60 Berdasarkan grafik diatas, terlihat bahwa capaian remaja putri mendapat tablet tambah darah di Provinsi Bali mencapai 99, 7%, Kabupaten Tabanan memiliki capaian terendah yakni 98,5%.
Faktor pendukung :
1. Kerjasama dengan koordinasi lintas program dan linta sektor yang baik 2. Ketersediaan tablet tambah darah
Faktor penghambat :
1. Kurangnya informasi tentang manfaat pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri
2. Terbatasnya SDM di tingkat puskesmas
Upaya mengatasi masalah :
1. Melakukan sosialisasi di sekolah, media maupun workshop.
Saran :
Masih tingginya prevalensi masalah gizi yang ada di Provinsi Bali terutama stunting, perlu dilakukan upaya – upaya sebagai berikut :
1. Penetapan regulasi penanganan stunting baik di kabupaten/kota maupun provinsi
2. Pelaksanaan terintegrasi dalam penanganan stunting, baik yang dilakukan oleh sektor kesehatan maupun diluar sektor kesehatan 3. Pemenuhan SDM yang sesuai di tingkat
puskesmas
4. Pemenuhan sarana antropometri kit di tingkat posyandu
2. Indikator Program Kesga
a) Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)
Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau yang dikenal
KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang untuk mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6
lahir, dengan cara mendeteksi sedini mungkin permasalahan yang mungkin dihadapi bayi baru lahir, sekaligus memastikan pelayanan yang seharusnya didapatkan oleh bayi baru lahir yang diantaranya terdiri dari konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian Vitamin K1 injeksi (bila belum diberikan) dan Hepatitis B 0 (nol) injeksi (bila belum dberikan). Kunjungan ini dilakukan dengan pendekatan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda).Perhitungan cakupan ini dilakukan dengan cara membandingkan bayi baru lahir yang mendapatkan kunjungan neonatal pertama dengan jumlah selu
yang kemudian dikonversi dalam bentuk persentase. Analisa Capaian Kinerja
1. Faktor Pendukung
a. Adanya peningkatan kapasitas, orientasi untuk tenaga kesehatan dalam upaya peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal b. Tersedianya NSPK kesehatan ibu , seperti Permenkes 97/2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual, Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu
esga
Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)
Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau yang dikenal dengan sebutan dengan KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang
untuk mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6 - 48 jam setelah lahir, dengan cara mendeteksi sedini mungkin permasalahan yang mungkin dihadapi bayi baru lahir, sekaligus memastikan pelayanan yang seharusnya didapatkan oleh bayi baru lahir yang diantaranya terdiri dari konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian Vitamin K1 injeksi (bila belum diberikan) B 0 (nol) injeksi (bila belum dberikan). Kunjungan ini dilakukan dengan pendekatan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda).Perhitungan cakupan ini dilakukan dengan cara membandingkan bayi baru lahir yang mendapatkan kunjungan neonatal pertama dengan jumlah seluruh bayi baru lahir di wilyahnya yang kemudian dikonversi dalam bentuk persentase.
Analisa Capaian Kinerja
Grafik 7
Adanya peningkatan kapasitas, orientasi untuk tenaga kesehatan dalam upaya peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal Tersedianya NSPK kesehatan ibu , seperti Permenkes 97/2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual, Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu
dengan sebutan dengan KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan 48 jam setelah lahir, dengan cara mendeteksi sedini mungkin permasalahan yang mungkin dihadapi bayi baru lahir, sekaligus memastikan pelayanan yang seharusnya didapatkan oleh bayi baru lahir yang diantaranya terdiri dari konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian Vitamin K1 injeksi (bila belum diberikan) B 0 (nol) injeksi (bila belum dberikan). Kunjungan ini dilakukan dengan pendekatan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda).Perhitungan cakupan ini dilakukan dengan cara membandingkan bayi baru lahir yang mendapatkan ruh bayi baru lahir di wilyahnya
Adanya peningkatan kapasitas, orientasi untuk tenaga kesehatan dalam upaya peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal Tersedianya NSPK kesehatan ibu , seperti Permenkes 97/2014 tentang
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual, Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu
60 c. Pelaksanaan Kelas Ibu (Kelas Ibu Hamil dan Kelas Balita)
d. Dukungan kegiatan luar gedung untuk kunjungan bayi dari dana BOK, dll e. Monitoring dan evaluasi secara berjenjang
2. Faktor Penghambat
a. sistem pencatatan dan pelaporan yang belum sesuai seperti yang diharapkan misalnya penolong persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mencatat dengan benar pelayanan yang telah diberikan dan juga belum optimalnya pemakaian form Manajemen Terpadu Bayi Muda pada kunjungan neonatalmerupakan kendala dalam pencapaian KN1
b. masih kurangnya pemberdayaan keluarga/masyarakat terhadap penggunaan buku KIA
c. kurangnya kepatuhan petugas dalam menjalankan pelayanan sesuai pedoman.
