• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis perbedaan kepuasan kerja, motivasi dan prospek karier auditor berdasarkan pespektif gender : studi empiris auditor eksterual di kap jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis perbedaan kepuasan kerja, motivasi dan prospek karier auditor berdasarkan pespektif gender : studi empiris auditor eksterual di kap jakarta"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBEDAAN KEPUASAN KERJA, MOTIVASI,

DAN PROSPEK KARIER AUDITOR BERDASARKAN

PERSPEKTIF GENDER

(Studi Empiris Auditor Eksternal di KAP Jakarta)

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh:

Annisa Tahta Putri NIM: 106082002570

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

ANALISIS PERBEDAAN KEPUASAN KERJA, MOTIVASI,

DAN PROSPEK KARIER AUDITOR BERDASARKAN

PERSPEKTIF GENDER

(Studi Empiris Auditor Eksternal di KAP Jakarta)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Oleh:

Annisa Tahta Putri NIM: 106082002570

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Annisa Tahta Putri

2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Maret 1989

3. Alamat : Jl. Melati XII Blok B7 No. 9 Rt. 003/07 Taman Kedaung

Ciputat 15415

4. Telepon : (021) 94961107/085695131801

II. PENDIDIKAN

1. SDN Kedaung 1 Ciputat Tahun 1994-2000 2. SLTP PGRI 1 Ciputat Tahun 2000-2003 3. SMAN 1 Pamulang Tahun 2003-2006 4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006-2010 Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Jurusan Akuntansi

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Tahta Haika

2. Ibu : Supeni

5. Alamat : Jl. Melati XII Blok B7 No. 9 Rt. 003/07 Taman Kedaung

Ciputat 15415

(7)

vi

Analysis The Difference of Job Satisfaction, Motivation and Career Prospect of Auditors Based on Perspective Gender

(Empirical Study to external auditors at public accountant office in Jakarta)

By:

Annisa Tahta Putri

ABSTRACT

This research is to analyze the difference of job satisfaction, motivation and career prospect of male and female auditors at public accountant offices in Jakarta. Subjects in this research are auditors who work at public accountant offices in Jakarta. This research used sample 62 auditors, consist of 47 male auditors and 15 female auditors. This research used Convenience Sampling Method to collect sample and to examine the hypothesis used t-test analysis with a significance level of 5%. and performed additional tests to test variance using

Levene’s test (F test).

The result of this research showed that there were no difference of job satisfaction, motivation and career prospect among male and female auditors who work at public accountant offices in Jakarta.

(8)

vii

Analisis Perbedaan Kepuasan Kerja, Motivasi, dan Prospek Karier Auditor Berdasarkan Perspektif Gender

(Studi Empiris Auditor Eksternal di KAP Jakarta) Oleh:

Annisa Tahta Putri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kepuasan kerja, motivasi dan prospek karier auditor pria dan wanita di kantor akuntan publik Jakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah auditor-auditor yang bekerja di kantor akuntan publik Jakarta. Penelitian ini menggunakan sampel 62 auditor, terdiri dari 47 orang auditor pria dan 15 orang auditor wanita. Pengumpulan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling dan untuk menguji hipotesis digunakan alat analisis t-test dengan tingkat signifikansi 5%. dan dilakukan pengujian tambahan untuk melakukan uji variance dengan menggunakan alat uji Levene’s Test (Uji F).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kepuasan kerja, motivasi dan prospek karier antara auditor pria dan wanita yang bekerja di kantor akuntan publik di Jakarta.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robill’Aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

atas kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan taufik dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam terlimpahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan ajaran islam yang telah terbukti kebenarannya dan semakin terus terbukti kebenarannya.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat-syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan telah penulis hadapi. Berkat petunjuk dan hidayah dari Allah SWT, dukungan, bimbingan, serta bantuan dari bebagai pihak, sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Atas segala kerendahan dan ketulusan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, untuk Ayah dan Bunda yang selalu memberikan rasa cinta, perhatian, kasih sayang, motivasi dan membantu secara moral dan materi serta selalu mengiringi penulis melalui doa dan restu. Terima kasih atas semua yang Ayah Bunda berikan, semoga kelak Anis bisa membalas semua jasa kalian dengan yang lebih baik lagi. Tidak lupa juga untuk kakakku Rahman dan adik-adikku tersayang (Aam dan Adzan), yang selalu memberikan keceriaan dan dukungan buat teteh.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku pembimbing I dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah memberikan perhatian dan waktunya dengan segala profesionalitas dan kesabaran, semoga segala kebaikan dan ketulusan yang Bapak berikan menjadi amal shaleh.

(10)

ix

4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku Pudek (Pembantu dekan) 1 bidang akademik.

5. Bapak Afif Sulfa SE, M.Si, Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi dan Ibu Yessi Fitri SE, Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi.

6. Para penguji ujian komprehensif: Bapak Dr. Amilin, SE.,M.Si.,Ak, Ibu Yessi Fitri, SE.,Ak.,M.Si, dan Ibu Reskino, SE.,Ak.,M.Si.

7. Para penguji ujian skripsi: Bapak Dr. Amilin, SE.,M.Si.,Ak dan Ibu Fitri Damayanti, SE., M.Si.

8. Semua dosen yang telah memberikan ilmunya yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu, semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak dan Ibu.

9. Seluruh jajaran staf Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, terima kasih atas bantuan, kemudahan, perhatian, dan pelayanan yang telah diberikan.

10. Para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik yang berada di Jakarta, selaku responden, terima kasih atas kesediaan waktu dan bantuannya dalam mengisi kuesioner.

11. Sahabat-sahabat tecinta dan semua teman seperjuangan Akuntansi 2006, Alfa Yunita, Ayu Wulandari Hananingrum, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu, terima kasih telah memberikan rasa kebersamaan, keakraban, kepedulian dan silaturahmi yang telah terjalin selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna dan masih belum lengkap. Demi menyempurnakan dan melengkapi skripsi ini, penulis berharap koreksi dan saran karena penulis yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang membutuhkannya.

Jakarta, 28 Juni 2010

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ………. ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ……… iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ……… iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………. v

ABSTRACT ………... vi

ABSTRAK ……….. vii

KATA PENGANTAR ………... viii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN………. xv

BAB I PENDAHULUAN…….………. 1

A. Latar Belakang Penelitian ………. 1

B. Perumusan Masalah ……….. 9

C. Tujuan Penelitian ……….. 10

D. Manfaat Penelitian ……… 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 12

A.Gender ………... 12

1. Pengertian Gender ……… 12

2. Pandangan Gender ……… 13

3. Teori Gender ………. 14

4. Perkembangan Gender ……….. 16

B.Kepuasan Kerja ………. 17

C.Motivasi ………. 21

(12)

xi

E. Penelitian Terdahulu ………. 37

F. Kerangka Pemikiran ……….. 41

G.Keterkaitan Antar Variabel ………... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 45

A.Ruang Lingkup Penelitian ………. 45

B.Metode Penentuan Sampel ……… 45

1. Populasi dan Sampel ………. 45

2. Teknik Penentuan Sampel ……… 45

C.Metode Pengumpulan Data ………... 46

1. Data Primer ………... 46

2. Data Sekunder ……….. 47

D.Metode Analisis Data ……… 47

1. Uji Normalitas Data ……… 47

2. Analisis Statistik Deskriptif ……… 47

3. Uji Kualitas Data ………. 48

a. Uji Validitas ………. 48

b. Uji Reliabilitas ………. 48

4. Uji Hipotesis ………. 49

a. Independen Sampel t test ………. 49

E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ……….. 50

1. Variabel Independen ………. 50

2. Variabel Dependen ………... 51

3. Operasional Variabel ……… 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 54

A.Gambaran Umum Sampel Penelitian ……… 54

1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 54

2. Karakteristik Responden ……….. 56

3. Uji Normalitas data ………... 59

(13)

