• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman biji-bijian (serealia) yang banyak dibudidayakan di daerah beriklim panas dan kering sehingga berpotensi di kembangkan di wilayah Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh galur sorgum mutan BMR dan fase generatif terhadap dinamika fraksi serat pada batang, daun dan malai serta dinamika tanin pada malai. Analisis fraksi serat dan tannin dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB Bogor, menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial (3x3) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah galur sorgum mutan BMR terdiri dari : Patir 3.1 (galur sorgum mutan non BMR/kontrol), Patir 3.2, dan Patir 3.7, sedangkan faktor kedua adalah fase generatif (fase berbunga, fase soft dough dan fase hard dough). Uji jarak berganda Duncan digunakan apabila terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan. Parameter yang diamati adalah kandungan ADF dan NDF, kandungan lignin, kandungan selulosa dan hemiselulosa, pada batang, daun dan malai serta tanin pada malai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan NDF dan ADF daun lebih tinggi daripada batang dan malai. Kandungan lignin batang dan malai pada fase soft dough dan hard dough lebih rendah (P<0.01) daripada fase berbunga. Galur sorgum mutan dan fase generatif tidak mempengaruhi kandungan lignin daun (P>0.05). Kandungan lignin malai menurun (P<0.01) pada fase soft dough dan hard dough dibanding fase berbunga, namun perbedaan galur tidak mempengaruhi kandungan lignin malai (P>0.05). Kandungan selulosa batang, daun dan malai pada fase soft dough dan hard dough lebih rendah daripada fase berbunga (P<0.01). Kandungan hemiselulosa batang lebih rendah pada galur sorgum Patir 3.2 dan Patir 3.7 (P<0.05), pada pada fase soft dough kandungan hemiselulosa pada batang lebih rendah dari fase berbunga dan fase hard dough. Kandungan tanin pada galur sorgum mutan BMR menurun pada fase soft dough hingga ke fase hard dough, sedangkan pada galur sorgum mutan non BMR kandungan tanin meningkat pada fase soft dough dan menurun pada fase hard dough.

Kata kunci : brown midrib, galur sorgum mutan, fase generatif, fraksi serat.

ABSTRACT

Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) is a cereal plant which is widely cultivated in hot climates and dry region and thus potentially be developed in Indonesia. The research aimed to investigate the effect of different brown midrib sorghum mutant lines (BMR) and generative phases on dynamics of fiber fraction content of leaves, stems and panicles and tannin in panicle. The analysis of fiber fraction was conducted at Balitnak Ciawi Bogor and tannin analysis at Laboratory of Dairy Nutrition Faculty of Animal Science IPB, Bogor, using completely randomized factorial design (3x3) in 3 replicates, followed by Duncan Multiple Range Test (DMRT) if significant effect of the treatment is found. The first factor was BMR sorghum mutant lines (Patir 3.1/non BMR sorghum mutant line as

30 control, Patir 3.2 and Patir 3.7). The second factor was the generative phases (flowering, soft dough and hard dough phases). The parameters observed were NDF, ADF, lignin, cellulose and hemicellulose content on leaves, stems and panicles. The results showed that NDF and ADF content in the leaves were higher than those in stems and panicles. The lignin content in stems and panicles at soft dough and hard dough phases was lower (P < 0.01) than those of the flowering phase. Both sorghum mutant lines and time of harvest did not affect lignin content of leaves (P>0.05). The lignin content of panicles decreased (P < 0.01) at soft dough and hard dough phases than those of flowering phase, but sorghum lines did not affect lignin content of panicles (P > 0.05). The cellulose content in stems, leaves and panicles at soft dough and hard dough phases were lower than at flowering phase (P<0.01). Hemicellulose content of stems was lower at sorghum lines of Patir 3.2 and Patir 3.7 than those of control or Patir 3.1 (P < 0.05) and at soft dough phase, hemicellulose content in stem was lower than of at flowering and hard dough phases. The tannin content of sorghum mutan lines decreased at soft dough to hard dough phase, meanwhile the tannin content of non BMR sorghum mutant line increased at soft dough phase then decreased at hard dough phase.

Key words: Brown midrib, fiber fraction, generative phases, sorghum mutant lines.

