• Tidak ada hasil yang ditemukan

Genjah Hibrida Kuning 11 5.00 2.33 46.60 84 Genjah Hibrida Cokelat 10 6.00 2.67 44

ANALISIS PENYEBARAN SERBUK SARI KELAPA KOPYOR PATI MENGGUNAKAN MARKA SSR DAN SNAP

69 Genjah Hibrida Kuning 11 5.00 2.33 46.60 84 Genjah Hibrida Cokelat 10 6.00 2.67 44

88 Genjah Genjah Cokelat 10 8.67 3.33 38.41 92 Genjah Genjah Kuning 10 6.00 2.33 38.83 Tabel 4.3 Kontribusi serbuk sari dan persentase produksi buah kelapa kopyor

No pohon

Jenis pohon

Sumber serbuk sari Buah

Total buah Kelapa

normal

Kelapa

kopyor Kopyor % Normal %

37 Hibrida - 2 1 50 1 50 2 39 Dalam - 5 4 80 1 20 5 44 Dalam - 2 1 50 1 50 2 51 Dalam - 6 2 33 4 67 6 53 Dalam - 2 - 0 2 100 2 58 Dalam - 2 - 0 2 100 2 59 Hibrida 2 5 2 28 5 72 7 67 Hibrida 4 6 1 10 9 90 10 68 Hibrida - 9 3 33 6 67 9 69 Hibrida - 6 3 50 3 50 6 84 Hibrida - 8 2 25 6 75 8 85 Hibrida 1 5 - 0 6 100 6 88 Genjah - 6 4 67 2 33 6 89 Hibrida - 7 - - 7 100 7 92 Genjah - 5 4 80 1 20 5

Induk betina kelapa berbuah kopyor yang mendapatkan serbuk sari dari pohon kelapa berbuah normal adalah induk betina nomor 59, 67 dan 85. Bunga betina kelapa berbuah kopyor heterozigot atau tanaman kopyor homozigot yang dibuahi serbuk sari dari pohon kelapa normal akan membentuk buah normal atau

tidak kopyor. Hal yang sama dibuktikan dalam penelitian Maskromo et al. (2012) dengan pengamatan produksi buah kopyor pada populasi kelapa Dalam kopyor Kalianda. Jumlah buah kelapa kopyor per tandan dipengaruhi oleh keberadaan pohon kelapa berbuah normal yang ada di sekitarnya. Produksi buah kopyor per tandan lebih tinggi pada pohon kelapa berbuah kopyor yang di sekelilingnya juga merupakan pohon kelapa berbuah kopyor. Sebaliknya, pohon kelapa berbuah kopyor yang dikelilingi oleh kelapa berbuah normal memiliki jumlah produksi buah kopyor yang lebih rendah.

Simpulan

Penyerbukan paling banyak terjadi dalam rentang jarak 0-10 m dan rata- rata penyerbukan terjadi dalam jarak 22.27 m. Produksi pohon kelapa berbuah kopyor yang berada di sekitar pohon kelapa berbuah normal memiliki produksi buah kopyor yang lebih rendah dibandingkan pohon berbuah kopyor yang tidak dikelilingi pohon kelapa berbuah normal.

Daftar Pustaka

Boer D. 2007. Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi Tenggara Berdasarkan Marka Mikrosatelit. [Disertasi]. Indonesia (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Carneiro FS, Lacerda AEB, Lemes MR, Gribel R, Kanashiro M, Wadt LHO, Sebbenn AM. 2011. Effects of selective logging on the mating system and pollen dispersal of Hymenaea courbaril L. (Leguminosae) in the Eastern Brazilian Amazon as revealed by microsatellite analysis. Forest Ecol Manag. 262:1758-1765.

Feng FJ, Sui X, Chen MM, Zhao D, Han SJ, Li MH. 2010. Mode of pollen spread in clonal seed orchard of Pinus koraiensis. J Biophys Chem. 1:33-39. Garcia C, Arroyo JM, Godoy A, Jordano P. 2005. Matting patterns, pollen

dispersal, and the ecological maternal neighbourhood in a Prunus mahaleb L. population. Mol Ecol. 14:1821-1830.

Hamrick JL, Trapnell DW. 2011. Using population genetic analyses to understand seed dispesal patterns. Acta Oecol. 37:641-649.

Hannum S, Hartana A, Suharsono. 2003. Kemiripan Genetika Empat Populasi Kelapa Genjah Berdasarkan Pada Random Amplified Polymorphic DNA.

Lowe A, Harris S, Ashton P. 2004. Ecological Genetics Design, Analysis and Application. United Kingdom (GB): Blackwell Pub.

Manju KP, Arunachalam V. 2011. Bioinformatic Prediction of SNP Markers in WRKY Sequences of Palms. Cord. 27:17-25.