3. Upaya Pencapaian
Upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelaksanaan KN 1 di integrasikan dan menjadi satu kesatuan dengan kegiatan upaya mendorong persalinan difasilitas kesehatan. Melalui persalinan di fasilitas kesehatan maka diharapkan bayi yang dilahirkan juga akan mendapatkan pelayanan sesuai standar.
Selain kegiatan yang telah diintegrasikan beberapa kegiatan terkait kunjungan neonatal ini antara lain :
a. Sosialisasi kepada masyarakat saat event nasional sebagai contoh adalah saat Perayaan Hari Anak Nasional Tahun 2017
b. Evaluasi pelaksanaan kunjungan neonatal dalam kaitannya dengan penurunan AKB. Untuk menambah jumlah SDM kesehatan yang memahami kunjungan neonatal maka dilaksanakan juga orientasi tim pengkaji AMP, Orientasi Skrining Bayi Baru Lahir, dan Orientasi Tenaga Kesehatan dalam MTBM MTBS.
b) Persentase Ibu Hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke empat (K4)
Perssentase ibu hamil yang mendapatkan Pelayanan Antenatal <inimal 4 kali K4) Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Sedangkan tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada ibu hamil antara lain dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat. Pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar. Ditetapkan bahwa distribusi frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan 1 kali
60 pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua, dan 2 kali pada triwulan ketiga. Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi (Kemenkes RI, 2010).
Pelayanan antenatal diupayakan agar memenuhi standar kualitas, yaitu : a. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan;
b. Pengukuran tekanan darah;
c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA); d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundusuteri);
e. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai status imunisasi;
f. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan; g. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (djj);
h. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk keluarga berencana);
i. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya); dan
j. Tatalaksana kasus.
Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan indikator Cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu tahun. Sedangkan cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali sesuai jadwal yang dianjurkan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah dalam kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.
Analisa Capaian Kinerja
Sumber : KomdatKesga2019
Dilihat dari grafik diatas, cakupan K1 dan K4 terendah ada di Kabupaten yaitu K1 sebanyak 85,95%, K4
karena tidak semua kunjungan K1 murni ( kunjungan K1 saat triwulan I kehamilan) sehingga bumil yang tidak K1 murni tidak standar untuk mendapat pelayanan K4 dima standar pelayanan K4 adalah 1 kali kunjungan saat triwulan I, satu kali saaat triwulan II dan dua kali kujungan saat triwulan III.