xii

B.Analisis Uji Kualitas Data ………. 63

1. Hasil Uji Validitas ……… 63

2. Hasil Uji Reliabilitas ……… 64

3. Hipotesis ………... 65

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ……… 75

A.Kesimpulan ………... 75

B.Implikasi ……… 75

C.Keterbatasan ……….. 76

D.Saran ………... 77

DAFTAR PUSTAKA……… 79

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 37

Tabel 3.1 Operasional Variabel... 52

Tabel 4.1 Data Kantor Akuntan Publik ... 54

Tabel 4.2 Data Penyebaran Kuesioner ... 55

Tabel 4.3 Sampel dan Tingkat Pengembalian ... 56

Tabel 4.4 Jenis Kelamin Responden ... 57

Tabel 4.5 Pendidikan Terakhir Responden ... 57

Tabel 4.6 Umur Responden ... 58

Tabel 4.7 Lama Bekerja Responden ... 58

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Kepuasan Kerja ... 59

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Motivasi ... 60

Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Prospek Karier ... 61

Tabel 4.11 Deskripsi Responden ... 62

Tabel 4.12 Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja ... 63

Tabel 4.13 Uji Validitas Variabel Motivasi ... 63

Tabel 4.14 Uji Validitas Variabel Prospek Karier ... 64

Tabel 4.15 Uji Reliabilitas Kepuasan Kerja ... 64

Tabel 4.16 Uji Reliabilitas Motivasi ... 65

Tabel 4.17 Uji Reliabilitas Prospek Karier ... 65

Tabel 4.18 Hasil Rata-rata untuk Hipotesis 1 ... 66

Tabel 4.19 Hasil Independen Sampel t test Kepuasan Kerja ... 66

Tabel 4.20 Hasil Rata-rata untuk Hipotesis 2 ... 69

Tabel 4.21 Hasil Independen Sampel t test Motivasi ... 69

Tabel 4.22 Hasil Rata-rata untuk Hipotesis 3 ... 71

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Motivasi Dasar ... 23

Gambar 2.2 Hierarki Kebutuhan Manusia Menurut Maslow ... 25

Gambar 2.3 Jenjang Karier Auditor di KAP ……….. 32

Gambar 2.4 Model Penelitian ... 41

Gambar 4.1 Grafik Histogram Normalitas Kepuasan Kerja ... 59

Gambar 4.2 Grafik Histogram Normalitas Motivasi ... 60

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Kuesioner ... 84

Lampiran 2 Daftar Jawaban Responden ... 88

Lampiran 3 Hasil Uji Normalitas Data ... 90

Lampiran 4 Hasil Uji Deskriptif ... 92

Lampiran 5 Hasil Perhitungan Reliabilitas ... 93

Lampiran 6 Hasil Perhitungan Validitas ... 97

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan dunia usaha saat ini semakin pesat di Indonesia.

Perkembangan tersebut mengakibatkan permintaan akan audit laporan

keuangan juga semakin meningkat. Kebutuhan akan adanya pemeriksaan

laporan keuangan oleh akuntan publik tidak dapat dielakkan lagi, justru

menjadi kebutuhan utama sebelum para pengambil kebijakan mengambil

keputusan. Auditor menjadi profesi yang dipercayakan oleh banyak orang

untuk pemeriksaan laporan keuangan yang diberikan. Hasil audit atas

perusahaan publik mempunyai konsekuensi dan tanggung jawab yang besar.

Adanya tanggung jawab yang besar tersebut memacu auditor untuk bekerja

secara lebih profesional. Gambaran auditor yang profesional dicerminkan

dalam lima dimensi oleh Hall R (1968) dalam Arleen Herawaty dan Yulius

Kurnia Susanto (2009), yaitu: (1) pengabdian pada profesi, (2) kewajiban

sosial, (3) kemandirian, (4) kepercayaan terhadap peraturan profesi, (5)

hubungan dengan rekan seprofesi. Auditor yang memiliki profesionalisme

yang tinggi akan memberikan kontribusi yang dapat dipercaya oleh para

pengambil keputusan.

Hasil kualitas kerja auditor sangat dipengaruhi oleh karakteristik

individu masing-masing akuntan. Karakteristik individu tersebut salah

satunya adalah jenis kelamin yang telah membedakan individu sebagai sifat

(18)

2 dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada

pengakuan bahwa, ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh diskriminasi

struktural dan kelembagaan. Perbedaan hakiki yang menyangkut jenis

kelamin tidak dapat diganggu gugat (misalnya secara biologis wanita

mengandung), perbedaan peran gender dapat diubah karena bertumpu pada

faktor-faktor sosial dan sejarah.

Wanita yang sebagaimana kita ketahui, selalu berada di posisi yang

rendah. Masih banyak dari masyarakat kita yang memandang wanita sebagai

kaum lemah. Banyak juga wanita-wanita yang menjadi korban kekerasan

domestik, pemerkosaan, dan diskriminasi karena perbedaan gender. Persepsi

masyarakat tentang ketidakmampuan wanita memegang peran yang seimbang

dengan kaum pria, sangat merendahkan nilai diri dari kaum wanita. Sehingga,

mereka merasa tidak percaya diri dan percaya bahwa wanita memang sudah

seharusnya bekerja di dapur atau hanya mengurusi urusan rumah tangga.

Belum begitu banyak jumlah wanita-wanita yang telah berani dan berhasil

berada di posisi yang seimbang dengan kaum pria, seperti memegang peran di

dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan. Kesulitan seorang

wanita untuk mendapatkan kedudukan di tempat kerjanya juga merupakan

masalah yang sering kita hadapi. Penilaian dan pandangan masyarakat yang

merendahkan kaum wanita, sangat mempengaruhi terhadap bidang pekerjaan

yang bisa didapatkan oleh mereka. Sepertinya wanita tidak mampu

memegang peranan penting di tempat kerjanya. Suatu studi yang dilakukan

(19)

3 Patricia Funk (2010) ditemukan bahwa persentase direktur wanita di

Australia, Kanada, Jepang, dan Eropa diperkirakan masing-masing 8,7%;

10,6%; 0,4%; dan 8%. Penelitian tersebut membuktikan bahwa masih

sedikitnya wanita yang memegang jabatan penting di tempat kerjanya.

Sewaktu pemilihan Presiden di Indonesia masyarakat kita berargumentasi

tentang pantas atau tidaknya, mampu atau tidaknya seorang wanita menjadi

seorang pemimpin Negara, dimana sebenarnya peranan wanita atau sisi

feminine sangat penting peranannya di segala bidang. Karena kita

membutuhkan keseimbangan dari sisi maskulin dan feminin untuk

mendapatkan hasil yang maksimal dan berkualitas.

Terminologi gender dalam ilmu-ilmu sosial, diperkenalkan sebagai

acuan kepada perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita tanpa

konotasi-konotasi yang sepenuhnya bersifat biologis (Mandy Macdonald et al, 1997

dalam Trisnaningsih, 2004). Rumusan gender yang ini merujuk kepada

perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita yang merupakan bentuk sosial,

perbedaan-perbedaan yang tetap muncul meskipun tidak disebabkan oleh

perbedaan-perbedaan biologis yang menyangkut jenis kelamin. Rumusan

ilmu-ilmu sosial juga mengenal istilah hubungan-hubungan gender yang

merupakan sekumpulan aturan-aturan, tradisi-tradisi, dan

hubungan-hubungan sosial timbal-balik dalam masyarakat dan dalam kebudayaan, yang

menentukan pembagian kekuasaan diantara laki-laki dan wanita. Sedangkan

(20)

4 pembelajaran, bukan sesuatu yang berasal dari dalam diri sendiri secara

alamiah atau takdir yang tak bisa dipengaruhi oleh manusia.

Sejarah perbedaan gender antara pria dan wanita terjadi melalui proses

yang sangat panjang. Terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh

banyak hal, diantaranya akibat dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan

dikonstruksi secara sosial, kultural, atau melalui ajaran agama maupun

negara. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang

tidak melahirkan ketidakadilan gender. Persoalannya justru muncul ketika

perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi pria

maupun wanita. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana,

baik kaum pria maupun wanita menjadi korban dari sistem tersebut.

Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk, yakni :

marginalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi dalam pengambilan

keputusan, dan diskriminasi (Fakih, 1996 dalam Trisnaningsih, 2004).

