• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu Demokrasi Nasi

BAB II HAL-HAL YANG DIKRITIK

2.2 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu Demokrasi Nasi

Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/ wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu hukum. Kritik yang disampaikan dalam lagu ini ada dua, yaitu ketidakadilan pelaksanaan hukum

dan lemahnya penegakan hukum. Berikut ini akan disajikan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum dan lemahnya penegakan hukum dalam bentuk tabel.

Tabel 2: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi” No.

Data

Lirik Lagu Hal yang Dikririk

11 Ada lagi sebuah perkara tentang nyawa manusia.

Kisah ini memang sudah lama tapi benar terjadi.

Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok nggak ada sangsi?

Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi.

Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga, langsung masuk penjara tanpa bukti nyata

Mengapa? Mengapa?

Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum

12 Undang-undang tampaknya sakit perut. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera.

Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa.

Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma

Lemahnya Penegakan Hukum

Konteks dari lagu ini terjadi pada Orde Baru tahun 1970 tepatnya pada tanggal 6 Oktober di Bandung pada saat pertandingan sepak bola antara pihak AKABRI Kepolisian dengan mahasiswa ITB yang berakhir ricuh. Peristiwa yang

terjadi pada saat itu menewaskan seorang mahasiwa bernama Rene Louis Conrad. Rene sebetulnya tidak terlibat dalam pertandingan sepak bola itu, ataupun menyaksikannya. Ia hanya kebetulan berkeliling kampus dengan sepeda motor Harley Davidson. Kebetulan ketika terjadi keributan, Rene lewat di depan kampus dan ia ditembak hingga tewas. Mayatnya dibuang ke atas kendaraan polisi begitu saja, lalu ditaruh di gudang (https://id.wikipedia.org/wiki/Rene_Louis_Conrad) (Bandingkan pula Kompasiana.com/Ingat Jendral, Hari ini 42 Tahun yang Lalu).

Peristiwa itu diusut bahkan sampai kepada proses peradilan di Mahkamah Militer. Para mahasiswa menduga bahwa pelaku pembunuhan itu adalah Nugroho Djajusman yang merupakan putera seorang Jenderal Polisi, yaitu Jenderal Djajusman. Akan tetapi, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak bersalah dalam kasus tersebut ( http://s-kisah.blogspot.co.id/2011/10/6-oktober-1970-luka-perta-ma-dalam.html) (Bandingkan Kompasiana.com/Ingat Jendral, Hari ini 42 Tahun yang Lalu). Untuk menutup kasus tersebut, dicarilah kambing hitam yaitu seorang anggota Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman. Pada saat anggota Brimob itu diajukan ke pengadilan, mahasiswa justru melakukan protes karena menyadari ketidakadilan yang berlangsung. Meskipun anggota Brimob itu dibela oleh pengacara terkenal Adnan Buyung Nasution, ia tetap dinyatakan bersalah. Sidang Mahkamah Militer Priangan-Bogor pada Desember 1970 memberikan vonis 5 tahun 8 bulan tetapi kemudian pengadilan banding Mahkamah Kepolisian Tinggi 13 April 1972 memberikan vonis berbeda yaitu 1 tahun 6 bulan. Selesai menjalani hukuman, Djani Maman Surjaman kembali berdinas pada kesatuan

Brimob dan pada permulaan 1974 berpangkat Pembantu Letnan II (https:// id.wikipedia.org/wiki/Rene_Louis_Conrad).

Pada contoh (11) berisi muatan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok gak ada sanksi?. Tuturan tersebut bermakna „terjadi ketidakadilan pelaksanaan hukum karena anak menteri yang membunuh tidak diadili‟. Akan tetapi, perkara yang terjadi bukan merupakan anak seorang Menteri melainkan anak seorang Jendral Polisi. Nama anak Jendral itu adalah Nugroho Djajusman. Walaupun begitu, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak bersalah dan terkesan dilindungi sehingga mengkambinghitamkan anggota Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman sebagai pelaku pembunuhan.

Tuturan kunci Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi. juga berisi kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada tuturan tersebut terdapat frasa tak sesuai yang menjadi frasa kunci dari kritik ketidakadilan hukum. Frasa tak sesuai bermakna „tidak selaras‟ dan mengacu pada „ketidaksesuaian antara Undang-Undang dan demokrasi‟.

