• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Evaluasi, Asesmen, dan Tes

1. Pengertian Evaluasi, Asesmen, dan Tes a. Evaluasi

Menurut Echols dan Shadily, (Putra, 2013: 71) sacara harafiah, evaluasi berasal dari Bahas Inggris, yakni evaluation, yang berarti penilaian atau penaksiran. Stufflebeam, (Putra, 2013: 72) mendefinisikan Evaluasi sebagai the process of delineating, btaining, and providing

useful information for judging decision alternatives. Evaluasi merupakan

proses penggambaran, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. Menurut para ahli lain dalam (Putra, 2013) terdapat beberapa pengertian tentang evaluasi: menurut Kumano, evaluasi merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen; menurut Calongesi, evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran; menurut Zainul dan Nasution, menyatakan bahwa evaluasi dapat

15

dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik menggunakan istrumen tes maupun non-tes; menurut Bloom, evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematik untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa; menurut Stufflebeam, evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.

Dari semua pengertian tentang evaluasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu tindakan proses penilaian untuk mengetahui mutu atau hasil dari suatu objek.

b. Penilaian (Asesmen)

Menurut Suwandi (2010: 7) penilaian (asesmen) adalah “suatu proses untuk mengatahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan”. Sedangkan menurut Suprananto dan Kusaeri (2013: 8) penilaian (asesmen) adalah “suatu prosedur sistematis dan mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menginterpretasikan informasi yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan tentang karakteristik seseorang atau objek”. Secara khusus dalam dunia pendidikan Gronlund dan Linn (Suprananto, 2013: 7) mendefinisikan penilaian (asesmen)

16

sebagai “suatu proses yang sistemis dan mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menginterpretasikan informasi untuk menentukan seberapa jauh seorang siswa atau sekelompok siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, baik aspek pengetahuan, sikap maupun keretampilan”.

Dari pendapat para ahli di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian (asesmen) merupakan suatu proses yang sistematis dan mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menginterpretasi informasi untuk mengatahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan. Dimana penilaian (asesmen) tidak terpisah dari proses pengukuran. c. Tes

Menurut Suprananto, (2013: 16) tes atau pengujian adalah “Suatu prosedur sistemis yang dilakukan berdasarkan tujuan dan tata cara yang jelas”. Tes dalam dunia pendidikan dipandang sebagai salah satu alat pengukuran. Oleh karena itu, dalam penyususnan tes harus menggunakan aturan-aturan seperti petunjuk pelaksanaan dan kriteria penskoran, untuk menetapkan bilangan-bilangan yang menggambarkan kemampuan seseorang. Sehingga bilangan tersebut dapat diartikan sebagai gambaran karakteristik peserta tes.

17 2. Tujuan dan Fungsi Asesmen

a. Tujuan asesmen

Adapun tujuan penilaian (asesmen) menurut Depdikbud (Jihad & Haris. 2013 : 63) adalah “untuk mengetahui kemajuan belajar siswa serta sekaligus memberi umpan balik bagi perbaikan pelaksanaan kegiatan belajar”. Sedangkan Jihad & Haris (2013 : 63) menjelaskan bahwa tujuan dari penilaian (asesmen) adalah “untuk mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan atau kesulitan belajar siswa, sekaligus memberi umpan balik yang tepat”.

b. Fungsi asesmen

Menurut Nana Sudjana, (Jihad & Haris. 2013 : 56) penilaian (asesmen) berfungsi sebagai :

1) Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu kepada tujuan-tujuan instruksional.

2) Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar. Perbaikan dapat dilakukan dalam hal tujuan instruksional, kegiatan belajar siswa, strategi mengajar guru.

3) Dasar dalam menyusun kemajuan siswa kepada orangtuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kecakapan belajar siswa dalam bentuk nilai-nilai prestasi belajar mengajar.

18

Sedangkan menurut Jihad & Haris. (2013 : 56) penilaian (asesmen) berfungsi sebagai “pemantau kinerja komponen-komponen kegiatan proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan yang diharapkan dalam proses belajar mengajar.”

3. Prinsip-Prinsip Asesmen

Menurut Jahid & Haris (2008: 63-64) sistem penilaian (asesmen) dalam pembelajaran, hendaknya dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip

sebagai berikut. a. Menyeluruh

Penguasaan kompetensi/kemampuan dalam mata pelajaran hendaknya menyeluruh, baik menyangkut standar kompetensi, kemampuan dasar serta keseluruhan indikator ketercapaian, baik menyangkut dominan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap, perilaku dan nilai), serta psikomotorik (keterampilan), maupun menyangkut evaluasi proses dan hasil belajar.

b. Berkelanjutan

Penilaian hendaknya dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh menganai perkembangan hasil belajar siswa sebagai dampak langsung (dampak istruksional/pembelajaran) maupun dampak tidak langsung (dampak pengiring/nurturan effect) dari proses pembelajaran.

