• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Hak Rujuk Menurut Hak Asasi Manusia

TENTANG HAK ISTRI DALAM RUJUK

A. Pemberian Hak Rujuk Menurut Hak Asasi Manusia

Berdasarkan tinjauan teoritis tentang hak asasi manusia yang telah dipaparkan dalam Bab II, maka dapat dikatakan bahwa pemberian hak untuk menerima atau menolak rujuk bagi istri, merupakan langkah yang sesuai dengan amanat dokumen-dokumen hukum tentang hak asasi manusia, antara lain DUHAM, Konvensi Wanita, UUD 1945 dan UU HAM, yakni mengakui adanya persamaan harkat dan martabat perempuan sebagai manusia dan mengakui persamaan kedudukan perempuan dengan laki-laki di muka hukum. berdasarkan undang-ungdang no. 7 tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal 50

“wanita telah dewasa dan/atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya,”

Dalam pasal tersebut mengandung pengertian bahwa seorang wanita memiliki hak untuk melakukan “ perbuatan hukum”. Wanita dalam pasal tersebut

disebut juga sebagai subyek hukum.91 Subyek hukum mengandung arti bahwa

setiap manusia baik warga negara maupun orang asing dengan tidak memandang agama dan kebudayaannya mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum. Sedangkan wanita yang memepunyai hak dalam pasal tersebut terbatas pula pada wanita yang telah dewasa dan atau yang telah menikah. Telah dewasa di sini dapat diartikan sudah cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Karena manusia sebagai hukum mempunyai kewenangan untuk melakukan

91

58 perbuatan hukum apabila manusia telah dewasa serta sehat jiwanya (rohaninya) dan tidak sedang dalam pengampuan.

Selanjutnya yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah92 setiap

perbuatan atau tindakan subjek hukum yang mempunyai akibat hukum, dan akibat

hukum itu memang dikehendaki oleh subjek hukum. Menurut R. Soeroso,93

perbuatan hukum adalah setiap subjek hukum (manusia atau badan hukum) yang akibatnya diatur oleh hukum, karena akibatnya itu bisa dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum.

Dalam hal ini penolakan rujuk yang dilakukan oleh isteri dalam masa iddah bisa dikategorikan sebagai perbuatan hukum. Karena penolakan rujuk tersebt berasal dari pihak isteri yang menghendaki penolakan tersebut dan perbuatan tersebut berakibat pada perubahan status isteri, yaitu status menjadi mantan isteri atau status kembali menjadi isteri yang sah dengan danya akad nikah baru sesuai dengan putusan Pengadilan Agama.

Perbuatan hukum terdiri atas tiga jenis, yaitu:94

1. Perbuatan hukum bersegi satu, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja, misalnya pemberian wasiat.

2. Perbuatan hukum bersegi dua, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih, misalnya perjanjian yang dilakukan oleh dua orang sebagai subjek hukum.

92

http//hukumonline.com yang diakses pada tanggal 7 januari 2011

93

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996) hlm 291

59 3. Perbuatan hukum bersegi banyak, yaitu perbuatan hukum yang akibat hukumnyaditimbulkan oleh kehendak dari banyak pihak, seperti perjanjian yang melibatkan banyak pihak.

Dalam konteks masalah menolak atau menerima rujukyang dilakukan oleh isteri ini termasuk pada perbuatan huum segi dua.karena rujuk dalam hal ini sama halnya dengan pernikahan. Sedangkan pernikahan termasuk dalam perjanjian antara dua orang yaitu suami dan isteri.

Perbuatanhukum yang dilakukan oleh isteri dalam masa Iddah ini

memepunyai akibat hukum. Akibat hukum adalah95 akibat yang diberikan

oleh hukum atas suatu peristiwa hukum atau perbuatan dari subjek hukum. Ada tiga jenis akibat hukum, yaitu:

6. Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, lenyapna sauatu keadaan hukum tertentu.

7. Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu hubungan hukum antara dua subjek hukum atau lebih di mana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.

8. Lahirnya sanksi jika dilakukan tindakan yang melawan hukum.

Sedangkan dalam masalah interi menolak atau menerima rujuk termasuk dalam akibat hukum kedua, yaitu lahirnya , berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum antara suami isteri. Setelah adanya putusan talak satu atau talak dua daru seorang suami kemada isteri

60 maka hubungan suami isteri berada dalam batasan masa iddah, yaitu suami mempunyai hak untuk merujuk i isterinya yang sedang dalam masa iddah tersebut bila suami menghendaki rujuk. Namun apabils rujuk yang dilakukan suami dalam masa iddah isteri tersebut ditolak oleh isteri maka maka tidak akan terjadi rujuk kecuali atas putusan hakim pengadilan Agama. Apabila penolakan rujuk isteri dikabulkan oleh hakim pengadilan Agama maka akan menimbulkan akibat hukum kedua, yaitu berupa lahirnya, berubahnya dan lenyapnya suatu hukum antara dua subjek hukum atau lebih dimana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak lain. Artinya, hubungan suami dan isteri tidak bisa kembali seperti semula dengan menjadi keluarga.