Selain itu, kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum terdapat dalam tuturan kunci Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga langsung masuk penjara tanpa bukti nyata. Tuturan tersebut bermakna „rakyat yang curiga akan masuk penjara walaupun tidak ada bukti yang menyatakan mereka bersalah‟. Kata mereka dalam tuturan tersebut merujuk pada orang biasa yang berarti rakyat. Pada Orde Baru, rakyat yang menentang pemerintahan ataupun yang sekedar

berprasangka akan langsung ditangkap karena dianggap sebagai tindakan subversif terhadap negara. Contohnya adalah pada tahun 1974 terjadi pembredelan beberapa koran dan majalah, seperti Indonesia Raya yang dipimpinan Muchtar Lubis ( https://ithum.wordpress.com/2008/02/28/data-data-kasus-pelanggaran-ham-semasa-orde-baru).

Sementara itu, contoh (12) mengkritik tentang lemahnya penegakan hukum. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Undang-Undang tampaknya sakit perut.Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera. Dalam tuturan Undang-Undang tampaknya sakit perut terdapat frasa kunci, yaitu sakit perut. Tuturan tersebut menggunakan kiasan personifikasi karena Undang-Undang disamakan dengan manusia yang dapat menderita sakit perut. Menurut KBBI Edisi V, kata sakit perut berarti „berasa tidak nyaman di tubuh bagian perut‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar lemahnya penegakan hukum tidak terus terjadi dan menular ke lembaga lainnya. Menurut KBBI Edisi V, kata kolera berarti „penyakit perut, disertai buang-buang air dan muntah-muntah, dapat menular disebabkan oleh basil, kuman‟.

Kritik tentang lemahnya penegakan hukum juga terdapat dalam tuturan kunci Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma. Dalam tuturan Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa terdapat frasa kunci, yaitu sakit

jiwa. Tuturan tersebut menggunakan kiasan personifikasi karena Undang-Undang disamakan dengan manusia yang bisa sakit jiwa. Menurut KBBI Edisi V, kata sakit jiwa berarti „sakit ingatan; gila‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar tegas dan tidak takut dalam menegakan hukum. Menurut KBBI Edisi V, kata selesma berarti „sakit kedinginan sehingga mengeluarkan ingus; pilek‟.

2.3 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”

Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/ wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu ekonomi. Kritik yang disampaikan dalam lagu ini ada lima, yaitu pencitraan pemerintah, tekanan oleh pemerintah, intimidasi oleh pemerintah, penyalahgunaan kekuasaan, dan mahalnya harga. Berikut ini akan disajikan kritik pencitraan pemerintah, tekanan oleh pemerintah, intimidasi oleh pemerintah, penyalahgunaan kekuasaan, dan mahalnya harga dalam bentuk tabel.

Tabel 3: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem” No.

Data

Lirik Lagu Hal yang Dikritik

13 Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan, kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran.

Pencitraan Pemerintah

14 Gemetar para pedagang waktu melihat Semar datang mengoreksi harga makanan.

Mengoreksi harga makanan

Tekanan oleh Pemerintah

15 Langsung harga turun sekejap karena takut Semar menindak.

Intimidasi oleh penguasa 16 Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah

kebetulan, mumpung ada Semar harga barang turun dia sikat.

Penyalahgunaan Kekuasaan

17 Setelah Semar selesai mengoreksi harga makanan, terpampang dalam surat kabar. Dengan resmi dia umumkan, harga sembilan bahan pokok tiada perubahan.

Pencitraan Pemerintah

18 Ketika ku belanja di pasar, kaget melihat harga barang.

Lalu kuhampiri seorang pedagang dan

kutanyakan, berapa harga daging ?, berapa sayur mayur?, berapa gula kopi?, berapa bawang putih?, berapa cabe merah?

Mengapa semua harga naik edan edanan? Tak cocok sama Semar waktu dia umumkan. “Baik adik akan saya tunjukkan” Kata para pedagang.

“Bila adik mau belanja lebih murah Pergi saja sana ke Semar ubanan Pergi saja sana ke Semar ubanan”.

Mahalnya harga

Konteks dalam lagu ini adalah ketidakstabilan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh lirik dalam lagu ini yang mengkritik tentang harga bahan pokok yang mahal. Pada tahun 1973/1974, indeks biaya hidup mengalami kenaikan tertinggi selama pelaksanaan Repelita I. Dalam tahun tersebut, kenaikan angka indeks tercatat sebesar 47,4%. Kenaikan angka indeks tersebut terutama disebabkan oleh naiknya indeks sektor makanan, sektor perumahan, sektor pakaian dan sektor lain-lain ma-sing-masing sebesar 52,4%%,

32,2%, 55,3% dan 43,4% (www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/ 9885/1802).