Marshall TC, Slate J, Kruuk LEB and Pemberton JM. 1998. Statistical confidence for likelihood-based paternity inference in natural populations. Mol Ecol.

7:639-655.

Maskromo I, Mashud N, Novarianto H. 2007. Potensi pengembangan kelapa kopyor di Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

13:4-6.

Maskromo I, Novarianto H, Sudarsono. 2011a. Fenologi Pembungaan Tiga Varietas Kelapa Genjah Kopyor Pati. Di dalam: Roedhy P, Slamet S, Anas D, Nurul K, Dewi S, Ketty S, Sintho WA, editor. Prosiding Seminar PERHORTI Kemandirian Produk Hortikultura untuk Memenuhi Pasar Domestik dan Ekspor; 2011 Nov 23-24; Lembang, Indonesia. Bogor (ID): Perhimpunan Hortikultura Indonesia. Hlm 1002-1010. Maskromo I, Novarianto H, Sukma D, Sudarsono. 2011b. Potensi Hasil Plasma

Nutfah Kelapa Kopyor Asal Kalianda, Pati, Sumenep dan Jember. Di dalamAde I, Agung K, Dedi R, Farida D, Hawan M, Noladhi W, Suseno A, Windhy C, editor. Prosiding Seminar Nasional dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Lokal mendukung Industri Perbenihan dan Kongres PERIPI; 2011 Des 10; Bandung, Indonesia. Bandung (ID): Prodi Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Hlm 499-506.

Maskromo I, Sudarsono, Novarianto H. 2012. Potensi Produksi Pohon Induk Kelapa Dalam Kopyor Asal Kalianda Lampung Selatan. Di dalam : Maya M, Sandra AA, Darda E, Ni MA, Sudarsono, Nita E, Syahbuddin AT, editor. Prosiding Simposium dan Seminar Bersama Peragi-Perhorti- Peripi-Higi. 2012 Mei 1-2; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hlm 430-436.

Pabendon MB, Azrai M, Kasim F, Mejaya MJ. 2007. Prospek penggunaan markah molekuler dalam program pemuliaan jagung. Jagung. Jakarta(ID):Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Pandin DS, Hartana A, Aswidinnoor H, Setiawan A. 2008. Pelacakan tetua

populasi kelapa dalam mapanget no.32 (DMT-32) menggunakan analisis aliran gen (gene flow) berdasarkan penanda mikrosatelit (SSR). Jurnal Litri. 14:131-140.

Pandin DS. 2009. Inbreeding depression analysis based on morphological characters in four generations of selfed Mapanget Tall Coconut no. 32 (Cocos nucifera L.). Indonesian J Agr. 2:110-114.

Prabha SS, Indira EP, Nair PN. 2011. Contemporary gene flow and mating system analysis in natural teak forest using microsatellite markers. Curr Sci.

101:1213-1219.

Rajesh MK, Nagarajan P, Jerard BA, Arunachalam V, Dhanapal R. 2008. Microsatelitte variability of coconut accessions (Cocos nucifera L.) from Andaman and Nicobar Islands. Curr Sci. 94:1627-1632.

Samonthe LJ, Mendoza EMT, Ilag LL, De La Cruz ND, Ramirez DA. 1989. Galactomannan degrading enzym in maturing normal and makapuno and germinating normal coconut endosperm. Phytochem. 28:2269–2273. Slavov GT, Leonardi S, Burczyk J, Adams WT, Strauss SH, Difazio SP. 2009.

Extensive pollen flow in two ecologically contrasting populations of Populus trichocarpa. Mol Ecol. 18:357–73.

Sudarsono, Sudrajat, Novarianto H, Hosang MLA, Dinarti D, Rahayu MR, Maskromo I. 2012. Produksi bibit kopyot true to type dengan persilangan terkontrol dan peningkatan produksi buah kopyor dengan polinator lebah madu. Laporan Akhir Program Hi Link. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

47

PEMBAHASAN UMUM

Embrio kelapa kopyor tidak bisa tumbuh dan berkembang seperti buah kelapa normal pada umumnya. Endosperma kelapa kopyor bersifat abnormal dan mengalami pembusukan segera setelah dipetik dari pohonnya. Hal tersebut yang membuat buah kelapa kopyor menjadi langka, sedangkan dari segi rasa buah kelapa kopyor disukai oleh masyarakat. Kabupaten Pati merupakan salah satu penghasil kopyor terbaik di Indonesia karena di Pati berkembang populasi kelapa Genjah kopyor, sedangkan di daerah lain seperti Lampung, Jember dan Sumenep kebanyakan adalah kelapa Dalam kopyor. Produksi buah kopyor di Pati rata-rata 3-5 butir pertandan, dianggap masih kurang dari kemampuan berbuah kopyor bagi kelapa Genjah yaitu 50% (Maskromo dan Novarianto2007a).