Bidang akuntan publik sendiri sebagai salah satu bidang yang tidak

terlepas dari diskriminasi gender karena sebagai salah satu profesi yang sulit

bagi wanita dilihat dari intensitas pekerjaannya (Schwartz, 1996 dalam

Trisnaningsih, 2004). Suatu studi yang dilakukan oleh Walkup dan Fenzau du

tahun 1980 dalam Yusfi (2009), ditemukan bahwa 41% dari responden yang

mereka teliti, yaitu para akuntan publik perempuan telah meninggalkan

kariernya di kantor akuntan publik karena merasakan adanya bentuk-bentuk

diskriminasi yang telah mempengaruhi karier mereka. Sebaliknya hanya 28%

(21)

5 adanya diskriminasi. Dalam sutau studi yang dilakukan oleh Lehman (1992)

dalam Yulianto (2009) menunjukkan bahwa KAP, profesi auditor perempuan

yang bekerja pada bidang pajak sebanyak 48%, bidang audit 47%. Dari

keseluruhan responden sebagian besar tidak pernah berpindah tempat kerja

sejak awal karier mereka. Hal ini karena banyak KAP lain berusaha

menghindari dalam menerima auditor perempuan meskipun ada sebagian

yang masih merekrutnya dengan alasan bahwa auditor perempuan harus

bekerja di lingkungan laki-laki. Auditor perempuan menghadapi kendala

bahwa sebagian klien menolak dilayani oleh auditor perempuan dan adanya

pembatasan bagi manajemen bahwa perempuan tidak memungkinkan

ditugaskan dilapangan.

Berdasarkan data ILO tahun 2002 dalam Trisnawati (2007), jumlah

auditor di Indonesia adalah 24.475 orang. Jumlah ini mengalami

perkembangan yang cukup pesat jika dibandingkan dengan jumlah auditor di

Indonesia pada tahun 1990 yaitu sejumlah 9.533 orang atau terjadi kenaikan

sebanyak 156%. Walaupun wanita merasakan adanya bentuk-bentuk

diskriminasi tetapi peranan wanita dalam pekerjaan ini menunjukkan jumlah

yang meningkat. Pada tahun 1990 jumlah auditor wanita sebanyak 2.447

orang dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 7.590 orang atau meningkat

sebesar 237%. Dari keseluruhan jumlah auditor, 31% diantaranya adalah

auditor wanita. Sedangkan jumlah akuntan publik di Indonesia pada tahun

2008 menurut data IAPI yang memegang izin praktik sebanyak 866 orang,

(22)

6 ini menurut data IAPI yang menjadi pimpinan di KAP di Indonesia untuk pria

sekitar 87%, sedangkan wanita sekitar 13%. Dapat disimpulkan bahwa

rata-rata wanita yang menjadi pimpinan KAP masih relatif sedikit jumlahnya

dengan pria.

Masuknya wanita di pasar kerja pada saat ini menunjukkan jumlah

yang semakin besar, sehingga meskipun jumlah wanita karier meningkat

secara signifikan, adanya diskriminasi terhadap wanita tetap menjadi suatu

masalah yang cukup besar. Terdapat suatu stereotype tentang wanita

mengenai anggapan yang menyatakan bahwa wanita mempunyai keterikatan

(komitmen) yang lebih besar pada keluarga daripada keterikatan (komitmen)

terhadap karier. Antara keluarga dan pekerjaan (karier) dapat menimbulkan

konflik, konflik tersebut dinamakan “work-family confict”. Greenhauss dan

Beutell (1985) dalam Anisa Romadaniati dan Joko Suyono (2008)

mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk konflik interrole dimana

tekanan datang dari kerja dan keberadaan keluarga yang tidak bisa saling

melengkapi. Mereka menyebutkan bahwa work-family conflict bisa jadi

merupakan halangan untuk meraih keefektifan dan kepuasan dalam

kehidupan seseorang. Wanita dikatakan lebih menghadapi konflik tersebut

karena mereka mempunyai tanggung jawab moral peran mereka sebagai ibu

yang mengurusi anak-anak dan suami. Sampai sekitar akhir tahun 1970 an,

wanita seolah menghilang dari dunia perekonomian, baik sebagai manajer

ataupun pengusaha (Kim dan Ling, 2001 dalam Anisa Romadaniati dan Joko

(23)

7 lebih berorientasi pada pekerjaan, obyektif, independen, agresif, dan pada

umumnya mempunyai kemampuan lebih dibandingkan wanita dalam

pertanggungjawaban manajerial. Sementara wanita dipandang lebih pasif,

lembut, orientasi pada pertimbangan, lebih sensitif dan lebih rendah posisinya

pada pertanggungjawaban dalam organisasi dibandingkan laki-laki.

Auditor wanita mungkin menjadi subyek bias negatif tempat kerja

sebagai konsekuensi anggapan auditor KAP adalah profesi stereotype

laki-laki. Dua penjelasan efek negatif dari stereotype gender pada auditor wanita

adalah situation-centered dan person-centered (Maupin, 1993 dalam

Trisnaningsih, 2004). Situation-centered merupakan pandangan yang

menganggap bahwa penerimaan terhadap budaya Kantor Akuntan Publik

merupakan hal penting yang menentukan pengembangan karir yang

profesional. Person-centered merupakan pandangan tentang bias gender yang

berdasarkan Sex-Role Inventory-nya. Pada umumnya mayoritas pria penganut

person-centered, menjadi penyebab rendahnya kesempatan berkembang bagi

karir auditor wanita, sehingga mereka meyakini dengan karakteristik personal

male stereotyped sebagai penyebab berkurangnya kesempatan bekerja bagi

auditor wanita.

Penelitian mengenai perbedaan kepuasan kerja antara auditor pria dan

wanita dalam KAP telah dilakukan oleh Trisnaningsih (2004). Dari hasil

penelitian tersebut tentang kepuasan kerja menunujukkan bahwa adanya

perbedaan antara auditor pria dan wanita. Nurasnida (2008) juga meneliti

(24)

8 dengan Trisnaningsih (2004), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan kepuasan kerja antara auditor pria dan wanita. begitu juga

dengan penelitian yang dilakukan oleh Yamti (2003) terhadap auditor pria

dan wanita pada perwakilan BPKP Propinsi Jawa Tengah, yang menunjukkan

bahwa tidak terdapat perbedaan personalitas dalam hal kepuasan kerja antara

auditor pria dan wanita.

Motivasi menurut penelitian Trisnaningsih (2004) menunjukkan

bahwa tidak terdapat perbedaan antara auditor pria dan wanita. Begitu juga

menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahim Abdurahim (2000) yang

mengemukakan adanya kesetaraan motivasi kerja pada akuntan pendidik

laki-laki dan wanita. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Santosa

(2001) tentang motivasi terhadap auditor pria dan wanita pada BPKP Propinsi

Jawa Tengah menunjukkan hasil yang berbeda yaitu terdapat perbedaan

antara auditor pria dan wanita.

Hasil penelitian tentang prospek karier telah diteliti oleh Yeni Kuntari

dan Indra Wijaya Kusuma (2001); Murtanto dan Mery Andryani (2005),

dalam penelitiannya tersebut prospek karier ialah sebagai salah satu aspek

dari hasil karier yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prospek karier

yang dimiliki antara auditor pria dan auditor wanita.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Trisnaningsih

(2004), Nurasnida (2008), Yamti (2003), Santosa (2001), Ahim Abdurahim

(25)

9 Mery Andryani (2005). Adapun yang menjadi perbedaan dari penelitian

sebelumnya adalah:

1. Periode penelitian

Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2000, 2001, 2003, 2004,

2005, dan 2008 sedangkan penelitian ini dilakukan pada tahun 2010.

2. Responden penelitian

Pada penelitian sebelumnya responden yang digunakan adalah para

akuntan pendidik pria dan wanita dari beberapa perguruan tinggi di

Indonesia, auditor BPKP Propinsi Jawa Tengah, dan auditor yang bekerja

pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur dan Kantor Akuntan Publik di

Jakarta, sedangkan responden pada penelitian ini adalah auditor eksternal

pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin mengadakan

kajian lebih lanjut dengan penelitian yang berjudul “Analisis Perbedaan

Kepuasan Kerja, Motivasi, dan Prospek Karier Auditor Berdasarkan Perspektif Gender Pada Kantor Akuntan Publik Di Jakarta.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan kepuasan kerja antara auditor pria dan auditor

wanita?