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir, tebon sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) semakin populer sebagai hijauan penting pengganti tebon jagung (Zea mays) di berbagai dunia (Marsalis et al. 2009). Ada tiga spesies tanaman sorgum yang dikenal di dunia yaitu S. halepense, S. propinquum dan S. bicolor. Sorghum bicolor

dibagi menjadi lima ras yaitu kafir, caudatum, durra, guinea dan bicolor (Acquaah 2007). Sorghum bicolor disebut juga dengan sorgum manis (sweet sorghum) karena batangnya menghasilkan juice yang mengandung gula (Subramanian 2013). Galur sorgum mutan Patir 3.1 sampai Patir 3.7 merupakan hasil mutasi sorgum dengan iradiasi sinar gamma yang berasal dari indukan ZH-30 yang termasuk ke dalam ras

S.bicolor.

Sorgum terdiri dari hijauan dan bijian sehingga dapat dijadikan sebagai pakan seperti tebon jagung. Sorgum mutan BMR yang di kembangkan di SEAMEO- BIOTROP, Bogor kandungan nutrisinya hampir sama dengan tebon jagung, dan kandungan ligninnya lebih rendah dari tanaman sorgum konvensional. Untuk dijadikan sebagai pakan tunggal, tanaman sorgum mutan dipanen pada saat tanaman sudah menghasilkan biji (fase generatif). Pada fase generatif terjadi transpor/mobilisasi hara dari organ yang berfungsi sebagai penyedia (source) seperti batang dan daun ke jaringan penyimpanan (sink) yaitu biji. Selain itu, translokasi asimilat juga terjadi dari jaringan tua ke jaringan muda akibat penuaan tanaman. Peningkatan umur tanaman berpotensi menurunkan kualitas hijauan, dan meningkatnya kandungan serat (Susetyo 1980).

Faktor yang paling menentukan kualitas hijauan pada spesies tertentu adalah tingkat kedewasaan tanaman pada saat panen. Dinamika asimilat dan hara dalam tubuh tumbuhan terjadi akibat proses penuaan, jaringan tua akan mentranslokasi asimilat ke bagian lain terutama bagian generatif dan reproduksi untuk menyokong

31 pertumbuhan. Tingkat kedewasaan tanaman pada saat panen juga mempengaruhi konsumsi ternak akibat pakan menjadi lebih berserat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dinamika kandungan fraksi serat pada daun, batang dan malai galur sorgum mutan pada fase generatif berbeda.

Materi dan Metoda

Analisis fraksi serat dilakukan di Laboratorium Balitnak Ciawi, Bogor sedangkan analisis tanin dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Bahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan sampel tanaman sorgum dengan produksi biomasa tertinggi berdasarkan penelitian Tahap I, yaitu sorgum mutan BMR Patir 3.2, Patir 3.7 dan galur sorgum mutan non BMR Patir 3.1 sebagai kontrol.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial (3x3) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah galur sorgum mutan BMR terdiri dari Patir 3.1 (galur sorgum mutan non BMR/kontrol), Patir 3.2, dan Patir 3.7. Faktor kedua adalah waktu panen (fase berbunga, fase soft dough dan fase hard dough).

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati adalah kandungan ADF, NDF, lignin, selulosa, hemiselulosa, pada batang, daun dan malai serta kandungan tannin pada malai.

Prosedur penelitian

Tiga galur sorgum mutan dianalisis kandungan fraksi serat pada bagian daun, batang dan malai dan kandungan tannin pada malai.

Prosedur analisis

Kandungan NDF, ADF, lignin, selulosa dan hemiselulosa pada bagian batang, daun dan malai dianalisis menggunakan metode Van Soest et al. (1994). Kandungan tanin dianalisa pada bagian malai yaitu bagian tanaman sorgum yang paling tinggi kandungan taninnya, menggunakan metode folin-ciocalteu (Makkar 2003).

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Sidik Ragam. Apabila terdapat perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) (Steel dan Torrie 1997).

Hasil dan Pembahasan Kandungan ADF dan NDF galur sorgum mutan BMR

ADF menggambarkan bagian yang tidak dapat dicerna pada hijauan. Bahan pakan dengan kandungan NDF lebih rendah memiliki potensi intake dan kualitas yang lebih tinggi dibanding bahan dengan kandungan NDF yang lebih tinggi (Linn dan Martin 1991). Kandungan ADF dan NDF pada organ batang, daun dan malai tersaji pada Tabel 8. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara galur dan waktu panen terhadap kandungan ADF batang. Kandungan ADF batang

