• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Produksi, Nilai Nutrisi Dan Karakteristik Serat Galur Sorgum Mutan Brown Midrib Sebagai Bahan Pakan Ruminansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Produksi, Nilai Nutrisi Dan Karakteristik Serat Galur Sorgum Mutan Brown Midrib Sebagai Bahan Pakan Ruminansia"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PRODUKSI, NILAI NUTRISI DAN KARAKTERISTIK

SERAT GALUR SORGUM MUTAN

BROWN MIDRIB

SEBAGAI BAHAN PAKAN RUMINANSIA

RIESI SRIAGTULA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Evaluasi Produksi, Nilai Nutrisi dan Karakteristik Serat Galur Sorgum Mutan Brown Midrib sebagai Bahan Pakan Ruminansia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Riesi Sriagtula

(4)

RINGKASAN

RIESI SRIAGTULA. Evaluasi Produksi, Nilai Nutrisi dan Karakteristik Serat Galur Sorgum Mutan Brown Midrib sebagai Bahan Pakan Ruminansia. Dibimbing oleh PANCA DEWI MANU HARA KARTI, LUKI ABDULLAH, SUPRIYANTO dan DEWI APRI ASTUTI.

Tanaman sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman pangan yang berpotensi sebagai hijauan pakan karena produksi biomasa, kandungan nutrisi dan palabilitas yang tinggi. Tanaman sorgum menghasilkan hijauan sekaligus bijian yang merupakan sumber serat (energi) dan protein bagi ternak ruminansia, dengan kandungan nutrisi hampir menyamai tanaman jagung (Zea mays), yang dapat dipanen beberapa kali dalam siklus hidupnya. Tanaman sorgum lebih tahan terhadap kekeringan dibanding tanaman jagung sehingga berpotensi dikembangkan di kawasan kering terutama wilayah Indonesia bagian timur. Sorgum sebagai alternatif pakan memiliki kelemahan yaitu kandungan lignin yang tinggi, sehingga kecernaannya lebih rendah apabila dibandingkan tanaman jagung. Pemuliaan tanaman pakan ternak belum banyak dilakukan, pemuliaan tanaman bertujuan untuk meningkatkan keragaman tanaman dan menseleksi karakter yang dikehendaki. Pengembangan sorgum menjadi varietas yang ideal untuk tanaman pakan dilakukan melalui pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. Galur-galur sorgum Patir merupakan hasil pemuliaan tanaman sorgum di Indonesia (SEAMEO-BIOTROP, Bogor) melalui mutasi genetik dengan iradiasi sinar gamma 150 Gy. Galur-galur sorgum mutan Patir merupakan sorghum Brown Midrib (BMR), yang diperuntukkan sebagai hijauan pakan ternak karena kandungan lignin lebih rendah sehingga kecernaannya lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan produksi enam galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2, Patir 3.3, Patir 3.4, Patir 3.5, Patir 3.6 dan Patir 3.7) yang dibandingkan dengan galur sorgum mutan non BMR (Patir 3.1) pada fase generatif berbeda (fase-fase pengisian biji), mengevaluasi kandungan nutrisi dan kecernaan secara in vitro dua galur sorgum mutan BMR terpilih dengan produksi biomasa tertinggi, serta menentukan galur sorgum mutan BMR terbaik.

Penelitian ini terdiri dari 3 tahap, tahap pertama dilakukan untuk mengevaluasi pertumbuhan galur sorgum mutan BMR berdasarkan potensi produksi biomasa dan potensi produksi nutrisi pada fase-fase pengisian biji, untuk mendapatkan dua galur sorgum mutan BMR terpilih. Penelitian ini menggunakan metoda eksperimen menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial, dilanjutkan dengan serangkaian pengamatan meliputi pengamatan agronomis dan produksi biomasa serta menghitung potensi produksi nutrisi pada dua galur terpilih yang menghasilkan produksi biomasa tertinggi.

Penelitian tahap I diperoleh hasil bahwa produksi biomasa segar galur mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) adalah 44.16 ton ha-1 dan 45.19 ton ha-1, ternyata tidak berbeda dibanding produksi biomasa galur sorgum mutan non BMR (Patir 3.1) yaitu 46.80 ton ha-1. Produksi biomasa yang dihasilkan pada pemanenan fase

(5)

lemak kasar antara galur sorgum mutan BMR dan non BMR. Produksi protein kasar dan lemak kasar lebih tinggi dihasilkan pada pemanenan fase hard dough.

Penelitian tahap kedua bertujuan untuk mengevaluasi kandungan nutrisi, karakteristik serat dan kecernaan secara in vitro pada dua galur sorgum mutan BMR dengan produksi biomasa tertinggi. Metoda yang digunakan pada penelitian ini adalah pengujian kandungan nutrisi dengan menggunakan analisis proksimat, pengujian serat menggunakan analisis Van Soest dan uji kecernaan merujuk pada Tilley dan Terry (1963). Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) menghasilkan kandungan protein kasar yang lebih tinggi, kandungan lignin lebih rendah dan kecernaan lebih tinggi dibanding galur sorgum mutan non BMR (Patir 3.1). Kandungan protein kasar galur sorgum mutan BMR Patir 3.2 dan Patir 3.7 adalah 9.28% dan 9.06% sedangkan galur sorgum mutan non BMR Patir 3.1 adalah 8.54%. Pemanenan pada fase hard dough

menghasilkan produksi protein kasar, abu dan lemak kasar paling tinggi pada penelitian ini.

Kandungan lignin galur sorgum mutan BMR Patir 3.2 dan Patir 3.7 adalah 6.82% dan 6.78% sedangkan kandungan lignin galur sorgum mutan non BMR Patir 3.1 adalah 8.32%. Kecernaan bahan kering galur sorgum mutan BMR Patir 3.2 dan Patir 3.7 adalah 66.47% dan 68.74% sedangkan galur sorgum mutan non BMR Patir 3.1 adalah 54.23%. Galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) menghasilkan produksi biomasa segar yang sama dengan galur sorgum mutan non BMR (Patir 3.1). Penurunan kandungan lignin pada galur sorgum mutan BMR ternyata tidak menyebabkan penurunan produksi biomasa. Berdasarkan waktu panen, fase hard dough menghasilkan produksi segar, produksi bahan kering dan kecernaan paling tinggi dibanding fase soft dough dan fase berbunga. Kandungan protein kasar total tidak berbeda antara fase berbunga, soft dough dan hard dough.

Penelitian tahap ketiga bertujuan untuk menentukan galur sorgum mutan dan waktu panen terbaik, menggunakan metoda skoring yaitu memberikan skor pada parameter tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur sorgum mutan BMR Patir 3.7 merupakan galur sorgum mutan terbaik pada penelitian ini, sedangkan waktu panen hard dough merupakan waktu panen terbaik.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) menghasilkan produksi biomasa yang tidak berbeda dibanding galur sorgum mutan non BMR (Patir 3.1). Galur sorgum mutan BMR mengandung protein kasar lebih tinggi dan lignin lebih rendah sehingga menghasilkan kecernaan bahan kering yang lebih tinggi dibanding galur sorgum mutan non BMR. Galur terbaik untuk pakan tunggal pada penelitian ini adalah galur BMR Patir 3.7.

(6)

SUMMARY

RIESI SRIAGTULA. Evaluation of Production, Nutrient Content and Fiber Characteristics of Brown Midrib Sorghum Mutant Lines as Ruminant Feed. Supervised by PANCA DEWI MANU HARA KARTI, LUKI ABDULLAH, SUPRIYANTO and DEWI APRI ASTUTI.

Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) is a potential crop as forage because of high biomass production, high nutrient content and palatable. Sorghum produces forage grain as source of fiber (energy) and protein for ruminants. Nutrition content of sorghum is as equal as to maize, and can be harvested several times in its life cycle. Sorghum is more resistant to drought than the maize, potentially developed in dry region areas, especially eastern region of Indonesia. Sorghum as an alternative feed has the disadvantage of high lignin content so that less digestibility than the maize. Plant breeding for forage crop has limited, breeding aims to increase the diversity of plants and selecting the desired characters. Development of sorghum into varieties that are ideal to forage crop was done through mutation breeding technique using gamma ray irradiation. The Patir sorghum lines are result of plant breeding sorghum in Indonesia through genetic mutations with 150 gy gamma ray irradiation. Sorghum mutant lines Patir are Brown midrib (BMR) sorghum, which is applied as forage crop due to lower lignin content thereby increasing the digestibility. This study aimed to evaluate the growth and production of six BMR sorghum mutant lines (Patir 3.2, Patir 3.3, Patir3.4, Patir 3.5, Patir 3.6 and Patir 3.7) compared with non BMR sorghum mutant line (Patir 3.1) at different of flowering stages, evaluate nutrient content and digestibility in vitro of two BMR sorghum mutant lines (Patir Patir 3.2 and 3.7) to find out the highest biomass production, as well as to determine the best BMR sorghum mutant line.

