• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.5.3.1 Pengertian Good Governance

Istilah “Good Governance” mulai muncul dan populer di Indonesia sekitar tahun 1990-an. Dalam penyelenggaraan pemerintahan kita “Good Governance” menjadi sangat penting dan strategis, mengingat kemunculannya disaat penyelenggaraan pemerintahan Indonesia sedang mengalami distorsi terhadap efektivitas pelayanan kepada publik.

Dalam konsep “Good Governance” atau sering disebut sebagai “tatakelola kepemerintahan yang baik” untuk membedakan dengan “pemerintahan yang bersih dan berwibawa” (clean government), maka “tatakelola kepemerintahan yang baik”, sebagai kata sifat adalah “cara-cara penyelenggaraan pemerintahan secara efisien dan efektif.19

19

Bambang Istianto. 2011. Demokratisasi Birokrasi. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media. hal. 183.

Pengertian “Good Governance” menurut Healy dan Robinson yang di kutip Hamdi,20

Adapun pengertian “Good Governance” menurut UNDP dalam sedarmayanti,

mengatakan bahwa “good governance” bermakna tingkat efektivitas organisasi yang tinggi dalam hubungan dengan formulasi kebijakan dan kebijakan yang senyatanya dilaksanakan, khususnya dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi dan kontribusinya pada pertumbuhan, stabilitas dan kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang baik juga bermakna akuntabilitas transparansi, partisipasi dan keterbukaan.

21

Dengan demikian penerapan konsep good governance dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintah negara merupakan tantangan tersendiri. Dalam memahami tentang pengertian “Good Governance” patut menjadi catatan bagi kita agar tidak salah pengertian terhadap istilah “Good Governance” seperti yang disampaikan oleh Tjokroamidjojo

“Good Governance” merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service

disebut governance (pemerintah atau kepemerintahan), sedangkan istilah yang lebih populer disebut “Good Governance” (kepemerintahan yang baik). Agar good governance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. “Good governance” yang efektif menuntut adanya “aligment”

(koordinasi) yang baik dan integritas, profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi.

22

20

Muchlis Hamdi. 2003. Bunga Rampai Pemerintahan. Jakarta: Yarsif Watampone. hal. 54

21

Sedarmayanti. 2003. Good Governance; Kepemerintahan Yang Baik Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju. hal.2

22

Bintoro Tjokroamidjojo. 2001. Good Governance, Paradigma Baru Ilmu Pemerintahan. Jakarta: ISBM. hal 13.

yaitu sebagai berikut: sebagai suatu pemikiran kontemporer banyak kesalahmengertian, “Good Governance” sering di artikan sebagai “Clean Government”, Good Government bahkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, memang tidak difungkiri “good governance” mulai berkembang dari perhatian terhadap “Clean Government” dan “Good Government”.

Dari beberapa pengertian mengenai “Good Governance” dan juga karakteristik Good Governance”, terdapat beberapa kesamaan dalam tuntutan serta sistem politik demokratis terutama yang meliputi; rule of law, transparansi, accountability, konsensus. Dari segi masing-masing tersebut adalah seiring dengan arti dan makna demokrasi sehingga sistem politik yang demokratis dapat terwujud maka akan membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang memiliki tatanan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, teratur dan tertib.

1.5.3.2 Prinsip-prinsip Good Governance

Word Bank maupun UNDP mengembangkan istilah baru yaitu

”governace” sebagai pendamping kata ”government”. Istilah tersebut sekarang sedang sangat populer digunakan dikalangan akademisi maupun masyarakat luas. Kata ”governace” kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dalam berbagai kata. Ada yang menterjemahkan menjadi ”tata pemerintahan”, ada pula yang menterjemahkan menjadi ”kepemerintahan”.23

Perubahan penggunaan istilah dengan pengertiannya akan mengubah secara mendasar pratek-pratek penyelenggaraan pemerintahan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Perubahannya akan mencakup tiga dimensi yaitu dimensi struktural, dimensi fungsional serta dimensi kultural. Perubahan struktural menyangkut struktur hubungan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah, struktur hubungan antara eksekutif dan legislatif maupun struktur hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Perubahan fungsional menyangkut perubahan fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat. Sedangkan perubahan kultural menyangkut perubahan pada tata nilai dan budaya-budaya yang melandasi hubungan kerja intraorganisasi, antarorganisasi maupun eksraorganisasi.

24

United Nation Development Programe (UNDP), memberikan batasan pada kata governance sebagai “pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa”. Governance dikatakan

23

Sadu Wasistiono, 2007. Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Alqprint, Bandung: Jatinangor, hal. 27.

24

baik (good atau sound) apabila sumber daya publik dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif dan efisien, yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat. Tentu saja pengelolaan yang efektif dan efisien dan responsive terhadap kebutuhan rakyat menuntut iklim demokrasi dalam pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan masalah-masalah publik yang didasarkan pada keterlibatan masyarakat, akuntabilitas, serta transparan.

Governance berarti pelaksanaan pemerintahan. Ini berarti good governance adalah pemerintahan yang baik (lembaga), sedangkan (good governance) adalah pelaksanaan pemerintahan yang baik (penyelenggaraannya).