32 dipengaruhi sangat nyata oleh galur sorgum mutan (P<0.01) sedangkan antar galur sorgum mutan BMR kandungan ADF tidak berbeda nyata (P>0.05). Pada sorgum mutan non BMR (Patir 3.1) kandungan ADF batang adalah 45.17%, sedangkan pada galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) kandungan ADF sebesar 37.32% dan 35.93% atau menurun 7.85% dan 9.24%. Kandungan ADF batang yang rendah pada galur sorgum mutan BMR disebabkan kandungan lignin pada batang juga rendah, lignin merupakan bagian dari ADF (Van Soest 1994). Galur sorgum mutan BMR merupakan sorgum dengan kadar lignin yang lebih rendah dibanding galur non BMR. Mutasi genetik yang terjadi akibat radiasi sinar gamma menyebabkan keragaman genetik lebih tinggi sehingga menghasilkan galur yang lebih unggul. Kandungan ADF batang juga dipengaruhi dengan sangat nyata oleh waktu panen (P<0.01), pada fase berbunga kandungan ADF batang 45.45% kemudian menurun menjadi 36.47% (fase soft dough) dan 36.50% (fase hard dough) atau terjadi penurunan sebesar 8.98% dan 8.95%.

Lebih rendah kandungan ADF batang pada fase hard dough dan soft dough

dibanding fase berbunga erat hubungannya dengan kebutuhan karbohidrat untuk produksi biji. Fase soft dough dan hard dough merupakan fase perkembangan dan produksi biji, sehingga asimilat lebih dibutuhkan untuk memproduksi biji (Qu et al. 2014; Li et al. 2015), sedangkan Rosser (2014); Marsalis (2009) menyatakan bahwa terjadinya penurunan ADF dengan meningkatnya kedewasaan tanaman disebabkan meningkatnya proporsi biji dan kandungan pati. Faktor lain yang menyebabkan kandungan ADF batang rendah adalah meningkatnya kadar gula pada batang. Karbohidrat yang seharusnya untuk membangun dinding sel (karbohidrat struktural) digunakan juga untuk menghasilkan gula pada batang (karbohidrat nonstruktural). Sorgum mutan BMR merupakan sorgum manis, dimana fisiologi, pertumbuhan dan perkembangan sorgum manis (sweet sorghum) berbeda dengan grain sorghum (sorgum untuk produksi biji). Kebutuhan untuk mengakumulasi karbohidrat pada bagian batang lebih besar daripada bagian biji pada sweet sorghum, disbanding grain sorghum (Subramanian 2013). Pada penelitian ini, peningkatan kadar gula batang tertinggi dihasilkan pada fase hard dough (Tabel 3). Akumulasi sukrosa pada bagian batang dalam jumlah besar mulai terjadi pada fase pembungaan. Pada fase selanjutnya (soft dough dan hard dough) justru terjadi kompetisi karbohidrat untuk batang dan untuk perkembangan biji, akibatnya porsi untuk karbohidrat struktural menjadi berkurang (Subramanian 2013; Fernandes et al. 2014).

Kandungan ADF daun tidak dipengaruhi oleh galur sorgum mutan dan waktu panen (P>0.05). Kandungan ADF daun berkisar antara 41.98% - 50.33%. Kandungan ADF malai lebih dipengaruhi oleh waktu panen (P<0.01), dan terdapat interaksi antara galur dan waktu panen terhadap kandungan ADF malai (P<0.01). Pemanenan fase soft dough menghasilkan kandungan ADF malai yang paling rendah (19.17%). Kombinasi perlakuan Patir 3.7 pada fase berbunga menghasilkan kandungan ADF malai tertinggi (50.80%), sedangkan kandungan ADF malai terendah adalah 18.88% pada kombinasi perlakuan Patir 3.7 pada fase hard dough.

