Guru mengajak para siswa kelas enam untuk mengingat kembali materi ajar tentang gaya dan pengaruhnya terhadap benda. Guru pun menegaskan bahwa gaya adalah semua bentuk tarikan atau dorongan pada suatu benda. Gaya menyebabkan suatu benda bergerak. Kegiatan yang kita lakukan setiap harinya sangat berhubungan erat dengan gaya, seperti mendorong kursi atau meja, menendang bola, dan menarik ketapel.
Guru melanjutkan dengan mencontohkan kelereng yang kita sentil akan bergerak menggelinding. Begitu pun bola yang kita tendang juga akan bergerak atau berpindah dari tempat semula. Benda dapat bergerak akibat pengaruh dari gaya yang diberikan. Beberapa peralatan dibuat
berdasarkan prinsip pengaruh gaya terhadap gerak. Contohnya, jungkat-jungkit, alat ketapel, dan alat panah.
Sang guru bertanya, pernahkan kalian bermain jungkat-jungkit? Para murid menjawab dengan kata pernah. Memang, permainan model jungkat-jungkit sudah menjadi pemandangan umum karena sangat mudah ditemui dan dibuat. Pemainan ini menggunakan prinsip kerja pesawat sederhana. Permainan ini dilakukan oleh dua orang dan bisa lebih dari dua orang. Permainan ini membutuhkan keseimbangan antara titik beban dan titik tumpu.
Pesan moral yang disampaikan guru dari permainan ini bahwa kebersamaan menjadikan pekerjaan lebih mudah dan terlaksana dengan baik. Tanpa kerjasama pekerjaan akan sulit untuk diselesaikan. Guru mengibaratkan sapu lidi. Sapu lidi yang terdiri dari kumpulan lidi-lidi yang tersusun rapi membuat pekerjaan bersih-bersih lebih apik dan cepat. Jika hanya satu lidi untuk membersihkan ruangan maka akan memakan waktu yang lama serta tenaga yang boros.
Maka, guru menekankan persatuan dan persaudaraan di antara para siswa terus dijaga dan ditumbuh kembangkan. Fakta sejarah membuktikan, kemerdekaan bangsa Indonesia tidak lepas dari persatuan bangsa. Tanpa persatuan mustahil Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri.
Tidak hanya permainan jungkat jungkit, alat panah yang terdiri atas tali busur dan anak panah juga menhasilkan daya gerak. Gerak tali busur membuat anak panah bergerak hingga jauh. Begitu juga ketapel. Prinsip kedua permainan ini hampir sama dengan alat panah. Ketapel biasanya dijadikan alat permainan bagi anak-anak. Ketapel biasanya dijadikan alat untuk berburu burung atau menjatuhkan buah mangga dari pohon. Ketapel akan menggerakkan batu ke atas atau ke titik yang dituju.
Kemudian guru meminta para siswa untuk membentuk kelompok yang beranggotakan 4 orang siswa atau siswi. Setiap kelompok diminta
untuk menyiapkan ranting bercabang yang berbentuk huruf Y, karet gelang sebanyak dua buah, karet ban dalam sepeda atau sepeda motor dengan panjang 8 cm dan lebar 3 cm, pisau dan batu kerikil.
Setelah alar dan bahan terkumpul para siswa diminta untuk bekerja sama dalam membuat ketapel sesuai gambar yang ditempel guru di papan tulis. Para siswa memulai dengan membersihkan ranting yang telah didapat, mengikat setiap ujung ketapel dengan karet gelang, menghubungkan kedua tali karet dengan ban dalam sepeda yang berfungsi sebagai bantalan ketapel. Setelah ketapel selesai dibuat, letakkan batu kerikil pada bantalan ketapel . renggangkan bantalan ketapel sekitar 15 cm, lepaskan dan perhatikan batu kerikil yang terlempar. Para siswa pun diminta untuk mengulang kegiatan itu dengan tarikan yang lebih kuat dari tarikan awal.
Setelah para siswa melakukan praktik di atas, guru menjelaskan bahwa cara kerja ketapel memanfaatkan prinsip gaya pegas. Gaya pegas timbul akibat adanya terikan atau dorongan terhadap benda yang bersifat elastis. Semakin kuat tarikan ketapel, semakin besar pula gaya tarikan yang diberikan. Semakin besar gaya yang diberikan, benda akan semakin cepat bergerak. Namun, jika tarikan ketapel lemah, batu kerikil akan terlempar dengan pelan. Akhirnya, jarak lemparan menjadi dekat. Jadi, gerak benda dipengaruhi oleh besarnya gaya yang diberikan benda tersebut.