The study consisted of three research phases, the first research phase was conducted to determine the growth of BMR sorghum mutant lines based on potential of biomass and nutrition production in different harvest times, to find out two of best selected BMR sorghum mutant lines. This research used experimental method of Factorial in Completely Randomized Block Design, to observe the agronomic and biomass production as well as to calculate the potential production of nutrients in the two selected sorghum mutant lines that produce the highest biomass.

The results showed that the fresh biomass production of BMR sorghum mutant lines (Patir 3.2 and Patir 3.7) was 44.16 tons ha-1 and 45.19 tons ha-1, respectively, was not significantly different than non BMR sorghum mutant line (Patir 3.1) was 46.80 tons ha-1. In generall, the production of biomass at hard dough phase was 43.79 tons ha-1, it is the highest biomass production than soft dough phase (42.96 tons ha-1) and flowering phases (37.75 tons ha-1). There is no significantly different in the production of crude protein, crude fiber, ash and crude lipid between BMR and non BMR sorghum mutant lines. The production of crude protein and crude lipid were highest at hard dough phase.

(7)

study was to measure nutrition content to proximate analysis, van Soest analysis and digestibility refers to the Tilley and Terry (1963). The results showed that the BMR sorghum mutant lines (Patir 3.2 and Patir 3.7) produced higher crude protein content, lower lignin content and higher digestibility than non BMR sorghum mutant line (Patir 3.1). The crude protein content of BMR sorghum mutan lines (Patir 3.2 and Patir 3.7) were 9.28% and 9.6% respectively, while non BMR sorghum mutant line (Patir 3.1) was 8.54%. Harvesting time at hard dough phase resulted the highest production of crude protein, ash and crude lipid.

The content of lignin of BMR sorghum mutant lines Patir 3.2 and Patir 3.7 were 6.82% and 6.78% respectively, while the lignin content of non BMR sorghum mutant line of Patir 3.1 was 8.32% or decreased 1.5%. The dry matter digestibility of BMR sorghum mutant lines Patir 3.2 and Patir 3.7 were 66.47% and 68.74% respectively, while non BMR sorghum mutant line Patir 3.1 was 54.23% or increased 12.24% and 14.51%. This study found that at hard dough phase produced high fresh and dry matter production, high digestibility compare to soft dough and flowering phases. The total crude protein content at hard dough phase was not significantly different to soft dough and hard dough phases.

The third research aims to determine the best of sorghum mutant lines and harvest times, using a scoring method that gives a score on a certain parameters. The results showed that the BMR sorghum mutant line Patir 3.7 was the best mutant line in this study, while the hard dough phase was the best harvest time.

The conclusion of this study was the BMR sorghum mutant lines (Patir 3.2 and Patir 3.7) produced fresh biomass as the same`as non BMR sorghum mutant line (Patir 3.1). The BMR sorghum mutant lines produced higher crude protein and lower lignin content, so that dry matter digestibility was higher than non BMR sorghum mutant line. The best BMR sorghum mutant line in this study was Patir 3.7.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

EVALUASI PRODUKSI, NILAI NUTRISI DAN KARAKTERISTIK

SERAT GALUR SORGUM MUTAN

BROWN MIDRIB

SEBAGAI BAHAN PAKAN RUMINANSIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr Ir Nurhayati Diah Purwantari 2. Prof Dr Ir Nahrowi, MSc

(11)

Judul Disertasi : Evaluasi Produksi, Nilai Nutrisi dan Karakteristik Serat Galur Sorgum Mutan Brown Midrib sebagai Bahan Pakan Rumiansia. Nama : Riesi Sriagtula

NIM : D261120011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK M Si Ketua

Prof Dr Ir Luki Abdullah, M Sc Agr Anggota

Dr Ir Supriyanto Anggota

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti MS Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi

Ilmu Nutrisi dan Pakan

Prof Dr Ir Yuli Retnani, M Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M Sc Agr

Tanggal Ujian Tertutup: 27 Juni 2016 Tanggal lulus: Tanggal Sidang Promosi: 16 Agustus

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga disertasi yang berjudul “Evaluasi Produksi, Nilai Nutrisi dan

Karakteristik Serat Galur Sorgum Mutan Brown Midrib sebagai Bahan Pakan

Ruminansia” dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini disusun dalam rangka

penyelesaian studi Program Doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan (INP) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Hasil penelitian ini telah diseminarkan pada The 3rd International Seminar on Animal Industry, dengan tema “Sustainable Animal Production for Better Human Welfare and Environment”yang diselenggarakan di Bogor pada tanggal 17-18 September 2015 oleh Fakultas Peternakan IPB dengan makalah yang berjudul

Evaluation of Growth and Biomass Production of Sorghum Mutant Lines

(Sorghum Brown Midrib) at Different of Harvest Time”. Hasil penelitian ini juga telah dipublikasikan pada International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR) tahun 2016 volume 25 nomor 2 : 58-69 dengan judul

Dynamics of Fiber Fraction in Generative Stage of M10-BMR Sorghum Mutant

Lines” dan pada Pakistan Journal of Nutrition tahun 2016 volume 15 nomor 6 : 524-531, dengan judul “Growth, Biomass, and Nutrient Production of Brown Midrib Sorghum Mutant Lines at Different Harvest Times.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Panca DMH Karti MSi, Prof Dr Ir Luki Abdullah MScAgr, Dr Ir Supriyanto dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti MS selaku dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberikan arahan dan solusi pada setiap masalah yang penulis hadapi. Ucapan terima kasih kepada Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc beserta staf, atas bantuan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa di Program Studi INP. Kepada Rektor Universitas Andalas dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Andalas beserta jajaran pimpinan, penulis sampaikan ucapan terimakasih atas kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan untuk mengikuti studi Program Doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan pakan (INP) Sekolah Pascasarjana IPB. Selanjutnya kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, terimakasih atas beasiswa Biaya Pendidikan Pasca Dalam Negeri (BPPDN) yang telah diberikan dan bantuan penelitian melalui Program Hibah Bersaing (Project ID No.55/H.16/HB/LPPM/2015). Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Rektor Institut Pertanian Bogor beserta seluruh civitas akademika yang telah menerima penulis untuk mengikuti pendidikan S3 di IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada SEAMEO-BIOTROP-FAO/IAEA Joint Division atas fasilitas lapangan percobaan dan penyediaan benih materi penelitian.

(14)

mendoakan penulis. Kepada Reuza Dwimazla, SS terima kasih telah menjadi kakak yang hebat untuk penulis, dan kepada seluruh keluarga atas motivasi dan doanya. Khusus buat suamiku Teguh Ariefianto, ST terima kasih atas dukungan, doa, restu, pengertian dan kesabaran. Kepada kedua putri tercinta Nasywa Nawal Mohga dan Rifaya Althafunnisa, terima kasih ananda berdua telah mendampingi perjuangan ini.

Semoga Disertasi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang peternakan, dan sebagai referensi pengembangan budidaya tanaman sorgum sebagai sumber hijauan pakan ruminansia di Indonesia.

Bogor, Agustus 2016

(15)

DAFTAR ISI

Ruang Lingkup Penelitian 5

Kebaruan Penelitian 6

2 EVALUASI PRODUKSI BEBERAPA GALUR

SORGUM MUTAN BROWN MIDRIB PADA FASE GENERATIF BERBEDA

11

Pendahuluan 12

Materi dan Metoda 12

Hasil dan Pembahasan 17

Simpulan 27

3 DINAMIKA KANDUNGAN FRAKSI SERAT DAN TANIN GALUR SORGUM MUTAN BROWN MIDRIB

PADA FASE GENERATIF BERBEDA

29

Pendahuluan 30

Materi dan Metoda 31

Hasil dan Pembahasan 31

Simpulan 40

4 DINAMIKA KANDUNGAN NUTRISI DAN

KECERNAAN SECARA IN VITRO BEBERAPA GALUR SORGUM MUTAN BROWN MIDRIB PADA FASE GENERATIF BERBEDA

41

Pendahuluan 42

Materi dan Metoda 43

Hasil dan Pembahasan 44

Simpulan 50

Hasil dan Pembahasan 52

(16)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh galur dan waktu panen terhadap rataan tinggi dan diameter batang tanaman galur sorgum mutan

17 2 Pengaruh galur dan waktu panen terhadap lebar dan panjang daun

(cm)

19 3 Pengaruh galur dan waktu panen terhadap rataan kadar gula

batang (% brix)

20 4 Pengaruh galur dan waktu panen terhadap rataan proporsi daun,

batang dan malai berdasarkan berat kering (%)

21 5 Pengaruh galur dan waktu panen terhadap produksi biomasa (ton

ha-1)

24

6 Kandungan nutrisi tebon sorgum mutan (%) 25

7 Pengaruh galur dan waktu panen terhadap rataan produksi nutrisi tanaman sorgum mutan (ton ha-1)

26 8 Rataan Kandungan ADF dan NDF pada batang, daun dan malai

tanaman sorgum mutan (%)

33 9 Rataan Kandungan lignin pada batang, daun dan malai tanaman

sorgum mutan (%)

36 10 Rataan kandungan selulosa dan hemiselulosa pada batang, daun

dan malai tanaman sorgum mutan (%)