2. Apakah terdapat perbedaan motivasi antara auditor pria dan auditor

(26)

10

3. Apakah terdapat perbedaan prospek karier antara auditor pria dan auditor

wanita?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis perbedaan kepuasan kerja antara auditor pria dan

auditor wanita.

2. Untuk menganalisis perbedaan motivasi antara auditor pria dan auditor

wanita.

3. Untuk menganalisis perbedaan prospek karier antara auditor pria dan

auditor wanita.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat diantaranya:

1. Bagi Kantor Akuntan Publik (KAP)

Penelitian ini hendaknya menjadi acuan bagi KAP di dalam membina

lingkungan kerja yang baik dengan staff akuntan pria dan akuntan wanita,

serta memberikan toleransi terhadap akuntan wanita terutama akuntan

wanita yang telah menikah untuk tetap dapat melakukan tanggung

jawabnya terhadap keluarganya tanpa harus meninggalkan kariernya.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan masukan

bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti kembali mengenai

perbedaan kepuasan kerja, motivasi, dan prospek karier auditor

(27)

11 3. Bagi penulis

Penelitian ini digunakan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana

ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, serta untuk memperluas dan memperdalam

(28)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gender

1. Pengertian Gender

Secara bahasa gender berasal dari bahasa Inggris, gender yang

berarti jenis kelamin. Namun sekarang gender menjadi bahasa Indonesia

dan sudah dapat digunakan sebagai bahasa masyarakat. Menurut Mansour

Fakih (1999) dalam Trisnaningsih (2004) pengertian gender yang pertama

ditemukan dalam kamus adalah:

“Penggolongan secara gramatikal terhadap kata-kata benda dan kata-kata lain yang berkaitan dengannya, yang secara garis besar berhubungan dengan keberadaan dua jenis kelamin serta ketiadaan jenis kelamin atau kenetralan.”

Umar (1999) dalam Yusfi (2009) mengungkapkan berbagai

pengertian gender antara lain sebagai berikut:

1. Di dalam Womens’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender

adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan

(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik

emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di

masyarakat.

2. Elaine Sdhowalter (1989) mengartikan gender lebih dari sekedar

pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial

budaya. Ia menekannya sebagai konsep analisis (an analytic concept)

(29)

13 Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu

konsep analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan

laki-laki dan perempuan dilihat dari sudut non-biologis, yaitu dari aspek sosial,

budaya maupun psikologi.

2. Pandangan Gender

Pandangan mengenai gender dapat diklasifikasikan, pertama;

kedalam dua model yaitu equity model dan complementary contribution

model, kedua; kedalam dua stereotipe yaitu Sex Role Stereoypes dan

Managerial Stereotypes. Model pertama mengasumsikan bahwa antara

laki-laki dan wanita sebagai profesional adalah identik sehingga perlu ada

satu cara yang sama dalam mengelola dan wanita harus diuraikan akses

yang sama. Model kedua berasumsi bahwa antara laki-laki dan wanita

mempunyai kemampuan yang berbeda sehingga perlu ada perbedaan

dalam mengelola dan cara menilai, mencatat serta mengkombinasikan

untuk menghasilkan suatu sinergi. Pengertian klasifikasi stereotype

merupakan proses pengelompokan individu kedalam suatu kelompok, dan

pemberian atribut karakteristik pada individu berdasarkan anggota

kelompok. Sex role stereotypes dihubungkan dengan pandangan umum,

bahwa laki-laki itu lebih berorientasi pada pekerjaan, obyektif,

independen, agresif dan pada umumnya mempunyai kemampuan lebih

dibandingkan wanita dalam pertanggungjawaban manajerial. Wanita di

lain pihak dipandang lebih pasif, lembut, orientasi pada pertimbangan,

(30)

14 organisasi dibandingkan laki-laki. Manajerial stereotypes memberikan

pengertian manajer yang sukses, sebagai seseorang yang memiliki sikap,

perilaku, dan temperamen yang umumnya lebih dimiliki laki-laki

dibanding wanita.

Bidang akuntan publik merupakan salah satu bidang kerja yang

paling sulit bagi wanita karena intensitas pekerjaan. Meski demikian,

bidang ini adalah bidang yang sangat potensial terhadap perubahan, dan

perubahan tersebut dapat meningkatkan lapangan pekerjaan bagi wanita.

Sangat mudah untuk mengetahui mengapa jumlah wanita yang menjadi

partner lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Salah satu alasan yang

dikemukakannya adalah adanya kebudayaan yang diciptakan untuk

laki-laki (patriarkhi), kemudian adanya stereotype tentang wanita, terutama

adanya pendapat yang menyatakan, bahwa wanita mempunyai keterikatan

(komitmen) pada keluarga, yang lebih besar daripada keterikatan

(komitmen) terhadap karier.

3. Teori Gender

Sanderson (1995); Trisnawati (2003) dalam Yusfi (2009)

mengemukakan bahwa beberapa teori dasar dalam membedah sekaligus

membenarkan perbedaan sifat, posisi dan peran antara laki-laki dan

perempuan adalah:

a. Teori Nature atau Kodrat Alam

Teori ini mengatakan bahwa secara biologis antara laki-laki dan

(31)

15 fisik dan jenis kelamin. Perbedaan kodrat biologis ini berakibat pada

perbedaan psikologis antara keduanya. Perempuan cenderung lebih

halus, penyabar dan kasih sayang sedangkan laki-laki cenderung kasar

dan egois.

b. Teori Nurture atau kebudayaan

Teori ini tidak setuju bahwa pemilahan posisi dan peran laki-laki dan

perempuan merupakan kodrat alam namun pemilahan dan juga

keunggulan laki-laki disebabkan karena elaborasi kebudayaan terhadap

biologis masing-masing. Dengan demikian apa yang disebut sebagai

sifat kelelakian dan keperempuanan merupakan hasil pemupukan

melalui kebudayaan, lebih khususnya melalui pendidikan.

c. Teori Psikoanalisis

Teori ini ditemukan oleh Freud yang berpangkal pada penis evny (ciri

kepada kelamin laki-laki). Anak perempuan ketika melihat kelamin

laki-laki cenderung menjadi iri karena kelamin yang dimilikinya lebih

kecil dibandingkan laki-laki. Akibatnya anak perempuan

mengembangkan perasaan rendah diri bila berhadapan dengan laki-laki.

d. Teori Fungsionalisme Struktural

Menurut teori ini, penyimpangan yang melanggar normal akan

menghasilkan gejolak maka diperlukan harmoni dan integritas yang

fungsional dapat ditegakkan di masyarakat. Pemilahan peran antar

laki-laki dan perempuan seperti yang terjadi saat ini merupakan pengaturan

(32)

16 4. Perkembangan Gender

Secara fisiologis, laki-laki dan perempuan memang berbeda. Hal

ini pula yang tampaknya diyakini sebagai penyebab perbedaan kepribadian

antara keduanya. Perbedaan ini membuat ahli psikologi tertarik untuk

mengkajinya lebih jauh. Ketertarikan ini semakin meningkat dengan

adanya Women’s Liberation Movement.

Di dalam kehidupan sehari-hari, upaya membedakan laki-laki dan

perempuan, baik didasari maupun tidak, telah berlangsung sejak bayi

dilahirkan. Pembedaan tersebut antara dilakukan antara lain melalui

pemilihan model dan warna pakaian, jenis permainan, dan pemberian

ganjaran atau hukuman atas perilaku yang ditampilkan.

Beberapa aliran dalam psikologi menjelaskan perkembangan

gender sesuai dengan pendekatan masing-masing. Teori psikaonalisa

menjelaskan bahwa tercapainya pemahaman atas identitas gender

diperoleh melalui mekanisme identifikasi yang dilakukan anak terhadap

sosok orang tuanya. Identifikasi ini yang menjadi faktor penting dalam

perkembangan kepribadian.

