• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendidikan Kesehatan

3. Remaja Akhir ( Late Adolescence )

2.13. Gizi Remaja Pra Reproduksi

Remaja mempunyai kebutuhan gizi yang spesial, karena pada saat remaja terjadi pertumbuhan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan timbulnya masa pubertas. Perubahan pada masa remaja akan mempengaruhi kebutuhan, absorbsi, serta cara penggunaan zat gizi. Hal ini disertai dengan pembesaran organ dan jaringan tubuh yang cepat. Perubahan hormon yang menyertai pubertas juga menyebabkan banyak perubahan fisiologis yang memengaruhi kebutuhan gizi pada remaja (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012).

Laju pertumbuhan antara remaja perempuan dan remaja pria berbeda. Remaja perempuan mengalami percepatan lebih dulu dibandingkan remaja pria, karena tubuh remaja perempuan dipersiapkan untuk reproduksi. Sementara remaja pria baru dapat menyusul dua tahun kemudian. Pertumbuhan cepat ini juga ditandai dengan pertambahan yang pesat pada berat badan dan tinggi badan. Pertumbuhan fisik menyebabkan remaja membutuhkan asupan nutrisi yang lebih besar dari pada masa

anak-anak. Ditambah lagi pada masa ini, remaja sangat aktif dengan berbagai kegiatan, baik itu kegiatan sekolah maupun olahraga (Arisman, 2004).

Menurut Poltekkes Jakarta I (2012) Kebutuhan gizi yang meningkat selama masa remaja adalah energi,protein, kalsium, besi dan seng. Kebutuhan energi pada remaja per individu sulit ditentukan secara tepat, karena bergantung pada aktifitas fisik seperti olah raga. Dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 (AKG 2004) menganjurkan bahwa kecukupan gizi remaja pria usia 16-18 tahun adalah 2600 kkal/ hari dan untuk remaja perempuan usia 16-18 tahun adalah 2200 kkal/ hari. AKG energi ini dianjurkan sekitar 60% berasal dari sumber karbohidrat yaitu: beras, terigu dan hasil olahannya (mie, spagetti, makaroni), umbi-umbian (ubi jalar, singkong), jagung, gula dan lain-lain (Proverawati, 2010).

Kebutuhan protein juga meningkat pada masa remaja, karena proses pertumbuhan terjadi dengan cepat. Pada akhir masa remaja, kebutuhan protein lebih besar pada remaja laki-laki, karena perbedaan komposisi tubuh. Kecukupan protein harus memenuhi 12-14% dari pemasukan energi. Bila pemasukan energi tidak adekuat, maka protein akan digunakan sebagai sumber energi, dan hal ini akan menyebabkan malnutrisi. Makanan bersumber protein hewani seperti daging dan ikan memiliki nilai biologis lebih tinggi dibandingkan dengan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan (Almatsier, 2004).

Kebutuhan mineral terutama kalsium, seng dan zat besi juga meningkat pada masa remaja. Kalsium penting untuk kesehatan tulang khususnya dalam menambah masa tulang. Keterbatasan masa tulang selama remaja akan meningkatkan risiko

osteoporosis pada kehidupan selanjutnya. Kebutuhan kalsium pada remaja usia 16-18 tahun adalah 1000 mg per hari (AKG, 2004). Sumber kalsium yang paling baik adalah susu dan hasil olahannya, sumber lainnya adalah ikan, kacang-kacangan dan sayuran.

Kebutuhan zat besi pada remaja juga meningkat karena terjadinya pertumbuhan cepat. Kebutuhan besi pada remaja laki-laki meningkat karena ekspansi volume darah dan peningkatan konsentrasi hemoglobin (Hb). Setelah dewasa, kebutuhan besi menurun. Pada perempuan, kebutuhan yang tinggi akan besi terutama disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi. Hal ini mengakibatkan perempuan lebih rawan terhadap anemia besi dibandingkan laki-laki. Perempuan dengan konsumsi besi yang kurang dan disertai dengan kehilangan besi yang meningkat, akan mengalami anemia gizi besi (Proverawati, 2010).

Mineral Seng juga diperlukan untuk pertumbuhan serta kematangan seksual remaja, terutama untuk remaja laki-laki. AKG seng adalah 17 mg per hari untuk remaja laki-laki dan perempuan. Makanan yang mengandung seng adalah daging, hati, kerang, telur, serealia tumbuk dan kacang-kacangan (Almatsier, 2004).

Vitamin, kebutuhan vitamin seperti thiamin (B1), riboflavin (B2) dan niacin pada remaja akan meningkat. Zat ini diperlukan untuk membantu proses metabolisme energi.Konsumsi asam folatdapat mencegah anemia, kecukupan folat pada masa sebelum hamil dan selama hamil dapat mengurangi kejadian cacat otak dan kelainan tulang belakang pada bayi. Vitamin A, C dan E juga dibutuhkan untuk pembentukan dan mendukung fungsi sel baru (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012).

