• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra

BAB II KAJIAN PUSTAKA

5. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra

Secara ontologi, sastra digambarkan sebagai salah satu cabang dari seni. Sastra secara etimologi didefinisikan secara lebih berbeda dari ontologi, yaitu sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta yaitu śāstra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar śās- yang berarti instruksi atau ajaran. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusastraan atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti keindahan tertentu. Tetapi kata sastra bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, baik tulisan tersebut indah atau tidak.

Sastra juga merupakan sebuah karya keindahan manusia yang digambarkan melalui bahasa tulisan, baik berbentuk puisi, roman, novel, cerpen, syair, dll. Hal utama yang harus ada dalam sastra yaitu nilai dan keindahan. Banyak pesan dari nilai kehidupan yang disampaikan dengan cara yang indah melalui sastra. Sastra itu sendiri tidak akan dapat lepas dari

nilai-commit to user

xxix

nilai kebudayaan sebagai salah satu latar belakang cerita di dalamnya. Dengan kata lain, Kurniawan (2012:1) mengungkapkan bahwa “Sastra adalah hasil cipta dan ekspresi manusia yang estetis”. Kaum formalis dalam Sangidu (2004:34) menyatakan bahwa sastra bukanlah sesuatu yang statik karena teks sastra diubah dan disulap oleh pengarang sehingga efeknya mengasingkan dan melepaskan diri dari otomatisasi (deotomatisasi) bagi pencerapan kita.

Awalnya sastra dianggap bahasa tulis yang digunakan dalam kitab-kitab dan merupakan bahasa yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, seiring perkembangan zaman, sastra lebih menunjukkan variasinya sehingga dapat lebih diterima oleh masyarakat pembacanya.

Priyatni (2010:12) mengungkapkan bahwa “Sastra adalah pengungkapan realitas kehidupan masyarakat secara imajiner atau secara fisik”. Sastra meskipun bersifat imajiner, namun tetap membawa suatu fakta kehidupan yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan pengarang mengemukakan realitas tersebut dari pengalaman hidupnya. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku mengenai definisi sastra karena sifat sastra itu sendiri yang dinamis dan terus berkembang. Namun, berbagai ciri-ciri tentang sastra dapat digunakan sebagai acuan dalam mendefinisikan sastra.

Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Yang termasuk kedalam kategori sastra yaitu: novel, cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi. Sastra menurut geografis/bahasa dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

1) sastra nusantara, meliputi: sastra Bali, sastra Batak, sastra Bugis, sastra Indonesia (Modern), sastra Jawa, sastra Madura, sastra Makassar, sastra Melayu, sastra Minangkabau, sastra Sasak, sastra Sunda, dan sastra Lampung;

2) sastra barat, meliputi: sastra Belanda, sastra Inggris, sastra Italia, sastra Jerman, sastra Latin, sastra Perancis, sastra Rusia, sastra Spanyol, dan sastra Yunani;

3) sastra Asia, meliputi: sastra Arab, sastra Tiongkok, sastra Ibrani, sastra India Modern, sastra Jepang, sastra Parsi, dan sastra Sansekerta (Halil, 2008).

commit to user

xxx

Pranata (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa “Suatu karya sastra dapat dikatakan baik apabila karya sastra tersebut dapat mencerminkan zaman serta situasi dan kondisi yang berlaku dalam masyarakat.” Dari hal ini, dapat dipahami bahwa setiap periode karya sastra dapat dikenali melalui kekhasan cerita di zaman tersebut. Seperti yang diperoleh dari hasil penelitian Lestari (2012) bahwa “Novel Edensor adalah terdapat beberapa nilai moralitas yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tidak pernah putus asa pada cobaan berat dari Tuhan, ketulusan dan kasih sayang kepada sesama, berusaha dan bekerja keras untuk meraih cita-cita, menuntut ilmu, kesetiaan dan

cinta sejati, serta memegang teguh prinsip.”

