• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Hak-Hak Asasi Tersangka atau Terdakwa dalam Proses Peradilan

2. Hak-Hak Tersangka atau Terdakwa dalam Hukum Pidana

Hukum pidana Islam telah menyediakan jaminan-jaminan bagi tertuduh, baik pada tahap penyelidikan/penyidikan maupun pada tahap pemeriksaan di pengadilan. Pada tahap pertama, jaminan untuk kepentingan tertuduh adalah sebagai berikut:96

93

Ruslan Renggong, Hukum Acara Pidana: Memahami Perlindungan HAM dalam Proses

Penahanan di Indonesia, hlm. 140. 94

Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan Praktis Bila Anda Menghadapi Perkara Pidana: Mulai

Proses Penyelidikan Hingga Persidangan, hlm. 90.

95 Ibid, hlm. 90-91.

96 Nagaty Sanad, The Theory of Crime and Criminal Responsibility in Islamic Law, (Chicago: Office of Internasional Criminal Justice, 1991), hlm. 77. Sebagimana dikutip dalam Topo Santoso,

Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat dalam Wacana dan Agenda, (Jakarta: Gema Insani

1. Penyidikan atau penggeledahan terhadap orang atau tempat tinggal tidak boleh dilaksanakan tanpa surat perintah penyelidikan/penggeledahan yang dikeluarkan oleh wali al-Mazalim97 (kementrian pengaduan) dan bukan dari orang lain.

2. Dikeluarkannya surat tersebut di atas tidak boleh hanya didasarkan pada kecurigaan. Bukti-bukti yang cukup harus menopang surat perintah itu. Evaluasi dari cukup tidaknya bukti-bukti terletak pada kekuasaan diskresi dari wali al-Mazalim.

3. Bukti-bukti yang digunakan untuk menopang surat perintah penyelidikan/penggeledahan harus merupakan hasil dari tindakan-tindakan yang sesuai hukum.

4. Apabila seorang laki-laki bertugas untuk menggeledah seorang tersangka perempuan, dia tidak diizinkan dalam situasi bagaimanapun untuk menyentuh bagian-bagian yang privat dari tubuh wanita itu.

Adapun jaminan pada saat penahanan:98

1. Penahanan tidak boleh dilakukan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh wali al-Mazalim atau al-Muhtasib.

2. Pada saat kasus itu diserahkan kepada hakim, dia menjadi satu-satunya orang yang bertanggungjawab untuk menenukan pantasnya penahanan dan pelepasan.

3. Penahanan hanya boleh dilakukkan untuk kejahatan-kejahatan dalam derajat keseriusan tertentu (seperti pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya).

4. Penahanan harus mempunyai jangka waktu.

97 Wali al-Mazalim di awal negara Islam adalah suatu posisi yang lebih tinggi daripada jabatan hakim. Wali al-Mazalim berhak untuk menangani kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh hakim karena kedudukannya yang tinggi dari salah satu atau kedua pihak. Secara umum, Wali al-Mazalim bertugas memperbaiki segala macam ketidakadilan dalam negara Islam.

98 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat dalam Wacana dan

Kemudian adanya jaminan pada saat interogasi ialah sebagai berikut:99 1. Interogasi harus dilakukan oleh pejabat-pejabat yang memiliki reputasi

khusus dan sifat tidak berpihak dengan tujuan untuk menjamin dilakukannya dengan wajar dan adil. Pejabat-pejabat ini dalam hukum islam adalah wali al-Mazalim dan al-Muhtasib100.

2. Dalam kejahatanan hudud dan qishash, petugas yang melakukan interogasi tidak diizinkan untuk memaksa/mewajibkan sumpah dari terdakwa, ketika dia dihadapkan dengan bukti untuk melawannya.

3. Dalam kejahatan-kejahatan hudud dan qishash, terdakwa diizinkan untuk melawannya. Para fuqaha berpendapat bahwa kesalahan dan kejahatan-kejahatan tersebut harus dibuktikan melalui cara-cara pembuktian yang ditentukan dalam syariat Islam dan diamnya terdakwa bukan merupakan salah satu dari pembuktian itu.

4. Terdakwa tidak boleh dijadikan korban dari bentuk perlakuan tidak manusiawi dalam bentuk apapun (seperti penganiayaan, kekerasan, pemukulan, ancaman dan sebagainya).

5. Syariat Islam melindungi terdakwa dari kelemahannya dan kekeliruannya sendiri. Syariat mengatur bawa pernyataan dan jawaban-jawaban yang diberikan terdakwa harus diulanginya sebanyak jumlah saksi yang dipersyaratkan oleh syariat. Terdakwa juga memiliki kesempatan untuk menarik pengakuannya.

