• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENGAWASAN

3. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

a. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan seperti perbankan, usaha leasing, “tengkulak”, penyedia dana, dan sebagainya;

b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang dan /atau jasa-jasa yang lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong dan bahan-bahan lainnya). Pelaku usaha dalam kategori ini dapat terdiri dari orang dan/ badan yang memproduksi sandang, orang dan/badan usaha yang berkaitan dengan pembuatan perumahan, orang/badan yang berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orang/badan yang berkaitan dengan obat-obatan, kesehatan, dan sebagainya;

c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat. Pelaku usaha pada kategori ini misalnya pedagang retail, pedagang kaki lima, warung, toko, supermarket, rumah sakit, klinik, usaha angkutan (darat, laut dan udara), kantor pengacara, dan sebagainya.

Pada dasarnya jika berbicara soal hak dan kewajiban, maka harus berfokus kembali kepada undang-undang. Undang-undang ini, dalam hukum perdata, selain dibentuk oleh pembuat undang-undang (lembaga legislatif), juga dapat dilahirkan dari perjanjian antara pihak-pihak yang berhubungan hukum satu dan yang lainnya. Perikatan tersebutlah yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan atau yang tidak bolek dilaksanakan oleh salah satu pihak dalam perikatan40

Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen yang diakui secara internasional, yaitu:

.

39 Az. Nasution, op.cit., hal. 23

a. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety); b. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed); c. Hak untuk memilih (the right to choose);

d. Hak untuk didengar (the right to be heard)41

Di dalam Undang-Undang Perlindungan Kosumen Bab III Pasal 4, hak konsumen adalah:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan / atau jasa serta mendapatkan barang dan / atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selain memperoleh hak, konsumen juga memiliki kewajiban, seperti tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Membaca dan mengikuti informasi dan prosedur pemakaian atau pemeliharaan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai penyeimbang atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan konsumen, maka kepada pelaku usaha diberikan juga hak dan kewajiban yang tercantum dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen42

a. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; Hak pelaku usaha dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, meliputi:

b. Mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selanjutnya kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban seperti yang tertera pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunanaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak seseuai dengan perjanjian.

Selain adanya kewajiban, pelaku usaha juga dilarang melakukan hal-hal seperti yang tertera di dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

Ayat (1):

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan

jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistiewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,

sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat; j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan

barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2):

Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

Ayat (3):

Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi lengkap dan benar.

Ayat (4):

Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Selanjutnya dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:

Ayat (1):

Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:

a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potonga harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;

d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i. secara langsung atau tidak langsung merencahkan barang dan/atau jasa lain;

j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;

k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Ayat (2):

Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan.

Ayat (3):

Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

Dalam hal ini, konsumen dapat dipersamakan dengan para pembeli obat-obatan dan pelaku usaha Apotek dapat dipersamakan dengan penjual, sehingga hak dan kewajiban konsumen, serta hak dan kewajiban pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan dasar hak dan kewajiban pembeli obat-obatan, serta dasar hak dan kewajiban pelaku usaha Apotek.

Apotek adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat43

43 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

. Pekerjaan kefarmasian menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu “meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter,pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Selanjutnya, pekerjaan

kefarmasian tersebut dilakukan oleh seorang Apoteker, yaitu seorang sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker44. Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana Apotek dapat melakukan kegiatan usaha di luar sediaan farmasi, sehingga kegiatan usaha Apotek tidak berbeda dengan badan usaha lainnya, yaitu menjual komoditinya untuk mendapatkan profit45

a. Pelaku usaha Apotek berhak menerima pembayaran atas barang yang dibeli di Apotek sesuai kesepakatan dengan pembeli;

.