Dari penjabaran di atas, hakikatnya sastra merupakan cabang dari seni hingga dapat muncul perbedaan-perbedaan yang jelas antara seni sastra maupun seni lainnya. Melalui bahasa tulis, sastra dapat menyampaikan nilai-nilai kehidupan yang tidak dapat jauh dari budaya dengan keindahan yang disajikan dari tiap detail ceritanya.

b. Pengertian Sosiologi

Istilah sosiologi berasal dari kata socius (bahasa Latin) yang berarti teman dan logos (bahasa Yunani) yang berarti ilmu tentang. Secara harfiah, sosiologi berarti ilmu tentang pertemanan. Istilah sosiologi ini tidak akan jauh dari asumsi tentang kemasyarakatan, tentang kehidupan masyarakat, budaya, dan tradisinya. Menurut Sanderson (2010:2) bahwa “Sosiologi adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial manusia.” Senada dengan itu, Swingewood (dalam Faruk, 1999:1) berpendapat bahwa “Sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial”. Hampir sama dengan pendapat sebelumnya, Ishomuddin (dalam Kurniawan, 2012:4) berpendapat bahwa

Sosiologi merupakan studi tentang masyarakat yang mengemukakan sifat atau kebiasaan manusia dalam kelompok dengan segala kegiatan dan kebiasaan serta lembaga-lembaga yang penting sehingga masyarakat dapat berkembang terus dan berguna bagi

commit to user

xxxi

kehidupan manusia, karena pengaturan yang mendasar tentang hubungan manusia secara timbal balik dan juga karena faktor-faktor yang melibatkannya serta dari interaksi sosial berikutnya.

Comte (dalam Budiati, 2009:9-11) mendeskripsikan bahwa “Sosiologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat positif yaitu mempelajari gejala-gejala dalam masyarakat yang didasarkan pada pemikiran yang bersifat rasional dan ilmiah”.

Menurut Ritzer (dalam Faruk, 1999:2), sosiologi memiliki tiga paradigma, yaitu:

1) paradigma fakta sosial, fakta sosial itu sendiri dianggap sebagai sesuatu yang nyata, yang berbeda dari dan berada diluar individu; 2) paradigma definisi sosial, dalam paradigma ini yang dianggap

sebagai pokok persoalan sosiologi adalah subjektif individu menghayati fakta-fakta sosial tersebut;

3) paradigma perilaku sosial, pokok persoalan sosiologinya adalah perilaku manusia sebagai subjek yang nyata, individual.

Dari hasil penelitian Moghaddam & Moghaddam (2012) dihasilkan suatu simpulan bahwa “Penerjemahan konsep budaya merupakan masalah mendasar dalam studi penerjemahan dan praktik. Banyak saran telah ditawarkan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini dan mencegah kesalahpahaman budaya yang ada.” Menurut Ritzer & Goodman (2007:258) bahwa “Sosiologi, sebagai ilmu tentang masyarakat, hanya mungkin terwujud apabila ada konsep masyarakat yang didefinisikan dengan jelas.”

Dari berbagai definisi sosiologi menurut beberapa sosiolog maka dapat dikatakan bahwa hakikat sosiologi adalah ilmu tentang kehidupan masyarakat yang objek kajiannya mencakup fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial yang menunjukkan hubungan interaksi sosial dalam suatu masyarakat.

c. Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Pada dasarnya, ilmu sosiologi dan ilmu sastra memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat. Endraswara (2011:5) berpendapat bahwa “Sosiologi sastra

commit to user

xxxii

adalah ilmu yang memanfaatkan faktor sosial sebagai pembangun sastra”. Hampir senada dengan Endraswara, Ratna (2011a:2) mengungkapkan pendapatnya bahwa “Sosiologi sastra merupakan pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya.”

Sosiologi sastra dianggap sebagai ilmu baru karena mulai muncul pada abad ke-18. Hal ini ditandai dengan tulisan Madame de Stael (Albrecth, dkk., eds., 1970: ix; Laurenson dan Swingewood, 1972: 25-27) yang berjudul De la literature cinsideree dans ses rapports avec les institutions socials (1800) (Ratna, 2011b:331). Penelitian sosiologi sastra berkembang pesat sejak penelitian-penelitian strukturalisme mengalami kemunduran. Endraswara (2003:82) mengungkapkan bahwa “Sosiologi sastra juga dapat mengkaji teks -teks sastra bagi relevansi sosiologis, artinya membawa karya sastra ke dalam bentuk abstrak melalui tema-tema yang menarik sejarahwan sosial.”

