• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kritik dan tindak tutur mengkritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi konser.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kritik dan tindak tutur mengkritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi konser."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

i

DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER

Tugas Akhir

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Beto Adhi Nugroho NIM: 134114012

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

KRITIK DAN TINDAK TUTUR MENGKRITIK

DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER

Oleh

Beto Adhi Nugroho NIM: 134114012

Telah disetujui oleh

Pembimbing I

Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. tanggal 31 Mei 2017

Pembimbing II

(3)

iii

KRITIK DAN TINDAK TUTUR MENGKRITIK

DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER

Dipersiapkan dan ditulis oleh Beto Adhi Nugroho

134114012

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 15 Juni 2017

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. ……….

Sekretaris Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. ……….

Anggota Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ……….

Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. ……….

Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. ……….

Yogyakarta, 30 Juni 2017 Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma Dekan

(4)

iv

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 Mei 2015

(5)

v

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Beto Adhi Nugroho

NIM : 134114012

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul KRITIK DAN TINDAK TUTUR MENGKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI

KONSER beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentinganakademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 29 Mei 2017

Yang menyatakan,

(6)

vi

Pertama-tama penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya, tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas akhir yang berjudul “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu Iwan Fals Versi Konser” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Sastra pada Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dengan segala hormat, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar menerima keluh kesah penulis dan memberi solusi yang baik bagi penulis.

2. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku pembimbing II yang selalu sabar memberi masukan dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

(7)

vii Dharma Yogyakarta.

4. Dosen sejarah, khususnya Bapak Heri Priyatmoko, M. A., dan Dr. Yerry Wirawan yang sudah memberikan informasi mengenai konteks sejarah dalam penelitian ini.

5. Segenap karyawan Sekretariat Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang selalu membantu proses kelancaran perkuliahan.

6. Segenap karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan ramah melayani dan menyediakan buku yang diperlukan sebagai sumber pustaka.

7. Keluarga tercinta, Bapak FX. Soemanto, Ibu Yulia Lucia, Febrian Cahyadi, dan Anastasia Beta yang selalu mendoakan serta sabar dan memberi semangat penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Stefanus Kendra Dwi Nugraha, S.S. yang telah berbagi cerita sehingga penulis memilih topik ini dan menyelesaikannya.

9. Fepitha Viadolorosa yang selalu sabar dan mendoakan serta menyemangati penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

10.Teman-teman Prodi Sastra Indonesia (Rendra, Galang, Makmur, Cicik, Icak, Apin, Ana, There, Paula, Galih, dll.) dan teman-teman seperjuangan di Jogja (Andrian dan George).

11.Teman-teman UKF Basket Sastra

(8)

viii

yang ada dalam skripsi ini. Segala bentuk kesalahan dan kekurangan yang ada dalam skripsi ini merupakan tanggung jawab penulis. Untuk itu, demi perbaikan tugas akhir ini, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.

(9)

ix

Skripsi ini saya persembahkan untuk keluarga

Bapak Fx. Soemanto, Ibu Yulia Lucia, adik saya terkasih Anastasia Beta, serta kakak saya tersayang Febrian Cahyadi, S.Kom.

(10)

x

“Bukan semua indah pada waktunya namun, semua indah tergantung cara menikmatinya”

“Hiduplah seperti kamu tidak akan bangun esok hari”

(11)

xi

Nugroho, Beto Adhi. 2017. “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu Iwan Fals Versi Konser”. Skripsi. Yogyakarta. Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian yang berjudul “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu Iwan Fals Versi Konser” ini bertujuan untuk (a) menguraikan hal-hal apa saja yang dikritik Iwan Fals melalui tiga lirik lagunya versi konser serta (b) mendeskripsikan bagaimana tindak tutur mengkritik yang diwujudkan Iwan Fals dalam tiga lirik lagunya versi konser. Data penelitian ini adalah tiga lagu Iwan Fals versi konser yang diciptakan tahun 1978, yakni “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Ketiga lagu tersebut mengangkat tiga tema besar yaitu hukum, ekonomi, dan sosial. Berdasarkan hal itu, dalam satu lagu karya Iwan Fals dapat dijumpai berbagai macam muatan kritik. Oleh karena itu, pembahasan tentang hal-hal yang dikritik dilakukan berdasarkan setiap lagu.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode simak dan teknik catat. Metode simak dilakukan dengan cara mendengarkan, mengamati, dan menyimak langsung penggunaan bahasa lirik lagu sebagai bahan penelitian. Wujud penyimakan ketiga lirik lagu tersebut berupa kata, frasa, maupun kalimat yang bermuatan kritik. Selanjutnya, dengan teknik catat, peneliti mengklasifikasikan data berupa hal-hal yang dikritik dan berbagai macam perwujudan tindak tuturnya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan dua sub-jenis metode padan, yaitu metode padan referensial dan metode padan pragmatis. Metode padan referensial digunakan untuk mendeskripsikan hal-hal yang dikritik pada setiap lagunya. Metode padan pragmatis berfungsi untuk menentukan perwujudan tindak tutur atas hal-hal yang sudah dikritik sebelumnya.