Guru menambahkan, selain ketapel, ada beberapa alat lain yang berhubungan dengan gaya dan gerak. Misalnya, alat timba, kerekan bendera, dan mesin jahit. Saat mengambil air di sumur orang-orang dahulu menggunakan alat timba. Tujuan menggunakan alat timba pada masa itu untuk mempermudah atau meringankan mengangkat beban. Begitu juga praktik mengerek bendera merah putih pada upacara setiap hari senin. Cara kerja alat pengerek bendera sama dengan cara kerja alat timba air. Tali yang ditarik akan menyebabkan bendera bergerak ke atas.
Cara kerja mesin jahit juga menghasilkan gerak. Penjahit menginjak papan kayuh sehingga roda mesin jahit berputar. Sebab saat menginjak papan kayuh gaya dorongan diberikan pada papan kayuh. Hal ini menyebabkan roda mesin jahit berputar. Sama halnya saat seseorang mengayuh sepeda. Pedal sepeda yang didorong akan menyebabkan roda sepeda berputar.
Dalam pembahasan tema gaya dan gerak, guru tidak luput memadukan nilai-nilai keislaman dengan menekankan kebersamaan dan persatuan. Permainan jungkat-jungkit memang mengharuskan dimainkan dengan dua orang atau lebih. Permainan ini kemudian diinspirasikan bahwa kebersamaan dan persatuan itu amat sangat penting. Bahkan, perjuangan dan kemerdekaan NKRI tidak mungkin tercapai tanpa dengan persatuan dan kebersamaan dalam melawan penjajah.
Islam sendiri sangat menekankan persatuan. Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur‟an,
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
(QS. Ali Imran: 103)
Allah Ta‟ala menghendaki kamu semuanya berpegang teguh kepada agama Allah yang telah Dia perintahkan, dan (berpeganglah kamu semuanya) kepada janjiNya yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah.
Al-Qurthubi mengatakan, sesungguhnya Allah Ta‟ala memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan persatuan merupakan keselamatan.
Al-Hafidz Ibnu Katsir menambahkan, Allah memerintahkan umat Islam untuk berjama‟ah dan melarang perpecahan. Dan telah datang banyak hadits, yang (berisi) larangan perpecahan dan perintah persatuan.
Maka, adalah tepat apa yang disampaikan guru agar ara siswa menjaga persatuan sebagai upaya integrasi nilai-nilai Islam dalam pembelajaran IPA. Selain menanamkan nilai-nilai persatuan dan kebersamaan, guru juga mengaitkan gerak dan gaya ini dengan pentingnya berdoa dan belajar. Para murid dinasihati untuk terus berdoa dan belajar. Murid ditekankan untuk berdoa keras dan belajar keras. Ibarat gaya dan gera k, semakin besar gaya maka semakin besar gerak benda.
Begitu juga doa, semakin banyak berdoa maka akan semakin cepat untuk dikabulkan oleh Allah SWT. Berdoa merupakan otaknya ibadah. Doa juga perintah Allah SWT sebagai bentuk dan wujud kebergantungan hamba kepada Sang Khalik.,
ِإ ْمُكَل ْبِجَتْسَأ ِنِوُعْدا ُمُكُّبَر َلاَقَو
َمَّنَهَج َنوُلُخْدَيَس ِتَِداَبِع ْنَع َنوُِبِْكَتْسَي َنيِذَّلا َّن
َنيِرِخاَد
Dan Rabbmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (QS. Ghafir: 60)
Dan semakin banyak belajar maka akan semakin banyak ilmu yang didapat. Terlebih, Allah ta‟ala mengangkat derajat orang-orang beriman yang diberi ilmu pengetahuan,
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah dalam majlis, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah: 11)
B. Integrasi Nilai-nilai Keislaman di SDIT Al-Multazam a. Kurikulum SDIT Al-Multazam
SDIT Al-Multazam pada tahun ajaran 2017/2018 ini menggunakan dua kurikulum. Kurikulum 2013 diberlakukan pada kelas 1 dan 4. Sedang kelas 2, 3, 5, dan 6 masih menggunakan kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dirumuskan secara terpadu. Begitu juga proses pembelajaran dan penilaian yang diperlukan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diinginkan. Dalam kurikulum 2013 diatur bahwa kurikulum untuk SD/MI menggunakan pendekatan tematik integratif.