Namun, saat ini ahli psikologi lebih suka menjelaskan

perkembangan gender melalui teori belajar-sosial (social-learning) dan

kognitif. Menurut teori belajar-sosial, seorang anak mempelajari identitas

dan peran gender sama saja dengan mempelajari perilaku lainnya, yaitu

melalui proses mengamati dan meniru seorang model. Teori

(33)

17 dirinya sebagai laki-laki atau perempuan karena orang lain menyebutnya

demikian. Selanjutnya dia akan belajar mengenai gender dengan cara

memikirkan berbagai peristiwa yang dialaminya. Pada akhirnya anak akan

mampu membedakan bahwa dirinya dan sekelompok anak lainnya berjenis

kelamin tertentu dan anak lain berjenis kelamin yang berbeda, serta

memilih peran jenis kelamin yang sesuai dengan dirinya (Diana Elfida dan

Nanik, 2002).

B. Kepuasan Kerja

Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.

Setiap individu akan mengalami tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan karena

adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak

aspek-aspek dalam pekerjaaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut,

maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya, dan sebaliknya.

Menurut Mowday, Steers dan Porter (1982) dalam Guntur Ujianto dan

Syafarudin Alwi (2005) karyawan dengan kepuasan kerja akan menunjukkan

kinerja yang baik, prestasi kerja meningkat, absensi rendah, dan tetap setia

terhadap tempat kerja. Kepuasan kerja yang tinggi sangat mempengaruhi

kondisi kerja yang positif dan dinamis sehingga mampu memberikan

keuntungan nyata, tidak hanya bagi perusahaan atau organisasi tetapi juga

(34)

18 Beberapa definisi dari kepuasan kerja ialah sebagai berikut:

1. Menurut Davis & Newstorm (2003:105): Kepuasan Kerja adalah

seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya

pekerjaan mereka.

2. Menurut Robbins (1996) dalam Trisnaningsih (2004):

“Kepuasan kerja adalah suatu sikap seseorang terhadap pekerjaan sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima.”

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah

perasaan seseorang atau sikap seseorang tentang pekerjaannya menyenangkan

atau tidak dengan membedakan antara banyaknya ganjaran yang diterima

pekerja dan banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima

Luthans (1995) dalam Trisnaningsih (2004) juga menyatakan bahwa

kepuasan kerja memiliki tiga dimensi, yaitu:

a. Bahwa kepuasan kerja tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diduga.

b. Kepuasan kerja sering ditentukan oleh sejauhmana hasil kerja memenuhi

atau melebihi harapan seseorang.

c. Kepuasan kerja mencerminkan hubungan dengan berbagai sikap lainnya

daripada individual.

Menurut Lawler (1973) dalam Dwarawati (2005) ada beberapa teori

mengenai kepuasan kerja, antara lain:

1. Discrepancy Theory

Teori ini mengatakan bahwa kepuasan ditentukan oleh perbedaan

(35)

19 mengenai outcome level yang seharusnya dia diterima. Menurut teori ini,

apa yang diterima sebaiknya dibandingkan dengan outcome level yang lain

dan ketika ada perbedaan – ketika hasil yang diterima dibawah outcome

level yang lain – menghasilkan ketidakpuasan. Apabila hasil yang diterima

lebih besar dari yang diinginkan, maka akan menghasilkan kepuasan.

2. Equity Theory

Equity Theory menekankan pada keseimbangan input dan outcome

orang lain penting dalam menentukan bagaimana seseorang akan menilai

keadilan dari keseimbangan input dan outcome-nya sendiri. Teori ini

berpendapat bahwa seseorang menilai keadilan keseimbangan input dan

outcome-nya sendiri dengan keseimbangan input dan outcome orang lain

yang mereka bandingkan menurut persepsi mereka. Kepuasan ditentukan

oleh rasio dari apa yang diterima seseorang dari pekerjaannya

berhubungan dengan apa yang dia lakukan pada pekerjaannya.

3. Two-Factor Theory

Faktor-faktor seperti pencapaian prestasi, pengakuan, pekerjaan itu

sendiri dan tanggung jawab mempunyai hubungan dengan perasaan puas

seseorang, sedangkan kondisi kerja, hubungan interpersonal, supervisi dan

kebijakan perusahaan biasanya berhubungan dengan perasaan tidak puas

seseorang.

Douglas McGregor (1960) dalam Kismono (2004:192)

mengemukakan Theory X yang didasarkan pada sifat-sifat manusia.

(36)

20 1. Rata-rata orang mempunyai sifat tidak suka pada pekerjaan dan akan

menghindarinya jika memungkinkan.

2. Karena ketidaksukaan tersebut, banyak orang harus dipaksa, dikontrol,

diperintah dan diancam dengan hukuman supaya mereka bekerja cukup

keras untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Rata-rata orang lebih suka diperintah, berharap untuk menghindari

tanggung jawab, mempunyai ambisi yang relatif kecil dan yang terutama

menginginkan keamanan.

Teori X menggambarkan tabiat atau sifat manusia akan ketidaksukaan

pada pekerjaan begitu besar bahkan kesanggupan pemberian kompensasi

tidak akan mengatasi hal tersebut. Selain Teori X, McGregor (1960) dalam

Kismono (2004:192) juga mengemukakan Theory Y yang menekankan

kebutuhan dengan membiarkan karyawan menggunakan talentanya untuk

mencapai kepuasan kerja dan mencapai tujuan organisasi pada waktu yang

sama. Asumsi-asumsi Teori Y tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mencurahkan usaha secara fisik dan mental dalam pekerjaan adalah biasa

dalam bekerja atau istirahat.

2. Kontrol eksternal dan ancaman hukuman bukan satu-satunya jalan untuk

membuat orang bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Orang akan

melakukan self direction dan self-control untuk tujuan-tujuan yang mereka

sepakati.

3. Komitmen pada tujuan tergantung pada hubungan kompensasi dengan

(37)

21 4. Pada kondisi yang benar, rata-rata orang mempelajari tidak hanya untuk

menerima tetapi juga mencari tanggung jawab.

5. Banyak orang mempunyai tingkat imajinasi, kepintaran dan kreativitas

yang tinggi dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi.

6. Intelektualitas rata-rata orang yang potensial hanya sebagian dimanfaatkan

pada kondisi kehidupan industrial modern.

Karyawan dalam Teori X menurut Douglas (1960) dalam Kismono

(2004:192), malas dan tidak mau bekerja, dan harus dibujuk agar

mengerjakan kewajibannya kepada perusahaan. Jadi, manajemen berdasarkan

pendekatan Teori X akan melakukan pendekatan terhadap organisasi dalam

bentuk struktur pekerjaan, pengawasan yang ketat dan imbal jasa atas kinerja

yang baik.

Pada Teori Y, karyawan diikutsertakan dalam pembuatan keputusan

karena hal tersebut penting dan berhubungan dengan pekerjaan seseorang.

Pemberian otonomi yang lebih besar kepada karyawan melalui tugas atau

pekerjaan yang spesifik adalah penting pada proses motivasi karyawan. Peran

manajemen pada teori ini adalah tidak untuk memanipulasi karyawan tetapi

untuk menciptakan atmosfir dimana karyawan dapat menggunakan komitmen

dan keterlibatan mereka untuk memuaskan kebutuhan mereka sebaik hal

tersebut pada organisasi.

C. Motivasi

Setiap orang memiliki karakteristik serta pengalaman yang

(38)

22 tidak sadar tentang hal tersebut. Beberapa definisi motivasi ialah sebagai

berikut:

1. Menurut Robbins (2008:208): Motivasi adalah kesediaan untuk

mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang

dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa

kebutuhan individual.

2. Reksohadiprodjo (1990) dalam Trisnaningsih (2004): Motivasi adalah

keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu

untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah

kesediaan seseorang untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk tujuan

organisasi dengan melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dan upayanya

tersebut juga dapat memenuhi kebutuhannya.