37 11 Kandungan fraksi serat tebon sorgum mutan (%) 38 12 Kandungan tannin pada malai sorgum mutan (%) 39 13 Kandungan protein kasar dan serat kasar batang, daun dan malai

tanaman sorgum mutan (%)

45 14 Kandungan abu dan lemak kasar pada batang, daun dan malai

tanaman sorgum mutan (%)

47 15 Rataan kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik (%) 49

16 Skor pemilihan galur sorgum mutan terbaik 53

17 Skor pemilihan waktu panen sorgum mutan terbaik 53 18 Perbandingan estimasi produksi biomasa dan produksi nutrisi

Patir 3.7, jagung dan rumput gajah

54 19 Perbandingan komposisi nutrisi Patir 3.7 hard dough, ransum

ADG 750 g/hari dan ransum ADG 1000 g ha-1

63

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan keragaman genetik galur sorgum mutan Patir 3

2 Kerangka Pemikiran Penelitian 8

3 Diagram alir penelitian 9

4 Data curah hujan bulan Juni-Oktober 2014 13

5 Persiapan lahan 13

6 Proses penanaman 14

7 Denahpercobaan dan individu yang diamati 14

8 Keragaman tanaman sorgum BMR umur 15 HST 15

9 Fase-fase pengisian biji pada tanaman sorgum 15

10 Kondisi malai akibat serangan burung 22

11 Grafik kandungan BETN galur sorgum mutan 34

12 Korelasi antara kandungan ADF dan lignin 35

(17)

14 Metabolisme karbon pada tumbuhan 58 15 Partisi karbon dari source ke sink pada tanaman sorgum manis 59 16 Kondisi daun tanaman sorgum fase hard dough 60 17 Kekuatan sink dan prioritas pergerakan partisi karbon fase

generatif berbeda pada tanaman sorgum manis

60 18 Morfologi tanaman galur sorgum mutan fase hard dough 61

19 Sintesis monomer lignin pada tanaman 62

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sidik ragam tinggi tanaman 77

2 Sidik ragam diameter batang 77

3 Uji DMRT interaksi antara galur dengan waktu panen terhadap diameter batang

8 Uji DMRT interaksi antara galur dengan waktu panen terhadap panjang daun

79 9 Sidik ragam proporsi daun (berdasarkan berat kering) 79 10 Uji DMRT interaksi antara galur dengan waktu panen terhadap

proporsi daun (berdasarkan berat kering)

80 11 Sidik ragam proporsi batang (berdasarkan berat kering) 80 12 Uji DMRT interaksi antara galur dengan waktu panen terhadap

proporsi batang (berdasarkan berat kering)

81 13 Sidik ragam proporsi malai (berdasarkan berat kering) 81 14 Uji DMRT interaksi antara galur dengan waktu panen terhadap

proporsi malai (berdasarkan berat kering)

82

15 Sidik ragam produksi biomasa segar 82

16 Uji DMRT galur terhadap produksi biomasa segar 83 17 Uji DMRT waktu panen terhadap produksi biomasa segar 83

18 Sidik ragam produksi bahan kering 83

19 Uji DMRT galur terhadap produksi bahan kering 83 20 Uji DMRT waktu panen terhadap produksi bahan kering 84

21 Sidik ragam produksi protein kasar 84

22 Uji DMRT waktu panen terhadap produksi protein kasar 84

23 Sidik ragam produksi serat kasar 84

24 Sidik ragam produksi abu 85

25 Uji DMRT interaksi antara galur dengan waktu panen terhadap produksi abu

85

26 Sidik ragam produksi lemak kasar 85

27 Uji DMRT waktu panen terhadap produksi lemak kasar 86

28 Sidik ragam ADF batang 86

29 Uji DMRT galur terhadap ADF batang 86

30 Uji DMRT waktu panen terhadap ADF batang 86

31 Sidik ragam ADF daun 87

(18)

33 Uji DMRT interaksi antara galur dengan waktu panen terhadap ADF malai

87

34 Sidik ragam NDF batang 88

35 Uji DMRT galur terhadap NDF batang 88

36 Sidik ragam NDF daun 88

37 Sidik ragam NDF malai 88

38 Uji DMRT waktu panen terhadap NDF malai 89

39 Sidik ragam Lignin batang 89

40 Uji DMRT galur terhadap lignin batang 89

41 Uji DMRT waktu panen terhadap lignin batang 89

42 Sidik ragam lignin daun 90

43 Sidik ragam lignin malai 90

44 Uji DMRT waktu panen terhadap lignin malai 90

45 Sidik ragam selulosa batang 90

46 Uji DMRT galur terhadap selulosa batang 91

47 Uji DMRT waktu panen terhadap selulosa batang 91

48 Sidik ragam selulosa daun 91

49 Uji DMRT waktu panen terhadap selulosa daun 91

50 Sidik ragam selulosa malai 92

51 Uji DMRT interaksi antara galur dengan waktu panen terhadap selulosa malai

92

52 Sidik ragam hemiselulosa batang 92

53 Sidik ragam hemiselulosa daun 93

54 Uji DMRT waktu panen terhadap hemiselulosa daun 93

55 Sidik ragam hemiselulosa malai 93

56 Uji DMRT waktu panen terhadap hemiselulosa malai 93

57 Sidik ragam kandungan tanin malai 94

58 Uji DMRT interaksi antara galur dengan waktu panen terhadap kandungan tanin malai

94 59 Sidik ragam kandungan protein kasar batang 94 60 Uji DMRT waktu panen terhadap kandungan protein kasar

batang

95

61 Sidik ragam kandungan protein kasar daun 95

62 Uji DMRT galur terhadap kandungan protein kasar daun 95 63 Uji DMRT waktu panen terhadap kandungan protein kasar

daun

95 64 Sidik ragam kandungan protein kasar malai 96 65 Uji DMRT interaksi antara galur dengan waktu panen terhadap

kandungan protein kasar malai

96

66 Sidik ragam kandungan serat kasar batang 96

67 Uji DMRT galur terhadap kandungan serat kasar batang 97 68 Uji DMRT waktu panen terhadap kandungan serat kasar

batang

97

69 Sidik ragam kandungan serat kasar daun 97

70 Sidik ragam kandungan serat kasar malai 97

(19)

74 Uji DMRT galur terhadap kandungan abu batang 98 75 Uji DMRT waktu panen terhadap kandungan abu batang 99

76 Sidik ragam kandungan abu daun 99

77 Uji DMRT waktu panen terhadap kandungan abu daun 99

78 Sidik ragam kandungan abu malai 99

79 Uji DMRT waktu panen terhadap kandungan abu malai 100

80 Sidik ragam kandungan lemak kasar batang 100

81 Uji DMRT waktu panen terhadap kandungan lemak kasar batang

100

82 Sidik ragam kandungan lemak kasar daun 100

83 Sidik ragam kandungan lemak kasar malai 101

84 Uji DMRT waktu panen terhadap kandungan lemak kasar malai

101

85 Sidik ragam kecernaan bahan kering 101

86 Uji DMRT galur terhadap kecernaan bahan kering 101 87 Uji DMRT waktu panen terhadap kecernaan bahan kering 102

88 Sidik ragam kecernaan bahan organik 102

89 Uji DMRT galur terhadap kecernaan bahan organik 102 90 Uji DMRT waktu panen terhadap kecernaan bahan organik 102

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan peternakan berkelanjutan memiliki tiga kriteria yaitu kelestarian usaha, sosial-ekonomi dan lingkungan yang diindikasikan dengan mampu mendukung produksi ternak, meningkatkan kesejahteraan petani dan melestarikan lingkungan hidup. Ada tiga parameter untuk mendukung produksi ternak yaitu genetik, pakan dan manajemen. Kuantitas, kualitas, dan kontinuitas pakan merupakan tiga faktor yang harus dipenuhi dalam penyediaan pakan yang berkelanjutan. Pakan ternak ruminansia umumnya diberikan dalam bentuk hijauan (rumput), hampir 70% dari hijuan yang dikonsumsi ternak berasal dari spesies rumput lokal dengan kandungan protein kasar 5%-7% dan TDN <60% (Abdullah, 2006). Penggunaan hijauan berbasis rumput lokal dengan protein rendah menyebabkan produktivitas ternak menjadi rendah, terutama selama musim kemarau. Pemberian (input) pakan konsentrat yang memiliki nilai nutrisi lebih tinggi daripada hijauan ditujukan untuk memaksimalkan pertumbuhan dan produksi ternak. Namun hal ini berdampak pada meningkatnya biaya produksi akibat ketergantungan terhadap impor bahan konsentrat berbasis serealia dan biji-bijian. Untuk memenuhi kebutuhan pakan hijauan secara berkesinambungan dan mengurangi external input dalam ransum ternak ruminansia maka perlu dicari tanaman pakan yang dapat menghasilkan hijauan dan biji-bijian sebagai sumber protein dan energi. Selama ini brangkasan jagung (tebon) merupakan tanaman sumber hijauan dan biji-bijian yang biasa diberikan sebagai pakan ruminansia.

Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung termasuk batang, daun dan buah jagung (Soeharsono dan Sudaryanto 2006), yang dipanen pada saat biji jagung masih sangat muda, pada umur berkisar 65-75 hari setelah tanam (HST) (Sariubang dan Herniwati 2011). Namun untuk tujuan tersebut panen dilakukan hanya sekali karena jagung merupakan tanaman semusimyang dapat dipanen hanya sekali dalam siklus hidupnya. Selain tebon jagung, tanaman lain yang juga potensial dimanfaatkan sebagai sumber hijauan dan bijian adalah tebon sorgum (Sorgum bicolor L. Moench).

(22)

2 seluruh bagian tanaman mempunyai nilai ekonomis serta tumbuh baik di lahan masam, lahan basa dan lahan tidak subur (Sanchez et al. 2002; Ritter et al. 2007). Tebon sorgum sebagai alternatif pakan memiliki kelemahan yaitu kandungan lignin yang tinggi (± 6%) sehingga kecernaan lebih rendah dibanding tebon jagung (Miller dan Stroup 2003). Hal ini karena tanaman sorgum yang digunakan untuk pakan merupakan varietas untuk pangan atau penghasil energi bioetanol. Pengembangan sorgum menjadi varietas yang ideal untuk tanaman pakan dapat dilakukan melalui pemuliaan tanaman, antara lain dengan teknik mutasi dengan iradiasi sinar gamma.

Sorgum Brown Midrib (BMR) merupakan salah satu hasil mutasi pada tanaman sorgum, yang secara khusus dikembangkan sebagai tanaman pakan. Di dunia, selama beberapa tahun terakhir pemuliaan mutasi telah berhasil mengembangkan sekitar 500 kultivar tanaman dan 255 kultivar diantaranya berasal dari tanaman serealia (Donini 1984). Menurut data FAO/IAEA hingga tahun 2009, sekitar 3100 mutan dari 190 jenis telah dibudidayakan. Jumlah varietas mutan terbesar dihasilkan negara-negara Asia (1858 mutan, terutama di India, Jepang dan China), diikuti Eropa (899 mutan), Amerika Utara (202 mutan), Afrika (62 mutan), Amerika Latin (48 mutan) dan Kawasan Australia/Pasifik (10 mutan) (Poster dan Shu 2012). Di Indonesia, pemuliaan mutasi (mutation breeding) telah diaplikasikan pada berberapa jenis tanaman pangan, antara lain padi (Sobrizal 2007; Ishak 2012), sorgum (Surya dan Soeranto 2006; Supriyanto 2014), kedelai (Soeranto dan Sihono 2010). Samurai 1, Samurai 2 dan Pahat merupakan varietas sorgum mutan yang sudah dilepas untuk tanaman pangan di Indonesia (Human et al. 2011). Varietas BMR merupakan varietas mutan yang sangat terkenal di dunia dan secara khusus telah dikembangkan sebagai tanaman pakan ternak (Ouda et al. 2005). Awalnya BMR adalah hasil mutasi genetik dari beberapa spesies rerumputan, dalam beberapa tahun terakhir jenis BMRdiaplikasikan pada hijauan sorgum. Diprediksi 80-85% tanaman yang akan dijadikan sebagai hijauan pakan di dunia adalah varietas BMR (Miller dan Stroup 2003).

Galur sorgum mutan BMR telah dikembangkan di Indonesia oleh Supriyanto (2014). Hingga sekarang sudah dihasilkan 7 (tujuh) galur sorgum mutan yaitu galur sorgum mutan non BMR Patir 3.1 dan galur sorgum mutan BMR; Patir 3.2, Patir 3.3, Patir 3.4, Patir 3.5, Patir 3.6 dan Patir 3.7. Galur-galur sorgum mutan ini mempunyai ragam genetik yang berbeda walaupun berasal dari indukan yang sama yaitu ZH-30. Bagan keragaman genetik galur sorgum mutan BMR Patir dapat dilihat pada Gambar 1. Namun evaluasi ketujuh sorgum BMR untuk pakan ternak ruminansia belum pernah dilakukan.

(23)

3

Keterangan : P1 = Galur sorgum mutan non BMR (Patir 3.1)

P2 s.d P7 = Galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 s.d Patir 3.7) G = indukan (ZH-30)

Gambar 1 Bagan keragaman genetik galur sorgum mutan Patir

Sumber : Supriyanto (2014)

Lignin merupakan komponen dari dinding sel, namun lignin juga dianggap sebagai komponen antinutrisi pada hijauan karena berdampak negatif terhadap ketersediaan nutrisi (Moore dan Jung 2001). Lignin membatasi kecernaan dinding sel (fibre) karena adanya penghalang secara fisik dan kimia terhadap kerja mikroorganisme rumen. Dinding sel menggambarkan bagian dari hijauan pakan yang tidak tercerna. Kecernaan dan komposisi dinding sel menggambarkan bagian yang tercerna dari hijauan pakan, dan merupakan faktor pembatas produksi ternak yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan hijauan tinggi (Van Soest 1994). Faktor terbesar yang mempengaruhi konsentrasi dan komposisi dinding sel hijauan adalah proses kedewasaan tanaman.

Tingkat kedewasaan tanaman akan mempengaruhi produksi dan nilai nutrisi hijauan (Mc Donald et al. 2002), dan menyebabkan akumulasi masa batang akan melebihi akumulasi masa daun (Jung 2012). Ada dua fase utama dalam pertumbuhan tanaman, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase pertumbuhan vegetatif terjadi perkembangan daun dan batang sebagai hasil penimbunan proses fotosintesis. Kelebihan hasil asimilasi ini akan disimpan pada bagian vegetatif sebagai senyawa cadangan, akan tetapi pada fase generatif senyawa cadangan tersebut akan ditranslokasikan untuk perkembangan biji, yang mengakibatkan terjadinya penurunan total berat batang sebagai akibat dari pemindahan materi dari batang ke biji. Saat memasuki fase generatif maka rasio batang dan daun meningkat, hal ini mengakibatkan nilai nutrisi tanaman berkurang.

(24)

4 dengan fase pertumbuhan tanaman, yang mempunyai relevansi yang akurat dengan produksi dan nilai nutrisi dan kecernaan.

Penentuan umur panen tanaman sorgum mutan BMR yang tepat sangat diperlukan untuk menjamin tingginya produksi biomasa dan sumbangan nutrisi dari bunga/biji. Munculnya bunga/biji akan meningkatkan bobot tanaman, setelah terjadi penyerbukan berat biji akan meningkat sehingga total bahan kering juga meningkat (Vanderlip 1993). Tahap pengisian biji berkontribusi paling tinggi (93%) terhadap produksi biomasa (Pacific seeds yearbook 2009). Untuk itu perlu dilakukan evaluasi produksi, kualitas nutrisi dan karakteristik serat sorgum mutan BMR sebagai pakan ternak ruminansia.

Perumusan Masalah

Hijauan merupakan bahan pakan utama ternak ruminansia dengan tingkat konsumsi mencapai >80% dari total bahan kering (Abdullah 2011) atau sekitar 30-40 kg hijauan segar ekor-1 hari-1. Populasi ternak sapi potong di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 16 juta ekor (Satistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2015) mengakibatkan sekitar 172 juta ton hijauan harus disediakan sepanjang tahun di Indonesia. Kendala utama dalam penyediaan pakan hijauan di Indonesia adalah kuantitas, kualitas dan kontinuitas yang dipengaruhi oleh musim. Selain itu, ketersediaan hijauan semakin menurun akibat alih fungsi padang pengembalaan menjadi lahan pertanian, pemukiman serta fasilitas lainnya. Indonesia memiliki lahan kering yang potensial untuk budidaya tanaman pakan dengan luasan mencapai 122 juta ha, dimana sekitar 108.8 juta ha diantaranya merupakan lahan kering masam atau sekitar 60% dari total luas lahan Indonesia (Mulyani dan Syarwani 2013). Oleh karena itu, perlu dicari tanaman hijauan yang dapat dibudidayakan pada lahan-lahan marginal dan adaptif terhadap musim kering sehingga dapat berproduksi sepanjang tahun. Pengembangan tanaman sorgum untuk pakan ternak ruminansia diharapkan dapat menjadi alterantif pakan yang adaptif di lahan kering.

Untuk menunjang program tersebut perlu aplikasi teknologi pemuliaan tanaman pakan sehingga menghasilkan varietas yang berkualitas melalui mutasi genetik dengan iradiasi sinar gamma. Secara konsep, iradiasi dengan sinar gamma mengakibatkan penurunan lignifikasi dan peningkatan selulosa pada tanaman mutan BMR, sehingga kecernaan dinding sel lebih tinggi (Ouda et al. 2005). Sifat BMR pada tanaman sering dikaitkan secara negatif dengan kesehatan tanaman dan produksi biomasa. Lignin pada tanaman merupakan bentuk pertahanan tubuh dan ketegaran terhadap kondisi lingkungan serta membuat tanaman menjadi kokoh. Lignin merupakan bagian integral dari kesehatan tanaman, bertahan hidup, dan beberapa fungsi lain. Kandungan lignin yang lebih rendah pada galur mutan BMR akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, sehingga perlu evaluasi terhadap produktivitasnya.