33 Tabel 8 Rataan kandungan ADF dan NDF batang, daun dan malai tanaman

sorgum mutan (%) Bagian tanaman Galur sorgum mutan Waktu panen

Berbunga Soft dough Hard dough Rataan

ADF Batang Patir 3.1 50,81 ± 0,86 41,77 ± 2,09 42,93 ± 3,59 45,17 ± 2,18A Patir 3.2 45,56 ± 5,27 33,68 ± 1,10 32,72 ± 0,89 37,32 ± 2,42B Patir 3.7 39,98 ± 2,98 33,96 ± 1,95 33,85 ± 1,65 35,93 ± 2,19B Rataan 45,45 ± 3,04A 36,47 ± 1,71B 36,50 ± 2,04B Daun Patir 3.1 50,33 ± 8,34 43,49 ± 2,31 45,39 ± 1,71 46,40 ± 4,12 Patir 3.2 46,04 ± 7,74 40,93 ± 0,43 41,77 ± 1,74 42,91 ± 3,30 Patir 3.7 41,98 ± 4,67 42,71 ± 0,92 43,16 ± 1,67 42,62 ± 2,42 Rataan 46,12 ± 6,92 42,38 ± 1,22 43,44 ± 1,22 Malai Patir 3.1 45,69 ± 2,86A 28,13 ± 1,03B 19,20 ± 1,70CD 31.00 ± 1.86 Patir 3.2 48,72 ± 1,14A 26,68 ± 1,81B 19,45 ± 1,49CD 31.62 ± 1.48 Patir 3.7 50,80 ± 4,17A 21,79 ± 1,49BCD 18,88 ± 0,99D 30.49 ± 2.22 Rataan 48.40±2.72A 25.33±1.44B 19.17±1.40C NDF Batang Patir 3.1 58,16 ± 9,63 56,16 ± 3,48 60,81 ± 3,57 58,38 ± 5,56a Patir 3.2 58,36 ± 1,99 52,22 ± 10,01 49,13 ± 1,64 53,24 ± 4,55ab Patir 3.7 56,24 2,89 47,98 ± 1,19 50,49 ± 3,70 51,57 ± 2,59b Rataan 57,59 ± 4,84 52,12 ± 4,89 53,48 ± 2,97 Daun Patir 3.1 67,30 ± 2,32 68,22 ± 2,98 67,59 ± 2,39 67,70 ± 2,56 Patir 3.2 66,93 ± 1,58 65,40 ± 1,03 62,54 ± 1,04 64,96 ± 1,22 Patir 3.7 67,98 ± 2,11 65,31 ± 3,52 65,28 ± 2,03 66,19 ± 2,55 Rataan 67,40 ± 2,00 66,31 ± 2,51 65,14 ± 1,82 Malai Patir 3.1 75,30 ± 1,85 48,54 ± 7,55 46,39 ± 2,90 56,74 ± 4,10 Patir 3.2 74,56 ± 5,52 53,05 ± 3,03 46,25 ± 2,46 57,95 ± 3,67 Patir 3.7 76,21 ± 1,01 46,23 ± 0,45 40,29 ± 6,12 54,24 ± 2,53 Rataan 75,36 ± 2,79A 49,27 ± 3,86B 44,31 ± 3,83C

Keterangan : Superskrip (huruf besar) pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01). Superskrip (huruf kecil) pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05). Patir 3.1 = sorgum mutan non BMR (kontrol). Patir 3.2 dan Patir 3.7 = galur sorgum mutan BMR.

Kandungan NDF batang dipengaruhi oleh galur sorgum mutan dengan sangat nyata (P<0.01), sedangkan waktu panen tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) dan tidak ada interaksi antar keduanya (P>0.05) terhadap kandungan NDF. Kandungan NDF batang pada galur sorgum non BMR (Patir 3.1) adalah 58.38% sedangkan pada galur sorgum BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) adalah 53.24% dan 51.57% atau menurun sebesar 5.14% dan 6.81%. Kandungan NDF batang yang rendah pada galur sorgum mutan BMR disebabkan kandungan ADF dan lignin batang juga rendah, karena dinding sel (NDF) terdiri dari komponen ADF dan lignin (Linn dan Martin 1991). Kandungan NDF daun tidak dipengaruhi oleh galur

34 sorgum mutan maupun waktu panen dan tidak ada interaksi antar keduanya (P>0.05). Kandungan NDF daun sebesar 62.54% - 68.22%.

Kandungan NDF malai lebih dipengaruhi oleh waktu panen (P<0.01), pada penelitian ini tidak ada interaksi antara galur dan waktu panen terhadap kandungan NDF malai (P>0.05). Kandungan NDF malai fase berbunga mencapai 75.36% sedangkan pada fase soft dough dan hard dough hanya 49.27% dan 44.31% atau menurun sebesar 26.09% dan 31.05%. Lebih rendah kandungan ADF dan NDF malai pada fase hard dough dan soft dough dibanding fase berbunga erat hubungannya dengan peningkatan karbohidrat pada biji. Fase hard dough

menghasilkan proporsi malai (biji) yang paling tinggi yaitu 60% (Tabel 4), dengan demikian kandungan pati juga meningkat, karena komponen utama biji sorgum adalah pati (Dicko et al. 2005). Kandungan pati yang tinggi menyebabkan kandungan BETN fase hard dough juga lebih tinggi pada penelitian ini, yang dapat dilihat pada Gambar 11. Menurut Prassad dan Staggenborg (2013) kandungan serat biji sorgum hanya 1%-3%.

