• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat Nilai Pendidikan a. Pengertian Nilai

Nilai merupakan patokan tentang baik buruk yang telah disepakati dan dijunjung masyarakat. Apabila ada yang melanggar nilai dalam suatu masyarakat, maka perbuatan itu dikatakan penyimpang. Nilai juga dijadikan sebagai panduan dalam mempertimbangkan suatu hal. Driyarkara (dalam Ismawati, 2013:21), menjelaskan bahwa nilai adalah hakikat suatu hal, yang menyebab hal itu pantas dikejar oleh manusia. Ismawati (2013:21), mendefinisikan nilai-nilai itu sendiri sesungguhnya berkaitan erat dengan kebaikan, meski kebaikan lebih melekat pada hal nya, sedangkan nilai lebih menunjuk pada sikap orang terhadap sesuatu atau hal yang baik. Menurut Kuperman (dalam Mulyana, 2011:9), “Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternative”. Senada dengan Mulyana (2011:11), “Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan”. Ismawati (2013: 18), mengatakan bahwa nilai bisa dipahami sebagai sesuatu yang penting dan mendasar dalam kehidupan manusia. Secara tentatif nilai menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari beragam pengalaman dengan seleksi perilaku ketat.

Nilai dapat menjadi motivasi dan dapat memberi arah tujuan hidup selanjutnya bagi manusia. Menurut Hartini, “Nilai selalu menjadi ukuran dalam menentukan kebenaran dan keadilan sehingga tidak akan pernah lepas dari sumber asalnya, yaitu berupa ajaran agung dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat” (2013:19). Menurut Ismawati (2013:19) tanpa nilai sebuah kehidupan tidak akan bermakna, hidup tanpa pegangan, mudah terombang-ambing. Jika setiap manusia menjunjung tinggi nilai-nilai maka di mana pun ia hidup pasti akan ada tolerasi, kebersamaan, dan saling menghormati. Berdasarkan hal tersebut Hartini (2013:21) merumuskan nilai sebagai berikut: (1) nilai merupakan sesuatu yang abstrak; (2) sulit dirumuskan; (3) memiliki kriteria beragam; (4) tidak dapat diukur secara lahiriah; dan (5) subyektif bagi setiap orang. Waluyo (dalam Hartini, 2013:20) berpendapat:

“Karya sastra memiliki kandungan nilai yang bersifat universal dan bernilai tinggi, sehingga dapat langsung dihayati oleh penikmatnya. Ada pula karya sastra yang terselubung, maksudnya makna karya sastra tersebut terbungkus rapi di dalam simbol, perumpamaan, ataupun alegori dan nasihat-nasihat para leluhur, biasa disampaikan dengan bahasa figuratif agar tidak vulgar”.

Diane Tillman (dalam Hartini, 2013) mengemukakan bahwa “Karya sastra mengandung nilai-nilai diantaranya kedamaian, penghargaan, cinta, toleransi, kejujuran, kerendahan hati, kerja sama, kebahagiaan, tanggungjawab, kesederhanaan, kebebasan, dan persatuan”. Dengan demikian dapat diketahui bahwa karya sastra pasti mengandung nilai-nilai pendidikan yang bermanfaat bagi pendidikan batin pembacanya. Secara garis besar nilai didik dalam karya sastra adalah: (a) nilai religius (agama); (b)nilai moral (etika); (c)nilai estetis; (d) nilai kepahlawanan; dan (e) nilai sosial. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu patokan dalam menentukan pilihan dan melakukan tindakan diantara cara-cara tindakan alternatif. Nilai juga memberikan motivasi, dorongan, serta arah tujuan hidup.

b. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah sarana yang mentransferkan pengetahuan kepada anak. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, pendidikan dituntut tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan namun juga sikap dan keterampilan kepada anak. “Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani

“paedogogike”dari kata majemuk yang terdiri dari kata “pais” yang berarti anak dan kata “ago” yang berarti “aku membimbing. Jadi “pedogogike” berarti aku membimbing anak” (Hartini, 2013:21). John Dewey (dalam Muslich, 2011:67), menjelaskan pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Pendidikan menurut Driyarkara (dalam Hartini, 2013), “Adalah pembudayaan anak yang maksudnya yaitu menunjukkan aktivitas baik dari pendidik maupun dari anak didik”. Ia juga menambahkan bahwa pendidikan adalah pelaksanaan nilai-nilai. Sementara itu menurut UU No. 20 tahun 2003 (dalam Suyadi, 2013:4), “Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat dan berakhlak (berkarakter) mulia”.