Pada tahap pemeriksaan di sidang pengadilan, hukum pidana Islam memberi jaminan bagi terdakwa sebagai berikut:101

a. Hak untuk Membela Diri

Hak untuk membela diri diadakan oleh hukum Islam. Tanpa hak-hak itu, hak untuk membela diri menjadi tidak ada artinya.hak-hak yag

99 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat dalam Wacana dan

Agenda, hlm. 60-61. 100

Al-Muhtasib adalah seorang pejabat yang ditunjuk oleh imam untuk menjamin penegakan secara benar dari ketentuan-ketentuan spiritual syariat Islam dan menangkap semua pelanggaran terhadap aturan-aturan umum Islam dan menghukum pelanggarnya. Kedudukannya di bawah hakim dan wali al-Mazalim.

101 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat dalam Wacana dan

berkaitan dngan hak tersebut dan merupakan aspek-aspek praktis dari hak membela diri adalah sebagai berikut:

a. Terdakwa harus diberi informasi tentang tuduhan terhadapnya dan bukti-bukti yang ada dalam kasus itu, baik yang membuktikan atau membebaskan.

b. Terdakwa harus mampu membela dirinya sendiri. Imam Hanafi berpendapat bahwa pelaku kejahatan yang bisu tidak boleh dijatuhi hukuman hudud walau bukti-bukti menunjukkan kesalahannya. Dia menopang pandangannya dengan mengatakan bahwa pelaku seperti itu kurang memiliki sarana untuk mengekspresikan pembelaannya, karena bahasa isyarat tidak cukup untuk memberi pembelaan penuh. c. Terdakwa memiliki hak menyewa seorang pengacara untuk

membantunya dalam pembelaan. Hal ini dapat menjadi persyaratan praktis dan hak untuk membela diri karena menghadapkan terdakwa dengan dakwaan yang mempengaruhi kejernihan akal pikirannya. Hal ini juga dapat menghilangkan kemampuan membela dirinya sendiri. Lebih jauh, terdakwa sering tidak mengerti prosedur hukum dan cara-cara efisien untuk membantah atau menerma bukti. Jadi, dia tidak seimbang dengan lawannya (penuntut umum) dalam proses persidangan.

d. Terdakwa harus diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan dan harus diperkenankan menjumpai dan berkoresnpondensi secara pribadi dengan penasihat hukumnya. Dia juga harus diizinkan berhadapan dan menguji silang dengan penuntut, saksi-saksi yang memberatkannya, dan terdakwa lainnya.

b. Hak Pemeriksaan Pengadilan (the right to judicial trial)

Dengan tujuan untuk mengamankan dan melindungi hak-hak indivdu terhadap penyalahgunaan kekuasaan eksekutif, Islam telah meletakkan hak, jika terdakwa diadili di muka pengadilan dan diadili secara terbuka.

c. Hak Atas Peradilan yang Adil dan Tidak Memihak

Islam memberikan tekanan yang besar dalam mewujudkan keadilan dan kesamaan di antara manusia dalam semua segi kehidupan, khususnya di hadapan mereka yang memutuskan perkaranya. Hal ini merupakan salah satu asas penting dalam hukum pidana Islam.

d. Hak untuk Meminta Ganti Rugi Karena Putusan yang Salah

Jika seorang hakim menjatuhkan putusan yang salah secara tidak disengaja, terhukum berhak atas kompensasi dari baitul maal (perbendaharaan negara) sebagai tambahan haknya untuk banding dan pengaduan kepada wali al-Mazalim. Apabila hakim sengaja bertindak tidak adil dan mengeluarkan suatu putusan yang tidak adil untuk keuntungan seseorang karena ia terhormat, kaya atau berkuasa, hakim itu harus dihukum dengan pemecatan dan korban berhadk atas ganti rugi dari hakim tersebut.

e. Keyakinan Sebagai Dasar Dari Terbuktinya Kejahatan

Hukum Islam meletakkan asas praduga tak bersalah sebagai landasan dari aturan-aturan pidana substantif dan prosedural. Sebagai konsekuensinya, keraguan yang belum dapat dihilangkan harus menjadi keuntungan bagi terdakwa, dan bukan merugikannya. Dengan demikian keraguan itu dapat menjadi dasar untuk putusan bebas dan tidak dapat menjadi dasar bagi terbuktinya kejahatan, karen penghukuman harus didasarkan pada ketegasan dan keyakinan.

C. Tindak Pidana Terorsime