Renja Tahun 2017)
belum dapat dicapai oleh 9 kabupaten kota
triwulan I, penyebab lainnya adalah adanya kejadian abortus, kematian maternal, mobilitas ibu hamil (perpindahan) dan sasaran proyeksi yang terlalu tinggi. Dari empat indikator prioritas (K1,K4,PF dan Kn1) capaian teren
keseluruhan di provinsi Bali capaian rata
belum bisa mencapai target 100 %, begitu juga dengan K4 dan Persalinan di Faskes. Analisa Capaian Kinerja
Grafik 8
cakupan K1 dan K4 terendah ada di Kabupaten Karangasem terendah 83,83% Kabupaten Gianyar, hal ini disebabkan karena tidak semua kunjungan K1 murni ( kunjungan K1 saat triwulan I kehamilan) sehingga bumil yang tidak K1 murni tidak standar untuk mendapat pelayanan K4 dima standar pelayanan K4 adalah 1 kali kunjungan saat triwulan I, satu kali saaat triwulan II dan dua kali kujungan saat triwulan III. Target 99 % untuk K1 dan 97% untuk K4 (sesuai target
belum dapat dicapai oleh 9 kabupaten kota. Selain karena belum semua ibu hamil akses di triwulan I, penyebab lainnya adalah adanya kejadian abortus, kematian maternal, mobilitas ibu hamil (perpindahan) dan sasaran proyeksi yang terlalu tinggi. Dari empat indikator prioritas (K1,K4,PF dan Kn1) capaian terendah ada di kabupaten Gianyar, sedangkan untuk keseluruhan di provinsi Bali capaian rata-rata diatas 95%. Untuk Provinsi Bali, capaian K1 belum bisa mencapai target 100 %, begitu juga dengan K4 dan Persalinan di Faskes. Karangasem hal ini disebabkan karena tidak semua kunjungan K1 murni ( kunjungan K1 saat triwulan I kehamilan) sehingga bumil yang tidak K1 murni tidak standar untuk mendapat pelayanan K4 dimana standar pelayanan K4 adalah 1 kali kunjungan saat triwulan I, satu kali saaat triwulan II dan Target 99 % untuk K1 dan 97% untuk K4 (sesuai target
arena belum semua ibu hamil akses di triwulan I, penyebab lainnya adalah adanya kejadian abortus, kematian maternal, mobilitas ibu hamil (perpindahan) dan sasaran proyeksi yang terlalu tinggi. Dari empat indikator dah ada di kabupaten Gianyar, sedangkan untuk rata diatas 95%. Untuk Provinsi Bali, capaian K1 belum bisa mencapai target 100 %, begitu juga dengan K4 dan Persalinan di Faskes.
Kesenjangan pencapaian K1 ke K4 tidak
lebih baik lagi kedepannya karena akses ibu hamil di triwulan I (K1 Murni) adalah sebagai upaya salah satu mendapat layanan ANC standar. Capaian KN 1 yang melebihi capaian persalinan faskes terjadi di semua
kemungkinan disesbabkan oleh adanya kelahiran kembar (gemelli), perpindahan ibu hamil dan sisa persalinan tahun sebelumnya.
Cakupan K1 dan K4 di Provinsi Bali dalam
Dari grafik 7 diatas dapat terlihat bahwa secara umum relatif stabil namun terjadi penurunan cakupan K4
meningkat menjadi 94,49%. walaupun pada tahun 2013 sempat cakupan K4 melebihi cakupan K1, dan tahun 2 Ada kesenjangan yang terjadi antara cakupan K1 dan K4
kesenjangan tertinggi terjadi tahun 2017 yaitu sebesar antara cakupan K1 dan K4 sebes
Kesenjangan antara cakupan K1 dan K4 menunjukkan angka
lain jika kesenjangan K1 dengan K4 kecil maka hampir semua ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama pelayanan antenatal
pada kunjungan ke dua trisemester ketiga kehamilannya dengan kata lain seluruh ibu hamil telah mendapatkan pelayanan kehamilannya sesuai dengan standar. Hal ini dapat meminimalisir kematian ibu melahirkan. Berikut
Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2014
Kesenjangan pencapaian K1 ke K4 tidak melebihi 10%, namun kinerja nakes dituntut harus lebih baik lagi kedepannya karena akses ibu hamil di triwulan I (K1 Murni) adalah sebagai upaya salah satu mendapat layanan ANC standar. Capaian KN 1 yang melebihi capaian persalinan faskes terjadi di semua kabupaten/kota, bahkan ada yang melebihi 100%, hal ini kemungkinan disesbabkan oleh adanya kelahiran kembar (gemelli), perpindahan ibu hamil dan sisa persalinan tahun sebelumnya.