Pendidikan bukan hanya soal mentransferkan ilmu, pengetahuan, serta wawasan kepada siswa, namun menyangkut hal yang lebih luas, yakni menjadikan siswa menjadi manusia yang berakal, beradab, dan berbudaya. Menurut pendapat Siswoyo (dalam Hartini, 2013:23) dalam arti teknik, “Pendidikan adalah proses yang dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan (sekolah), dengan mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan dari generasi ke generasi”. Muslich (2011) menambahkan bahwa anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan, dimensi itu mencakup tiga hal yang mendasar, yaitu: (1) afektif, tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, berilaku yang berbudaya dan kompetensi estetis; (2) kognitif tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; serta (3) psikomotorik tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

Suardi (2012:1) mengungkapkan bahwa, “Pendidikan merupakan sarana yang menumbuh-kembangkan potensi-potensi kemanusiaan untuk bermasyarakat dan menjadi manusia yang sempurna. Hartini (2013: 26) mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:

“Pendidikan merupakan suatu usaha guna membentuk nilai hidup, sikap hidup, kepribadian, dan intelektualitas seseorang. Karya sastra dapat berperan sebagai media pendidikan masyarakat. Di samping itu, karya sastra juga dapat dipergunakan sebagai pelipur lara, maksudnya karya sastra dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan dorongan, semangat, memulihkan percaya diri, dan juga sebagai alat untuk melepaskan ketegangan batin”.

Muslich (2011:69) menyimpulkan bahwa “Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradab”. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan untuk mengembangkan kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan. Jadi pendidikan adalah sarana strategis dalam pembentukan karakter, yang akan menjadikan manusia sebagai manusia yang berkualiatas baik akal, moral, dan budaya.

a. Nilai Pendidikan Novel

Novel merupakan salah satu bacaan yang berupa sastra yang sarat dengan nilai pendidikan bagi pembaca atau penikmatnya. Nilai pendidikan merupakan ajaran atau patokan dalam hidup tentang bagaimana kita harus bersikap.

1) Nilai Pendidikan Agama

Nilai pendidikan agama dalam karya sastra sebagian menyangkut moral, etika, dan kewajiban (Purwaningtyastuti, dkk., 2014: 6). Sementara itu agama menurut Semi (dalam Purwaningtyastuti, dkk, 2014: 6), merupakan dorongan penciptaan sastra, sebagai sumber ilham dan sekaligus pula sering membuat karya sastra bermuara pada agama. Menurut Nurgiyantoro (2005), agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian pada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Religius bersifat mengatasi lebih dalam dan lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi. Purwaningtyastuti, dkk. (20014) menambahkan bahwa nilai religius dapat menanamkan sikap pada manusia untuk tunduk dan taat kepada Tuhan.

Menurut Susetianingsih (2010:104), nilai religius dapat dikatakan nilai dasar kemanusiaan yang berkaitan dengan keTuhanan secara umum dan diakui oleh semua pemeluk agama. Nilai dasar kemanusiaan yang religius yang diakui semua

pemeluk agama seperti: (1) membantu, membela kaum yang lemah; (2) mengakui persamaan derajat manusia; (3) memperjuangkan keadilan, beneran, kejujuran, kemerdekaan, perdamaian; (4) menentang adanya penindasan sesama manusia dan sebagainya. Penanaman nilai religius yang tinggi mampu menumbuhkan sikap sabar, tidak sombong, dan pasrah.

Nilai pendidikan agama tercermin pada perbuatan seseorang yang mengutamakan solat lima waktu. Hal tersebut bisa menjadi contoh bagi pembaca, bahwa makin taat menjalankan syariat agama yaitu salah satunya solat, maka makin tinggi tingkat religiusitasnya. Religius adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan. Menurut Purwaningtyastuti, dkk. (2014:6), religius adalah keterkaitan antara manusia dengan Tuhan sebagai sumber ketenteraman dan kebahagiaan. Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan agama adalah hubungan antara manusia dengan sang pencipta.

2) Nilai Pendidikan Moral atau Etika

Menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro:2005), moral dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral. Moral merupakan perilaku atau perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik dan buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan di mana individu berada (Purwaningtyastuti, dkk., 2014:7). Dalam kehidupan bermasyarakat, nilai-nilai moral ditempatkan pada posisi sebagai patokan dalam menentukan makna baik buruknya perilaku manusia dalam lingkungan tersebut (Susetianingsih, 2010:106).

