalensi yang meningkat. Prediksi yang diajukan oleh semua ahli

epidemiologi menyebutkan angka prevalensi yang makin meningkat di masa yang

akan datang, sehingga menempatkan DM sebagai

The Global Epidemy

(PERKENI,

2009)

(27)

Data di atas memberikan gambaran bahwa masalah diabetes melitus perlu

mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik, mengingat prevalensinya yang

tinggi dan komplikasi yang cukup berat. Agar mendapatkan gambaran yang lebih

tepat maka diperlukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana faktor gaya hidup

dapat menimbulkan penyakit diabetes melitus dan faktor mana dari gaya hidup

tersebut yang paling berpengaruh terhadap kejadian Diabetes melitus

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh

Gaya Hidup Pasien Terhadap Kejadian DM Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah

Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2014.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diketahui bahwa permasalahan dalam

penelitian ini adalah belum diketahuinya pengaruh gaya hidup terhadap kejadian DM

Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan

Tahun 2014.

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

(28)

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui pengaruh konsumsi sayur/buah terhadap kejadian DM

Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota

Padangsidimpuan tahun 2014

1.3.2.2 Untuk mengetahui pengaruh aktifitas fisik terhadap kejadian DM Tipe 2

diRumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan

tahun 2014

1.3.2.3 Untuk mengetahui pengaruh konsumsi alkohol terhadap kejadian DM Tipe 2

di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan ruang rawat inap Rumah

Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan tahun 2014

1.3.2.4 Untuk mengetahui pengaruh merokok terhadap kejadian DM Tipe 2 di

Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan

tahun 2014

1.4. Hipotesis

1.3.2.1 Ada pengaruh konsumsi buah/sayurterhadap kejadian DM Tipe 2 di Rumah

Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan tahun 2014

1.3.2.2 Ada pengaruh aktifitas fisik terhadap kejadian DM Tipe 2 di Rumah Sakit

Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan tahun 2014

(29)

1.3.2.4 Ada pengaruh merokok terhadap kejadian DM Tipe 2 di Rumah Sakit

Umum Daerah Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan tahun 2014

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai masukan dan informasi bagi Rumah Sakit Umum Daerah

Padangsidimpuan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan

khususnya penyakit diabetes mellitus dan dapat memberikan pendidikan

kesehatan tentang gaya hidup yang baik sehingga dapat mengurangi resiko

terjadinya diabetes melitus

1.5.2. Sebagai informasi bagi masyarakat agar membiasakan gaya hidup sehat

dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah terjadinya penyakit diabetes

melitus

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Diabetes Mellitus

2.1.1

Pengertian Diabetes Mellitus (DM)

Menurut

American Diabetes Association

(ADA), Diabetes mellitus adalah

kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam

darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat gangguan sekresi insulin, penurunan kerja

insulin, atau akibat dari keduanya. Diagnosis DM menurut ADA jika hasil

pemeriksaan gula darah:

1)

Kadar gula darah sewaktu lebih atau sama dengan 200 mg/dl

2)

Kadar gula puasa lebih atau sama dengan 126 mg/dl

3)

Kadar gula darah lebih atau sama dengan 200 mg/dl pada 2 jam setelah beban

glukosa 75 pada tes toleransi glukosa (ADA, 2011)

Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan

timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Hal ini terkait dengan

kelainan pada karbohidrat, metabolime lemak dan protein. Diabetes Mellitus

merupakan penyakit kronik, progresif dengan karakteristik ketidakmampuan tubuh

dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, yang menyebabkan

peningkatan level gula darah (Black & Hawks,2009).

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan

(31)

sekresi insulin yang progresif dilatarbelakangi oleh resistensi insulin ( Soegondo dkk,

2011).

Diabetes mellitus adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala

yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan

ataupun resistensi insulin (Bustan, 2007). Diabetes merupakan penyakit yang

heterogonik, baik karena manifestasinya maupun karena jenisnya. Diabetes adalah

sindrom yang disebabkan oleh terganggunya insulin di dalam tubuh sehingga

menyebabkan hiperglikemia yang disertai abnormalitas metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein (Inzucchi, 2004).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)

Klasifikasi DM menurut

American Diabetes Association

(2008) dalam

Inzucchi (2004), terbagi 4 bagian yaitu:

a.

Diabetes Tipe I (

Insulin–Dependen Diabetes Mellitus

atau IDDM)

Diabetes Tipe I (IDDM) muncul pada saat pankreas tidak dapat atau kurang

mampu memproduksi insulin sehingga insulin dalam tubuh kurang atau tidak ada

sama sekali. Glukosa di dalam darah menumpuk karena tidak dapat diangkut ke

dalam sel. Diabetes tipe ini tergantung pada insulin, oleh karena itu penderita

memerlukan suntikan insulin (Tandra, 2007).

(32)

berhubungan dengan degenerasi atau kerusakan organ dan faktor gaya hidup

(Bustan, 2007).