(12)

xii

Abstract

Nugroho, Beto Adhi. 2017. “Critisism and Speech Act Critics on Three of Iwan Fals’ Concert Version Songs”. Thesis. Yogyakarta. Indonesian Letter Study Program. Faculty of Letter. Sanata Dharma University.

This research entitled “Critisism and Speech Act Critics on Three of Iwan Fals‟ Concert Version Songs” is aimed to (a) explain what have been criticized by Iwan Fals through his three songs lyric concert version and (b) describe how speech act critics actualized by Iwan Fals in his three songs lyric concert version. Data of this research are three songs of Iwan Fals‟ concert version which are composed in 1978, namely “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, and “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Those three songs adopt three major theme namely law, Economic and social. Based on those things, some kinds of critics can be found in one of Iwan Fals‟ song. Therefore, the discussion of things that are criticized is done on each song.

Data gathering is done by simak method dan catat technique. Simak method is done by listening, observing and directly scrutinizing the language of song lyric as the research instrument. Words, phrase and sentence that are containing critics are scrutinized in those three songs. Next, by catat technique, the researcher clarifies the data with things that are criticized and some kinds of his speech act actualization. Data analysis is done by using two sub-kind padan methods, namely referential padan and pragmatic padan method. Referential padan method is used to describe things that are critized in each songs. Pragmatic padan method is used to determine the actualization of speech act on things that have been already criticized before.

(13)

xiii

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

HALAMAN MOTO ... x

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Tinjauan Pustaka ... 8

1.6 Landasan Teori ... 11

1.6.1 Kritik ... 11

(14)

xiv

1.6.4 Pragmatik ... 15

1.6.5 Tindak Tutur dan Jenis-Jenis Tindak Tutur ... 16

1.6.5.1 Tindak Tutur ... 16

1.6.5.2 Jenis-jenis Tindak Tutur ... 19

1.6.5.2.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung ... 19

1.6.5.2.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal ... 20

1.6.5.3 Interseksi Berbagai Jenis Tindak Tutur ... 20

1.6.5.3.1 Tindak Tutur Langsung Literal ... 21

1.6.5.3.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal ... 21

1.6.5.3.3 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ... 21

1.6.5.3.4 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal ... 21

1.7 Metode dan Teknik Penelitian ... 22

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 22

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 23

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 24

1.8 Sistematika Penyajian ... 25

BAB II HAL-HAL YANG DIKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER ... 26

2.1 Pengantar ... 26

(15)

xv

2.4 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu Kisah Sapi Malam/Kisah PSK ... 36

2.5 Tabel Rekapitulasi ... 39

BAB III TINDAK TUTUR MENGKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER ... 43

3.1 Pengantar ... 43

3.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum ... 44

3.2.1 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum Secara Langsung Literal ... 44

3.2.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum Secara Tidak Langsung Literal ... 45

3.3 Tindak Tutur Mengkritik Lemahnya Penegakan Hukum ... 46

3.4 Tindak Tutur Mengkritik Pencitraan Pemerintah ... 47

3.5 Tindak Tutur Mengkritik Tekanan oleh Pemerintah ... 49

3.6 Tindak Tutur Mengkritik Intimidasi oleh Pemerintah... 50

3.7 Tindak Tutur Mengkritik Penyalahgunaan Kekuasaan ... 50

3.8 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga ... 51

3.8.1Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Langsung Literal ... 52

3.8.2 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Langsung Tidak Literal ... 52

3.8.3 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Tidak Langsung Tidak Literal ... 53