(25)

5 nutrisinya tetap tinggi. Tanaman sorgum khususnya galur mutan BMR sebagai alternatif hijauan pakan perlu dikembangkan budidayanya khususnya dalam menunjang ketahanan pakan dan program peningkatan produktivitas lahan marginal.

Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi pertumbuhan dan produksi galur sorgum mutan BMR pada fase generatif berbeda.

2. Mengevaluasi dinamika kandungan fraksi serat galur sorgum mutan BMR pada fase generatif berbeda.

3. Mengevaluasi dinamika kandungan nutrisi dan kecernaan secara in vitro

beberapa galur sorgum mutan BMR pada fase generatif berbeda. 4. Menentukan galur sorgum mutan BMR dan waktu panen terbaik.

Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka disusun kerangka pemikiran penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 2.

Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan galur sorgum mutan BMR dan waktu panen yang optimal yang menghasilkan kuantitas dan kualitas serta kecernaan yang tinggi sebagai pakan ruminansia.

2. Memberikan kontribusi dalam pengembangan pakan ruminansia di derah kering.

Hipotesis

1. Galur sorgum mutan BMR menghasilkan produksi biomasa yang tidak berbeda dengan galur sorgum non BMR.

2. Galur sorgum mutan BMR memiliki kandungan fraksi serat lebih rendah, kandungan nutrisi dan kecernaan lebih tinggi.

3. Semakin meningkat penuaan tanaman sorgum mutan BMR akan meningkatkan kandungan fraksi serat dan menurunkan kandungan nutrisi serta kecernaan secara in vitro.

4. Galur sorgum mutan BMR lebih baik kandungan nutrisinya dibanding galur sorgum mutan non BMR.

Ruang Lingkup Penelitian

(26)

6 untuk pakan ternak. Di SEAMEO-BIOTROP terdapat beberapa galur sorgum mutan BMR yang sudah dikembangkan namun masih perlu dikaji dan dievaluasi potensinya, seperti kualitas, kuantitas dan kecernaannya. Oleh sebab itu penting dilakukan evaluasi beberapa galur menjanjikan dari sorgum mutan BMR ini sebagai pakan ternak ruminansia.

Sorgum tidak hanya menyumbang hijauan, sebagai tanaman sereal sorgum juga menghasilkan biji sebagai sumber protein dan pati. Untuk tujuan tersebut, pemanenan tanaman sorgum dilakukan pada fase generatif. Selain meningkatkan produksi biomasa, pemanenan pada fase generatif ini berpotensi menurunkan kandungan nutrisi hijauan. Oleh sebab itu perlu kajian untuk menentukan waktu panen yang optimal pada fase generatif, agar menghasilkan produksi biomasa dan kualitas nutrisi yang terbaik.

Penelitian ini dibagi dalam 3 (tiga) tahapan. Tahap I, evaluasi tujuh galur sorgum mutan berdasarkan produksi biomasa tertinggi. Pada tahap ini dilakukan penanaman tujuh galur sorgum mutan yang terdiri dari enam galur sorgum mutan BMR dan satu galur mutan non BMR sebagai kontrol, sehingga diketahui pertumbuhan dan produksinya pada fase generatif berbeda. Rancangan perlakuan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Faktor pertama adalah enam galur sorgum mutan BMR, faktor kedua adalah waktu panen dengan ulangan sebanyak tiga kali. Tahap II, uji kualitas dua galur sorgum mutan BMR dengan produksi biomasa tertinggi berdasarkan penelitian Tahap I, pada tahap ini dilakukan analisis kandungan nutrisi dan fraksi serat pada bagian daun, batang dan malai untuk mengetahui dinamika kandungan nutrisi dan fraksi serat pada masing-masing waktu panen. Untuk mengetahui tingkat kecernaan galur sorgum mutan BMR pada pemanenan fase generatif berbeda, dilakukan uji kecernaan secara in vitro pada tebon sorgum. Tahap III, penentuan galur sorgum mutan BMR terbaik dengan cara skoring dan perankingan. Galur sorgum mutan BMR terbaik akan direkomendasikan sebagai pakan. Tahapan penelitian ini digambarkan dalam bentuk alur penelitian yang disajikan pada Gambar 3.

Kebaruan Penelitian

Kebutuhan pakan ruminansia yang berkualitas dan tersedia sepanjang tahun diperlukan aplikasi teknologi tepat guna untuk menghasilkan sumber benih pakan bermutu. Mutu benih pakan harus memenuhi kriteria genetik (asal usulnya jelas), fisik (tidak cacat) dan fisiologis (mampu tumbuh dengan baik di lapangan). Salah satu aplikasi teknologi untuk menghasilkan benih bermutu adalah menggunakan teknologi mutasi untuk mendapatkan sorgum brown midrib. Ciri khas sorgum BMR adalah batang berwarna pinky dan urat daun utama berwarna pink kecoklatan, dengan kadar lignin yang rendah dan selulosa yang tinggi. Namun, untuk aplikasinya sorgum BMR dalam penyediaan pakan ruminansia yang produktif dan berkualitas belum pernah diuji.

Kebaruan dari penelitian harus memenuhi kriteria focus (fokus), advance

(27)

7 dengan menggunakan teknik mutasi khususnya di Indonesia. Dalam kaitan dengan kriteria advance maka penelitian ini telah menggunakan sorgum hasil pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi untuk menghasilkan benih berkualitas secara genetik, fisik dan fisiologis. Penelitian sebelumnya hanya menginduksi terjadinya mutasi untuk mendapatkan keragaman genetik (M-1). Pada M-2, sorgum berbasis

single plant dikembangkan sesuai dengan tujuan pemuliaan seperti pakan, serat dan gula. Pada M-3 sampai dengan M-9 merupakan turunan M-2 single plant untuk mendapatkan stabilitas karakter yang diinginkan. Untuk menghasilkan M-1 sampai dengan M-9 dibutuhkan waktu 4-5 tahun. Selanjutnya perlu penelitian untuk mengkaji lebih mendalam tentang pemanfaatan dan kelayakannya galur sorgum mutan BMR sebagai pakan ternak, pemanfaatan sorgum BMR di Indonesia belum pernah dilakukan khususnya sebagai pakan ruminansia. Galur sorgum mutan BMR generasi M-10 digunakan pada penelitian ini ditujukan untuk pakan ternak ruminansia khususnya sapi potong.

Lignin merupakan faktor pembatas dalam kecernaan pakan pada ternak ruminansia. Iradiasi sinar gamma pada tanaman sorgum telah menghasilkan galur sorgum mutan BMR dengan kandungan lignin yang lebih rendah. Dalam kaitan dengan kriteria scholar, penelitian ini telah dirancang untuk memenuhi kaidah ilmiah, melalui telaah pustaka, menggunakan metodologi sahih dan ditunjang oleh peralatan yang memadai. Hasil temuan dalam penelitian ini telah diperoleh data produktivitas tanaman, kualitas pakan (kimia dan biologi) sorgum mutan BMRuntuk dapat diterima sebagai pakan ternak berkualitas, tersedia sepanjang tahun dan benihnya dapat dikembangkan di masyarakat luas.

(28)

8

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian

Kandungan Nutrisi

Industri Peternakan Berkelanjutan

Genetik

Mendukung Produksi

Kesejahteraan Peternak

Pelestarian Lingkungan Hidup

Pakan Manajem

en

Kelestarian Usaha

Kelestarian Sosial ekonomi

Kelestarian Ekologis

Bekualitas Produksi Tinggi Tersedia Sepanjang Waktu

Pemuliaan TanamanPakan(Sorghum bicolor)

Aplikasi Teknologi Nuklir(Irradiasi Sinar Gamma)

Galur-galur Sorgum Mutan BMR

Evaluasi Berdasarkan Produksi Biomasa

Dua Galur Sorgum Mutan Terpilih

Evaluasi Berdasarkan Kualitas

Kandungan Fraksi Serat Kecernaan

(29)

9

Gambar 3 Diagram alir penelitian Tahap I,

Evaluasi tujuh galur sorgum mutan berdasarkan produksi biomasa tertinggi pada fase

generatif berbeda

Hasil :

Tiga galur sorgum mutan dengan produksi tertinggi

Tahap II,

Dinamika fraksi serat, nutrisi dan kecernaan secara in vitro 2 galur sorgum mutan BMR pada

fase genratif berbeda

Hasil :

Kandungan fraksi serat, kandungan nutrisi dan

kecernaan in vitro

Tahap III,

Skoring untuk menentukan galur sorgum mutan BMR dan

waktu panen terbaik

Hasil :

(30)
(31)