Menurut Brunner & Suddarth Diabetes Mellitus Tipe I disebabkan oleh faktor

genetik, di mana penderita diabetes mewarisi predisposisi/kecenderungan terhadap

terjadinya Diabetes Mellitus Tipe I, biasanya ditemukan pada individu yang memiliki

antigen H. Selain itu disebabkan oleh faktor imunologi, adanya respon autoimun yang

abnormal, serta adanya kerusakan sel beta pankreas.

b.

Diabetes tipe II (

Non Insulin-Dependent Diabetes Mellitus

atau NIDDM).

Diabetes Mellitus Tipe II (NIIDM) merupakan diabetes yang paling sering

ditemukan di Indonesia. Penderita tipe ini biasanya ditemukan pada usia di atas 40

tahun disertai berat badan yang berlebih (Nabil, 2009).

Kemungkinan lain terjadinya diabetes ini adalah karena sel-sel jaringan tubuh

tidak peka atau resisten terhadap insulin. Resistensi terhadap insulin pada diabetes

Mellitus tipe II ini terjadi karena turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat produksi oleh sel hati

(Tandra, 2007).

2.1.3

Epidemiologi Diabetes Mellitus

(33)

banyaknya orang yang mengalami

overweight

atau obesitas, semakin banyak pula

orang yang menderita diabetes mellitus (Aso, 2008).

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh

dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya

terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366

juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90%

adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan

prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren urbanisasi dan

perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat, di Indonesia sendiri,

berdasarkan hasil dari 24417 responden berusia > 15 tahun , 10,2% mengalami

toleransi glukosa tergangggu (kadar glukosa 140-200 mgdl setelah puasa selama 4

jam diberikan beban glukosa sebanyak 75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada

wanita dibanding dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan

status sosial yang rendah, daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah

Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 11.1% sedangkan kelompok usia

terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%, beberapa hal yang dihubungkan

dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan

rendahnya komsumsi sayur dan buah (Manik, 2012).

(34)

tahun pada 87.535 perawat wanita yang melakukan olahraga ditemukan penurunan

resiko penyakit DM tipe 2 sebesar 3370 (Soegondo dkk, 2009).

Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk

usia >15 tahun diperkotaan 5,7%, prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar

93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%

disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun

sebesar 23,7% (Depkes, 2009).

Prevalensi nasional penyakit diabetes mellitus adalah 1,1%, sebanyak 17

provinsi mempunyai prevalensi penyakit diabetes mellitus diatas prevalensi nasional,

yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung,

Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur,

Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,

Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua Barat (Riskesdas, 2007).

(35)

2.1.4Patogenesis Diabetes Mellitus

(36)

Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :

1.

Rusaknya sel-sel pancreas karena pengaruh ddari luar (virus, zat kimia tertentu,

dll) ataupun dari dalam (penyakit

autoimune

)

2.

Desensitasi (penurunan sensitivitas) reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

3.

Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (

down regulation

) di jaringan perifer

(Tjokroprawiro, 1996).

Menurut Soegondo (2011), patogenesis DM berbeda berdasarkan tipe

penyakit yaitu:

1.

DM Tipe 1

Insulin tidak ada dan hal ini disebabkan karena jenis penyakit ini ada reaksi

autoimun. Pada individu yang rentan (

susceptible

) terhadap tipe 1, terdapat

adanya ICA (

Islet Cell Antibody

) yang meningkat kadanya oleh karena beberapa

faktor pencetus seperti infeksi virus, diantarnya virus cocksakie, rubella, CMV,

herpes dan lain-lain, hingga timbul peradangan pada sel beta (insulitis) yang

akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta. Pada insulitis yang diserang

hanya sel beta, biasanya sel alfa dan delta tetap utuh. Pada studi populasi

ditemukan adanya hubungan antara DM tipe 1 dengan HLA DR3 dan DR4.

2.

DM Tipe 2

Patogenesis pada DM tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer,

gangguan

Hepatic Glucose Production

(HGP), dan penurunan fungsi cell β, yang

(37)

2.1.5. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes melitus tipe 2 merupakan bagian terbesar dari penderita diabetes

melitus dan mempunyai riwayat perjalanan alamiah yang unik dan patofisiologi

penyakit yang kompleks. Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan adanya

gangguan metabolik ganda yang progresif yaitu resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Soewondo, 2007).

(38)

2.1.6 Komplikasi Diabetes Mellitus

Jika gula darah tidak terkontrol dengan baik beberapa tahun kemudian akan

timbul komplikasi. Komplikasi akibat diabetes yang timbul dapat berupa komplikasi

akut dan kronis.

a.

Komplikasi Akut

Komplikasi akut adalah komplikasi yang muncul secara mendadak. Keadaan

bisa fatal jika tidak segera ditangani. Termasuk dalam kelompok ini adalah:

1. Hipoglikemia (Glukosa Darah Turun Terlalu Rendah)

Menurut Fishbein dan Palumbo, hipoglikemia adalah suatu keadaan di mana

konsentrasi atau kadar gula di dalam darah terlalu rendah (<60mg/dl), yang dapat

terjadi pada pasien yang menerima suntikan insulin dan obat anti diabetes.