Pada penelitian ini diperoleh rataan kandungan NDF fase berbunga adalah 67.40 % (daun), 57.59% (batang) dan 75.36% (malai), sedangkan pada fase soft dough kandungan NDF adalah 66.31% (daun), 52.12% (batang) dan 49.27% (malai). Data pada penelitian ini hampir sama dengan Carmi (2006) yaitu kandungan NDF pada fase berbunga adalah 66,7% - 67.8% (daun), 56.3% - 64.2% (batang) dan 64.0% - 68.9% (malai), sedangkan pada fase soft dough kandungan NDF adalah 69.3%-69.6% (daun), 65.3%-68.5% (batang) dan 34.2%-38.5% (malai).

Gambar 11 Grafik kandungan BETN galur sorgum mutan

Kandungan lignin tanaman sorgum mutan BMR

Lignin adalah faktor paling kritis dalam menentukan kualitas pakan terutama hijauan, tetapi sering tidak ditentukan dengan jelas batasannya. Setiap kenaikan satu unit persentase lignin, maka kecernaan bahan kering akan menurun 3-4 unit persentase (Linn dan Martin 1991). Kandungan lignin pada batang, daun dan malai disajikan pada Tabel 9.

Kandungan lignin batang sangat nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh galur sorgum mutan maupun waktu panen, namun tidak ada interaksi antar keduanya (P>0.05). Galur sorgum mutan non BMR (Patir 3.1) menghasilkan kandungan lignin batang paling tinggi 8.95% dibanding galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) dengan nilai berturut-turut 5.92% dan 5.67%, atau menurun 3.03% dan 3.28%. Kandungan lignin yang rendah pada galur BMR berhubungan dengan

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00

Berbunga Soft dough Hard dough

B ETN (% ) Waktu panen Patir 3.1 Patir 3.2 Patir 3.7

35 ekspresi aktivitas enzim untuk biosintesis lignin. Hasil mutasi pada galur mutan BMR menyebabkan ezim dehidrogenase cinnamyl alkohol (CAD) dan caffeic acid O-methyltransferase (COMT) aktivitasnya menurun (Li et al. 2015), sehingga menurunkan kandungan lignin dan meningkatkan kandungan glukosa (Scully et al

2016). Menurut Miller dan Stroup 2003; Ledgerwood et al. 2009; Tesso dan Ejeta 2011; Rao et al. 2012 terjadi modifikasi struktur dinding sel akibat mutasi sehingga kandungan lignin menurun pada galur mutan BMR. Pada penelitian penurunan lignin batang pada galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) sebesar 3.03% dan 3.28%, hasil ini lebih rendah dari hasil penelitian Miller dan Stroup (2003) dimana kandungan lignin sorgum BMR menurun dari 5-50% pada batang dan 5-25% pada daun, apabila dibandingkan dengan sorgum non BMR.

Kandungan lignin batang fase berbunga lebih tinggi dibandingkan fase soft dough dan hard dough dengan nilai berturut-turut 7.90%, 6.18% dan 6.46%, atau menurun 1.72% dan 1.44%. Kandungan lignin batang dipengaruhi oleh tingkat kedewasaan tanaman. Batang mengandung proporsi jaringan berdinding tebal yang lebih tinggi dan jaringan fotosintesis lebih sedikit daripada daun, sehingga batang memiliki konsentrasi dinding sel yang lebih tinggi dari pada daun (Wilson dan Kennedy 1996). Namun pada hasil penelitian ini justru terjadi hal sebaliknya, semakin meningkat umur tanaman sorgum mutan maka kandungan lignin semakin menurun, karena adanya pertumbuhan intensif pada malai, akumulasi pati pada biji dan peningkatan kandungan gula pada jaringan batang. Hal ini mengakibatkan terjadi kompetisi karbohidrat untuk sintesis karbohidrat nonstruktural dan karbohidrat structural, sehingga proporsi lignin pada tanaman sorgum menurun (Carmi et al. 2006; Subramanian 2013). Casler (2001) menyatakan bahwa penurunan kandungan lignin disebabkan peningkatan kandungan water soluble carbohydrate (WSC) berupa gula pada batang sorgum. Penurunan kandungan lignin pada penelitian ini juga disebabkan oleh penurunan kandungan ADF, karena lignin merupakan komponen dari ADF (Van Soest 1994). Kandungan ADF batang yang rendah pada fase hard dough menyebabkan kandungan lignin pada fase yang sama juga rendah terukur pada batang. Hubungan kandungan lignin dengan ADF memiliki koefisien determinasi R2 = 0.5133 atau koefisien korelasi r = 0.7, disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Korelasi antara kandungan ADF dan lignin

