TINJAUAN PUSTAKA, KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS
B. Kajian Teoretis
2. Hakikat Puisi
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang paling tua menurut sejarahnya. Bahasa digunakan sebagai media untuk menyampaikan gagasan yang disusun sedemikian rupa menjadi puisi. Pada bagian ini dibahas tentang pengertian puisi, dan unsur-unsur pembangun puisi.
a. Pengertian Puisi
Sukirno (2013: 304) menjelaskan bahwa puisi merupakan hasil cipta kreasi manusia yang memiliki nilai kepuitisan, berasal dari pikiran, perasaan, dan pengalaman penyair. Penyair dapat menulis menulis dan mengkombinasikan sarana-sarana kepuitisan yang disukainya dengan memilih diksi atau pilihan kata secara tepat, pilihan kata dapat memberikan makna sintesitas. Sara yang dipilih tersebut dapat mengekspresikan pengalam jiwa penyair. Puisi sebagai karya sastra, maka fungsi estetiknya dominan dan didalamnya terdapat unsur-unsur estetiknya.
Pradopo (2010: 7) menyatakan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu
yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan dapat memberi kesan.
Waluyo (2010: 25) menjelaskan puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang berbentuk kata-kata yang indah dan memiliki arti. selain itu puisi adalah wujud dari ekspresi jiwa yang dituangkan dalam bentuk tulisan hasil dari pengimajinasian pikiran dan perasaan. Puisi itu juga merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, diubah dalam wujud yang paling berkesan.
b. Unsur-unsur Pembangun Puisi
Pada bagian ini, penulis menyajikan struktur puisi dan struktur batin puisi 1. Struktur Fisik Puisi
Waluyo (2010: 27) menjelaskan struktur fisik puisi adalah sebuah unsur yang terdapat di luar puisi. Unsur fisik puisi meliputi pilihan kata (diksi), pengimajinasian, bahasa figuratif (majas), verifikasi (ritma atau rima), dan tipografi.
a. Pilihan Kata/Diksi
Pilihan kata dalam sejak disebut diksi. Seorang penyair hendaknya mencurahkan perasaan dan pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialaminya. Selain itu penyair
21
mengekspresikan dengan ekspresi yang dapat menjelmakan pengalaman tersebut, oleh karena itu harus memilih kata-kata yang tepat (Pradopo, 2010: 54)
Diksi adalah bentuk serapan dari kata diction yang oleh Hornby diartikan sebagai choise and use of world (Jabrohim, 2009:
35). Diksi atau pilihan kata mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan karya sastra. Untuk mencapai diksi yang baik, seorang penulis harus memahami secara lebih baik masalah kata dan maknanya harus tau memperluas dan mengaktifkan kosa kata, harus memilih kata yang tepat, kata yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, dan harus mengenali dengan baik macam corak gaya bahasa sesuai dengan tujuan penulisan (Jabrohim, 2009: 35)
Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa diksi merupakan kata pilihan penyair yang mempertimbangkan bentuk dari aspek dan efek penggunaannya. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan kata (diksi) dalam menulis puisi diantaranya adalah makna kias, lambnag, persamaan bunyi, atau rima.
b. Citraan atau Pengimajian
Pengimajian (citraan) dalam puisi, untuk memberikan gambaran yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, memberikan gambaran agar lebih hidup, dan menciotakan imajinasi
baru dalam pikiran dan pengindraan. Gambaran angan-angan dalam sajak disebut citraan (Pradopo, 2010: 79)
Waluyo (2010: 91) menyatakan bahwa pengimajian merupakan susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Baris puisi itu seolah mengandung gema suara (imaji auditif), benda yang nampak (imaji visula), atau sesuatu yang dapat dirasakan, diraba atau disentuh (imaji taktil). Ungkapan perasaan penyair dijelmakan kedalam gambaran konkret mirip musik atau gambaran atau cita rasa tertentu. Jika penyair menginginkan imaji pendengaran (auditif), maka jika pembaca menghayati puisi itu, seolah-olah mendengarkan sesuatu, jika penulis ingin melukiskan imaji penglihatan (visual), maka puisi itu seolah-olah melukiskan sesuatu yang bergerak-gerak, jika imaji taktil yang ingin digambarkan, maka pembaca seolah-olah merasakan suatu perasan.
Dari pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa pengimajian atau citraan adalah kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkongkrit apa yang dinyatakan penyair. Selain itu, dengan pengimajian pembaca dapat merasakan langsung apa yang dirasakan oleh penyair pada waktu penyair menulis puisi.
c. Bahasa Figuratif
Pradopo (2010: 61-62) menyatakan bahwa untuk memperoleh kepuitisan puisi dengan bahasa kiasan akan
23
menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan angan.
Bahasa kiasan ini meniaskan sesuatu dengan hal lain menimbulkan makna kias dan perlambangan yang mneimbulkan makna lambang.
Pengiasan disebut juga simile atau persamaan, karena membandingkan atau menyamakan sesuatu hal dengan hal lain.
Untuk memahami bahasa figuratif ini, pembaca harus menafsirkan kiasan dan lambang yang dibuat penyair baik lambang konfensional maupun yang nonkonfensional.
Waluyo (2010: 96-97) menyatakan bahwa bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya kias atau makna lambang. Bahasa figuratif terdisi atas pengiasan yang menimbulkan makna lambang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukanakan bahwa pada umumnya bahasa figuratif dipakai untuk menghidupkan lukisan, untuk lebih mengkonkretkan dan lebih mengekspresikan perasaan yang diungkapkan. Dengan demikian, penggunaan bahasa figuratif menyebabkan konsep-konsep abstrak terasa dekat dengan pembaca karena dalam bahasa figuratif oleh penyair diciptakan kekonkretan, kedekatan, keakraban, dan kesegaran. Di samping itu,
adanya bahasa figuratif memudahkan dalam menikamti sesuatu yang disampaikan oleh penyair.
d. Verifikasi (Rima dan Ritma)
Jabrohim (2009: 53) mengemukakan bahwa rima adalah pengulanagn bunyi dalam baris puisi atau larik dalam puisi, pada akhir puisi bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Rima meliputi anomotape (tiruan bunyi) bentuk intern pola bunyi, intonasi, repetisi bunyi atau kata dan persamaan bunyi.
Waluyo (2010: 105) mengemukakan rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi dengan tujuan agar puisi menjadi merdu jika dibaca.
Pemilihan bunyi-bunyi akan mendukung perasaan dalam suasana puisi. Selanjutnya, Waluyo (2010) mengemukakan ritma berhubungan dengan bunyi dan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Irama berupa pemotongan baris-baris pusi secara berulang-ulang setiap 4 suku kata yang menimbulkan gelombnag yang teratur. Setiap penyair, aliran, periode, dan angkatan mempunyai perbedaan cara mengulang hal-hal yang dipandang membentuk ritma.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa verifikasi dalam sebuah puisi sangatlah penting yaitu menentukan
25
keberhasilan puisi sebagai sebuah karya sastra seni keindahan rima dalam sebuah pusi akan terasa setelah puisi itu dibacakan.
e. Tipografi
Jabrohim (2009: 54) mengemukakan bahwa tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Karena itu ia merupakan pembeda yang sangat penting. Dalam prosa baris-baris kata atau kalimat membentuk suatu periodisitet. Namun dalam puisi tidak. Baris-baris dalam puisi disebut dengan bait.
Waluyo (2010:113) mengemukakan bahwa tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Laril-larik puisi tidak membangun periodistet yang disebut paragraf. Namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa tipografi adalah perwajahan puisi yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.