• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Gender

dan sudah dapat digunakan sebagai bahasa masyarakat. Menurut Mansour Fakih (1999) dalam Trisnaningsih (2004) pengertian gender yang pertama ditemukan dalam kamus adalah:

“Penggolongan secara gramatikal terhadap kata-kata benda dan kata-kata lain yang berkaitan dengannya, yang secara garis besar berhubungan dengan keberadaan dua jenis kelamin serta ketiadaan jenis kelamin atau kenetralan.”

Umar (1999) dalam Yusfi (2009) mengungkapkan berbagai pengertian gender antara lain sebagai berikut:

1. Di dalam Womens’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat.

2. Elaine Sdhowalter (1989) mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya. Ia menekannya sebagai konsep analisis (an analytic concept) yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu.

13 Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari sudut non-biologis, yaitu dari aspek sosial, budaya maupun psikologi.

2. Pandangan Gender

Pandangan mengenai gender dapat diklasifikasikan, pertama; kedalam dua model yaitu equity model dan complementary contribution model, kedua; kedalam dua stereotipe yaitu Sex Role Stereoypes dan Managerial Stereotypes. Model pertama mengasumsikan bahwa antara laki-laki dan wanita sebagai profesional adalah identik sehingga perlu ada satu cara yang sama dalam mengelola dan wanita harus diuraikan akses yang sama. Model kedua berasumsi bahwa antara laki-laki dan wanita mempunyai kemampuan yang berbeda sehingga perlu ada perbedaan dalam mengelola dan cara menilai, mencatat serta mengkombinasikan untuk menghasilkan suatu sinergi. Pengertian klasifikasi stereotype merupakan proses pengelompokan individu kedalam suatu kelompok, dan pemberian atribut karakteristik pada individu berdasarkan anggota kelompok. Sex role stereotypes dihubungkan dengan pandangan umum, bahwa laki-laki itu lebih berorientasi pada pekerjaan, obyektif, independen, agresif dan pada umumnya mempunyai kemampuan lebih dibandingkan wanita dalam pertanggungjawaban manajerial. Wanita di lain pihak dipandang lebih pasif, lembut, orientasi pada pertimbangan, lebih sensitif dan lebih rendah posisinya pada pertanggungjawaban dalam

14 organisasi dibandingkan laki-laki. Manajerial stereotypes memberikan pengertian manajer yang sukses, sebagai seseorang yang memiliki sikap, perilaku, dan temperamen yang umumnya lebih dimiliki laki-laki dibanding wanita.

Bidang akuntan publik merupakan salah satu bidang kerja yang paling sulit bagi wanita karena intensitas pekerjaan. Meski demikian, bidang ini adalah bidang yang sangat potensial terhadap perubahan, dan perubahan tersebut dapat meningkatkan lapangan pekerjaan bagi wanita. Sangat mudah untuk mengetahui mengapa jumlah wanita yang menjadi partner lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Salah satu alasan yang dikemukakannya adalah adanya kebudayaan yang diciptakan untuk laki-laki (patriarkhi), kemudian adanya stereotype tentang wanita, terutama adanya pendapat yang menyatakan, bahwa wanita mempunyai keterikatan (komitmen) pada keluarga, yang lebih besar daripada keterikatan (komitmen) terhadap karier.

3. Teori Gender

Sanderson (1995); Trisnawati (2003) dalam Yusfi (2009) mengemukakan bahwa beberapa teori dasar dalam membedah sekaligus membenarkan perbedaan sifat, posisi dan peran antara laki-laki dan perempuan adalah:

a. Teori Nature atau Kodrat Alam

Teori ini mengatakan bahwa secara biologis antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Perbedaan ini mengacu pada bentuk

15 fisik dan jenis kelamin. Perbedaan kodrat biologis ini berakibat pada perbedaan psikologis antara keduanya. Perempuan cenderung lebih halus, penyabar dan kasih sayang sedangkan laki-laki cenderung kasar dan egois.

b. Teori Nurture atau kebudayaan

Teori ini tidak setuju bahwa pemilahan posisi dan peran laki-laki dan perempuan merupakan kodrat alam namun pemilahan dan juga keunggulan laki-laki disebabkan karena elaborasi kebudayaan terhadap biologis masing-masing. Dengan demikian apa yang disebut sebagai sifat kelelakian dan keperempuanan merupakan hasil pemupukan melalui kebudayaan, lebih khususnya melalui pendidikan.

c. Teori Psikoanalisis

Teori ini ditemukan oleh Freud yang berpangkal pada penis evny (ciri kepada kelamin laki-laki). Anak perempuan ketika melihat kelamin laki-laki cenderung menjadi iri karena kelamin yang dimilikinya lebih kecil dibandingkan laki-laki. Akibatnya anak perempuan mengembangkan perasaan rendah diri bila berhadapan dengan laki-laki. d. Teori Fungsionalisme Struktural

Menurut teori ini, penyimpangan yang melanggar normal akan menghasilkan gejolak maka diperlukan harmoni dan integritas yang fungsional dapat ditegakkan di masyarakat. Pemilahan peran antar laki-laki dan perempuan seperti yang terjadi saat ini merupakan pengaturan yang paling baik untuk terwujudnya harmoni dalam masyarakat.

16 4. Perkembangan Gender

Secara fisiologis, laki-laki dan perempuan memang berbeda. Hal ini pula yang tampaknya diyakini sebagai penyebab perbedaan kepribadian antara keduanya. Perbedaan ini membuat ahli psikologi tertarik untuk mengkajinya lebih jauh. Ketertarikan ini semakin meningkat dengan adanya Women’s Liberation Movement.

Di dalam kehidupan sehari-hari, upaya membedakan laki-laki dan perempuan, baik didasari maupun tidak, telah berlangsung sejak bayi dilahirkan. Pembedaan tersebut antara dilakukan antara lain melalui pemilihan model dan warna pakaian, jenis permainan, dan pemberian ganjaran atau hukuman atas perilaku yang ditampilkan.

Beberapa aliran dalam psikologi menjelaskan perkembangan gender sesuai dengan pendekatan masing-masing. Teori psikaonalisa menjelaskan bahwa tercapainya pemahaman atas identitas gender diperoleh melalui mekanisme identifikasi yang dilakukan anak terhadap sosok orang tuanya. Identifikasi ini yang menjadi faktor penting dalam perkembangan kepribadian.

Namun, saat ini ahli psikologi lebih suka menjelaskan perkembangan gender melalui teori belajar-sosial (social-learning) dan kognitif. Menurut teori belajar-sosial, seorang anak mempelajari identitas dan peran gender sama saja dengan mempelajari perilaku lainnya, yaitu melalui proses mengamati dan meniru seorang model. Teori perkembangan kognitif menjelaskan bahwa seseorang akan mempelajari

17 dirinya sebagai laki-laki atau perempuan karena orang lain menyebutnya demikian. Selanjutnya dia akan belajar mengenai gender dengan cara memikirkan berbagai peristiwa yang dialaminya. Pada akhirnya anak akan mampu membedakan bahwa dirinya dan sekelompok anak lainnya berjenis kelamin tertentu dan anak lain berjenis kelamin yang berbeda, serta memilih peran jenis kelamin yang sesuai dengan dirinya (Diana Elfida dan Nanik, 2002).

Dokumen terkait