(16)

xvi

3.9.2 Tindak Tutur Mengkritik Prostitusi

Secara Langsung Tidak Literal ... 55

3.10 Tindak Tutur Mengkritik Kesenjangan Ekonomi ... 56

3.11 Tindak Tutur Mengkritik Kebohongan ... 57

3.12 Rekapitulasi ... 58

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

4.1 Kesimpulan ... 61

4.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

DAFTAR SUMBER DATA DAN LAMPIRAN ... 67

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyanyi solo terkenal yang tetap berkarya sampai saat ini adalah Iwan Fals. Penyanyi yang bernama asli Virgiawan Listanto ini lahir di Jakarta tanggal 3 September 1961. Iwan Fals sering membawakan lagu yang ber-genre balada, pop, rock, dan country. Sampai saat ini Iwan Fals sudah menjadi legenda hidup musik di Indonesia. Karya-karya Iwan Fals cenderung mengangkat kehidupan sosial Indonesia. Kritik atas perilaku seseorang, empati bagi kelompok marginal, dan bencana besar yang melanda Indonesia ataupun dunia juga mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya (https://id.wikipedia.org/wiki/ Iwan_Fals).

(18)

Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat memancing kerusuhan. Pada awal kariernya, Iwan Fals banyak membuat lagu yang bertema kritikan terhadap pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan bisa dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman yang memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani memasukkan lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas (bandingkan https://id. wikipedia.org/ wiki/Iwan_Fals).

Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat diputar di stasiun radio 8EH Institut Teknologi Bandug. Iwan Fals juga pernah menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam beberapa konser musik, yang mengakibatkan dia berulang kali harus berurusan dengan pihak keamanan dengan alasan lirik lagu yang dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara. Beberapa konser musiknya pada tahun 1980-an juga sempat disabotase dengan cara memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu. Pada bulan April tahun 1984, Iwan Fals harus berurusan dengan aparat keamanan dan sempat ditahan dan diinterogasi selama dua minggu gara-gara menyanyikan lirik lagu Demokrasi Nasi, Pola Sederha, dan Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru

(bandingkan https://id.wikipedia.org/wiki/Iwan_Fals).

(19)

tutur yang mengkritik fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia pada Orde Baru. Berikut akan disajikan contoh-contoh penggalan lirik lagu Iwan Fals versi konser.

(1) Anak seorang menteri membuat onar lagi. Menembak sampai mati kok gak ada sanksi?

(Iwan Fals,”Demokrasi Nasi”,1978)

(2) Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan. Kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran.

(Iwan Fals,”Semar Mendem”,1978)

(3) Mengapa semua harga naik edan edanan ? Tak cocok sama Semar waktu dia umumkan.

(Iwan Fals,”Semar Mendem”,1978)

(4) Hei sapi malam siapa engkau ini? Pinggul digoyang punya kota Karawang. Mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit.

(Iwan Fals, “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”,1978)

(20)

Penelitian ini akan membahas tentang hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals. Berikut ini merupakan contoh

hal-hal yang dikritik oleh Iwan Fals dalam karyanya:

(5) Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada Semar harga barang turun dia sikat.

(Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)

(6) Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi harga makanan.

(Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)

Pada contoh (5), ditemukan muatan kritik penyalahgunaan kekuasaan. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada semar harga barang turun dia sikat. Nama semar

dalam tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yang merujuk pada nama Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Ibu pejabat yang ikut rombongan langsung

merampas atau menyerobot habis-habisan barang dengan harga murah sewaktu Soeharto mengkoreksi harga barang‟. Menurut KBBI Edisi V, kata sikat dalam

tuturan ini merupakan verba dan seharusnya menjadi kata menyikat yang berarti „merampas atau menyerobot habis-habisan‟.

Sementara itu, contoh (6) menunjukan kritik tekanan oleh pemerintah. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi harga makanan. Dalam tuturan tersebut, kritik

(21)

berarti „bergetar anggota badan karena ketakutan (kedinginan dsb); menggigil karena ketakutan dsb‟.

Pada permasalahan kedua, akan dideskripsikan empat macam interseksi tindak tutur mengkritik dalam lagu-lagu Iwan Fals. Berikut merupakan contoh tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals:

(7) Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi.

(Iwan Fals, “Demokrasi Nasi”,1978)

(8) Kerja lembur, bilang pada bapak Kyai. Pergi pake Damri, pulang diantar Mercy.

(Iwan Fals, “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”,1978)

Contoh (7) merupakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh pemerintah secara „langsung literal‟ (LL). Contoh (7) merupakan tindak tutur mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum secara langsung literal (LL). Dikatakan langsung karena contoh (7) menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya. Contoh (7) disebut literal karena makna kata-kata penyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur yaitu mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada contoh (7) digunakan frasa tak sesuai yang bermakna „tidak selaras‟ untuk mengungkapkan ketidakadilan pelaksanaan hukum.