Pada pedoman program perencanaan Gerakan 1000 HPK terdapat intervensi yang ditujukan untuk remaja, khususnya remaja perempuan. Dimana kegiatan yang dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan kepada remaja dalam rangka persiapan sebagai calon pengantin. Status gizi remaja putri atau pranikah memiliki kontribusi besar pada keselamatan kehamilan dan kelahiran kelak. Untuk itu keadaan gizi remaja putri harus diperhatikan sedini mungkin untuk menghindari terjadinya masalah kekurangan gizi.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masalah keselamatan dan kesehatan janin, BBLR dan anak pendek terkait dengan kesehatan dan status gizi remaja perempuan yang akan menjadi ibu. Remaja perempuan yang anemia dan kurus, apabila hamil akan beresiko melahirkan BBLR dengan berbagai masalahnya. Selain itu masih tingginya perkawinan pada usia remaja (15-19 tahun) di Indonesia yaitu 23,9%.

Menurut Romauli, S., dkk (2011) Adapun faktor yang mempengaruhi remaja untuk menikah di usia muda adalah, pertama karena tingkat pendidikan, dimana makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong cepatnya perkawinan di usia muda. Kedua adalah alasan ekonomi, yaitu apabila anak perempuan telah menikah, berarti orangtua bebas dari tanggung jawab, sehingga secara ekonomi mengurangi beban, dengan kata lain sebagai jalan keluar dari berbagai kesulitan. Ketiga adalah adat istiadat atau pandangan masyarakat yang menganggap bahwa jika anak gadis belum menikah di anggap sebagai aib keluarga, kedewasaan seseorang di nilai dari status perkawinan, status janda dinilai lebih baik dari pada perawan tua. Keempat

adalah kepatuhan terhadap orang tua yaitu perkawinan dapat berlangsung karena adanya kepatuhan remaja terhadap orang tua.

Dalam rangka menyelamatkan 1000 HPK, perlu ada kebijakan yang mencegah usia menikah muda, remaja perempuan sebagai calon pengantin harus sehat dan dalam status gizi baik, tidak kurus dan tidak anemi atau kekurangan gizi lainnya (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2013).

Kurang gizi di negara berkembang pada masa pra hamil dan ibu hamil akan berdampak pada anak yang IURG (Intra Uterine Growth Retardation). Kondisi ini hampir separuhnya terkait dengan status gizi ibu, yaitu berat badan ibu pra hamil yang tidak sesuai dengan tinggi badan atau bertubuh pendek, dan pertambahan berat badan yang kurang selama kehamilannya. Ibu yang pendek waktu usia dua tahun cenderung bertubuh pendek pada usia dewasa dan apabila ibu hamil pendek akan cenderung menghasilkan bayi BBLR (Victoria dkk dalam Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, 2013).

Kesiapan pengetahuan terhadap tumbuh kembang balita sangat diperlukan bagi seorang ibu, karena seorang ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik akan menghasilkan tumbuh-kembang balita yang baik pula, khususnya pada periode usia tiga tahun pertama, karena kurun usia tersebut merupakan periode pertumbuhan otak yang cepat. Mempersiapkan remaja sebagai calon ibu yang terdidik pada saatnya menjadi seorang ibu, dapat memberikan dampak baik pada perkembangan emosi, intelektual,dan kognitif anaknya (Nedra et al., 2006).

Gambar 2.1. Siklus Gangguan Pertumbuhan Inter Generasi

Sumber : ACC/SCN dalam Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, 2013

Menurut UNICEF Indonesia (2012) Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan program kesehatan yang bersifat preventif dan mempromosikan pentingnya gizi secara cepat yang dimulai dari masa remaja atau pra kehamilan. Meskipun nantinya perempuan yang akan memasuki masa kehamilan, menyusui, melahirkan dan mendominasi dalam mengurus anak, namun bukan berarti promosi gizi atau pendidikan gizi tidak perlu diberikan kepada remaja laki-laki sebagai calon suami dan calon ayah.

Peran suami di Indonesia masih sangat kuat dalam mengambil keputusan termasuk keputusan yang terkait dengan kesehatan. Apabila remaja laki-laki pernah mendapatkan pendidikan gizi atau materi gizi 1000 HPK sebelumnya, maka diharapkan dapat membentuk perilaku yang postif seperti dukungan kepada istri dan

Gangguan Pertumbuhan Anak

Wanita dewasa kurang berat dan pendek

Kehamilan dini

Remaja kurang berat dan pendek Berat bayi lahir

anaknya untuk selalu memperhatikan kesehatan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ishak dkk (2005) yang meneliti tentang keterlibatan suami dalam menjaga kehamilan istri, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan suami maka upaya mendukung istrinya untuk berkonsultasi dan memilih persalinan ke tenaga kesehatan semakin besar dan lebih banyak memperhatikan gizi atau makanan istrinya selama hamil.

Memberikan pendidikan gizi sangat penting untuk meningkatkan perilaku gizi remaja. Banyak upaya yang bisa dilakukan seperti memanfaatkan media yang tersedia untuk menyampaikan pesan gizi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Khoirani, dkk (2012), yaitu dengan menerapkan permainan sebagai media promosi gizi ternyata memiliki dampak positif terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan siswa tentang gizi seimbang. Diharapkan dengan adanya intervensi gizi yang diberikan dapat meningkatkan perilaku remaja yang positif terhadap gizi dan kesehatan.