11

2

EVALUASI PRODUKSI BEBERAPA GALUR SORGUM

MUTAN

BROWN MIDRIB

PADA FASE GENERATIF

BERBEDA

ABSTRAK

Sorgum BMR merupakan hasil pemuliaan mutasi dengan iradiasi gamma yang ditujukan untuk perbaikan kualitas dan produksi tanaman sorgum sebagai pakan hijauan ternak ruminansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa jenis galur sorgum mutan Brown Midrib (BMR) dan waktu panen terhadap pertumbuhan, produksi biomasa dan produksi protein kasar, serat kasar, abu dan lemak kasar. Penelitian ini dilakukan di kebun penelitian SEAMEO-BIOTROP Bogor menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial (7x3) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah galur sorgum mutan BMR : Patir 3.1 (galur sorgum mutan non BMR/kontrol), Patir 3.2, Patir 3.3, Patir 3.4, Patir 3.5, Patir 3.6 dan Patir 3.7. Faktor kedua adalah waktu panen (fase berbunga, fase soft dough dan fase hard dough). Parameter agronomis yang diukur adalah produksi segar, produksi bahan kering, tinggi tanaman, diameter batang, rasio batang daun malai, lebar dan panjang daun. Parameter nutrisi yang diukur adalah produksi protein kasar, serat kasar, abu dan lemak kasar. Rataan perlakuan yang berbeda diuji lanjut menggunakan uji Duncan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) menghasilkan produksi biomasa yang lebih tinggi dibanding galur sorgum mutan BMR lainnya (Patir 3.3, Patir 3.4, Patir 3.5 dan Patir 3.6). Produksi biomasa segar galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) tidak berbeda nyata dibanding galur sorgum mutan non BMR (Patir 3.1), sedangkan produksi bahan kering galur sorgum mutan non BMR lebih tinggi dibanding galur sorgum mutan BMR. Waktu panen pada fase hard dough

menghasilkan produksi segar dan produksi bahan kering tertinggi. Produksi protein kasar, serat kasar, lemak kasar tidak dipengaruhi oleh galur sorgum mutan tetapi lebih dipengaruhi oleh waktu panen. Pemanenan pada fase hard dough

menghasilkan produksi protein kasar, abu dan lemak kasar tertinggi. Kata kunci : brown midrib, galur sorgum mutan, pertumbuhan, produksi.

ABSTRACT

(32)

12 stem. The nutrient parameters measured were crude protein, crude fiber, ash dan crude fat production. Duncan multiple range test was also applied to find out the best treatment. The results shows that fresh production of BMR sorghum mutant lines (Patir 3.7 and Patir 3.2) were the highest among the others and were not significantly different (P>0.05) than control (Patir 3.1/non BMR sorghum mutant line). While dry matter production of non BMR sorghum mutant line (Patir 3.1) was highest (P<0.01) than BMR sorghum mutant lines. Harvesting at hard dough

stage produced the highest fresh and dry matter production. Harvesting time at hard dough stage produced the highest crude protein, ash and crude fat production (P < 0.01).

Key words :brown midrib, growth, production, sorghum mutant lines.

Pendahuluan

Selama ini sorgum yang dimanfaatkan sebagai pakan adalah varietas konvensional yang diperuntukkan sebagai sumber pangan. Kandungan lignin yang tinggi pada sorgum konvensional menjadi kendala dalam pemanfaatannya sebagai sumber hijauan pakan. Untuk itu pemuliaan tanaman sorgum dilakukan agar menghasilkan varietas yang lebih unggul. Sorgum Brown midrib (BMR) merupakan salah satu hasil pemuliaan sorgum melalui iradiasi sinar gamma. Awalnya, BMR adalah sebuah hasil mutasi genetik dari beberapa spesies rerumputan, dengan kandungan lignin lebih rendah. Belakangan, jenis BMR ini diaplikasikan pada hijaun sorgum (Miller dan Stroup 2003). Sorgum BMR hasil mutasi ini pemanfaatannya lebih difokuskan sebagai hijauan pakan, karena kandungan lignin lebih rendah dan kandungan nutrisi lebih tinggi dibanding sorgum konvensional (Oliver et al. 2005).

Ada beberapa galur sorgum mutan BMR yang dikembangkan di Indoneia yang terdiri dari galur Patir 3.1 (non BMR), Patir 3.2, Patir 3.3, Patir 3.4, Patir 3.5, Patir 3.6 dan patir 3.7 yang perlu diseleksi dan dievaluasi potensi produksi biomasa dan produktivitasnya sebagai pakan. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi galur-galur sorgum mutan BMR sehingga diperoleh galur dengan produksi biomasa tertinggi.

Materi dan Metoda

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2014 di lahan seluas ± 1500 m2 kebun penelitian SEAMEO-BIOTROP Bogor. Data curah hujan pada saat penelitian disajikan pada Gambar 4. Bahan yang digunakan antara lain benih sorgum, pupuk kandang, urea, TSP, KCl, timbangan, alat ukur, refraktometer, gunting stek, jangka sorong. Pestisida digunakan untuk menghindari serangan hama dan untuk mengurangi serangan burung digunakan kantong plastik ukuran 1 kg yang telah dilubangi.

Persiapan lahan

(33)

13 dengan ukuran lebar 30 cm, panjang 4 m, tinggi 30 cm, jarak antar guludan 60 cm. Proses penyiapan lahan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4 Data curah hujan bulan Juni-Oktober 2014

Sumber : Stasiun BMKG Ciawi (2014)

Keterangan : (a) Menggemburkan tanah, (b) Membuat guludan, (c) Memberi pupuk kandang

Gambar 5 Persiapan lahan

Penanaman

Empat belas hari setelah pengolahan tanah, dilakukan penanaman benih sorgum dengan cara tugal pada lubang, dengan jarak tanam dalam jalur 20 cm, sedang jarak antar jalur 60 cm, sehingga terdapat 115 lubang untuk tiap plot penelitian. Tiap lubang ditanam 4-5 benih sorgum dengan kedalaman 5 cm, setelah benih berkecambah dan tumbuh normal kemudian dilakukan penjarangan dengan mensisakan dua tanaman per lubang tanam. Proses penanaman dapat dilihat pada Gambar 6. Denah percobaan dan individu yang diamati dapat dilihat pada Gambar 7.

84,7

349

538,4

45

180

0 100 200 300 400 500 600

Juni Juli Agust Sept Okt

Cu

rah

h

u

jan

(m

m

)

Bulan

(34)

14

Keterangan : (a) Penugalan, (b) Persiapan bibit, (c) Penanaman, (d) Perkecambahan

Gambar 6 Proses penanaman

P6B1 P1B1 P1B3 P7B1 P1B3 P7B2

P7B1 P5B1 P1B2 P4B3 P6B2 P6B1

P3B3 P4B2 P5B3 P3B3 P2B1 P4B3

P7B3 P4B3 P3B2 P2B3 P1B2 P5B2

P4B1 P2B3 P6B3 P4B2 P4B1 P5B1

P6B2 P2B1 P3B1 P2B2 P6B3 P3B2

P2B2 P5B2 P7B2 P1B1 P3B1 P5B3

P6B2 P2B2 P3B2

P7B2 P4B3 P6B1

P3B1 P6B3 P2B3

P3B3 P5B2 P4B3

X X X X X

P4B2 P5B1 P2B1 X X X X X

5 m X X X X X

P1B2 P5B3 P1B3 X X X X X

X X X X X

P7B1 P4B1 P1B1 X X X X X

Keterangan : P1 – P7 = Patir 3.1 – Patir 3.7, B1= Berbunga, B2 = Soft dough, B3 = Hard dough

Gambar 7 Denahpercobaan dan individu yang diamati

Kelompok I Kelompok II

Kelompok III

Individu yang diamati

Petak panen 4 cm

(35)

15

Pemeliharaan

Pemberian pupuk pertama dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam (HST), pupuk yang diberikan berupa campuran urea, TSP, KCl dengan perbandingan 4:3:2 (g/g/g) dengan dosis 270 kg ha-1. Pemberian pupuk kedua dilakukan pada umur 50 HST untuk mendorong pembungaan, pupuk yang diberikan adalah Urea, TSP, KCl 2:4:2 (g/g/g) dengan dosis 200 kg ha-1 (Supriyanto 2010). Keragaman tanaman pada umur 15 HST dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Keragaman tanaman sorgum BMR umur 15 HST

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman sorghum telah memasuki fase berbunga, fase soft dough dan fase hard dough (Gambar 9). Fase berbunga dimulai ketika kepala sari mengeluarkan pollen yang berwarna kuning setelah keluarnya malai. Fase soft dough terjadi apabila biji dapat dipencet antara jari-jari dengan atau tanpa mengeluarkan cairan seperti susu cair. Fase hard dough terjadi ketika biji tidak dapat dipencet dengan jari (Gerik et al. 2003). Pemanenan sorgum dilakukan di atas buku pertama dari permukaan tanah (± 10 cm di atas permukaan tanah). Tanaman yang dipanen berasal dari 10 tanaman yang tumbuh baik dari setiap plot, kemudian dilakukan pengukuran parameter.

Gambar 9 Fase-fase pengisian biji pada tanaman sorgum

(36)

16

Parameter yang diamati

Parameter agronomi yang diamati yaitu tinggi tanaman, diameter batang, lebar dan panjang daun, rasio daun, batang dan malai, produksi biomasa segar, produksi biomasi kering. Parameter nutrisi yang diukur adalah produksi protein kasar, serat kasar, abu dan lemak kasar (diukur pada dua galur sorgum mutan BMR dengan produksi biomasa tertinggi).

Prosedur pengukuran parameter :

1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ke ujung malai. 2. Diameter batang (cm) diukur dengan menggunakan jangka sorong diposisi ruas

pertama.

3. Panjang daun (cm) diukur dari pangkal daun sampai ujung daun pada daun ke lima.

4. Lebar daun (cm) diukur dari kiri ke kanan dari bagian daun terlebar pada daun kelima.

5. Kandungan gula (% brix) diukur dari air perasan (juice) batang menggunakan alat refraktometer.

6. Rasio daun, batang dan malai (%) dengan cara membandingkan antara berat daun, batang dan malai dengan berat total tanaman dalam kondisi kering oven (60 0C).

7. Produksi biomasa segar (ton ha-1) dihitung berdasarkan berat segar tanaman pada saat panen dikali produksi biomasa (ton) dan luas areal panen (ha). 8. Produksi bahan kering (ton ha-1) dihitung berdasarkan persentase kandungan

bahan kering tanaman dikali produksi biomasa segar (ton) dan luas areal penen (ha).

Persiapan sampel

Sampel tanaman sorgum yang telah dipanen dipisahkan bagian batang, daun dan malai kemudian dicacah dan dikeringkan dengan cara dijemur. Setelah kering, dilakukan pengovenan pada suhu 60 0C selama 48 jam untuk menentukan berat kering. Sampel kemudian digiling menjadi tepung dengan ukuran 1 mm dan siap untuk dianalisis untuk menentukan produksi nutrisi.

Analisis data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial (7 x 3) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah galur sorgum mutan BMR yaitu Patir 3.2, Patir 3.3, Patir 3.4, Patir 3.5, Patir 3.6, Patir 3.7 dan Patir 3.1 (non BMR/kontrol). Faktor kedua adalah waktu panen (fase berbunga, fase soft dough

dan fase hard dough). Model matematika yang digunakan sebagai berikut: Yijk = µ + αi + ßj + ij + k + ( )jk + ijk

Keterangan:

Yijk : nilai hasil pengamatan satuan percobaan pada ulangan ke i, level pupuk organik ke j dan varietas sorgum ke k

µ : rataan umum αi : pengaruh ulangan/ blok ke i (1, 2, 3) ßj : pengaruh dosis pupuk organik ke j (1, 2, 3, 4)

(37)

17

( )jk : nilai interaksi antara faktor dosis pupuk organik ke j dan varietas sorgum ke k

ijk : galat percobaan

Selanjutnya jika terdapat perbedaan yang nyata untuk faktor galur akan dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Steel dan Torrie 1997).

Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan tanaman Sorgum

Tinggi tanaman dan diameter batang

Tinggi tanaman dan diameter batang merupakan indikasi untuk mengetahui kuantitas biomasa tanaman. Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1. Interaksi antara jenis galur dan waktu panen tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman galur sorgum mutan. Baik waktu panen maupun jenis galur sorgum mutan tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman sorgum mutan BMR dan sorgum mutan non BMR hampir sama, seperti yang dilaporkan oleh Miron et al. (2005); Carmi et al. (2006). Berbeda dengan Beck et al. (2007); Atis et al. (2012) bahwa tanaman sorgum non BMR lebih tinggi dari pada tanaman sorgum BMR.

Tabel 1 Pengaruh galur dan waktu panen terhadap rataan tinggi dan diameter batang tanaman galur sorgum mutan

Galur sorgum

mutan

Waktu Panen

Rataan

Berbunga Soft Dough Hard Dough

Tinggi tanaman (cm)

(38)

18 Tinggi tanaman sorgum tidak dipengaruhi oleh fase pengisian biji pada penelitian ini. Hal ini sesuai dengan Carmi et al. (2006) menyatakan tidak ada perbedaan tinggi tanaman setelah pembungaan, sedangkan Ayub et al. (2002); Xie

et al. (2012); Qu et al. (2014); Li et al. (2015) menyatakan tinggi tanaman sorgum meningkat dengan meningkatnya kedewasaan tanaman. Tinggi tanaman sorgum mutan pada penelitian ini berkisar antara 205,49 - 220,75 cm, nilai ini lebih tinggi dari Sihono (2009) dimana sorgum mutan mempunyai penampilan tanaman yang lebih pendek dengan tinggi rata-rata 188.44 cm.

Diameter batang dipengaruhi oleh interaksi jenis galur dan waktu panen (P<0.01). Diameter batang tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan galur Patir 3.2 dengan waktu panen berbunga (17.41 mm), kemudian diikuti oleh galur Patir 3.7 pada waktu panen berbunga (17.35 mm). Rataan diameter batang sorgum pada penelitian ini dari fase berbunga hingga fase hard dough bervariasi antara 12.16 mm – 17.41 mm, sedangkan pada penelitian Li et al. (2015) menyatakan tidak ada perbedaan diameter batang dari fase berbunga hingga fase dough dengan kisaran 16.6 - 17.4 mm.

Lebar dan panjang daun

Lebar dan panjang daun berpengaruh terhadap luasan bidang fotosintesis yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi biomassa. Rataan lebar dan panjang daun tanaman sorgum dapat dilihat pada Tabel 2. Data penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara jenis galur dan waktu panen terhadap lebar daun. Jenis galur berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap lebar daun, daun terlebar pada penelitian ini terdapat pada galur sorgum mutan Patir 3.7 (7.75 cm) dan terkecil pada galur sorgum mutan Patir 3.4 (7.04 cm). Waktu panen berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap lebar daun dimana daun terlebar dihasilkan pada fase hard dough (7.73 cm). Lebar daun pada penelitian ini bervariasi antara 6.64 cm – 8.04 cm, sesuai dengan Li et al. (2015) lebar daun sorgum adalah 5-9 cm.

(39)

19 Tabel 2 Pengaruh galur dan waktu panen terhadap lebar dan panjang daun (cm)

Galur sorgum mutan

Waktu Panen

Rataan

Berbunga Soft dough Hard dough

Lebar daun

Keterangan : Superskrip (huruf besar) pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01). Superskrip (huruf kecil) menunjukkan pengaruh interaksi yang nyata (P<0.05). Patir 3.1 = galur sorgum mutan non BMR (kontrol), Patir 3.2 sampai dengan Patir 3.7 = galur sorgum mutan BMR

Kandungan gula

(40)

20 2010). Kandungan lignin yang rendah pada galur mutan BMR menyebabkan kandungan gula batang lebih tinggi dibanding galur mutan non BMR (Scully et al. 2016).

Berbunga Soft Dough Hard dough Rataan

Patir 3.1 10,67 ± 0,72G 12,37 ± 0,49DEF 11,63 ± 1,38EFG 11,56 ± 0,86C

Keterangan : Superskrip (huruf besar) pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01). Superskrip (huruf kecil) menunjukkan pengaruh interaksi yang nyata (P<0.05). Patir 3.1 = galur sorgum mutan non BMR (kontrol), Patir 3.2 samapai dengan Patir 3.7 = galur sorgum mutan BMR

Proporsi daun, batang dan malai

Proporsi daun berpengaruh terhadap kandungan protein kasar tanaman karena komponen utama penyusun zat hijau daun (klorofil) adalah nitrogen, yang merupakan sumber utama protein kasar tanaman. Penurunan proporsi daun terhadap batang akan menurunkan kualitas hijauan karena kandungan protein kasar daun lebih besar, dan daun merupakan bagian yang lebih mudah dicerna dibandingkan batang (Silungwe 2011). Proporsi batang, daun dan malai pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

Proporsi daun dipengaruhi sangat nyata oleh waktu panen (P<0.01) tetapi tidak dipengaruhi oleh galur mutan (P>0.05), namun antar keduanya berinteraksi nyata (P<0.05). Kombinasi yang menghasilkan proporsi daun tertinggi terdapat pada galur sorgum mutan Patir 3.6 dengan waktu panen fase soft dough (29.50%). Pada fase berbunga dan fase soft dough, proporsi daun adalah 27.8% dan 28.1%, dan menurun pada fase hard dough menjadi 25%. Proporsi daun terendah pada fase hard dough disebabkan beberapa daun ada yang kering/mati, sehingga terjadi translokasi asimilat dan hara dari daun ke bagian tanaman yang lain terutama pada bagian generatif (biji). Ball et al. (2001) menyatakan semakin meningkat umur tanaman maka proporsi daun pada hijauan akan menurun.

(41)

21

Tabel 4 Pengaruh galur dan waktu panen terhadap rataan proporsi daun, batang dan malai berdasarkan berat kering (%)

Rataan

(42)

22 dan memasuki fase hard dough terjadi penuruan bobot batang yang paling rendah dari fase lainnya. Bobot batang mengalami penurunan karena proses pengisian biji pada fase hard dough, sekitar 10% dari bobot biji berasal dari pengurangan bobot batang (Vanderlip 1993). Penurunan proporsi daun dan batang pada fase generatif lanjut ini juga disebabkan terjadinya pergerakan senyawa nutrisi dari daun dan batang ke bagian biji (Gerik et al. 2003; Vanderlip 1993).

Faktor galur mutan tidak mempengaruhi proporsi malai (P>0.05) karena produksi biji tergantung pada laju akumulasi bahan kering pada biji, lamanya fase akumulasi tersebut dipengaruhi oleh umur tanaman saat panen. Vanderlip 1993; Rao et al. 2004 menyatakan bahwa laju akumulasi bahan kering antar varietas sorgum tidak terlalu beragam. Waktu panen sangat mempengaruhi proporsi malai dengan sangat nyata (P<0.01). Fase hard dough menghasilkan proporsi malai paling tinggi (60%), karena pada fase ini umur tanaman paling tinggi (110 hari) sehingga akumulasi bahan kering juga paling tinggi. Proporsi malai lebih rendah pada fase soft dough dibandingkan fase berbunga, karena banyaknya serangan burung yang mulai terjadi pada fase soft dough dan berlanjut pada fase hard dough. Serangan burung ini menyebabkan sekitar 25% biji mengalami kerusakan pada fase

soft dough, akibatnya proporsi malai yang terukur pada fase soft dough lebih rendah dibandingkan fase berbunga. Interaksi galur sorgum mutan dan waktu panen terhadap proporsi malai juga menjelaskan bahwa proporsi malai tertinggi dihasilkan pada pemanenan fase hard dough oleh semua galur sorgum mutan, hasil yang sama juga diperoleh Atis et al. (2012). Proporsi malai pada fase berbunga adalah 51.8% dan pada fase hard dough meningkat menjadi 60%. Meningkatnya proporsi malai berkorelasi dengan penurunan proporsi batang dan daun, karena nutrisi ditranslokasikan dari batang dan daun ke biji (Vaderlip, 1993; Fernandes et al. 2014). Kondisi malai pada fase sorf dough dan hard dough akibat serangan burung dapat dilihat pada Gambar 10.

Keterangan : Tanda panah menunjukkan bagian yang dimakan burung

Gambar 10 Kondisi malai akibat serangan burung

Proporsi daun pada penelitian ini lebih tinggi dari batang. Hal ini berbeda dengan pernyataan Jung (2012) bahwa kedewasaan tanaman menyebabkan

(43)

23 akumulasi masa batang akan melebihi akumulasi masa daun. Lebih rendah rasio batang dibanding daun disebabkan persentase daun dan batang dihitung berdasarkan persentase berat kering, dimana kandungan air sudah menguap. Pada tanaman sorgum manis, bagian dalam batang berair (juicy) karena mengandung gula (Hoeman 2012) dan proses pengeringan menyebabkan bobot batang menurun sehingga persentase batang lebih rendah dibanding daun. Berdasarkan berat, proporsi batang lebih rendah dari daun, sedangkan berdasarkan volume batang lebih voluminous dibanding daun karena setelah tua bagian dalam batang sorgum seperti spon atau gabus (du Plessis 2008; Hoeman 2012). Proporsi daun menurun

setelah memasuki fase hard dough disebabkan oleh meningkatnya proporsi malai dengan meningkatnya kedewasaan tanaman (Atis et al. 2012), hasil yang sama juga dilaporkan oleh Carmi et al. (2005); Carmi et al (2006). Setelah berbunga sink

pada fase reproduksi menjadi sangat kuat, yang membatasi porsi asimilat untuk penambahan daun dan batang (Almodares dan Darany 2006).

Produksi Biomasa Tanaman Sorgum

Produksi segar dan produksi bahan kering menunjukkan kemampuan tanaman dalam menghasilkan biomasa sebagai bahan pakan. Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara galur dan waktu panen terhadap produksi biomasa segar dan produksi bahan kering. Produksi biomasa segar tanaman sorgum mutan dipengaruhi oleh galur (P<0.01), produksi biomasa segar tertinggi dihasilkan oleh galur sorgum mutan non BMR kemudian diikuti oleh galur sorgum mutan BMR Patir 3.7 dan Patir 3.2 dengan nilai berturut-turut 46.80, 45.19. dan 44.16 ton ha-1. Waktu panen juga mempengaruhi produksi segar tanaman sorgum mutan (P<0.01), fase hard dough menghasilkan produksi segar tertinggi (43.79 ton ha-1) yang diikuti oleh fase soft dough (42.96 ton ha-1), sedangkan produksi biomasa segar terendah dihasilkan pada fase berbunga (37.75 ton ha-1). Rataan produksi biomasa segar galur sorgum mutan ini berkisar 32.00-50.12 ton ha-1, nilai yang sama juga diperoleh Shoemaker et al. (2010) bahwa produksi biomasa sorgum manis adalah 20-50 ton ha-1.

Produksi bahan kering tanaman sorgum mutan juga dipengaruhi oleh galur, meskipun produksi segar galur sorgum mutan BMR (P 3.7 dan P 3.2) tidak berbeda dibanding galur sorgum mutan non BMR P 3.1 (kontrol). Produksi bahan kering galur sorgum mutan BMR lebih rendah (P<0.01) dibanding kontrol (P 3.1). Hasil penelitian ini sesuai dengan Pedersen (2005); Oliver et al. (2005) bahwa galur sorgum BMR menyebabkan penurunan produksi bahan kering, namun berbeda dengan Miron et al. (2005); Kurniawan (2014) bahwa galur sorgum BMR menghasilkan produksi bahan kering yang tidak berbeda dengan sorgum non BMR Produksi bahan kering juga dipengaruhi oleh waktu panen (P<0.01), fase hard dough menghasilkan produksi bahan kering tertinggi kemudian diikuti fase soft dough dan fase berbunga dengan nilai berturut-turut 13.44, 9.81 dan 6.65 ton ha -1. Meningkatnya kedewasaan tanaman akan meningkatkan produksi segar dan produksi bahan kering tanaman sorgum (Atis et al. 2012), berbeda dengan Miron

(44)

24 banyak akumulasi hasil fotosintesis dalam jaringan tanaman. Gardner et al. (2008) menyatakan bahwa makin lama terjadinya asimilasi, makin tinggi berat kering tanaman. Selain itu, fase soft dough dan hard dough merupakan fase pengisian biji sehingga bobot biji akan semakin bertambah dan secara umum akan meningkatkan bobot segar tanaman (Pacific seeds yearbook 2009; Vanderlip 1993).

Tabel 5 Pengaruh galur dan waktu panen terhadap produksi biomasa (ton ha-1)

Galur sorgum

mutan

Waktu Panen

Rataan

Berbunga Soft dough Hard dough

Produksi segar biomasa

Patir 3.1 41.61 ± 2.35 48.67 ± 7.44 50.12 ± 2.15 46.80 ± 3.98A

Patir 3.2 43.97 ± 2.18 44.83 ± 6.74 43.67 ± 4.20 44.16 ± 4.37A

Patir 3.3 35.13 ± 0.83 38.02 ± 6.89 41.20 ± 1.75 38.11 ± 3.16B

Patir 3.4 32.00 ± 1.58 41.44 ± 2.41 40.73 ± 5.57 38.06 ± 3.19B

Patir 3.5 35.10 ± 1.93 40.55 ± 6.88 39.50 ± 3.34 38.39 ± 4.05B

Patir 3.6 37.44 ± 3.32 38.96 ± 3.06 43.02 ± 2.95 39.81 ± 3.11B

Patir 3.7 38.99 ± 4.15 48.26 ± 4.65 48.32 ± 5.49 45.19 ± 4.76A

Rataan 37.75 ± 2.33B 42.96 ± 5.44A 43.79 ± 3.64A

Produksi bahan kering

Patir 3.1 7.23 ± 0.54 11.27 ± 2.03 16.74 ± 0.73 11.74 ± 1.10A

Patir 3.2 7.07 ± 0.21 9.68 ± 1.25 12.73 ± 1.65 9.83 ± 1.04BC

Patir 3.3 5.97 ± 0.27 8.98 ± 1.50 12.61 ± 0.43 9.18 ± 0.73C

Patir 3.4 6.24 ± 0.45 9.46 ± 0.70 12.31 ± 1.47 9.34 ± 0.87C

Patir 3.5 6.42 ± 0.42 9.53 ± 1.66 12.65 ± 0.88 9.54 ± 0.99BC

Patir 3.6 6.60 ± 0.38 9.20 ± 0.55 13.23 ± 1.37 9.67 ± 0.77BC

Patir 3.7 7.05 ± 0.18 10.54 ± 1.30 13.81 ± 2.22 10.47 ± 1.23B

Rataan 6.65 ± 0.35C 9.81 ± 1.28B 13.44 ± 1.25A

Keterangan : Superskrip (huruf besar) pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01). Patir 3.1 = galur sorgum mutan non BMR (kontrol). Patir 3.2 sampai dengan Patir 3.7 = galur sorgum mutan BMR.

Produksi nutrien

Gambar

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 3 Diagram alir penelitian
Gambar 4 Data curah hujan bulan Juni-Oktober 2014
Gambar  6 Proses penanaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan pada galur mutan M1 menunjukkan bahwa radiasi sinar gamma dengan dosis 40 s/d 70 Gy, menghasilkan tanaman yang lebih tinggi yaitu berkisar antara 110-286 cm