Hipoglikemia ini terjadi jika pemberian dosis insulin atau obat anti diabetes tidak

tepat, latihan fisik atau olah raga berlebihan, menunda jadwal makan setelah minum

obat, serta kebiasaan konsumsi alkohol (Kronerberg, 2008).

Pada saat mendapat suntikan penderita harus makan dengan kalori yang sesuai

untuk mengimbangi efek insulin. Jadwal makan juga haruslah teratur, tiga kali makan

utama dan selingan dua kali di antara makan utama, makan

snack

pada malam hari

sangat penting karena makanan hanya dapat tahan hingga jam tiga pagi (Nabil,2009).

(39)

bekerja dengan menghambat kemampuan hati untuk melepaskan glukosa alkohol juga

menghambat kerja hormon yang menaikkan glukosa darah serta meningkatkan efek

insulin, dan dapat menyebabkan hipoglikemia berat (Tandra, 2007).

Tanda dari gejala hipoglikemia dapat bervariasi tergantung penurunan kadar

glukosa darah. Keluhan pada dasarnya dapat berupa keluhan pada otak, ini

dikarenakan otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga mempengaruhi fungsi

intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, lelah, kejang

hingga koma. Keluhan lain seperti lapar, nadi cepat, kejang atau koma. Keluhan

akibat efek samping hormon lain yang berusaha menaikkan kadar glukosa darah,

misalnya pucat, berkeringat, nadi cepat, berdebar, cemas serta rasa lapar (Tandra,

2007).

2. Hiperosmolar Non-Ketotik

(40)

3. Ketoasidosis (Terlalu Banyak Asam Dalam Darah)

Pada Diabetes Mellitus yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang

tinggi dan kadar hormon yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa

sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber

energi pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton di

dalam darah (ketosis). Ketosis ini menyebabkan derajat keasaman (pH) dalam darah

menurun (asidosis). Pada pasien dengan ketoasidosis diabetik umumnya memilki

riwayat asupan kalori (makanan) yang berlebihan atau penghentian obat diabetes atau

insulin (Nabil, 2009).

Gejala yang timbul dapat berupa kadar gula darah tinggi (>240 mg/dl).

Terdapat keton dalam urin, buang air kecil banyak hingga dehidrasi, napas berbau

aseton, lemas hingga koma (Nabil, 2009).

b.

Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik ini terjadi karena glukosa darah berada di atas normal

berlangsung secara selama bertahun-tahun. Komplikasi timbul secara perlahan,

kadang tidak diketahui, tetapi berangsur semakin berat dan membahayakan.

Komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular diantaranya:

1. Kerusakan Saraf (Neuropati Diabetik)

(41)

makanan ke saraf menyebabkan terjadinya kerusakan saraf yang disebut neuropati

diabetik. Saraf tidak dapat mengirim dan menghantarkan pesan-pesan rangsangan

impuls saraf. Keluhan yang terjadi bervariasi, mungkin nyeri pada tangan dan kaki,

gangguan pencernaan dan lain sebagainya (Tandra, 2007).

Gejala dapat berlanjut dengan rasa tebal di kaki, tidak ada rasa nyeri pada

kaki, penderita tidak dapat mengetahui adanya infeksi. Apabila terjadi goresan luka

akan menyebabkan munculnya ulkus (borok) di kaki yang disebut dengan

neuropatic

ulcer

. Bila tidak diobati akan menyebabkan infeksi dan kerusakan tulang yang

memerlukan tindakan amputasi. Gangguan yang muncul setelahnya adalah gangguan

pada pembuluh darah, sehingga aliran darah tidak mencukupi ke kaki dan tangan

menyebabkan luka dan infeksi sukar sembuh (Nabil, 2009).

Neuropati yang lain yang dapat terjadi adalah neuropati otonom, saraf yang

rusak adalah saraf otonom yaitu saraf yang mengatur bagian tubuh yang tidak

disadari misalnya denyut jantung, saluran cerna kandung kemih, alat kelamin dan

kelenjar keringat. Saraf ini berhubungan dengan sum-sum tulang belakang dan otak.

Neuropati otonom kardiovaskuler ditandai dengan denyut jantung yang cepat

terutama pada saat tidur. Denyut nadi bisa juga berubah pada saat bernapas. Pada saat

nafas denyut nadi jadi lebih lambat, saat mengeluarkan nafas denyut nadi menjadi

lebih lambat (Tandra, 2007).

(42)

diabetes disebabkan oleh kerusakan saraf sehingga fungsi lambung untuk

menghancurkan makanan menjadi lemah dan lambung menggelembung dan

menyebabkan proses pengosongan lambung (Tjokroprawiro, 2007).

Neuropati otonom genitourinarius menyerang organ genital dan saluran

kemih. Termasuk gangguan ereksi, sukar mencapai organisme serta gangguan kemih.