Motivasi menyangkut “masalah” di dalam diri karyawan, bukan

persoalan yang secara ekplisit dapat digambarkan dan diselesaikan. Aspek

utama dalam motivasi ialah individu dan kebutuhan. Kebutuhan adalah

kekurangan yang dirasakan oleh individu pada saat-saat tertentu sehingga

menciptakan rangsangan untuk menginginkan sesuatu. Kekurangan tersebut

dapat berupa kekurangan secara fisik, psikologis, sosial, dan lain-lain. Akibat

adanya kekurangan tersebut maka muncul kebutuhan sebagai respon dari apa

yang sedang terjadi. Proses selanjutnya adalah apabila kebutuhan itu muncul,

maka individu yang memiliki kebutuhan tersebut akan berusaha untuk

(39)

23 Dalam beberapa diskusi mengenai motivasi, hal penting dari

tujuan-tujuan individu adalah kenyataan atau realitas. Secara jelas dapat diperinci

sebagai berikut. Individu merasa kekurangan akan sesuatu, kemudian

individu tersebut berusaha mencari jalan keluar untuk memenuhi kekurangan

tersebut. Langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan yang hendak dicapai

dan melakukan evaluasi kemampuan diri untuk melengkapi

persyaratan-persyaratan dalam mencapi tujuan tersebut. Dari hal itu kemudian akan

diketahui apakah individu akan memperoleh hadiah atau hukuman dari

pencapaian tujuan atau tidak. Hal terakhir yang terjadi adalah kekurangan

kebutuhan lagi yang dirasakan oleh individu dari proses yang telah ia lakukan

sebelumnya dan proses ini berulang-ulang kembali seperti ditunjukan pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Model Motivasi Dasar Sumber : Kismono, 2004:191

Menurut Mc Gregor (Kismono, 2004:191) motivasi mempunyai dua

macam bentuk, yaitu: Kebutuhan tak

terpuaskan Keinginan Perilaku

terhadap sesuatu Rangsangan

Kebutuhan

terpuaskan individu Tujuan Kebutuhan tak

(40)

24 1. Motivasi Positif

Motivasi positif merupakan proses untuk mempengaruhi orang lain

dengan cara memberikan penambahan tingkat kepuasan tertentu, misalnya

dengan memberikan promosi, insentif atau tambahan penghasilan,

menciptakan kondisi tempat kerja yang baik agar mereka merasa aman

tenteram dan betah bekerja, dan sebagainya. Untuk mengetahui seberapa

besar tingkat kepuasan bawahan, maka pimpinan dapat mengadakan

pendekatan pribadi secara mendalam. Langkah ini perlu dilakukan

mengingat adanya tingkat kepuasan yang berbeda-beda dari

masing-masing bawahan.

2. Motivasi Negatif

Motivasi negatif merupakan proses untuk mempengaruhi orang lain

dengan cara menakut-nakuti atau mendorong seseorang untuk melakukan

sesuatu secara paksa. Misalnya menakut-nakuti bawahan dengan

memberikan gambaran seolah-olah mereka akan kehilangan jabatan,

diturunkan pangkatnya, dipotong gajinya, dan sebagainya.

Menurut Kismono (2004:193) ada dua teori yang menjelaskan

pendorong timbulnya motivasi:

1. Teori kepuasan

a. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Maslow mengemukakan bahwa manusia memiliki lima kebutuhan yang

(41)

25 dirasakan jika kebutuhan tingkat yang lebih rendah belum terpuaskan.

Lima hierarki kebutuhan tersebut ialah:

1) Kebutuhan fisiologis, berupa sandang, pangan, papan, dan kebutuhan

biologis.

2) Keamanan dan keselamatan, misalnya terbebas dari rasa sakit,

ancaman PHK.

3) Kebutuhan sosial, kepemilikan, dan cinta, misalnya kebutuhan untuk

berteman, menjadi anggota organisasi.

4) Kebutuhan akan penghargaan, misalnya berupa pujian.

5) Aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk bertindak sesuai dengan

kemauan dan bakatnya.

Gambar 2.2

Hierarki Kebutuhan Manusia Menurut Maslow Sumber : Kismono, 2004:195

Aktualisasi Diri

Penghargaan

Kebutuhan Sosial

Rasa Aman

(42)

26 b. Teori Hierarki kebutuhan Alderfer

Sama seperti Maslow, Alderfer berpendapat bahwa manusia memiliki

kebutuhan yang bertingkat. Menurut Alderfer, kebutuhan manusia

terdiri atas tiga hierarki, yaitu:

1) Existence, meliputi kebutuhan fisiologis, keamanan, dan

keselamatan.

2) Relatedness, meliputi kebutuhan untuk berhubungan dan bekerja

sama dengan orang lain.

3) Growth, meliputi kebutuhan untuk dihargai dan aktualisasi diri.

Kebutuhan ini setaraf dengan kebutuhan untuk berkembang dan

tanggung jawab.

c. Teori Dua Faktor (Herzberg)

Herzberg mengemukakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi

kepuasan dan ketidakpuasan kerja karyawan, yaitu faktor lingkungan

dan faktor motivator. Faktor yangmempengaruhi ketidakpuasan kerja

disebut sebagai faktor lingkungan (hygiene factors). Faktor lingkungan

adalah karakteristik eksternal yang penting untuk menghindari

ketidakpuasan kerja. Faktor ini terdiri atas upah dan gaji,

keamanan/jaminan pekerjaan, kondisi kerja, status, hubungan

interpersonal, supervise teknis, dan kebijakan perusahaan. Faktor

lingkungan berkaitan dengan konteks pekerjaan (job context), imbalan

(43)

27 Kepuasan kerja karyawan tergantung pada keberadaan faktor motivator

(motivator factors). Menurut Herzberg, kepuasan kerja berhubungan

positif dengan motivasi kerja. Faktor motivator berhubungan dengan isi

pekerjaan, imbalan intrinsik, atau faktor intrinsik. Faktor motivator

terdiri atas prestasi, pengakuan, pertumbuhan/perkembangan diri,

pekerjaan itu sendiri, kesempatan untuk maju, dan tanggung jawab.

d. Teori Tiga Kebutuhan (McClelland)

Menurut McClelland, manusia memiliki tiga jenis kebutuhan yang

dipelajari dari kebudayaan. Kebutuhan tersebut adalah kekuasaan (need

for power), afiliasi (need for affiliation), dan prestasi (need for

achievement). Karyawan diperkirakan akan memiliki motivasi kerja

tinggi jika mereka memiliki kebutuhan yang tinggi akan prestasi.

Teori McClelland mungkin amat berguna untuk menempatkan

karyawan pada posisi tertentu dalam organisasi. Karyawan-karyawan

tingkat bawah dituntut memiliki kebutuhan yang tinggi akan prestasi

agar mereka memiliki motivasi kerja yang baik. Semakin tinggi

posisinya, maka tuntutan kerja semakin berbeda. Tingkat manajemen

yang semakin tinggi memerlukan keterampilan mempengaruhi orang

lain, sehingga mungkin cocok ditempati oleh karyawan yang memiliki

(44)

28 2. Teori Proses

a. Teori Penguatan (B.F. Skinner)

Menurut Skinner, perilaku manusia dikendalikan oleh konsekuensi

yang mengikutinya. Jika perilaku tertentu membawa konsekuensi yang

menyenangkan, sebagai konsekuensinya maka karyawan akan

cenderung mengulangi perilaku yang sama. Sebaliknya jika perilaku

tertentu membawa konsekuensi yang tidak menyenangkan maka

karyawan akan menghindarinya.

b. Teori Penetapan Tujuan (Edwin Locke)

Teori penetapan tujuan adalah proses pengidentifikasian tingkat prestasi

tertentu yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Pada

prinsipnya teori ini berpendapat bahwa motivasi kerja karyawan akan

meningkat jika mereka memahami tujuan yang akan dicapai dan

melihat keterkaitan tujuan tersebut dengan kepentingan pribadinya.

Semakin sulit tingkat tujuan, prestasi karyawan semakin meningkat.

Pada tingkat tertentu, jika tingkat kesulitannya terlalu tinggi justru akan

membuat karyawan frustasi. Dengan demikian, manajer perlu

mengidentifikasikan level prestasi yang paling rasional bagi

karyawannya sehingga prestasi kerja dapat optimal.

c. Teori keadilan (J.S. Adams)

Manusia selalu terdorong untuk mendapatkan perlakuan yang adil.