Didasarkan kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan seperti aspek kebudayaan yang lain maka dilakukan pengembalian karya sastra ke tengah masyarakat, memahaminya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari komunikasi masyarakat. Dalam hal ini, peran pengarang sangatlah penting dalam menyebarluaskan keberadaan unsur-unsur kebudayaan, sekaligus perkembangan tradisi sastra.

Masalah pokok dalam sosiologi sastra adalah karya sastra itu sendiri dan karya sebagai aktivitas kreatif dengan ciri yang berbeda-beda. Tujuan dari adanya analisis sosiologi sastra yakni meningkatkan pemahaman terhadap sastra, khususnya dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa imajinasi penulis tidak berlawanan dengan realita dalam masyarakat. Adanya kajian sosiologi sastra ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap sastra yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, dan menjelaskan bahwa cerita dalam karya tersebut bukan semata-mata karangan fiktif belaka.

Sosiologi sastra yang berkembang di Indonesia jelas memberikan perhatian terhadap sastra untuk masyarakat, sastra bertujuan, sastra terlibat, sastra kontekstual, dan berbagai proporsi yang pada

commit to user

xxxiii

dasarnya mencoba mengembalikan karya dalam kompetensi struktur sosial (Ratna, 2011a:12).

Yahya (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sebuah karya sastra dapat menampilkan fakta yang terjadi dengan gaya bahasa yang estetis. Hakikatnya, sosiologi sastra sangat memperhatikan perihal fakta estetis dan fakta kemanusiaan. Metode penelitian sosiologi sastra ini memahami manusia lewat fakta imajinatif dan memerlukan fakta yang kokoh.

d. Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan salah satu alat kritis sastra. Sastra sendiri merupakan bagian dari masyarakat. Jadi tidak salah jika dikatakan bahwa sastra adalah produk kebudayaan sehingga sastra tidak bisa terlepas dari keberadaban manusia dikarenakan sastra menceritakan tentang kehidupan dari masyarakat itu sendiri.

Penelitian dengan pendekatan sosiologi sastra ini menganggap karya sastra sebagai milik masyarakat. Sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra. Hasil penelitian sastra biasanya bersifat subjektif, tetapi analisisnya berdasarkan data-data yang objektif (Sangidu, 2004:8).

Dasar filosofi pendekatan sosiologi adalah adanya hubungan yang hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Sosiologi sastra yang lahir pada abad ke-18 ini mengundang banyak ahli sastra yang akhirnya turut berpendapat tentang sosiologi sastra. Seperti Ratna (2011b:332) yang mengemukakan bahwa “Sosiologi sastra berkembang dengan pesat sejak penelitian-penelitian dengan memanfaatkan teori strukturalisme dianggap mengalami kemunduran, stagnasi, bahkan dianggap sebagai involusi.”

commit to user

xxxiv

Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut:

1) karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat;

2) karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat;

3) medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan;

4) berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap tiga aspek tersebut;

5) sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya (Ratna, 2011b:332).

Penelitian Qasim (2012) menyimpulkan bahwa

“Novel Morrison ini menggambarkan kisah-kisah rahasia kekerasan dan agresi dan menangkap kehidupan korban pelecehan dan mantan budak yang mencoba membuat hidup mereka normal. Mereka belajar bagaimana menyembuhkan sakit emosional dan psikologis mereka. Dengan demikian melalui novelnya, Morrison mencoba mencatat sejarah kehidupan masyarakat yang tak terhitung jumlahnya. Novelnya merekam kehidupan semua orang subyek perempuan yang tersisa dari pembahasan warna-warni kehidupan.” Dalam penelitian ini dapat dipahami bahwa dari sebuah novel atau karya sastra lainnya dapat diambil berbagai amanat yang mungkin dapat membantu memperbaiki kehidupan di masyarakat secara nyata. Yang terpenting dalam pendekatan sosiologi sastra yakni keterkaitan langsung dengan masyarakat. Hakikatnya, sosiologi sastra ini juga digambarkan sebagai dokumen sosiobudaya yang mencerminkan suatu zaman. Meskipun demikian, pertimbangan terpenting adalah nilai estetika yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri.

commit to user

xxxv

Dokumen terkait