Pada penderita diabetes gangguan ereksi disebabkan oleh rusaknya urat saraf pada

alat kelamin. Kesukaran pengosongan kandung kemih disebut dengan

diabetic

neurogenic bladder

di mana bila kantung penuh tidak terasa, bila ingin berkemih juga

tidak terasa. Neuropati otonom sudumotor adalah jenis komplikasi yang lain yang

ditandai dengan keringat yang abnormal. Pada lengan dan tungkai hanya ada sedikit

keringat dan tubuh bagian tengah dan wajah berkeringat banyak. Neuropati otonom

pada pupil mata, mengatur masuknya sinar ke dalam bola mata. Di tempat yang gelap

pupil tetap kecil dan tidak membuka lebar walaupun berada di dalam ruangan gelap

(Tandra, 2007).

2. Mata (Retinopati)

(43)

yang disebabkan mikroaneurisme, pembentukan mikroaneurisme akan diiringi

dengan penyumbatan pembuluh kapiler (Nabil, 2009).

3. Jantung

Penyakit diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit jantung dan

pembuluh darah (kardiovaskuler) antara lain angina (nyeri dada), serangan jantung,

tekanan darah tinggi, penyakit jantung. Diabetes merusak dinding pembuluh darah

yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai darah berkurang dan tekanan darah

meningkat. Keluhan sakit jantung sangat bervariasi, biasanya tidak ada keluhan,

tetapi selanjutnya akan timbul gejala akibat penyumbatan antara lain sesak nafas,

nyeri dada, rasa lelah, sakit kepala, detak jantung cepat dan tidak teratur, berkeringat

banyak. Akan tetapi, kadang pada penderita diabetes disertai tanpa rasa nyeri. Hal ini

disebabkan karena saraf yang mengantar rasa nyeri telah rusak (Tandra, 2007).

4. Kerusakan Ginjal (Nefropati Diabetik)

(44)

2.1.7. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus (DM)

Banyak faktor yang merupakan faktor risiko diabetes melitus dan dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu sosiodemografi, keadaan klinis/mental,

faktor perilaku/gaya hidup (Irawan, 2010)

a. Sosiodemografi

1. Usia

Perubahan metabolisme tubuh yang ditandai dengan penurunan produksi

hormon testosteron untuk laki-laki dan estrogen untuk perempuan biasanya memasuki

usia 45 tahun keatas, kedua hormon ini tidak hanya berperan dalam pengaturan

hormon seks, tetapi juga metabolisme pengaturan proses metabolisme tubuh, salah

satu fungsi kedua hormon tersebut adalah mendistribusikan lemak keseluruh tubuh.

Akibatnya lemak menumpuk diperut, batasan lingkar perut normal untuk perempuan

<80cm dan untuk laki-laki <90cm. Membesarnya lingkaran pinggang akan diikuti

dengan peningkatan gula darah dan kolesterol yang akan diikuti dengan sindroma

metabolik yakni terganggunya metabolisme tubuh dan dari sinilah mulai timbulnya

penyakit degeneratif (Tjokroprawiro, 1998). Umumnya penderita diabetes melitus

tipe 2 mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, diabetes melitus tipe 2

sering muncul setelah usia 30 tahun keatas dan pada mereka yang berat badannya

berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin (Smeltzer & Bare, 2002).

(45)

yang berisiko terhadap diabetes melitus tipe 2 di Indonesia adalah 45 tahun keatas

(PERKENI, 2006). Pengaruh penuaan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2

terjadi karena adanya perubahan pada sel beta pankreas yang menyebabkan

perubahan sekresi insulin karena berhubungan dengan perubahan metabolisme

glukosa pada usia tua (Rohmah W, 2002 dalam Rumiyati, 2008). Dengan adanya

perubahan metabolisme glukosa tersebut, maka menurut Sukardji, kebutuhan kalori

pada usia 40-59 tahun harus dikurangi 5%, sedangkan antara 60-69 tahun dikurangi

10% dan diatas 70 tahun dikurangi 20% (Sukardji, 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balitbangkes dalam Riskesdas

tahun 2007, mendapatkan bahwa pada kelompok umur yang lebih tua, prevalensi

kejadian diabetes melitus semakin meningkat. Dari penelitian tersebut didapatkan

prevalensi diabetes melitus pada kelompok umur 15-24 tahun sebesar 0,6%,

kelompok umur 25-34 tahun sebesar 1,8%, kelompok umur 35-44 tahun sebesar 5%,

kelompok umur 45-54 tahun sebesar 10,5%, kelompok umur 55-64 tahun sebesar

13,5%, kelompok umur 65-74 tahun sebesar 14,0% dan kelompok umur 75 tahun

keatas sebesar 12,5% (Balitbangkes, 2008). Penelitian yang dilakukan Rahajeng

tahun 2004 mendapatkan bahwa pada kelompok umur 41-64 tahun memiliki risiko

untuk menderita diabetes melitus 3,3 kali lebih muda disbanding dengan kelompok

umur 25-40 tahun (Rahajeng, 2004).

2. Jenis Kelamin

(46)

wanita adalah 60 : 40 (D’Adamo & Catherine, 2006). Menurut Inzucchi (2004),

prevalensi antara pria dan wanita tidak jauh berbeda dan prevalensi meningkat

sebanding dengan semakin buruknya toleransi glukosa.

Secara prevalensi, wanita dan pria mempunyai peluang yang sama terkena

diabetes. Hanya saja, dari faktor risiko, wanita lebih berisiko mengidap diabetes

karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang

lebih besar. Sindroma siklus bulanan (

premenstrual syndrome

),

pasca-menopouse

yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses

hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes melitus tipe 2. Selain

itu pada wanita yang sedang hamil terjadi ketidakseimbangan hormonal progesteron

tinggi, sehingga meningkatkan sisetem kerja tubuh untuk merangsang sel-sel

berkembang (termasuk pada janin), tubuh akan memberikan sinyal lapar dan pada

puncaknya menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak bisa menerima langsung

asupan kalori dan menggunakannya secara total sehingga terjadi peningkatan kadar

gula darah saat kehamilan (Damayanti, 2010).

(47)

dengan jenis kelamin dengan OR 1,35, artinya perempuan lebih mudah untuk

menderita diabetes melitus 1,35 kali dibanding laki-laki.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit diabetes

melitus tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki

banyak pengetahuan tentang kesehatan, tingkat pendidikan juga mempengaruhi

aktivitas fisik seseorang karena terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Orang yang

tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih banyak bekerja di kantoran dengan aktivitas

fisik sedikit sedangkan yang tingkat pendidikan rendah lebih banyak menjadi buruh

maupun petani dengan aktivitas fisik yang cukup (Irawan, 2010)

Berdasarkan data Riskesdas 2007, menyatakan bahwa prevalensi diabetes

mellitus bervariasi pada setiap tingkat pendidikan, pada kelompok tidak sekolah

prevalensi diabetes sangat besar yaitu 8,9%, tidak tamat SD sebesar 8,0%, tamat SD

sebesar 5,5%, tamat SMP sebesar 4,4%, tamat SMA sebesar 4,9%, dan tamat

perguruan tinggi (PT) sebesar 5,6% (Balitbangkes, 2008).

4. Pekerjaan

Jenis pekerjaan erat kaitannya dengan aktivitas fisik yang dilakukan

seseorang, jenis pekerjaan dapat dikelompokkan berdasarkan berat-ringannya

aktivitas fisik yang dilakukan seseorang, seperti (Sukardji, 2009) :

-

Ringan : pegawai kantor, pegawai tokoh, guru, ibu rumah tangga, ahli hukum dll.

-

Sedang : pegawai di industri ringan, mahasiswa, dan militer yang sedang tidak

(48)

-

Berat : petani, buruh, militer dalam keadaan latihan, penari, atlet.

-

Sangat berat : tukang becak, tukang gali dan pandai besi.

Jenis pekerjaan juga erat kaitannya dengan tingkat pendapatan seseorang,

menurut Sudoyo (2009) tingkat pendapatan dan kemakmuran suatu bangsa dapat

mempengaruhi tingginya prevalensi diabetes melitus di negara tersebut yang

disebabkan karena adanya perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar.

Riskesdas 2007 mendapatkan prevalensi diabetes melitus tertinggi pada

kelompok yang tidak bekerja dan ibu rumah tangga yaitu sebesar 6,9% dan 7,0%,

sedangkan pada kelompok yang lain bervariasi, yaitu 1,0% pada kelompok sekolah,

5,9% pada pegawai, 5,9% pada wiraswasta, 2,8% pada petani atau buruh dan 9,0%

pada kelompok lainnya (Balitbangkes, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Nyenwe dkk (2003) di Port Harcourt, Nigeria

mendapatkan 44,2% orang yang pekerjaannya berat menderita diabetes melitus dan

55,8% orang yang pekerjaannya ringan menderita diabetes melitus.

5. Status Perkawinan

(49)

b.Keadaan Klinis atau Mental

1. Stres

Stres adalah reaksi seseorang, baik secara fisik maupun kejiwaan karena

adanya perubahan. Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat

dihindari, stres selalu terjadi pada setiap orang, dan terjadi pada setiap waktu selama

orang tersebut menjalani kehidupan sosialnya. Reaksi stres dapat bersifat positif

maupun negatif. Bersifat positif, jika menimbulkan dampak pasitif atau menjadi

pendorong orang berusaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan bersifat

negatif, jika terjadi keluhan atau gangguang terhadap orang tersebut (Rahajeng,

2007).

Reaksi stres yang bersifat positif seperti melakukan latihan jasmani, olahraga,

atau memacu seseorang untuk berusaha dengan baik. Sedangkan reaksi negatif stres

yang bersifat fisik seperti jantung berdebar-debar, otot-otot tegang, sakit kepala, sakit

perut atau mencret, letih, lelah, gangguan makan (tidak berselera makan atau makan

berlebihan), eksim atau kulit gatal-gatal. Reaksi negatif stres yang bersifat kejiwaan

seperti sukar memusatkan perhatian, pelupa, sukar tidur atau banyak tidur, cenderung

menyalahkan orang lain, cemas, menarik diri dan menyerang (Rahajeng, 2007).

(50)

yang dapat menghambat kerja insulin sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah

(Wetherill, 2001).