Kandungan lignin daun tidak dipengaruhi oleh galur sorgum mutan dan waktu panen (P>0.05) dan tidak ada interaksi antar keduanya (P>0.05). Kandungan lignin

y = 0,1352x + 2,4339 R² = 0,5133 0 2 4 6 8 10 12 0 10 20 30 40 50 60 L ig nin ( %) ADF (%)

36 daun berkisar antara 4.87% - 8.14%. Kandungan lignin malai lebih dipengaruhi oleh waktu panen (P<0.01) dan tidak ada interaksi antara galur sorgum mutan dan waktu panen (P>0.05). Kandungan lignin malai yang rendah pada fase hard dough

disebabkan kandungan NDF dan ADF malai pada penelitian ini juga rendah pada fase tersebut, Karen lignin merupakan komponen dari NDF dan ADF.

Tabel 9 Rataan kandungan lignin batang, daun dan malai tanaman sorgum mutan (%) Bagian tanaman Galur sorgum mutan Waktu panen

Berbunga Soft dough Hard dough Rataan

Batang Patir 3.1 10,18 ± 0,34 8,36 ± 0,18 8,32 ± 0,70 8,95 ± 0,41A Patir 3.2 7,70 ± 2,38 4,97 ± 0,18 5,09 ± 0,19 5,92 ± 0,92B Patir 3.7 5,82 ± 1,75 5,21 ± 0,33 5,98 ± 0,72 5,67 ± 0,93B Rataan 7,90 ± 1,49A 6,18 ± 0,23B 6,46 ± 0,54B Daun Patir 3.1 7,65 ± 3,87 7,12 ± 0,24 8,14 ± 0,40 7,64 ± 1,51 Patir 3.2 4,87 ± 0,18 5,29 ± 0,37 6,51 ± 0,33 5,55 ± 0,29 Patir 3.7 5,19 ± 1,69 6,10 ± 0,49 6,65 ± 0,25 5,98 ± 0,81 Rataan 5,90 ± 1,92 6,17 ± 0,37 7,10 ± 0,32 Malai Patir 3.1 9,61 ± 1,57 8,61 ± 0,53 6,55 ± 2,02 8,25 ± 1,37 Patir 3.2 9,26 ± 1,07 6,45 ± 1,65 6,55 ± 0,61 7,42 ± 1,11 Patir 3.7 9,38 ± 0,55 5,84 ± 1,38 6,93 ± 1,22 7,38 ± 1,05 Rataan 9,42 ± 1,06A 6,96 ± 1,19B 6,68 ± 1,28B

Keterangan : Superskrip (huruf besar) pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01). Superskrip (huruf kecil) pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05). Patir 3.1 = sorgum mutan non BMR (kontrol). Patir 3.2 dan Patir 3.7 = galur sorgum mutan BMR.

Kandungan selulosa dan hemiselulosa tanaman sorgum mutan BMR

Kandungan selulosa dan hemiselulosa tanaman sorgum dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan selulosa batang dipengaruhi oleh galur sorgum mutan dan waktu panen (P<0.01) dan tidak terdapat interaksi antar keduanya. Galur sorgum mutan non BMR (Patir 3.1) menghasilkan kandungan selulosa batang tertinggi (35.39%) sedangkan galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) menghasilkan kandungan selulosa lebih rendah 30.43% dan 29.43% atau menurun 4.96% dan 5.96%. Kandungan selulosa batang tertinggi terdapat pada waktu panen fase berbunga (36.43%) dan menurun pada fase

soft dough (29.80%) dan hard dough (29.02%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya kedewasaan tanaman pada saat panen menyebabkan penurunan kandungan selulosa batang, hal ini sesuai dengan pernyataan Mc Bee dan Miller (1993); Zhao et al. (2009) bahwa kandungan selulosa menurun dengan meningkatnya umur tanaman. Penurunan kandungan selulosa juga disebabkan meningkatnya kandungan gula pada batang sorgum. McBee and Miller (1993) menyatakan penurunan selulosa dan lignin pada sorgum dengan meningkatnya umur tanaman, disebabkan meningkatnya kandungan karbohidrat non struktural, diantaranya kandungan gula. Disamping itu, kandungan

37 ADF batang yang rendah pada fase soft dough dan hard dough menyebabkan kandungan selulosa batang juga rendah karena selulosa merupakan komponen ADF.