Situasi keadilan terjadi jika output (hasil) disbanding input

(45)

29 situasi tidak adil, maka akan mendorong karyawan untuk berbuat

sesuatu agar kondisi keadaan tercapai.

d. Teori Pengharapan (V. VRoom)

Teori pengharapan mengemukakan bahwa kinerja karyawan merupakan

fungsi dari kemampuan dan motivasinya. Motivasi dipengaruhi oleh

ekspektansi dan valensi. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai: P

= f (A x M), M = f (E x V). Pengharapan atau ekspektansi adalah

probabilitas bahwa dengan usaha tertentu, tugas yang dibebankan

kepada karyawan dapat diselesaikan. Sedangkan valensi adalah prioritas

hasil-hasil yang disukai karyawan atas prestasi kerjanya.

D. Prospek Karier

Karier adalah sebuah kata dari bahasa Perancis yaitu carrier yang

artinya adalah perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang. Ini

juga bisa berarti jenjang dalam sebuah pekerjaan tertentu. Dalam kamus besar

Bahasa Indonesia karier adalah perkembangan dan kemajuan baik pada

kehidupan, pekerjaan atau jabatan seseorang. Biasanya pekerjaan yang

dimaksud adalah pekerjaan yang mendapatkan imbalan berupa gaji maupun

uang.

Menurut Greenhaus dalam Murtanto dan Mery Andryani (2005),

karier dapat mempunyai arti yang berbeda-beda antara lain: (1) karier dapat

diartikan sebagai rangkaian posisi yang ada dalam sebuah pekerjaan. (2)

(46)

30 karier diartikan sebagai karakteristik yang dimiliki oleh karyawan.

Masing-masing karier karyawan terdiri dari berbagai posisi dan jabatan yang berbeda.

Konsep karier adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif

ataupun negatif). Karena itu ada karier yang baik, adapula karier yang buruk.

Ada perjalanan karier yang lambat, adapula yang cepat. Tetapi tentu saja

semua orang mendambakan memiliki karier yang baik dan bila mungkin

bergulir dengan cepat. Karier amatlah penting bagi pegawai maupun bagi

organisasi. Menurut Walker (1980) bagi pegawai, karier bahkan dianggap

lebih penting daripada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa

meninggalkan pekerjaannya jika ia merasa prospek kariernya buruk dalam

organisasi. Sebaliknya pegawai mungkin akan tetap rela bekerja dipekerjaan

yang tidak disukainya asalkan ia tahu ia mempunyai prospek cerah dalam

kariernya.

Prospek karier adalah peluang mendapatkan kesetaraan dalam

pengembangan karier antara lain melalui promosi dan mendapatkan

penugasan serta dalam penetapan gaji dan kenaikan gaji secara berkala

(Murtanto dan Mery Andryani, 2005).

Untuk mengembangkan karier seorang karyawan salah satunya

adalah dengan melalui promosi. Promosi adalah peluang bagi pengembangan

karier seorang karyawan (Tampubolon, 2006). Kebijakan organisasi dalam

hal promosi sangat penting bagi karyawan yang menginginkan karirnya

berkembang. Promosi harus bijaksana, terbuka dan fleksibel, yaitu responsif

(47)

31 organisasi maupun bagi individual. Makin tinggi frekuensi pekerjaan, makin

besar faktor resikonya, kemungkinan pemberian promosi yang salah dapat

terjadi. Oleh karena itu diharapkan promosi karyawan disesuaikan dengan

tingkat kompetensinya.

Akuntan publik wanita merasa bahwa promosi pada kantor akuntan

publik tidak ditangani secara adil. Banyak literatur mendukung argumen

bahwa akuntan wanita tidak akan mencapai level senioritas yang sama

dibandingkan dengan akuntan pria dan akan lebih kecil kemungkinannya

untuk dipromosikan (Whiting dan Van Vugt, 2006). Beberapa hasil survey

mengindikasikan bahwa akuntan publik wanita merasakan adanya

kesenjangan mobilitas untuk mencapai jenjang karier yang lebih tinggi

dibanding akuntan publik pria. Pillsburg (1989) dalam Yeni Kuntari dan Indra

Wijaya Kusuma (2001) melaporkan bahwa responden wanita merasa ada

perlakuan diskriminatif terhadap pemberian tugas, yang berakibat pada

terhambatnya karier seorang auditor wanita. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa karyawan yang merasa hanya sedikit kesempatan untuk

promosi mempunyai sikap yang negatif terhadap pekerjaan mereka dan

organisasi mereka (Kanter, 1979; Larson, 1982) dalam Murtanto dan Mery

Andryani (2005). Karena adanya kepastian tentang jenjang karier menjadi

salah satu faktor penarik yang menentukan seseorang bekerja bertahun-tahun

dan berprestasi di lingkungan kerja tertentu (Cranny dan Smith et al. 1992)

dalam Murtanto dan Mery Andryani (2005). Jenjang karier dalam kantor

(48)

32 Gambar 2.3

Jenjang karier auditor di KAP Sumber: Data IAPI

Beberapa penelitian lain yang menunjukkan adanya diskriminasi

terhadap wanita dalam peluangnya mendapatkan kesetaraan dalam berkarier

ialah sebagai berikut:

1. Heidjrachman dan Suad Husnan (1997) dalam Narsa (2006), menyatakan

setuju bahwa jenis kelamin perlu dipakai sebagai salah satu persyaratan

pekerjaan dalam spesifikasi jabatan. Menurutnya tidak semua jenis

kelamin cocok untuk semua pekerjaan.

2. Pada tahun 1990, hanya 5% dari semua manajer senior di semua 500

perusahaan di seluruh dunia yang disurvey Fortune dipegang oleh

perempuan (Poston, 2001 dalam Mulyono, 2006).

3. Penelitian Arasu dan Ooi dalam Murtanto dan Mery Andryani (2005)

menemukan bahwa rata-rata eksekutif wanita memerlukan waktu sekitar 5 Partner

Manager

Supervisor

Auditor Senior

(49)

33 sampai 10 tahun untuk mencapai level manajer senior dibandingkan

dengan pria yang hanya memerlukan waktu sekitar 5 tahun saja.

4. Whiting dan Wright (2001) dalam Whiting dan Van Vugt (2006)

mengatakan bahwa rata-rata akuntan wanita memiliki status pekerjaan

yang lebih rendah dan mendapatkan renumerasi yang kurang

dibandingkan dengan rekan-rekan pria mereka.

5. Macfie (2002) dalam Whiting dan Van Vugt (2006) mengatakan “Females are poorly represented in the top categories of the accounting

profession”.

6. Menurut Alson dan Frize (1986) dalam Murtanto dan Mery Andryani

(2005) wanita mulai bekerja dengan penghasilan yang sama dengan pria

pada awal bekerja, akan tetapi saat mencapai kesuksesan penghasilan

mereka kurang dari $4,000 dari pria.

7. Berdasarkan directory IAI bulan Maret 2003 dalam Trisnawati (2007)

bahwa dari 183 KAP hanya 10 KAP atau 5 persen yang manajernya

adalah wanita dan dari 318 rekan (partner) hanya 28 atau 8.8 persen yang

merupakan auditor wanita. Data ini menunjukkan bahwa karir auditor

wanita lebih lambat untuk menduduki posisi yang tinggi.

8. Data bulan sepetember 2002 di Amerika Serikat memperlihatkan kalau

penghasilan kaum perempuan disana hanya sebesar 76% dari penghasilan

laki-laki (Calgary University, department psikologi, tanpa tahun dalam

(50)

34 9. Hasil penelitian Francine Blau dan Lawrence Kahn (1997) dalam

Mulyono (2006) yang dikutip Wall memperlihatkan kalau gap dalam

upah harian yang diterima wanita sebesar 16,2%, sementara menurut

Schmit berdasarkan beberapa penelitian, gap ini terjadi sebesar 28%.

10.Hayes dan Hollman (1996) dalam Augustine (2004) menyatakan bahwa

akuntan publik wanita tidak dipromosikan secepat akuntan publik pria.

11.Hook et al. (1986) dalam Augustine (2004) mengemukakan adanya

diskriminasi secara langsung terhadap wanita dalam rekruitmen dan

kompensasi.

12.Branson (2006) dalam Adams Funk (2010) menyatakan “Women were denied promotion because they acted too “feminine”. Therefore, only women who think like men may be promoted by their male colleagues.”