2. Obesitas

Obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skeletal

dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh. Bila lemak tubuh

lebih dari 30% pada wanita dan 25% pada pria maka dikategorikan obesitas. Pada

prinsipnya, pada obesitas ditemukan ketidakseimbangan antara masukan energi

(intake) dan energi yang dikeluarkan, dimana masukan energi lebih besar daripada

pengeluarannya (Hasdianah, 2012).

Obesitas merupakan manifestasi dari kelebihan berat badan yang artinya

mempunai lemak tubuh terlalu banyak. Obesitas berbeda dengan

overweight

yang

hanya kelebihan berat badan, karena kelebihan berat badan bisa dimungkinkan karena

adanya massa otot, tulang atau air yang berlebih (misalnya pada kasus atlet binaraga).

Meskipun kedua istilah tersebut (obesitas dan

overweight

) sama-sama bermakna

seseorang yang mempunyai berat badan melebihi berat badan yang normal sesuai

tinggi badannya. Kriteria obesitas adalah berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).

IMT merupakan perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan. Cara

menghitung IMT adalah sebagai berikut: berat badan (kg)/ (tinggi badan (m) x tinggi

badan (m)) (Tandra, 2008).

(51)

insulin plasma dan sindrom resistensi insulin. Keberhasilan mengurangi berat badan

hingga 10 kg kemungkinan besar dapat menormalkan kadar glukosa darah, selain itu

penurunan berat badan juga dapat memperlambat perkembangan dini dan perluasan

pembentukan plak pada pembuluh darah (Arisman, 2007).

Pada orang yang mengalami obesitas, terdapat kelebihan kalori akibat makan

yang berlebih menimbulkan penimbunan lemak di jaringan kulit. Resistensi insulin

akan timbul pada daerah yang mengalami penimbunan lemak sehingga akan

menghambat kerja insulin di jaringan tubuh dan otot yang menyebabkan glukosa

tidak dapat diangkat ke dalam sel dan menimbun di dalam pembuluh darah.

Penumpukan glukosa ini akan meningkatkan glukosa dalam darah. Prevalensi

obesitas dan diabetes mellitus tipe 2 meningkat dengan pesat di seluruh dunia. Sekitar

60% dari mereka yang obes menderita diabetes Mellitus tipe 2. Semakin besar (IMT)

semakin besar risiko menderita DM tipe 2 (Tandra, 2007).

2.2. Gaya Hidup

(52)

Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan

memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain.

Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan

individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja,

tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang memengaruhi pola

perilakunya. Tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang berlaku untuk

semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur, kemampuan fisik,

lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja yang berbeda, menciptakan berbagai

gaya yang berbeda pula (Hadywinoto, 1999).

Menurut Darmojo (1999), gaya hidup adalah sebagai praktek perilaku dan

praktek sosial yang mendukung kesehatan dan merupakan cerminan dari nilai-nilai

dan jati diri dari kelompok dan masyarakat dimana penduduk hidup dan

menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memenuhi kehidupan ekonomi, sosial

dan lingkungan fisik.

a. Konsumsi Serat (Sayur dan Buah)

Serat adalah bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. Ada

dua macam serat yaitu serat larut (pembentuk gel) seperti

pectin

dan

guargum

dan

serat tidak larut seperti

sellulose

dan bran. Kedua jenis serat tersebut banyak terdapat

pada padi-padian, kacang-kacangan, tempe, sayuran serta buah (Sukardji, 2007).

(53)

diabetes di Indonesia menyarankan 20 - 25 g/hari bagi orang yang berisiko menderita

DM (Soegondo dkk, 2009).

Konsumsi serat terutama

insoluble fiber

(serat tidak larut) yang terdapat

dalam biji-bijian dan beberapa tumbuhan, dapat membantu mencegah terjadinya

diabetes dengan cara meningkatkan kerja hormon insulin dalam mengatur gula darah

di dalam tubuh. Serat larut bersifat larut dalam air dan membentuk suatu materi

seperti gel, yang diyakini dapat menurunkan kolesterol dan gula darah. Makanan

seperti

oatmeal

dan biji-bijian (kacang, apel, beri, dan buah lainnya) sangat tinggi

kandungan serat larutnya. Sedangkan serat tidak larut bersifat tidak larut dalam air

dan dapat melewati sistem pencernaan secara keseluruhan dapat berfungsi sebagai

memberikan perasaan kenyang dan puas serta membantu mengendalikan nafsu makan

dan menurunkan berat badan, membantu buang air besar secara teratur, menurunkan

kadar kolesterol darah yang dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit diabetes

(Sukardji, 2007).

(54)

mengkonsumsi roti yang kaya akan serat, pengaturan sensitivitas insulin pada wanita

tersebut semakin membaik (Sukardji, 2007)

Penelitian prospektif yang dilakukan oleh Tjokroprawiro (1978 membuktikan

bahwa konsumsi diit-B (68% kalori karbohidrat, 20 kalori lemak dan 12% kalori

protein) yang banyak mengandung serat dari sayuran golongan A dan sayuran

golongan B dapat memperbaiki

glukose uptake (

pembakaran glukosa) dari jarinan

perifer, memperbaiki kepekaan sel beta pankreas dan dapat menekan kenaikan kadar

kolesterol darah (Tjokroprawiro, 2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh

Rahajeng, 2004 juga menyatakan bahwa konsumsi serat

≥25 gram/hari dapat

mencegah terjadinya penyakit diabetes melitus tipe 2 dengan HR 0.29 - 0.42 kali.