Tabel 10 Rataan kandungan selulosa dan hemiselulosa batang, daun dan malai tanaman sorgum mutan (%)

Bagian tanaman Galur sorgum mutan Waktu panen

Berbunga Soft dough Hard dough Rataan

Selulosa Batang Patir 3.1 39,16 ± 1.43 33,05 ± 2,04 33,95 ± 3,02 35,39 ± 2,16A Patir 3.2 36,82 ± 3,12 28,21 ± 1,16 26,25 ± 0,95 30,43 ± 1,74B Patir 3.7 33,31 ± 1,32 28,13 ± 1,99 26,85 ± 1,84 29,43 ± 1,72B Rataan 36,43 ± 1,96A 29,80 ± 1,73B 29,02 ± 1,94B Daun Patir 3.1 37,32 ± 5,10 31,87 ± 2,56 31,28 ± 1,95 33,49 ± 3,21 Patir 3.2 35,55 ± 3,58 31,39 ± 0,41 30,00 ± 1,32 32,31 ± 1,77 Patir 3.7 33,10 ± 3,01 32,68 ± 0,66 30,38 ± 1,80 32,05 ± 1,82 Rataan 35,32 ± 3,90A 31,98 ± 1,21B 30,55 ± 1,69B Malai Patir 3.1 35,19 ± 1,97A 18,58 ± 0,63B 11,91 ± 1,60C 21.89 ± 1.40 Patir 3.2 38,38 ± 0,94A 18,76 ± 0,49B 9,80 ± 0,95C 22.32 ± 0.79 Patir 3.7 39,62 ± 3,22A 16,32 ± 1,80B 10,45 ± 0,38C 22.13 ± 1.80 Rataan 37.73 ± 2.04A 17.89 ± 0.97B 10.72 ± 0.98C Hemiselulosa Batang Patir 3.1 23,80 ± 3,33 23,10 ± 1,78 26,86 ± 0,57 24,59 ± 1,89 Patir 3.2 23,04 ± 2,25 17,93 ± 1,81 22,88 ± 1,13 21,28 ± 1,73 Patir 3.7 22,94 ± 1,60 19,85 ± 2,43 23,64 ± 2,73 22,14 ± 2,25 Rataan 23,26 ± 2,39 20,29 ± 2,01 24,46 ± 1,48 Daun Patir 3.1 31,96 ± 2,29 33,51 ± 0,62 36,31 ± 2,15 33,92 ± 1,69 Patir 3.2 31,39 ± 2,33 34,02 ± 0,77 32,55 ± 1,77 32,65 ± 1,63 Patir 3.7 32,10 ± 2,74 32,63 ± 2,89 34,90 ± 0,26 33,21 ± 1,96 Rataan 31,82 ± 2,46b 33,39 ± 1,42a 34,59 ± 1,40a Malai Patir 3.1 40,10 ± 3,62 29,96 ± 7,13 34,48 ± 2,40 34,85 ± 4,39 Patir 3.2 36,17 ± 5,78 34,29 ± 3,33 36,45 ± 2,98 35,64 ± 4,03 Patir 3.7 36,59 ± 3,06 29,91 ± 2,20 29,84 ± 5,96 32,11 ± 3,74 Rataan 37,62 ± 4,15A 31,38 ± 4,22B 33,59 ± 3,78AB

Keterangan : Superskrip (huruf besar) pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01). Superskrip (huruf kecil) pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05). Patir 3.1 = sorgum mutan non BMR (kontrol). Patir 3.2 dan Patir 3.7 = galur sorgum mutan BMR.

Kandungan selulosa daun tidak dipengaruhi oleh galur sorgum mutan (P>0.05) tetapi lebih dipengaruhi oleh waktu panen (P<0.01). Kandungan selulosa daun tertinggi dihasilkan pada fase berbunga (35.32%) kemudian menurun pada fase soft dough (31.98%) dan fase hard dough (30.55%). Kandungan selulosa malai dipengaruhi sangat nyata oleh waktu panen (P<0.01) dan terdapat interaksi antara galur sorgum mutan dan waktu panen (P<0.01). Kandungan selulosa malai tertinggi

38 terdapat pada semua galur sorgum mutan pada fase berbunga, sedangkan kandungan selulosa malai terendah terdapat pada semua galur sorgum mutan yang dipanen pada fase hard dough.