Marka mikrosatelit atau SSR merupakan marka yang telah digunakan dalam analisis kemiripan genetik pada tanaman kelapa (Dasanayaka et al. 2009), kelapa sawit (Zulhermana 2009), jagung (Azrai 2006), padi (Moeljopawiro 2007), dan

Rosa sp (Nybom et al. 2004). Setiap individu dalam famili half-sib memiliki paling sedikit satu alel yang berasal dari pohon induk benih, sehingga dapat dibedakan mana benih yang merupakan hasil penyerbukan sendiri maupun hasil penyerbukan silang. Jika penyerbukan sendiri kemiripan genetik progeninya memiliki kemiripan mendekati 100% dengan induknnya (Carneiro et al. 2011).

Primer-primer yang diseleksi banyak yang menghasilkan pola pita monomorfik, bahkan ada empat primer yang tidak dapat mengamplifikasi. Primer yang tidak dapat mengamplifikasi disebabkan karena adanya ketidakcocokan urutan basa pada primer dengan basa nukleotida. Selain itu bisa disebabkan karena kondisi PCR yang belum optimal.

Pola pita yang monomorfik berhubungan dengan sampel yang digunakan, semakin rendah variasi genetik suatu populasi semakin sulit untuk membedakan genotipe tiap-tiap individu. Populasi yang digunakan terdiri atas kelapa genjah yaitu 34.7%, sedangkan kelapa Dalam dan kelapa Hibrida masing-masing adalah 15.8% dan 49.5%. Variasi genetik yang rendah juga disebabkan karena petani di Pati menanam bibit kelapa kopyor dan membentuk populasi pohon kelapa kopyor yang berasal dari pohon induk yang sama. Jumlah primer polimorfik diharapkan akan lebih banyak jika populasi yang digunakan dalam analisis mayoritas adalah kelapa Dalam. hal tersebut disebabkan karena kelapa Genjah memiliki variasi genetik yang lebih rendah dibanding dengan kelapa Dalam (Maskromo et al.

2007c).

Primer yang polimorfik menunjukkan adanya kecocokan dalam amplifikasi primer terhadap DNA template yang ditemukan pada lokus yang sama tetapi pada alel yang berbeda. Alel yang berbeda disebabkan karena perbedaan berat molekulnya dalam hal ini jumlah pasang basa. Hasil elektroforesis pada gel poliakrilamid mampu memisahkan DNA lebih sempurna. Penentuan ukuran dan jumlah alel yang muncul pada gel didasarkan pada asumsi bahwa semua pita DNA yang memiliki laju migrasi yang sama dalam proses elektroforesis (Leung et al. dalam Munarti 2005).

Hasil analisis oleh perangkat lunak komputer NTSYS dengan STRUCTURE memiliki hasil yang sejalan. Kelompok pertama hasil clustering

NTSYS didominasi oleh kelapa tipe Genjah, serta beberapa kelapa Dalam dan Hibrida. Kelompok kedua dan ketiga didominasi oleh kelapa Dalam serta beberapa kelapa Genjah dan Hibrida. Kelompok pertama hasil clustering

STRUCTURE menunjukkan kelapa Dalam, sedangkan kelompok kedua menunjukkan kelapa Genjah. Kedua perangkat lunak komputer tersebut dapat mengelompokkan kelapa berdasarkan jenisnya.

Kelapa Dalam yang terdapat pada kelompok pertama dan kelapa Genjah pada kelompok kedua dalam analisis NTSYS disebabkan karena kesalahan dalam mengidentifikasi jenis pohon kelapa di lapangan. Hasil tersebut didukung oleh hasil analisis STRUCTURE. Pohon yang awalnya diduga adalah kelapa Dalam (pohon nomor 24), ternyata memiliki struktur genetik yang lebih menyerupai kelapa Genjah, sehingga pada dendogram (Gambar 3.7) pohon tersebut mengelompok bersama dengan pohon kelapa Genjah. Hasil analisis STRUCTURE menunjukkan bahwa pohon nomor 24 memiliki sifat kelapa Dalam kurang dari 10%. Hal yang sama juga terjadi pada kelapa Genjah yang berada satu kelompok dengan kelapa Dalam pada dendogram. Jenis pohon kelapa yang telah diketahui melalui kedua analisis tersebut penting dalam menentukan jenis progeni atau bibit kelapa yang dipanen dari 15 pohon induk betina terpilih. Bibit kelapa tersebut terlebih dahulu harus diketahui induk jantannya melalui analisis tetua jantan.