Nilai moral dalam suatu karya sastra dimaksudkan untuk menyampaikan pesan moral atau ajaran-ajaran tentang baik buruk yang berlaku dalam kehidupan. Hal ini senada dengan yang disampaikan Nurgiyantoro (2005:322) moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Nurgiyantoro (2005) menambahkan bahwa melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan. Contohnya seorang anak tidak boleh membangkang pada orang tuanya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa nilai pendidikan moral nilai-nilai tentang baik buruk, benar salah serta kebiasaan dimana seseorang berada.

3) Nilai Pendidikan Sosial

Menurut Semi (1993), sosial berkenaan dengan pembentukkan dan pemeliharaan jenis-jenis tingkah laku dan hubungan antar individu, dan masyarakat yang dengan bersama-sama memperjuangkan kesejahteraan semua yang berkepentingan. Purwaningtyastuti, dkk. (2014) menambahkan bahwa nilai pendidikan sosial yang bisa diambil dari sebuah cerita dalam karya sastra bisa berupa hal positif maupun negatif. Kedua hal tersebut perlu disampaikan agar pembaca dapat memperoleh banyak manfaat. Dari segi positif harus ditonjolkan untuk dicontoh dan diteladani. Segi negatif pun perlu disampaikan agar pembaca tidak tersesat, maksudnya bisa mengetahui dan membedakan mana yang baik, dan mana yang buruk. Layaknya seperti orang belajar, ia tidak akan berusaha bertindak untuk lebih baik, jika ia tidak tahu hal-hal jelek yang tidak pantas dilakukan. Nilai segi sosial contohnya kebanggaan seorang anak kepada ibunya yang rela banting tulang untuk menghidupi keluarganya serta memberikan contoh pada anaknya tentang keikhlasan dan kesabaran. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan sosial, yaitu sikap atau tingkah laku individu dalam hubungannya dengan individu lain atau masyarakat

4) Nilai Pendidikan Estetika

Estetika adalah keindahan dalam sebuah karya sastra. Semi (1993:27), mengungkapkan bahwa keindahan adalah kenikmatan yang diterima oleh pikiran sebagai akibat pertemuan yang mesra antara subjek dan objek. Menurut Purwaningtyastuti, dkk. (2014), nilai-nilai keindahan dalam karya sastra tercermin dalam penggunaan diksi, gaya bahasa, dan lain sebagainya. Nilai keindahan dimaksudkan agar seseorang mampu merasakan dan mencintai sesuatu yang indah. Nilai pendidikan estetika seperti pelukisan keindahan alam, keindahan bergantian musim. Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan estetika adalah keindahan pada

suatu karya sastra yang tercermin dari pemakaian diksi, gaya bahasa dan lain-lain yang biasanya melukiskan panorama alam.

5) Nilai Pendidikan Adat atau Budaya

Nilai pendidikan adat atau budaya menyangkut tentang tradisi suatu daerah, kebiasaan yang dilakukan masyarakat tertentu pada suatu daerah. Menurut Purwaningtyastuti, dkk. (2014:30), nilai adat atau budaya mengungkapkan perbuatan terpuji atau tercela, pandangan hidup manusia yang dianut atau yang dijauhi, dan hal-hal apa yang dijunjung tinggi. Menurut Ismawati (2013:21), budaya menunjuk pada pikiran atau akal budi. Budaya yang berasal dari kata budi dan daya itu setelah mengalami beberapa pemaknaan memperoleh pengertian baru sebagai kekuatan batin dalam upayanya menuju kebaikan atau kesadaran batin menuju kebaikan. Ismawati (2013) menyimpulkan bahwa nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang bernilai, pikiran dan akal budi yang bernilai, kekuatan dan kesadaran yang bernilai, yang semuanya itu mengarah pada kebaikan, yang semuanya pantas diperoleh, dan pantas dikejar. Lain halnya dengan pendapat Susetianingsih (2010), nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam lingkup organisasi, lingkungan masyarakat yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Contohnya di daerah Bali terdapat upacara Menek Kelih, Ngaben, dan lain-lain. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan adat atau budaya adalah kebiasaan, tradisi yang berlaku pada suatu daerah tertentu dimana tradisi tersebut sangat dijaga oleh masyarakatnya.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliawati tahun 2012 dengan judul Analisis Stilistika dan Nilai Pendidikan Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy terdapat kesamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan ini. Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang nilai pendidikan dan stilistika, namun terdapat perbedaan yaitu objek kajian pada penelitian ini yaitu novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Pada penelitian Nina Yuliawati menghasilkan simpulan bahwa nilai pendidikan yang terdapat dalam

novel Bumi Cinta diantaranya nilai pendidikan religius, nilai pendidikan moral dan nilai pendidikan sosial.

4. Hakikat Materi Pembelajaran Sastra di SMK

Dokumen terkait