Tabel 11 Kandungan fraksi serat tebon sorgum mutan (%)

Keterangan : Superskrip (huruf besar) pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01). Superskrip (huruf kecil) pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05). Patir 3.1 = sorgum mutan non BMR (kontrol). Patir 3.2 dan Patir 3.7 = galur sorgum mutan BMR.

Kandungan hemiselulosa batang tidak dipengaruhi baik oleh galur sorgum mutan maupun waktu panen dan tidak terdapat interaksi antar keduanya (P<0.05). Hal ini karena pada bagian batang lebih banyak mengandung elemen dinding sel sekunder seperti selulosa dan lignin (Madibela 2002; Miron et al. 2005) sehingga dinamika hemiselulosa pada batang kurang terlihat. Kandungan hemiselulosa daun lebih dipengaruhi oleh waktu panen (P<0.05). Fase hard dough dan soft dough

menghasilkan kandungan hemiselulosa daun yang lebih tinggi dibanding fase berbunga. Pada malai, waktu panen lebih mempengaruhi kandungan hemiselulosa (P<0.01). Fase berbunga dan fase hard dough menghasilkan kandungan hemiselulosa malai yang tidak berbeda (P<0.05) yaitu 37.62% dan 33.59%, sedangkan fase soft dough kandungan hemiselulosa malai lebih renddah dibanding fase berbunga yaitu 31.38%.

Parameter Galur sorgum mutan

Waktu Panen

Rataan Berbunga Soft dough Hard dough

ADF Patir 3.1 48.00±3.26 36.08±1.43 29.08±1.60 37.72±2.10a Patir 3.2 47.51±3.68 32.46±1.21 27.04±0.55 35.67±1.81b Patir 3.7 46.10±3.04 30.86±0.99 27.17±0.45 34.71±1.49b Rataan 47.20±3.33A 33.13±1.21B 27.77±0.87C NDF Patir 3.1 69.69±1.30 56.24±4.79 53.67±1.95 59.87±2.68 Patir 3.2 69.25±3.65 56.34±1.85 50.75±1.78 58.78±2.43 Patir 3.7 69.03±2.63 52.34±0.94 48.07±4.74 56.48±2.77 Rataan 69.32±2.53A 54.97±2.52B 50.83±2.82C Lignin Patir 3.1 9.65±1.92 8.11±0.20 7.19±1.24 8.32±1.12a Patir 3.2 8.38±2.01 5.75±0.90 6.33±0.43 6.82±1.11b Patir 3.7 7.88±1.57 5.75±0.83 6.72±0.86 6.78±1.08b Rataan 8.63±1.83A 6.54±0.64B 6.75±0.84B Selulosa Patir 3.1 36.55±1.69 26.13±1.26 19.89±1.54 27.53±1.50 Patir 3.2 37.38±1.07 24.68±0.39 17.36±0.50 26.47±0.65 Patir 3.7 36.49±1.91 23.88±1.07 17.86±0.82 26.07±1.27 Rataan 36.81±1.56A 24.89±0.91B 18.37±0.95C Hemiselulosa Patir 3.1 33.13±2.28 30.11±3.87 33.78±0.86 32.34±2.34 Patir 3.2 31.87±3.24 31.66±2.09 33.38±2.17 32.30±2.50 Patir 3.7 32.54±1.78 28.46±0.86 30.21±4.03 30.40±2.22 Rataan 32.52±2.43 30.08±2.28 32.46±2.35

39 Rataan kandungan selulosa dan hemiselulosa batang pada penelitian ini adalah 29.80% dan 20.29% (fase soft dough), hampir sama dengan hasil penelitian Dolciotti (1998) dimana kandungan selulosa dan hemiselulosa pada batang sorgum wray pada fase soft dough adalah 25% dan 23%. Berdasarkan data dinamika kandungan fraksi serat pada daun, batang dan malai, maka dapat dihitung kandungan fraksi serat tebon sorgum yang disajikan pada Tabel 11. Komposisi fraksi serat galur sorgum BMR menghasilkan kandungan fraksi serat yang lebih rendah dibandingkan galur sorgum non BMR.

Dokumen terkait