Cakupan K1 dan K4 di Provinsi Bali dalam enam tahun terakhir dapat dilihat dibawah ini; Grafik.7
diatas dapat terlihat bahwa secara umum relatif stabil untuk capaian K1 penurunan cakupan K4 mulai tahun 2014 sampai akhir 2017
walaupun pada tahun 2013 sempat cakupan K4 melebihi cakupan K1, dan tahun 2 Ada kesenjangan yang terjadi antara cakupan K1 dan K4
kesenjangan tertinggi terjadi tahun 2017 yaitu sebesar. Pada tahun 2015 terjadi selisih antara cakupan K1 dan K4 sebesar 5,4% dan pada tahun 2016 sebesar
Kesenjangan antara cakupan K1 dan K4 menunjukkan angka drop out K1-K4, dengan kata lain jika kesenjangan K1 dengan K4 kecil maka hampir semua ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama pelayanan antenatal selalu berkunjung ke pelayanan kesehatan sampai pada kunjungan ke dua trisemester ketiga kehamilannya dengan kata lain seluruh ibu hamil telah mendapatkan pelayanan kehamilannya sesuai dengan standar. Hal ini dapat meminimalisir kematian ibu melahirkan. Berikut trend capaian K4 dalam Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2014-2018 :
Grafik 9
melebihi 10%, namun kinerja nakes dituntut harus lebih baik lagi kedepannya karena akses ibu hamil di triwulan I (K1 Murni) adalah sebagai upaya salah satu mendapat layanan ANC standar. Capaian KN 1 yang melebihi capaian
kabupaten/kota, bahkan ada yang melebihi 100%, hal ini kemungkinan disesbabkan oleh adanya kelahiran kembar (gemelli), perpindahan ibu hamil
ibawah ini;
untuk capaian K1, mulai tahun 2014 sampai akhir 2017,tahun 2018 walaupun pada tahun 2013 sempat cakupan K4 melebihi cakupan K1, dan tahun 2 Ada kesenjangan yang terjadi antara cakupan K1 dan K4 dengan . Pada tahun 2015 terjadi selisih ar 5,4% dan pada tahun 2016 sebesar 7,3 %. K4, dengan kata lain jika kesenjangan K1 dengan K4 kecil maka hampir semua ibu hamil yang melakukan berkunjung ke pelayanan kesehatan sampai pada kunjungan ke dua trisemester ketiga kehamilannya dengan kata lain seluruh ibu hamil telah mendapatkan pelayanan kehamilannya sesuai dengan standar. Hal ini dapat dalam Renstra Dinas
60 Mengacu pada dokumen Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2013-2018, Terlihat pada grafik.9 diatas bahwa cakupan K4 sudah mencapai target pada tahun 2014, namun pada tahun 2015-2016 mengalami penurunan, walaupun sampai tahun 2016 cakupan sudah diatas 90%. Rendahnya cakupan K4 pada tahun 2017 seperti yang telah dijelaskan pada grafik.5, masih jauh dari target Renstra, sehingga diperlukan perbaikan strategi pelayanan ibu hamil termasuk pemantauan mulai di triwulan I kehamilan sehingga ibu hamil bisa mendapat pelayanan standar selama masa kehamilannya.