Clean government mengandung arti pemerintahan yang bersih (lembaga), sedangkan Clean government berarti pelaksanaan pemerintahan yang bersih.

Baik buruknya suatu pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance sebagaimana tersebut di bawah ini.25

1. Partisipasi (Participation)

Sebagai pemilik kedaulatan rakyat, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil bagian dalam bernegara, berpemerintahan serta bermasyarakat. Partisipasi tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun melalui institusi intermediasi seperti DPRD, LSM dan lain sebagainya. Partisipasi rakyat warga negara dilakukan tidak hanya pada tahapan implementasi, tetapi secara menyeluruh mulai dari tahapan penyusunan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Syarat utama warga negara disebut transparansi dalam kegiatan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan, yaitu :

a. Ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan) b. Ada keterlibatan secara emosional

c. Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.

25

Sadu Wasistiono, 2002, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Alqaprint Jatinangor, Bandung, hal. 27, lihat juga dalam Agung Hendarto, nazar Suhendar (eds), Good government dan Penguatan Institusi Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), hal 2-3.

2. Penegakan Hukum (Rule of Law)

Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokratisasi adalah adanya penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Tanpa penegakan hukum yang tegas, tidak akan tercipta kehidupan yang demokratis, melainkan anarki. Tanpa penegakan hukum, orang secara bebas berupaya mencapai tujuannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang lain, termasuk menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, langkah awal penciptaan

good governance adalah membangu sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware) maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya (human ware).

3. Transparansi (Transparancy)

Salah satu karakteristik good governance adalah keterbukaan. Karakteristik ini sesuai dengan semangat zaman yang serba terbuka akibat adanya revolusi informasi. Keterbukaan tersebut mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut kepentingan publik mulai dari proses pengambilan keputusan, penggunaan dana-dana publik sampai pada tahap evaluasi.

4. Daya Tanggap (Responsiveness)

Sebagai konsekwensi logis dari keterbukaan, maka setiap komponen yang terlibat dalam proses pembangunan good governance perlu memiliki daya tanggap terhadap keinginan maupun keluhan para pemegang saham (satake holder). Upaya peningkatan daya tanggap tersebut terutama ditujukan pada sektor publik yang selama ini cendrung tertutup, arogan serta berorientasi pada kekuasaan. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh sektor publik, secara periodik perlu dilakukan survey tingkat kepuasan konsumen

(custumer satisfaction).

5. Berorientasi pada Konsenseus (Consensus Orientation)

Kegiatan bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat pada dasarnya adalah kreatifitas politik, yang berisi dua hal utama yaitu konflik dan konsensus.

Di dalam good governance, pengambilan keputusan maupun pemecahan masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan dengan kesedian untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan bersama. Konsensus bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru, karena nilai dasar kita dalam memecahkan persoalan bangsa adalah melalui “musyawarah”.

6. Keadilan (Equity)

Melalui prinsip good governance, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan. Akan tetapi karena kemampuan masing-masing warga negara berbeda-beda, maka sektor publik perlu memainkan peranan agar kesejahteraan dan keadilan dapat berjalan seiring sejalan.

7. Keefektifan dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)

Agar mampu berkompetisi secara sehat dalam percaturan dunia, kegiatan domain dalam governance perlu mengutamakan efektivitas dan efisiensi dalam setiap kegiatan. Tekanan perlunya efektivitas dan efisiensi terutama ditujukan pada sektor publik karena sektor ini menjalankan aktivitasnya secara monopolistik. Tanpa adanya kompetensi tidak akan tercapai efisiensi.

8. Akuntabilitas (Accountability)

Setiap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan publik perlu mempertanggungjawabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggung jawab tidak hanya diberikan kepada atasan saja melainkan juga pada para pemegang saham (stake holder), yakni masyarakat luas. Secara teoritis, akuntabilitas itu sendiri dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu sebagai berikut :

a. Akuntabilitas Organisasional / administratif. b. Akuntabilitas legal

c. Akuntabilitas politik d. Akuntabilitas profesional e. Akuntabilitas moral

1.5.3.3 Good Governance Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Dalam perkembangan dewasa ini kebijakan pemerintah ke arah penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik sudah mulai dilakukan dengan diawali dengan desentralisasi kewenangan kepada daerah kabupaten/kota melalui UU No. 22 Tahun 1999 juga UU No. 32 Tahun 2004 beserta peraturan pemerintahannya.

Oleh karena itu dalam perspektif penyelenggaraan pemerintahan terjadi perubahan yang cukup signifikan menuju terwujudnya “Good Governance”.

Demikian pula tujuan kebijakan otonomi daerah di Indonesia tersebut di atas dalam perspektif pendayagunaan aparatur negara pada hakekatnya adalah memberikan kesempatan yang luas bagi daerah untuk membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan responsif terhadap kepentingan masyarakat luas; membangun sistem pola karir politik dan administrasi yang kompetitif; mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif; meningkatkan efisiensi pelayanan publik di daerah, serta meningkatkan transparansi pengambilan kebijakan dan akuntabilitas publik, pada akhirnya diharapkan terciptanya kepemerintahan yang baik (Good Governance).

Dokumen terkait