Hasil analisis data SKRT tahun 2004 yang dilakukan oleh Hermita 2006, menyatakan

bahwa 12,6% orang yang mengkonsumsi serat <5 porsi/hari menderita diabetes dan

sekitar 11,1% orang yang mengkonsumsi serat cukup (

≥5 porsi/hari) menderita

diabetes. Hasil laporan Riskesdas 2007 menyatakan bahwa prevalensi diabetes

melitus pada orang yang kurang konsumsi serat (<5 porsi/hari) sebesar 5,0%

sedangkan prevalensi diabetes pada orang yang mengkonsumsi cukup serat (

≥5

porsi/hari) sebesar 4,9% dengan rata-rata konsumsi kurang serat secara nasional

adalah 93,6% dan tinggi di semua propinsi (Balitbangkes, 2008).

(55)

konsumsi susu dapat menambah kebutuhan air yang kurang pada tubuh. Beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan adalah: porsi makan jangan

terlalu kenyang akan lebih baik jika porsi makannya sedikit tapi sering, banyak

minum air putih sekitar 7-8 gelas/hari dan batasi minum kopi dan teh, kurangi garam,

makanan hendaknya mudah dicerna, lembek tidak keras, hindari makanan yang

terlalu manis, terlalu asin dan yang terlalu gurih/gorengan (Rimbana 2004; Sunita,

2003). Pola makanan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik

jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang

mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi

kebutuhan tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan (Supariasa, 2002).

Menurut Depkes RI (2005), ukuran saat mengukur sayuran adalah sudah

matang tanpa kuah dalam keadaan basah, buah buahan dalam ukuran gram,

kacang-kacangan diukur dalam ukuran gram dan sudah siap saji, untuk melihat daftar

kandungan serat perseratus gram (sayur-sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan)

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabet 2.1Daftar Kandungan Serat per 100 Gram Sayur-sayuran,

Buah- buahan Serta Produk Olahannva

Sayuran

Serat/

100gr

Buah

Serat/1

00gr

Kacang

Serat/10

0gr

Bayam

0.8

Alpukat

1,4

Kedelai

4,9

Daun papaya

2,1

Anggur

1,7

Kacang tanah

2

Daun singkong

1,2

Apel

4,7

Kacang hijo

4,1

Kangkung

1

Belimbing

0,9

Kedelai

2,5

Seledri

0,7

Jagung

2,9

Kecap

0,6

Selada

0,6

Jambu Biji

5,6

Tahu

0,1

(56)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Sayuran

Serat/

100gr

Buah

Serat/1

00gr

Kacang

Serat/10

0gr

Paprika

7,4

Jeruk citrun

2

Touge

0,7

Cabai

0,3

Mangga

0,4

Kacang panjang

3,2

Bawang putih

1,1

Nenas

0,4

Tempe

1,4

Bawang merah

0,6

Pepaya

0,7

-

-

Kentang

0,3

Pisang

0,6

-

-

Lobak

0,7

Semangka

0,5

-

-

Wortel

0,9

Sirsak

2

-

-

Brokoli

0,5

Srikaya

0,7

-

-

Kembang kol

0,9

Stroberry

6,5

-

-

Asparagus

0,6

Pear

0,3

Jamur

1,2

-

-

-

-

Terong

0,1

-

-

-

-

Sawi

2,0

-

-

-

-

Buncis

3,2

-

-

-

-

Nangka

1,4

-

-

-

-

Daun kelor

1,4

-

-

-

-

Sumber: Depkes,2005

b. Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik,

mental dan kualitas hidup yang sehat dan bugar (Mien, 1998).

Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur sangat penting selain untuk

menghindari kegemukan, juga dapat menolong mencegah terjadinya penyakit akibat

pola hidup seperti diabetes, serangan jantung dan stroke (Johnson, 1998).

[image:56.612.118.526.141.392.2]
(57)

sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel untuk dibakar menjadi tenaga (Soegondo,

2008).

WHO merekomendasikan untuk melakukan aktivitas fisik dengan intesitas

sedang selama 30 menit per hari dalam satu minggu atau 20 menit perhari selama 5

hari dalam satu minggu dengan intensitas berat untuk mendapatkan hasil yang

optimal dari aktivitas fisik atau olahraga. Hal ini terbukti dari studi yang dilakukan di

Amerika terhadap 21.000 orang dokter menyatakan bahwa berolahraga 5 kali

seminggu akan menurunkan 42% kasus yang diperkirakan akan menderita diabetes

melitus tipe 2 (Johnson, 1998).

Penelitian yang dilakukan terhadap lebih dari 10.000 lulusan Universitas

Harvard yang dilakukan dalam waktu panjang, menunjukkan bahwa olahraga yang

kuat dapat menambah kira-kira 10 bulan kepada hidup seseorang dan lebih lama lagi

jika berolahraga sejak muda, kurang jika dilakukan pada usia lanjut (Johnson, 1998).