Aliran informasi genetik melalui serbuk sari lebih efisien dibanding melalui biji, karena melalui serbuk sari jarak penyebaran informasi genetik bisa lebih jauh. Jarak penyebaran serbuk sari yang jauh dapat dibantu oleh serangga sebagai vektor. Finkeldey dalam Boer (2007) mengatakan bahwa distribusi informasi genetik melalui biji tidak efisien karena akan membentuk struktur famili. Struktur famili adalah antara satu pohon dengan pohon lain di sekitarnya memiliki kemiripan genetik yang hampir sama.

Hasil analisis tetua jantan menggunakan empat lokus SSR dan satu posisi SNP menunjukkan bahwa tingkat penyerbukan silang pada populasi ini sangat tinggi. Kelapa Genjah tidak selalu melakukan penyerbukan sendiri, karena apabila terdapat dua pohon yang berdekatan memiliki masa antesis dan reseptif yang sama kedua pohon dapat saling menyerbuki. Hal tersebut didukung oleh morfologi bunga kelapa yang terbuka, sehingga angin maupun serangga dapat bertindak sebagai vektor polinator. Penelitian Maskromo et al. (2011a) menyatakan bahwa terdapat kesamaan waktu antesis dan reseptif pada kelapa Genjah Hijau Kopyor Pati, kelapa Genjah Kuning Kopyor Pati dan kelapa Genjah Cokelat Kopyor Pati. Rendahnya confidence level pada induk jantan yang teridentifikasi diduga terkait dengan pemilihan populasi. Populasi yang lebih beragam diharapkan dapat digunakan pada penelitian selanjutnya sehingga confidence level yang diperoleh bisa ditingkatkan.

Produktivitas kopyor tertinggi pada pohon induk kelapa Dalam no.44 (47.4%) sedangkan produktivitas terendah pada pohon induk kelapa Genjah no.67 (24.1%). Pohon induk no.44 berada di dekat satu pohon kelapa Genjah normal dan satu pohon kelapa Dalam normal. Pohon induk no.44 tidak memperoleh serbuk sari dari kedua pohon kelapa berbuah normal tersebut disebabkan karena tinggi pohon no.44 yaitu 13 m lebih tinggi dibanding pohon kelapa berbuah normal, yaitu 2 m dan 11 m.

Pohon induk no.67 berada di dekat satu pohon kelapa Genjah normal dan dua pohon kelapa Dalam normal. Satu tandan buah kelapa yang dipanen dari pohon induk no.67 kemudian dianalisis sumber serbuk sarinya menunjukkan bahwa progeni pohon induk no.67 diserbuki oleh kelapa Genjah normal sebanyak empat kali, sehingga dari sepuluh buah kopyor per tandan yang dipanen hanya ada satu yang kopyor (10%). Data tersebut menunjukkan bahwa keberadaan pohon kelapa normal memberikan pengaruh terhadap produksi buah kopyor.

Pohon lainnya yang juga diserbuki oleh kelapa normal adalah pohon induk no.85. Pohon tersebut memiliki lima buah dalam satu tandan tetapi tidak satupun yang berbuah kopyor. Pohon induk no.59 yang mendapatkan dua serbuk sari dari pohon berbuah normal memiliki tujuh buah per tandan yang dipanen hanya ada dua buah yang kopyor (28.5%). Analisis penyebaran serbuk sari terhadap 84 progeni menunjukkan bahwa secara keseluruhan kelapa normal mendonorkan serbuk sari sebanyak 8.33%.

Pengamatan di lapangan pada salah satu pohon kelapa berbuah kopyor di Pati memperlihatkan adanya lebah liar yang bergerombol di sekitar bunga kelapa. Hal tersebut dikaitkan dengan pola penyebaran serbuk sari yang diperoleh bahwa pohon induk betina mendapatkan donor serbuk sari dari berbagai arah. Selain itu, pohon induk betina juga mendapatkan donor serbuk sari dari pohon yang jauh. Pola penyebaran serbuk sari yang demikian dapat dijadikan petunjuk bahwa penyerbukan pohon kelapa berbuah kopyor di Pati juga dibantu oleh serangga.

Implikasi dari penelitian ini adalah petani kelapa kopyor di Pati sebaiknya melakukan penebangan pohon kelapa berbuah normal dalam areal pertanamannya untuk meningkatkan produksi kelapa kopyor karena pohon kelapa berbuah normal dapat mendonorkan serbuk sarinya ke pohon berbuah kopyor. Lebah yang diintroduksikan pada kebun kelapa kopyor juga diharapkan mampu meningkatkan produksi kelapa kopyor di Pati. Lebah merupakan polinator terbaik yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Liferdi 2008). Lebah sebagai polinator pada tanaman jarak pagar dapat meningkatkan produksi sebesar 40% (Kasno et al.

Dokumen terkait