• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geologi Gua Harimau

Gua Harimau merupakan gua tebing yang terletak pada koordinat 4°4’26,5” Lintang Selatan dan 103°55’52,0” Bujur Timur, dengan ketinggian ± 164 mdpl dan ketinggian dari dataran 20 meter. Situs Gua Harimau tercantum pada Peta Topografi Helai 1916-I (Pengandonan) Sumatra Selatan, berskala 1:50.000. Gua menghadap ke arah tenggara (N133°E), termasuk kategori gua yang terkena sinar matahari terbit dengan kemiringan lereng 40°. Luas ruangan 1.376 m2 (43 × 32 m). Kemiringan lantai ruangan 2°–5°. Tipe gua melebar ke samping (32 meter) dengan sirkulasi udara yang sedang serta intensitas sinar yang bagus-sedang. Ornamen yang terdapat di gua ini adalah

flowstone, pilar, stalaktit, dan stalagmit. Di bagian kaki bukit Gua Harimau mengalir Sungai Ayakamanbasa.

Secara umum satuan batuan yang ada di wilayah sekitar Gua Harimau, Padang Bindu, dan sekitarnya dikuasai oleh tiga formasi, yaitu Formasi Gumai yang terdiri atas serpih gampingan, napal, batu lempung dengan serpih, batu pasir tufaan, dan batu pasir gampingan. Formasi Baturaja terdiri atas batu gamping terumbu, kalkarenit dengan sisipan serpih gampingan, dan napal. Formasi Talang Akar yang terdiri atas batu pasir kuarsa mengandung kayu kersikan, batu pasir konglomeratan, dan batu lanau mengandung moluska. Gua harimau sendiri masuk dalam Formasi Baturaja yang berumur Miosen Awal. Formasi Baturaja diendapkan secara menjari dengan Formasi Gumai, sedangkan Formasi Talang Akar diendapkan secara tidak selaras di bawah Formasi Baturaja. Produk Formasi Talang Akar sebagian ada yang tertransportasi ke wilayah sekitar Gua Harimau dan tersingkap di Sungai Air/Aek Aman yang mengalir di depan Gua Harimau.

Batu gamping yang berasal dari runtuhan dinding dan atap gua di dalam gua ini umumnya hanya terkonsentrasi di bagian dalam, yaitu di sisi utara bagian tengah hingga ke timur. Sementara itu, bekas runtuhan atap dan dinding gua yang terdapat di sekitar mulut gua jumlahnya tidak banyak. Dengan demikian, kondisi gua dengan lantai yang luas dan memiliki sirkulasi udara yang bagus serta selalu memperoleh sinar matahari yang cukup, menjadikan gua ini ideal untuk tempat hunian.

Batuan penyusun Gua Harimau adalah batu gamping (limestone), termasuk dalam jenis batuan sedimen yang berwarna segar putih kekuningan dan lapuk berwarna putih kecokelatan. Tekstur termasuk dalam kelompok nonklastik dengan struktur tidak berlapis (non-stratified). Komposisi mineralnya adalah kalsium karbonat (CaCO3). Berdasarkan klasifikasi atas genesisnya, batuan tersebut termasuk dalam batuan sedimen kimia. Batu gamping ini berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah.

Faktor utama pembentukan gua adalah rekahan dan cairan. Rekahan atau zona lemah merupakan tahap awal pembentukan gua di mana rekahan ini merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar. Potensi cairan dapat berupa magma atau air. Larutan magma yang menerobos ke permukaan dan mengikis daerah yang dilaluinya akan meninggalkan jejak yang menjadi bentuk celah dan lorong gua pada saat aktivitas magmatis berhenti. Biasanya gua ini terbentuk di daerah gunung berapi. Cairan lain yang berpotensi atau merupakan agen pembentuk gua adalah air. Pembentukan gua oleh air biasa terjadi pada batu gamping dominan kalsium karbonat (CaCO3) pada daerah karst.

Proses pelarutan batuan di daerah karst gamping dipengaruhi oleh proses mekanis air dan pelarutan kimiawi di mana proses pelarutan kimiawi tersebut diinisiasi oleh vegetasi yang menjadikan air bersifat asam sehingga melarutkan batu gamping yang bersifat basa. Berdasarkan pemikiran tersebut, penelitian Gua Harimau dan survei gua-gua di daerah karst batu gamping Baturaja lebih ditekankan pada pengamatan proses pengikisan, pengendapan,

dan peruntuhan dalam konteks pembentukan gua. Pengamatan-pengamatan tersebut difokuskan pada pengukuran kedudukan lapisan batuan dan pola struktur geologi gua yang tecermin dalam zona-zona lemah seperti arah sungai, arah tumbuh stalaktit-stalagmit, dan pola rekahan/kekar batuannya dalam rangka mengetahui sejarah dan pola pembentukan gua.