(22)

sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya. Contoh (8) disebut literal karena kata-kata penyusunnya memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya yaitu mengkritik kebohongan. Contoh (8) menggunakan kata lembur untuk mengkritik kebohongan. Menurut KBBI Edisi V, kata lembur berarti „pekerjaan dinas yang dikerjakan di luar jam dinas‟ Tuturan kerja lembur bilang

pada bapak kyai mengandung kritik kebohongan karena dari keseluruhan lagu

tidak menceritakan adanya pekerjaan kantor atau pekerjaan pemerintahan.

Alasan peneliti memilih topik hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.2.1 Apa saja hal-hal yang dikritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi konser? 1.2.2 Bagaimana tindak tutur mengkritik yang diwujudkan dalam tiga lagu Iwan

Fals versi konser?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.3.1 Mendeskripsikan hal-hal yang dikritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi konser.

1.3.2 Mendeskripsikan perwujudan tindak tutur mengkritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi konser.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini berupa deskripsi hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah

(24)

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan terhadap teori wacana khususnya tentang isi dan jenis tindak tutur. Sementara itu, manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk membantu interpretasi terhadap lirik lagu bagi pendengar serta untuk menciptakan lagu yang bertema kritik bagi pencipta lagu.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang lirik lagu Iwan Fals sudah pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian tentang lirik lagu Iwan Fals pernah di teliti oleh Soemanang (2013), Mahrofah (2012), Aisah (2010), Puspitasari (2010), Sembiring (2013), dan Rachmawati (2014).

Soemanang (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Struktur Lagu “Puing” Karya Iwan Fals” mengatakan bahwa syair lagu tersebut bercerita

(25)

Dalam skripsi yang berjudul “Unsur Kesastraan Lirik Lagu-lagu dalam Album Manusia Setengah Dewa Karya Iwan Fals”, Mahrofah (2012) mengatakan unsur-unsur yang terdapat dalam lirik lagu merupakan unsur-unsur pembangun dalam lirik lagu itu sendiri. Unsur satu dengan unsur yang lain saling berkaitan untuk membangun sebuah maksud yang ingin disampaikan kepada para pendengar. Unsur yang terdapat dalam lirik lagu mampu menimbulkan efek keindahan, efek emotif serta menambah kepuitisan terhadap lirik lagu itu sendiri.

Aisah (2010) dalam penelitian tesisnya yang berjudul ”Metafora dalam Lagu Iwan Fals yang Bertemakan Kritik Sosial” menemukan ranah sumber binatang yang paling dominan digunakan di dalam lirik lagu Iwan Fals. Jenis majas yang terdapat di dalam lagu yang paling sering digunakan pencipta lagu untuk menyampaikan kritik sosial adalah jenis majas perbandingan langsung atau metafora dan perumpamaan atau simile. Jenis ungkapan metaforis berdasarkan teori Lakoff dan Johnson (1980) yang paling dominan terdapat dalam lagu adalah jenis metafora struktural dan ontologis.

Puspitasari (2010) melakukan penelitian yang berjudul tentang Kritik Sosial dalam Lirik Lagu (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Lirik Lagu “Besar dan Kecil” karya Iwan Fals). Metode penelitian ini menggunakan teori semiotik

dari Ferdinand de Saussure dengan tipe penelitian deskriptif. Dalam skripsi tersebut ditemukan bahwa kritik sosial yang tersirat dalam lagu “Besar dan Kecil” adalah ketidakadilan pemerintah Orde Baru, khususnya ketika pemilu yang

(26)

Sembiring (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Representasi Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia dalam Lirik Lagu Iwan Fals (Analisis Semiotika Lirik Lagu Iwan Fals yang Berjudul „Ujung Aspal Pondok Gede‟)”

mengatakan lirik lagu Ujung Aspal Pondok Gede memiliki makna yang kompleks yang meliputi berbagai aspek seperti nilai-nilai moral, budaya, moral, dan hak asasi manusia. Keseluruhan makna yang terkandung dalam lirik lagu Ujung Aspal Pondok Gede saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya. Setelah mengetahui seluruh makna yang terkandung, timbul representasi kehidupan masyarakat Indonesia dari makna lirik lagu tersebut. Penelitian ini menggunakan menggunakan analisis Roland Barthes yang berfokus pada penggalian makna menggunakan signifikasi dua tahap, pada tahap signifikasi pertama menggunakan denotasi, dan pada tahap kedua menggunakan konotasi dan mitos.