19

c. Berorientasi pada Indikator Ketercapaian

Sistem penilaian dalam pembelajaran harus mengacu pada indikator ketercapaian yang sudah ditetapkan berdasarkan kemampuan dasar/kemampuan minimal dan standar kompetensinya. Dengan demikian hasil penilaian akan memberikan gambaran sampai seberapa indikator kemampuan dasar dalam suatu mata pelajaran telah dikuasai oleh siswa.

d. Sesuai dengan Pengalaman Belajar

Sistem penilaian dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan pengalaman belajarnya. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas problem solving maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) maupun produk/hasil melakukan

problem-solving.

Menurut Jahid & Haris terdapat empat prinsip-prinsip penilaian (asesmen) yaitu secara menyeluruh, berkelanjutan, berorientasi pada indikator ketercapaian, dan sesuai dengan pengalaman belajar. Sedangkan menurut Depdiknas, (Suwandi 2010: 21-22) prinsip-peinsip penilaian (asesmen) berbasis kelas yang perlu diperhatikan oleh guru atau penilai meliputi :

a. Valid (penilaian berbasis kelas harus mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan alat yang dapat dipercaya dan sah).

b. Mendidik (penilaian harus memberi sumbangan yang positif terhadap hasil pencapaian belajar siswa : dirasakan sebagai penghargaan yang

20

memotivasi bagi siswa yang berhasil dan sebagai pemicu semangat untuk meningkatkan hasil belajar bagi yang kurang berhasil).

c. Berorientasi pada kompetisi (mampu menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum).

d. Adil dan objektif (Penilaian harus adil terhadap semua siswa dan tidak membeda-bedakan latar belakang siswa).

e. Terbuka (kriteria penilaian hendaknya terbuka bagi berbagai kalangan sehingga keputusan tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan).

f. Berkesinambungan (penilaian dilakukan secara terencana, bertahap, teratur terus menerus, dan berkesinambungan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan kemajuan belajar siswa).

g. Menyeluruh (penilaian terhadap hasil belajar siswa hendaknya dilaksanakan secara menyeluruh, utuh, dan tuntas yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta berdasarkan berbagai teknik dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar siswa). h. Bermakna (penilaian hendaknya mudah dipahami dan mudah ditindak

lanjut oleh pihak-pihak yang berkepentingan).

Dari pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa prisip– prinsip dari penilaian (asesmen) harus memiliki beberapa aturan penting yang menjadi acuan seperti penilaian (asesmen) harus dilakukan secara menyeluruh, berkelanjutan, berorientasi pada indikator ketercapaian, dan

21

sesuai dengan pengalaman belajar serta harus valid dan mendidik bagi siswa, adil dan objektif dalam pelaksannya serta terbuka dan bermakna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

4. Jenis-Jenis Alat Asesmen

Menutur Prijowuntato, (2016: 60, 66) alat yang dapat digunakan untuk menilai ketercapaian konpetensi siswa dapat dibedakan menjadi dua yaitu tes dan non tes.

a. Tes

Bentuk tes yang digunakan untuk mengevaluasi peserta didik dapat berupa; pilihan ganda, uraian objektif, uraian non objektif/uraian bebas, jawaban singkat/isian singkat, menjodohkan, performans/unjuk kinerja, portofolio.

Bentuk tes digunakan apabila sifat suatu objek yang diukur menyangkut tingkah laku yang berhubungan dengan apa yang diketahui, dipahami atau proses psikis lainnya yang tidak dipahami dengan indera. Tingkat berpikir yang digunakan dalam mengerjakan tes harus mencakup mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, dengan proporsi yang sebanding sesuai jenjang pendidikan.

Bentuk tes yang digunakan di sekolah dapat dikategorikan menjadi dua yaitu tes objektif dan tes non objektif. Objektif di sini dilihat dari sistem penskorannya, yaitu siapa yang memeriksa lembar jawaban tes akan menghasilkan skor yang sama. Tes non objektif adalah tes yang

22

sistem penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tes objektif adalah tes yang sistem penskorannya objektif sedangkan non objektif sistem penskorannya dipengaruhi oleh subjektifitas pemberi skor.

b. Non tes,

Bentuk non tes yang digunakan untuk mengevaluasi peserta didik dapat berupa; obserfasi, catatan anekdot, daftar cek, skala nilai, kuesioner, wawancara.

Bentuk non tes digunakan apabila perubahan tingkah laku yang dapat diamati dengan indera dan bersifat konkret. Konsekuensi dari pengukuran menggunakan bentuk non tes sangat bergantung pada situasi di mana perubahan tingkah laku individu itu muncul atau menggejala. Oleh karenanya, sutuasi pengukuran yang seragam sukar dipersiapkan. Suatu pengukuran dengan alat pengukuran non tes terjadi dalam situasi yang kurang distandarisasi, seperti waktu pengukuran yang dapat tidak sama atau seragam bagi semua siswa.

B. Hakikat Pendidikan Karakter

Dokumen terkait