Disebut juga kurikulum tematik karena pembelajaran seluruh mata pelajaran secara integratif kecuali agama, olahraga, dan muatan lokal. Seluruh mata pelajaran kecuali tiga mata pelajaran yang disebut diajarkan dalam satu buku ajar. Buku ajar ini terdiri dari A hingga I. Setiap buku terdiri dari
beragam tema, ada yang bermuatan mata pelajaran IPA, Geografi, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, dan sebagainya. Kurikulum ini mengajak para siswa untuk berpikir integratif dalam setiap temanya. Tidak seperti KTSP yang bersifat parsial dan terpisah dalam setiap mata pelajarannya.
Kepala SDIT Al-Multazam mengatakan, pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai topik yang akan dibahas serta untuk mengikat beberapa mata pelajaran. Pengintegrasian itu dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Dengan demikian, pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia.
Dalam pembelajaran tematik, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. Untuk tahun ajaran 2017/2018 kelas 1 dan 4 sudah menggunakan pembelajaran tematik. Tema alam dan kehidupan manusia memberi makna yang substansial terhadap mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya dan Prakarya. Di sinilah kompetensi dasar dari IPA/IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain memiliki peran penting sebagai pengikat dan pengembang kompetensi dasar mata pelajaran lainnya.
Berdasar hasil wawancara dengan para guru kelas, pembelajaran tematik memiliki beberapa karakteristik: berpusat pada siswa (student
centered), Memberikan pengalaman langsung, Pemisahan mata pelajaran
tidak begitu jelas, Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, Bersifat fleksibel, dan Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
Karakteristik di atas sesuai dengan tren pendekatan belajar modern yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran tematik juga diakui dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Dengan pengalaman
langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. Selain itu, pembelajaran tematik menjadikan fokus pembelajaran pada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehi-dupan siswa. Dan pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini di-perlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran tematik yang bersifat luwes (fleksibel) mendorong guru guru untuk dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada. Dan yang tidak kalah penting, siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
b. Peningkatan Imtak Melalui Pembelajaran IPA di SDIT Al-Multazam Sebagaimana dijelaskan bahasan terdahulu, yang dimaksud dengan IPA adalah ilmu yang mempelajari yang mempelajari tentang fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di alam dengan menggunakan metode ilmiah. IPA harus diajarkan di sekolah dasar. Ada beberapa alasan mengapa mata pelajaran ini mesti diajarkan di sekolah dasar. Menurut Usman Samatowa (2006) ada empat alasan sains atau IPA dimasukan di kurikulum sekolah dasar, antara lain:
Pertama, sains atau IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang sains, sebab sains merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah sains. Orang tidak menjadi Insinyur elektronika yang baik, atau dokter yang baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai berbagai gejala alam.
Kedua, bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis. Misalnya, sains diajarkan dengan mengikuti metode "menemukan sendiri". Dengan metode ini anak dihadapkan pada suatu masalah, umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah demikian". Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?" Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini.
Ketiga, bila sains diajarkan melalui percobaan -percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak. maka sains tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka. Dan keempat, mata pelajaran ini mempunyai: nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk keprbadian anak secara keseluruhan.
Secara umum, metode pembelajaran bidang studi IPA yang dikembangkan di SDIT SDIT Al Multazam Desa Maniskidul Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan, antara lain melalui: a) Tanya jawab semua kompetensi dasar, terutama untuk materi-materi yang memerlukan penjabaran dan penalaran yang diperkuat dengan nilai-nilai keimanan, b) Pemberian contoh-contoh soal dan penyelesaiannya secara bertahap, c) Lembar kerja siswa, berisi pertanyaan-pertanyaan yang perlu jawaban singkat untuk memfasilitasi siswa menggali informasi awal, d) Pemberian tugas kognitif dan psikomotor yang dikoreksi secepat mungkin dan dikembalikan ke siswa sehingga segera mendapatkan umpan balik dari apa yang mereka kerjakan, e) Demontrasi dengan menggunakan alat bantu sederhana dan pemanfaatan sarana multimedia untuk kompetensi dasar tertentu untuk memperkuatpemahaman.
Berdasarkan keterangan tersebut, penulis mengamati bahwa upaya pengintegrasian imtak pada pembelajaran IPA sudah ada pada diri guru mata pelajaran sejak masa persiapan bahan ajar, kemudian diimplementasikan pada beberapa uraian materi tertentu sesuai dengan silabus yang telah dibuat. Sebagaimana tertera pada poin (a) di atas, guru berupaya memberi penguatan nilai-nilai keimanan, yaitu penyisipan ruh Qur‟ani dalam pembelajaran IPA.
Berikut ini beberapa contoh uraian materi mata pelajaran IPA yang secara praktik dipadukan dengan ayat-ayat qauliyah (ruh qurâni) sebagai bentuk integrasi iptek dan imtak: