C. Tinjauan Teoritis tentang Hak Asasi Manusia
1.1 Macam-Macam Hak Dalam Undang-Undang Nomer 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia
Hak-hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun1999 tentang
Hak Asasi Manusia dari:46
a. Bagian Kesatu
Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
46
28 b. Bagian Kedua
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah atas kehendak yang bebas.
c. Bagian Ketiga
Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk
memperjuangkan hak pengembangan dirinya. Baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara.
d. Bagian Keempat47
Hak memperoleh keadilan. Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadial dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.
e. Bagian Kelima48
Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk Agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.
47 Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, hlm 164
48
29
f. Bagian Keenam49
Hak atas rasa aman. Seriap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tentran serta pelindungan terhadap ancaman ketautan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
g. Bagian Ketujuh50
Hak atas kesejahteraan, setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang laindemi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapat jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memeperjuangkan kehidupannya.
h. Bagian Kedelapan51
Hak turut serta dalam pemerintahan. Setia warga negara berhak untuk turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantara wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
i. Bagian kesembilan
Hak wanita, seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, prosesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Di samping itu berhak mendapatkan
49
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, hlm 167
50
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, hlm 168
30 perlindungan khusus dalam melaksanakan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
j. Bagian kesepuluh52
Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasanya secara melawan hukum.
Secara khusus, dalam hal hak perempuan, Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) pada bagian kesembilan, menyebutkan
pada pasal 50 yaitu:53 bahwa perempuan yang telah dewasa dan/atau telah
menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya,”. Pasal tersebut mengandung pengertian bahwa seorang wanita memiliki hak untuk melakukan “ perbuatan hukum”. Wanita
dalam pasal tersebut disebut juga sebagai subyek hukum.54 Subyek hukum
mengandung arti bahwa setiap manusia baik warga negara maupun orang asing dengan tidak memandang agama dan kebudayaannya mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum. Sedangkan wanita yang memepunyai hak dalam pasal tersebut terbatas pula pada wanita yang telah dewasa dan atau yang telah menikah. Telah dewasa di sini dapat diartikan sudah cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Karena manusia sebagai hukum
52
Ibid,.., hlm 172
53
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, (jakarta : kencana,2007), hlm 171
31 mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum apabila manusia telah dewasa serta sehat jiwanya (rohaninya) dan tidak sedang dalam pengampuan.
Selanjutnya yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah55 setiap
perbuatan atau tindakan subjek hukum yang mempunyai akibat hukum, dan akibat
hukum itu memang dikehendaki oleh subjek hukum. Menurut R. Soeroso,56
perbuatan hukum adalah setiap subjek hukum (manusia atau badan hukum) yang akibatnya diatur oleh hukum, karena akibatnya itu bisa dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum.
Dalam hal ini penolakan rujuk yang dilakukan oleh isteri dalam masa iddah bisa dikategorikan sebagai perbuatan hukum. Karena penolakan rujuk tersebut berasal dari pihak isteri yang menghendaki penolakan tersebut dan perbuatan tersebut berakibat pada perubahan status isteri, yaitu status menjadi mantan isteri atau status kembali menjadi isteri yang sah dengan adanya akad nikah baru sesuai dengan putusan Pengadilan Agama.
Perbuatan hukum terdiri atas tiga jenis, yaitu:57
1. Perbuatan hukum bersegi satu, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja, misalnya pemberian wasiat.
55
http//hukumonline.com yang diakses pada tanggal 7 januari 2011
56 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996) hlm 291
57
32 2. Perbuatan hukum bersegi dua, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih, misalnya perjanjian yang dilakukan oleh dua orang sebagai subjek hukum.
3. Perbuatan hukum bersegi banyak, yaitu perbuatan hukum yang akibat hukumnyaditimbulkan oleh kehendak dari banyak pihak, seperti perjanjian yang melibatkan banyak pihak.
Dalam konteks masalah menolak atau menerima rujukyang dilakukan oleh isteri ini termasuk pada perbuatan huum segi dua.karena rujuk dalam hal ini sama halnya dengan pernikahan. Sedangkan pernikahan termasuk dalam perjanjian antara dua orang yaitu suami dan isteri.
Perbuatanhukum yang dilakukan oleh isteri dalam masa Iddah ini
memepunyai akibat hukum. Akibat hukum adalah58 akibat yang diberikan
oleh hukum atas suatu peristiwa hukum atau perbuatan dari subjek hukum. Ada tiga jenis akibat hukum, yaitu:
1. Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, lenyapna sauatu keadaan hukum tertentu.
2. Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu hubungan hukum antara dua subjek hukum atau lebih di mana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.