Secara lebih khusus, hak dan kewajiban pelaku usaha Apotek menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah:

b. Pelaku usaha Apotek berhak mendapat perlindungan hukum atas tindakan pembeli yang beritikad tidak baik;

c. Pelaku usaha Apotek berhak melakukan pembelaan diri di dalam penyelesaian sengketa konsumen bilamana terjadi sengketa antara pelaku usaha Apotek dengan pembeli;

d. Pelaku usaha Apotek berhak menerima rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian pembeli tidak diakibatkan oleh barang yang diperdagangkan di Apotek;

e. Pelaku usaha Apotek wajib beritikad baik dalam melakukan usahanya;

f. Pelaku usaha Apotek wajib memberikan informasi yang akurat mengenai barang yang diperjualbelikan di Apotek secara terperinci;

g. Pelaku usaha Apotek wajib melayani pembeli tanpa diskriminasi; h. Pelaku usaha Apotek wajib menjamin mutu barang yang

diperdagangkan;

44 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

45 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 992/Menkes/Per/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Menteri Kesehatan, pasal 6

i. Pelaku usaha Apotek wajib memberikan ganti rugi / penggantian atas barang yang dibeli apabila barang tersebut pemanfaatannya tidak sesuai dengan perjanjian.

Selanjutnya, hak dan kewajiban pembeli di Apotek menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah:

a. Pembeli berhak mendapatkan kenyaman dan keselamatan dalam menggunakan atau mengkonsumsi barang yang dibeli di Apotek; b. Pembeli berhak mendapatkan informasi yang lengkap atas barang

yang dibelinya di Apotek;

c. Pembeli berhak mendapatkan perlindungan hukum dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen apabila terjadi sengketa antara pelaku usaha Apotek dengan pembeli;

d. Pembeli berhak dilayani tanpa diskriminasi oleh pelaku usaha Apotek;

e. Pembeli berhak mendapatkan ganti rugi / penggantian atas barang yang penggunaanya tidak sesuai yang diperjanjikan;

f. Pembeli wajib membaca dan mengikuti informasi prosedur pemakaian yang ada;

g. Pembeli wajib beritikad baik dalam membeli barang di Apotek h. Pembeli wajib membayar sesuai harga yang disepakati di Apotek; i. Pembeli wajib mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa

perlindungan konsumen secara patut.

Hak dan kewajiban pelaku usaha Apotek sebagai penjual ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah:

a. Pelaku usaha Apotek berhak menerima pembayaran atas barang yang dijualnya kepada pembeli (Pasal 1457 KUHPerdata);

b. Pelaku usaha Apotek sebagai penjual wajib menyerahkan barang yang dijualnya kepada pembeli (Pasal 1474 KUHPerdata);

c. Pelaku usaha Apotek sebagai penjual berhak tidak menyerahkan barang yang bersangkutan, jika pembeli belum membayar harganya (Pasal 1478 KUHPerdata);

d. Pelaku usaha Apotek sebagai penjual wajib menjamin bahwa barang yang dijual baik kondisi maupun jenis dan jumlahnya sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian jual-beli (Pasal 1483 KUHPerdata)

e. Pelaku usaha Apotek sebagai penjual wajib menjamin pembeli untuk dapat memiliki barang itu dengan aman dan tentram, serta bertanggung jawab terhadap cacat-cacat yang tersembunyi yang dapat dijadikan alasan untuk pembatalan pembelian (Pasal 1491, 1504, 1506, 1508, 1509 dan 1510 KUHPerdata), akan

tetapi pelaku usaha Apotek sebagai penjual tidak diwajibkan menanggung cacat yang kelihatan oleh pembeli (Pasal 1505 KUHPerdata).

Hak dan kewajiban konsumen sebagai pembeli ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah:

a. Pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang yang telah disepakati (Pasal 1513 KUHPerdata);

b. Pembeli berhak mendapatkan jaminan untuk dapat memiliki barang itu dengan aman dan tentram. Serta jaminan terhadap cacat yang tersembunyi dan sebagainya, yang dapat dijadikan alasan untuk pembatalan pembelian (Pasal 1491, 1504, 1506, 1508, 1509 dan 1510 KUHPerdata).

Dokumen terkait