Faktor Pendukung
a. Adanya peningkatan kapasitas, pelatihan untuk tenaga kesehatan dalam upaya peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan antenatal terpadu dan kelas ibu
b. Tersedianya NSPK kesehatan ibu , seperti Permenkes 97/2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual, Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu c. Pelayanan antenatal sesuai standar minimal 4 kali selama kehamilan
merupakan komponen dari Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kabupaten/Kota
d. Pelaksanaan Kelas Ibu (Kelas Ibu Hamil dan Kelas Balita)
e. Dukungan dana pelacakan ibu hamil, dan kegiatan luar gedung untuk pemeriksaan ibu hamil dari dana BOK, dll
f. Adanya surveilans melalui PWS KIA g. Monitoring dan evaluasi secara berjenjang Faktor Penghambat
1. Ibu hamil masih ada yang datang tidak pada di trimester I karena:
a. Pengetahuan ibu hamil dan keluarga yang kurang, partisipasi masih belum optimal
b. Faktor budaya setempat (belum ke tenaga kesehatan jika perut belum kelihatan besar, takut hamilnya tidak jadi disebabkan keguguran yang membuat malu)
c. Kondisi geografis yang sulit (daerah perbukitan dan pegunungan)
d. Kurangnya peran serta perangkat desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam memberikan promosi kesehatan khususnya informasi pemeriksaan antenatal rutin ke tenaga kesehatan dan mendorong ibu hamil mengikuti kelas ibu hamil
e. keterjangkauan di daerah sulit dan terpencil untuk mengakses ke fasilitas dan tenaga kesehatan
60 2. Masih ada ibu hamil yang tidak tercatat pada kunjungan di trimester 3 (drop out)
karena :
a. Ada budaya masyarakat pada saat menjelang persalinan pulang ke kampung halaman
b. Ada ibu hamil yang selalu berpindah-pindah tempat pelayanan dalam kunjungan antenatal (ibu hamil antenatal dari Bidan ke Dokter spesialis dan tidak kembali ke Bidan)
c. Pencatatan dan pelaporan masih belum optimal Upaya Pencapaian
Berbagai pengembangan program dan kegiatan telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali khususnya Seksi Kesehatan Keluarga dan gizi dalam rangka pencapaian target K1 dan K4 tahun 2017 yaitu :
1) Peningkatan kualitas pelayanan antenatal 2) Peningkatan akses pelayanan antenatal
Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan antenatal, Kementerian Kesehatan telah mengembangkan pelayanan antenatal terpadu dengan melibatkan program terkait (Gizi, imunisasi, penyakit menular, penyakit tidak menular, gangguan jiwa dan sebagainya). Melalui pelayanan antenatal terpadu tersebut diharapkan ibu hamil mendapatkan perlindungan secara menyeluruh, baik mengenai kehamilan dan komplikasi kehamilan, serta intervensi lain yang perlu diberikan selama proses kehamilan untuk kesehatan dan keselamatan ibu dan bayinya.
Disamping itu, dalam rangka meningkatkan akses pelayanan antenatal, Kementerian Kesehatan telah mengembangkan upaya pemberdayaan keluarga dan masyarakat melalui pendekatan Kelas Ibu Hamil (yang kemudian dimunculkan dalam bentuk kegiatan ToT fasilitator kelas ibu). Yang selanjutnya kegiatan tersebut diteruskan oleh provinsi, kabupaten/ kota dan puskesmas dalam bentuk kegiatan manajemen dan teknis pelayanan antenatal guna mempercepat pencapaian target K1 dan K4. Dampak dari kegiatan tersebut diharapkan dapat semakin mendekatkan akses pelayanan antenatal yang berkualitas kepada ibu hamil, keluarga dan masyarakat hingga ke pelosok desa (Kemenkes RI, 2011)
c) Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1,7 dan 10
Peserta didik merupakan serangkaian kegiatan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap peserta didik untuk memilah siswa yang mempunyai masalah kesehatan agar segera mendapatkan penanganan sedini mungkin. Kegiatan penjaringan kesehatan siswa terdiri dari pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan kebersihan perorangan (rambut, kulit dan kuku), pemeriksaan status gizi melalui
pengukuran antropometri, pemeriksaan ketajaman indera (penglihatan dan pendengaran), pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, pemeriksaan la
anemia dan kecacingan, pengukuran kebugaran jasmani dan deteksi dini masalah mental emosional.
Analisa Capaian Kinerja
PELAYANAN KESEHATAN/PENJARINGAN KESEHATAN SISWA 10 PROVINSI BALI TAHUN 2018
Sumber : Seksi Kesga
Dari tabel diatas cakupan pelayanan kesehatan/penjaringan kesehatan tahun 2018 di Provinsi Bali sudah diatas target nasional yaitu 70%, kendala tetap ada namun semua pengelola program remaja
kesehatan di sekolah siswa kelas 1, 7 dan 10 secara rutin setiap tahun ajaran dan dilaporkan setiap triwulan ke dikes Kabupaten dan Provinsi.
Faktor Pendukung
1. Aspek legal yang memadai
Masuknya penjaringan kesehatan dalam RPJMN, Renstra dan SPM Bidang Kesehatan Kab/Kota
kesehatan merupakan kegiatan prioritas dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. 78 80 82 84 86 88 90 92 94