Dinamika Gua Harimau dikontrol oleh lapisan dengan kedudukan N290°E/20°. Gua ini merupakan gua yang proses pengikisannya bersifat musiman. Pada musim hujan proses pengikisan lebih aktif seiring dengan meningkatnya input air hujan yang mengalir ke dalam gua melalui celah-celah gua yang berada di atap gua. Proses pengendapan gua masih berlangsung, baik berupa endapan fluvial gua musiman, endapan eolian, maupun endapan kalsit. Endapan fluvial berupa kerikil dan lempung ditemukan di titik-titik jalur aliran musiman. Endapan eolian dijumpai di permukaan lantai gua. Endapan kalsit tecermin dalam ornamen-ornamen gua seperti stalaktit, stalagmit, ataupun flowstone yang kebanyakan sudah tidak aktif terbentuk.

Proses peruntuhan disebabkan oleh dua rekahan utama, yaitu rekahan berarah timur laut-barat daya (N50°E, N55°E, N85°E, N110°E) yang kemudian diikuti rekahan orde 2 N355°E sebagai pola peruntuhan atap gua. Keadaan di Gua Harimau bisa dibagi menjadi dua kondisi. Pertama, daerah banyak ornamentasi, yaitu di ruang sisi barat. Kedua, daerah runtuhan yang sedikit ornamentasi di daerah sisi timur. Daerah sisi barat ornamentasi gua seperti stalaktit, stalagmit, ataupun flowstone berkembang dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sisi barat merupakan sisi yang stabil dalam arti lama tidak terjadi runtuhan atap sehingga memungkinkan terbentuknya ornamentasi dengan ukuran yang besar. Keadaan berbanding terbalik dengan sisi sebelah timur di mana sedikit sekali ornamentasi gua dan yang juga menarik di lantai gua sisi sebelah timur masih dijumpai runtuhan atap gua yang bongkahnya belum terlapukkan. Hal ini mengindikasikan bahwa sisi sebelah timur dalam skala geologi belum lama mengalami runtuh atap.

Berdasarkan kondisi sisi barat dan timur ruang Gua Harimau tersebut mengindikasikan bahwa sisi barat sudah lama runtuh, kemudian mengalami sedimentasi lama dengan bukti tumbuhnya stalaktit yang besar-besar. Kondisi ini memungkinkan lantai gua terisi materi sedimentasi lebih banyak dibandingkan sisi timur yang belum lama mengalami peruntuhan atap. Berdasarkan kedudukan lapisan gua yang miring ke arah timur laut (N290°/20°), orde rekahan dan kondisi sisi ruang sisi barat dan timur maka bisa disimpulkan bahwa arah runtuhan atap gua adalah dari barat ke timur.

Gambar 2.11 Skematik arah-arah kelurusan rekahan/kekar pada atap Gua Harimau. Indikasi pola arah runtuhnya atap Gua Harimau menunjukkan arah dari barat ke timur berdasarkan keberadaan ornamen gua, runtuhan atap, dan lokasi rekahan di atap gua

32 |

Gambar 2.12 Ilustrasi morfologi Gua Harimau berdasarkan survei dan pemetaan oleh ASC Yogyakarta dan Pusarnas (Ilustrasi: Erlangga E.L.)

Gambar 2.13 Ornamen gua berupa stalaktit yang menggantung di atap Gua Harimau. Konon sebutan ‘Gua Harimau’ mengacu pada penampakan gua tersebut yang jika dilihat dari luar menyerupai mulut harimau buas yang menganga lebar, sementara stalaktit-stalaktit

yang menggantung dari atap gua ibarat taring tajam yang siap mengoyak mangsanya. Ornamen gua sebenarnya merupakan hasil akumulasi endapan mineral kalsit yang terkandung di dalam batuan dasar penyusun gua dalam kasus Gua Harimau, yaitu gamping. Mineral tersebut dilarutkan oleh air hujan yang tergolong larutan asam lemah atau dapat pula diinisiasi oleh vegetasi yang menjadikan air

34 |