Pada Repelita II, kenaikan harga barang berhasil ditekan dan terus menurun namun, kembali meningkat walaupun jumlahnya kecil. Dalam tahun 1977/78 sampai dengan akhir Pebruari 1978, kenaikan angka indeks biaya hidup baru mencapai 9,5%. Selama semester pertama tahun 1977/1978 indeks biaya hidup meningkat dengan 6,4% atau setiap bulannya naik dengan rata rata 1,0%. Kenaikan ter tinggi terjadi pada bulan September 1977 yaitu sebesar 1,6% hal mana disebabkan oleh kenaikan harga-harga yang umumnya terjadi men¬jelang Hari Raya Lebaran. Hampir semua bahan makanan harganya naik dengan pesat, tetapi harga beras menurun 1,5% sehingga sektor makanan hanya mengalami kenaikan sebesar 6,5% dalam semester 1977/1978 (www.bappenas.go.id /index.php/download_file/view/ 9885/1802).

Contoh (13) berisi kritik tentang pencitraan penguasa. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan, kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran. Kritik pencitraan pemerintah ditunjukkan oleh frasa kunci dikawal ratusan kamera yang berarti „diliput oleh ratusan wartawan‟. Tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yaitu seorang pria gendut ubanan yang mengacu pada Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Soeharto datang ke pasar dan diliput oleh ratusan wartawan hanya untuk dijadikan bahan omong kosong pada koran‟. Menurut KBBI Edisi V, kata obrolan berarti „percakapan ringan dan santai; omong kosong‟.

Pada contoh (14), berisi muatan kritik tekanan oleh pemerintah. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi harga makanan. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci gemetar. Menurut KBBI Edisi V, kata gemetar berarti „bergetar anggota badan karena ketakutan (kedinginan dsb); menggigil karena ketakutan dsb‟.

Contoh (15) berisi muatan kritik tentang intimidasi oleh penguasa. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Langsung harga turun sekejap karena takut semar menindak. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci takut. Menurut KBBI Edisi V, kata takut berarti „merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana‟.

Pada contoh (16), ditemukan muatan kritik penyalahgunaan kekuasaan. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada semar harga barang turun dia sikat. Nama semar dalam tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yang merujuk pada nama Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Ibu pejabat yang ikut rombongan langsung merampas atau menyerobot habis-habisan barang dengan harga murah sewaktu Soeharto mengkoreksi harga barang‟. Menurut KBBI Edisi V, kata sikat dalam tuturan ini merupakan verba dan seharusnya menjadi kata menyikat yang berarti „merampas atau menyerobot habis-habisan‟.

Contoh (17) berisi muatan kritik pencitraan pemerintah. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Setelah Semar selesai mengoreksi harga makanan, terpampang dalam surat kabar, dengan resmi dia umumkan, harga sembilan

bahan pokok tiada perubahan. Tuturan tersebut bermakna „Soeharto mengumumkan tidak ada kenaikan harga bahan pokok hanya dalam surat kabar karena diliput oleh ratusan wartawan, sedangkan kenyataan di pasar, harga bahan pokok tetap tinggi‟.

Pada contoh (18), ditemukan kritik tentang mahalnya harga. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci kaget. Menurut KBBI Edisi V, kaget memiliki arti „terperanjat; terkejut (karena heran)‟. Dalam hal ini, kaget berisi muatan kritik mahalnya harga karena adanya ketidakselarasan antara surat kabar dan kenyataan yang ada sehingga dilontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar harga bahan pokok.

Kritik tentang mahalnya harga juga terdapat dalam tuturan kunci Mengapa semua harga naik edan-edanan? Tak cocok waktu Semar umumkan. Pada tuturan tersebut terdapat kata kunci edan-edanan. Menurut KBBI Edisi V, kata edan-edanan berarti „gila-gilaan‟. Tuturan tersebut bermakna „harga bahan pokok naik besar-besaran dan tidak sesuai dengan berita di koran‟.

Selain itu, kritik tentang mahalnya harga juga dibuktikan oleh tuturan kunci “Baik adik akan saya tunjukkan” Kata para pedagang. “Bila adik mau belanja lebih murah, pergi saja sana ke Semar ubanan". Tuturan tersebut bermakna „harga bahan pokok di pasar tetap mahal‟.

2.4 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”

Dokumen terkait