3. Lahirnya sanksi jika dilakukan tindakan yang melawan hukum.
33 Sedangkan dalam masalah menolak atau menerima rujuk termasuk dalam akibat hukum kedua, yaitu lahirnya , berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum antara suami isteri. Setelah adanya putusan talak satu atau talak dua daru seorang suami kemada isteri maka hubungan suami isteri berada dalam batasan masa iddah, yaitu suami mempunyai hak untuk merujuk i isterinya yang sedang dalam masa iddah tersebut bila suami menghendaki rujuk. Namun apabila rujuk yang dilakukan suami dalam masa iddah isteri tersebut ditolak oleh isteri maka maka tidak akan terjadi rujuk kecuali atas putusan hakim pengadilan Agama. Apabila penolakan rujuk isteri dikabulkan oleh hakim pengadilan Agama maka akan menimbulkan akibat hukum kedua, yaitu berupa lahirnya, berubahnya dan lenyapnya suatu hukum antara dua subjek hukum atau lebih dimana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak lain. Artinya, hubungan suami dan isteri tidak bisa kembali seperti semula dengan menjadi keluarga.
Selanjutnya, dalam pasal 50 tersebut terdapat kata-kata “kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya”. Hal ini relavan dengan pasal 165 KHI yang menyebutkan bahwa rujuk yang dilakukan tanpa persetujuan manta isteri, dapat dinyatakan tidak sah dengan putusan hakim peradilan Agama. Sedangkan yang dimaksud dengan “hukum Agamanya” dalam hal ini adalah KHI. Karena KHI merupakan sumber hukum material pegadilan Agama dalam memutuskan suatu permasalahan hukum.
Pembicaraan hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia sebetulnya bukan hal yang relatif baru. Meskipun demikian, hak asasi
34 perempuan yang sudah mulai terangkat dari beberapa waktu sebelumnya, kelihatannya semakin menguat dari waktu-ke waktu. Seseorang yang menjadi korban tidak lagi hanya akan cukup menerima bahwa ia memiliki hak, namun ia akan mulai mencari dimana letak jaminan akan hak tersebut dan bagaimana caranya agar hak tersebut dapat diperoleh. Tentu saja proses ini bukan proses yang sekali jalan, melainkan mensyaratkan hal-hal tertentu. Yang sangat mendasar bagi upaya untuk memperoleh hak adalah pengetahuan dasar tentang hak tersebut dan jaminannya ada dimana. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dengan berbagai cara yang antara lain melalui bacaan, berdiskusi secara intens, dan olahan pengalaman. Tulisan ini memberikan informasi dasar tentang hak perempuan, instrumen-instrumen yang mencantumkannya dan secara khusus membahas Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
Hak Asasi Perempuan, yaitu hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hukum hak asasi manusia dapat ditemui pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang hak asasi manusia. Sistem ini meliputi berbagai instrumen hukum dan perangkat pelaksanaan sistem hukum baik di tingkat nasional, regional maupun internasional. Berbagai sistem tersebut tidak saja mencantumkan hak yang diakui namun juga bagaimana menjamin dan mengakses hak tersebut. Dalam konteks Indonesia misalnya, pengaturan hak asasi manusia kaum perempuan dapat ditemui di dalam UUD 1945, KUHPidana, KUHPerdata, UU No. 1 tahun 1974 tentang
35 Perkawinan, UU Peradilan HAM dan berbagai peraturan lain. Penegakannya dilakukan oleh institusi negara dan para penegak hukum.
Salah satu sumber utama hak asasi perempuan adalah adalah UU No. 7 tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. UU tersebut secara jelas mengadopsi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, yang dibuat pada tahun 1979 dan Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia yang muncul pada tahun 1947 dan disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948. Deklarasi ini (selanjutkan akan disebut sebagai DUHAM), merupakan awal kodifikasi tentang standar pengakuan hak manusia yang di dalamnya termasuk hak perempuan. Deklarasi ini diakui sebagai standart umum bagi semua masyarakat dan semua bangsa untuk
berjuang bagi kemajuan martabat manusia.59
Diantara hak-hak yang dideklarasikan adalah hak atas persamaan, kebebasan, dan keamanan setiap orang, kebebasan dari perbudakan, siksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia, pengakuan sebagai seorang pribadi di depan hukum mencari keadilan, dan kebebasan untuk
berekspresi dan partisipasi politik.60 Disamping pasal-pasal tersebut berbagai
hak yang relevan dengan perempuan misalnya hak memilih pasangan, menikah dan mempunyai hak yang sama dalam perkawinan, dan di saat
59
omen, Law and Development, Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan, Langkah
demi langkah, terjemahan dan terbitan LBH APIK (Jakarta, 2001), hal. 13.
60
36 perceraian, Pasal 16 DUHAM : (1) Laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam perkawinan, di dalam masa perekawinan dan di saat perceraian. (2) Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai . memiliki harta sendiri, P asal 17 DUHAM (1) Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, hak atas upah yang sama , Pasal 23 (2) Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama. hak perawatan dan bantuan istimewa, Pasal 25 (2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus
mendapat perlindungan sosial yang sama.61
Kewajiban negara dalam hal ini adalah membuat peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam semua urusan yang berhubungan dengan perkawinan, kekeluargaan atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan dan menjamin agar hak-hak tersebut dipenuhi. Negara juga berkewajiban untuk mengambil tindakan yang perlu termasuk perubahan perundang-undangan untuk menetapkan usia minimum perkawinan, dan mewajibkan pendaftaran perkawinan di kantor Catatan Sipil yang resmi. Dengan demikian negara akan menyatakan pertunangan dan perkawinan anak dibawah umur tidak mempunyai akibat hukum (tidak sah).
37