Sesuai dengan model perilaku pekerja yang dikembangkan oleh

Becker dalam Yusfi (2009) bahwa pekerja perempuan secara prejudice

diperlakukan berbeda karena perbedaan ras, perbedaan gender. Sehingga

untuk rekruitmen pekerja dari kelompok itu merupakan cost. Ringkasnya neo

classical economics human capital theory menjelaskan rendahnya kenaikan

karir pada pekerja perempuan sebagai akibat occupational segregation by sex

sehingga kebijakan yang ada adalah mengurangi occupational segregation by

sex yaitu dengan meningkatkan pendidikan dan training, membantu

perempuan mengkombinasikan kerja dan rumah, reorganisasi waktu bekerja

dan melindungi hak-hak pekerja perempuan dengan undang-undang (Richard

(51)

35 Untuk menjelaskan penyebab occupational segregation by sex adalah

dengan memahami teori gender. Premis dasar dari teori ini bahwa posisi

perempuan tidak menguntungkan di pasar tenaga kerja karena norma

patriarkhi dan posisi subordinate dalam masyarakat dan keluarga. Masyarakat

menganggap bahwa rumah dan anak-anak adalah tanggung jawab perempuan.

Kondisi ini juga dipicu oleh norma keluarga yang menjadikan laki-laki

sebagai pemimpin dan anak-anak yang cenderung lebih dekat ibu. Akibatnya

pada saat memasuki pasar tenaga kerja, perempuan lebih rendah

produktifitasnya sehingga karirnya lebih lambat dibandingkan laki-laki. Teori

ini juga menjelaskan karakteristik pekerjaan mengikuti jenis kelamin

(stereotype-occupational job). Perempuan dilabelkan kurang dapat

memimpin, kemampuan logika dan matematika yang rendah, kekuatan fisik

kurang, kurang berani mengambil keputusan, tidak egois dan sebagainya.

Stereotipe ini berdampak pada kenaikan karir yang lambat, wewenang yang

lebih rendah, status yang lebih rendah dan bahkan diskualifikasi perempuan

untukpekerjaan tertentu (Trisnawati, 2005 dalam Yusfi, 2009).

Perempuan sering berasumsi bahwa mereka mempunyai kemampuan

teknik dan kompeten secara otomatis mendorong peningkatan mobilitas ke

arah yang lebih baik. Sedangkan laki-laki lebih mungkin untuk mengambil

langkah aktif untuk memastikan peningkatan mobilitas mereka dengan

menciptakan suatu iklim pengenalan untuk motivasi mereka. Jika perempuan

menginginkan kemajuan dengan cepat kepada hubungan antar pekerja,

(52)

36 dalam organisasi dan aktif dalam kantor, membutuhkan kesadaran untuk

mengembangkan hubungan antar pekerja dengan penasehat sukses dan

mengenali keperluan promosi milik mereka (Ceil Moral Pillsbury, et all.1989

(53)

37 E. Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti telah meneliti perbedaan kepuasan kerja, motivasi, dan prospek karier auditor pria dan wanita diantaranya

adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No

Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel yang digunakan

Hasil Penelitian

Tidak terdapat perbedaan atau ada kesetaraan komitmen organisasional, komitmen

professional, motivasi dan kesempatan kerja antara auditor pria dan wanita pada KAP di Jawa Timur. Sedangkan hasil analisis data untuk kepuasan kerja menunjukkan adanya perbedaan antara auditor pria dan wanita.

2. Nurasnida

(54)

38 No

Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel yang digunakan Hasil Penelitian Variabel dan tekanan kerja

Terdapat perbedaan personalitas dalam hal motivasi dan komitmen organisasi antara auditor pria dan wanita yang bekerja pada Perwakilan BPKP Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan

personalitas dalam hal kepuasan kerja, komitmen professional, kesempatan kerja,dan tekanan kerja auditor pria dan wanita tidak terdapat perbedaan.

4. Santosa (2001) Analisis

a. Adanya perbedaan sikap dan motivasi auditor pria dan wanita.

b. Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara persepsi diskriminasi auditor pria dan wanita.

(55)

39 No

Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel yang digunakan Hasil Penelitian Variabel

Adanya perbedaan sikap dan penilaian etika antara akuntan pendidik pria dan wanita dilingkungan kerja, sedangkan untuk variabel motivasi dan persepsi diskriminasi dilingkungan kerja menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan pendidik pria dan wanita.

a. Tidak ada perbedaan pengalaman organisasi auditor pria dan wanita. dari kelima aspek pengalaman organisasi yang diteliti hanya aspek penerimaan yang menunjukkan perbedaan yang signifikan.

b. Tidak ada perbedaan evaluasi kinerja antara auditor pria dan wanita.

(56)

40 No

Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel yang digunakan Hasil Penelitian Variabel

a. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan mengenai pengalaman organisasi yang dimiliki antara auditor pria dan wanita. Dari kelima aspek pengalaman organisasi yang diteliti yaitu hubungan dengan pimpinan, otonomi pekerjaan, penerimaan, dukungan supervisor dan strategi karier menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara auditor pria dan wanita.

b. Auditor wanita cenderung tidak mendapat evaluasi kinerja yang lebih rendah dibanding auditor pria.

c. Pengujian terhadap variabel hasil karier meliputi aspek prospek karier dan kepuasan karier, yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil karier yang dimiliki antara auditor pria dan wanita.

(57)

41 F. Kerangka Pemikiran

Model hubungan antar variabel untuk penelitian ini digambarkan

sebagai berikut:

Sumber : Diolah dari berbagai sumber

Gambar 2.4 Model Penelitian Sumber: Diolah dari berbagai sumber

G. Keterkaitan Antar Variabel

1. Perbedaan kepuasan kerja antara auditor pria dan wanita

Kepuasan kerja adalah suatu sikap seseorang terhadap pekerjaan

sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan

banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima (Robbins, 1996 dalam

Trisnaningsih, 2004). Ward, et al. (1986) dalam Trisnaningsih (2004)

meneliti tingkat kepuasan kerja wanita di lima area, yaitu pekerjaan secara

umum, supervise, rekan kerja, promosi, dan gaji. Hasil dari studi ini

mengindikasikan bahwa meskipun secara umum akuntan publik wanita

tampak puas terhadap kebanyakan aspek pada lingkungan kerjanya, hanya

saja area yang memberikan kepuasan yang terendah bagi mereka adalah

gaji dan kesempatan promosi yang tersedia.

Yamti (2003), hasil penelitiannya tentang kepuasan kerja

menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara auditor pria dan wanita yang

bekerja pada perwakilan BPKP Propinsi Jawa Tengah, begitu juga dengan 1. Kepuasan Kerja

2. Motivasi 3. Prospek Karier

Gambar

Gambar 2.1 Model Motivasi Dasar ...................................................................
Gambar 2.1.
Gambar 2.2 Hierarki Kebutuhan Manusia Menurut Maslow
Gambar 2.3 Jenjang karier auditor di KAP
+7

Referensi

Dokumen terkait

mengekstraksi silika dari hasil pelarutan lumpur lapindo dalam NaOH (7M) untuk kemudian disintesis menjadi natrium silikat dari 6 gr silika hasil ekstraksi dengan NaOH 8 gr dalam10

spiritual dengan Tuhan hingga menemukan makna positif mengalami perubahan dan. memberikan dampak positif dan negatif

Hasil pengamatan pada Tabel 1, permukaan pada bidang lembaran menunjukkan hampir dari semua variasi jumlah bulu ayam menghasilkan lembaran yang baik dan tidak tampak cacat, hanya

Hal-hal yang berkaitan dengan lingkaran adalah jari-jari, busur, tali busur, diameter, apotema, dan sebagainya.. Jari-jari adalah segmen garis

Pada penulisan Ilmiah ini Penulis mencoba untuk membuat suatu aplikasi multimedia pemasaran perumahan dengan menggunakan Macromedia Flash MX untuk membantu bagian

program yang dapat berfungsi sebagai alat bantu dalam perhitungan Rencana. Anggaran Biaya (RAB) suatu proyek dengan menggunakan analisa

Hasil Uji Independent Sample T Test Karbon Serasah pada Agroforestri Kopi dan Tegakan Pinus.. T-TEST GROUPS=x(1 2) /MISSING=ANALYSIS

[r]