Penelitian lain yang dilakukan selama 8 tahun kepada 87.353 perawat wanita yang

melakukan olahraga ditemukan penurunan risiko penyakit diabetes tipe 2 sebesar

33% atau RR 0,87 (Goldstein, Muller, 2008; Ilyas, 2009).

(58)

Sebelumnya menurut SKRT tahun 2004 mendapatkan aktivitas tidak cukup

gerak pada penduduk usia

≥15 tahun 68,7% dengan aktivitas tidak cukup gerak tinggi

di semua propinsi (Hermita, 2006). Menurut Rahajeng, aktivitas fisik yang dilakukan

selama 120 menit/hari mampu mencegah terjadinya diabetes mellitus dengan hazard

rasio (HR) 0,56 pada kelompok yang telah mengalami TGT (Rahajeng, 2004).

Penelitian kasus kontrol yang dilakukan oleh Purnawati terhadap 240 orang

pasien rawat jalan di RSCM tahun 1998, menyatakan bahwa orang yang memiliki

aktivitas fisik kurang berisiko untuk terkena diabetes melitus 2 kali lebih mudah

dibandingkan dengan orang yang memiliki aktivitas fisik cukup. Hasil penelitian di

RS M. Jamil padang juga menemukan hal yang sama, bahwa orang yang memiliki

aktivitas fisik kurang berisiko 3,2 kali lebih mudah untuk menderita diabetes melitus

tipe 2 dibanding dengan orang yang memiliki aktivitas fisik cukup (Yusmayati,

2008).

(59)

kita menjadi manja, karena kurang bergerak, sehingga tubuh menjadi lembek dan

rentan penyakit. Untuk menciptakan hidup yang sehat, segala sesuatu yang kita

lakukan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik

tetapi sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah

sesuatu hal itu sesuai dengan kebutuhan

c. Merokok

Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit diabetes melitus

tipe 2, menurut

Amarican Diabetes Associations

asap rokok dapat menyebabkan

berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan, meningkatkan kadar kolesterol dan

tekanan darah dan dapat meningkatkan kadar gula darah sehingga orang yang sering

terpapar dengan asap rokok memiliki risiko terkena penyakit diabetes melitus lebih

mudah dibanding dengan orang yang tidak terpapar dengan asap rokok (Tarigan,

2009). Merokok juga menyebabkan meningkatnya kadar gula darah sebagai akibat

dari terjadinya resistensi insulin yang merupakan awal dari terjadinya diabetes

melitus tipe 2 (Norma J, 2007).

Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk

lainnya yang dihasilkan dari tanaman

Nicotiana Eabacum, Nicotiana rustica

dan

spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tas dengan atau tanpa

bahan tambahan (Kemenkes RI, 2010).

(60)

apabila merokok

≥1 batas dalam satu minggu. Sementara menurut Shiffman et.al

(2004) bahwa seseorang dikatakan merokok apabila mengkonsumsi rokok 1-5 batang

per hari, sedangkan yang dikatakan perokok berat apabila mengkonsumsi rokok

20-40 batang per hari. Aktif merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2

(Carole et.al, 2007).

Merokok dapat menyebabkan diabetes Mellitus karena aktivitas merokok

sangat mungkin menjadi penyebab dari resistensi insulin (penyebab diabetes tipe 2)

dan respon yang tidak cukup terhadap sekresi insulin. Merokok tidak hanya bisa

meningkatkan resiko seseorang terserang diabetes tipe 2 tetapi juga komplikasi

diabetes yang berbahaya. Komplikasi diabetes yang paling mematikan adalah tekanan

darah tinggi yang bisa menyebabkan penyakit jantung. Menurut sebuah penelitian di

Gambar

Tabel 2.1 (Lanjutan)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1 Desain Case Control
Tabel 3.7 Aspek Pengukuran Variabel Bebas dan Terikat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menyimpulkan bahwa, variabel riwayat keluarga memberikan kontribusi yang paling dominan terhadap peningkatan kejadian diabetes melitus tipe 2, dan didapat suatu

Dari hasil penelitian, keluhan yang paling muncul pada penderita Diabetes Melitus yang ada Dispepsia adalah nyeri ulu hati sebanyak 56 orang (90.3%).. Didapati bahwa

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE II PADA USIA.. KURANG DARI 45 TAHUN DI RSUD TUGUREJO

Mengetahui hubungan antara konsumsi kopi murni dengan kejadian. Diabetes Mellitus

Apakah riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥ 4.000 gram, riwayat keluarga menderita DM, dan riwayat hipertensi merupakan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe

Semakin tinggi kadar glukosa darah post prandial (GDPP) yang lebih tinggi, semakin rendah skor kualitas hidup mental penderita diabetes melitus tipe 2. Hubungan tersebut

Tesis yang berjudul “Pengaruh Lama Menderita Dan Neuropati Terhadap Fungsi Paru Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr Moewardi Surakarta” adalah karya penelitian

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya karya tulis yang berjudul “Kejadian Dispepsia pada penderita Diabetes