Selanjutnya, dalam pasal 50 tersebut terdapat kata-kata “kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya”. Hal ini relavan dengan pasal 165 KHI yang menyebutkan bahwa rujuk yang dilakukan tanpa persetujuan manta isteri, daat dinyatakan tidak sahdengan putusan hakim peradilan Agama. Sedangkan yang dimaksud dengan “hukum Agamanya” dalam hal iniadalah KHI. Karena KHI merupakan sumber hukum material pegadilan Agama dalam memutuskan suatu permasalahan hukum.

16 DUHAM : (1) Laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam perkawinan, di dalam masa perekawinan dan di saat perceraian. (2)

61 Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan

persetujuan penuh oleh kedua mempelai . memiliki harta sendiri, P asal 17

DUHAM (1) Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun

bersama-sama dengan orang lain, hak atas upah yang sama ,Pasal 23 (2) Setiap

orang tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama. hak perawatan dan bantuan istimewa, Pasal 25 (2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak-anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat

perlindungan sosial yang sama.96

Diantara pasal-pasal yang berkaitan dengan hak perempuan yang berkaitan dengan hak asasi manusia mengenai menentukan mantan isteri menerima atau menolak rujuk dari mantan suami yaitu pada pasal 15-16 tentang kovensi wanita yaitu:

Pasal 15 Konvensi Perempuan97

mencantumkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan di hadapan hukum.Hak tersebut meliputi hak untuk berurusan dengan instansi hukum, diakui kecakapan hukumnya, kesempatan untuk menjalankan kecakapan hukumnya antara lain dalam hal

membuat kontrak, mengurus harta benda, serta perlakuan yang sama pada setia tingkatan prosedur di muka penegak hukum. Selain hak tersebut juga

96

http//elsam.or.id, Hak asasi perempuan dan confensi cendow

62 hak untuk berhubungan dengan orang, kebebasan memilih tempat tinggal maupun domisili mereka.

Berkaitan dengan hak tersebut, kewajiban negara adalah memberikan sepenuhnya hak tersebut kepada kaum perempuan. Negara juga wajib membatalkan kontrak atau dokumen yang berkekuatan hukum yang ditujukan untuk membatasi kecakapan hukum perempuan.

Pasal 16 Konvensi Perempuan

Menjamin tentang hak-hak perempuan di dalam perkawinan. Hak ini sebelumnya sudah diatur di dalam DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Secara khusus Konvensi Perempuan memberi tekanan hak yang sama dalam :

1. Memasuki jenjang perkawinan.

1. Memilih suami secara bebas dan untuk memasuki jenjang perkawinan hanya dengan persetujuan yang bebas dan sepenuhnya. 2. Hak dan tanggung jawab yang samasebagai orang tua, terlepas

dari status kawin mereka dalam urusan yangberhubungan dengan anak.

3. Hak dan tanggung jawab yang sama selama perkawinan dan pada pemutusan perkawinan.

4. Penjarakan kelahiran anak, mendapat penerangan, pendidikan untuk menggunakan hak tersebut.

5. Hak dan tanggung jawab yang sama berkenaan dengan perwalian, pemeliharaan, pengawasan, dan pengangkatan anak.

6. Hak pribadi yang sama sebagai suami isteri, termasuk untuk memilih nama keluarga, profesi dan jabatan.

7. Hak sama untuk kedua suami isteri berhubungan dengan pemilikan atas perolehan, pengelolaan, penikmatan dan pemindahan harta benda.

63 Kewajiban negara dalam hal ini adalah membuat peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam semua urusan yang berhubungan dengan perkawinan, kekeluargaan atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan dan menjamin agar hak-hak tersebut dipenuhi. Negara juga berkewajiban untuk mengambil tindakan yang perlu termasuk perubahan perundang-undangan untuk menetapkan usia minimum perkawinan, dan mewajibkan pendaftaran perkawinan di kantor Catatan Sipil yang resmi. Dengan demikian negara akan menyatakan pertunangan dan perkawinan anak dibawah umur tidak mempunyai akibat hukum (tidak sah).