Sementara itu, Rachmawati (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Konteks dan Inferensi Lirik Lagu Iwan Fals : Tinjauan Analisis Wacana” sampai

(27)

Iwan Fals yang mengandung kritik sosial yaitu ”Ambulance Zig-Zag”, “Galang Rambu Anarki”, “Jangan Bicara”, “Kontrasmu Bisu”, “Siang Seberang Istana”, “Tikus-Tikus Kantor”, “Doa Pengobral Dosa”, “Ethiophia”, “Guru Oemar Bakri”, “Sarjana Muda”, “Sore Tugu Pancoran”, “Teman Kawanku Punya Teman”, “Kota”, “Kupaksa Untuk Melangkah”, “Opiniku”, “Tak Biru Lagi Lautku”, dan “Ujung Aspal Pondok Gede”.

Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai lagu-lagu Iwan Fals sudah pernah dilakukan. Akan tetapi, penelitian terhadap lirik lagu ditinjau dari segi pragmatik masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengkajian tentang hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals versi konser tahun 1978-2000 belum pernah dilakukan.

1.6 Landasan Teori

Dalam bagian ini, akan dijabarkan tentang kritik, topik wacana, fungsi lagu atau musik, pragmatik, dan tindak tutur berserta jenis-jenis tindak tutur.

1.6.1 Kritik

(28)

1.6.2 Topik Wacana

Penelitian ini akan membahas kritik apa saja yang terdapat pada lirik lagu Iwan Fals. Oleh karena itu, untuk mengetahui hal-hal yang di kritik dalam lirik lagu Iwan Fals, topik harus diketahui terlebih dahulu. Hal tersebut akan menunjukkan kritik yang ada dalam lirik lagu dan merupakan sebuah topik dalam lirik lagu.

Baryadi (2002; 54) mengatakan topik (topic) adalah perihal yang dibicarakan dalam wacana. Hal ini berarti topik menjiwai seluruh bagian wacana dan topik menyebabkan lahirnya wacana. Wacana berfungsi dalam proses komunikasi verbal karena wacana akan lahir jika ada yang dibicarakan dan dapat digunakan sebagai alat komunikasi jika mengandung sesuatu yang dibicarakan.

(29)

Van Dijk memilah wacana menjadi tiga bagian yang saling mendukung yaitu (i) bagian makro, (ii) bagian superstruktur, dan (iii) bagian mikro. Bagian makro merupakan makna global dari suatu wacana. Bagian superstruktur merupakan kerangka suatu wacana. Bagian mikro merupakan makna wacana yang dapat dipahami dari penggunaan kata, kalimat, dan sebagainya (Baryadi, 2002: 15).

1.6.3 Fungsi Lagu atau Musik

Banoe (2003 : 288) mengatakan bahwa musik berasal dari kata muse yaitu salah satu dewa dalam mitologi Yunani kuno bagi cabang seni dan ilmu; dewa seni dan ilmu pengetahuan. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa musik merupakan cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat dimengerti dan dipahami oleh manusia. Sementara itu, Jamalus (1988: 1) mengatakan musik adalah suatu hasil karya seni berupa bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur pokok musik yaitu irama, melodi, harmoni, dan bentuk atau struktur lagu serta ekspresi sebagai suatu kesatuan. Akan tetapi, Sylado (1983: 12) mengatakan bahwa musik adalah waktu yang memang untuk didengar. Musik merupakan wujud waktu yang hidup, yang merupakan kumpulan ilusi dan alunan suara. Alunan musik yang berisi rangkaian nada yang berjiwa akan mampu menggerakkan hati para pendengarnya (www.kajianteori.com).

(30)

emosional yang berarti musik sebagai suatu media bagi seseorang untuk mengungkapkan perasaan atau emosinya. Dengan kata lain, pemusik mengungkapkan perasaan atau emosinya melalui musik. Kedua, fungsi penghayatan estetis yang berarti musik merupakan karya seni. Suatu karya dapat dikatakan karya seni jika memiliki unsur estetika atau keindahan didalamnya. Melalui musik kita dapat merasakan nilai-nilai keindahan baik melalui melodi ataupun dinamikanya. Ketiga, fungsi hiburan yang berarti musik memiliki fungsi hiburan mengacu pada pengertian sebuah musik mengandung unsur-unsur menghibur. Hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya.

Keempat, fungsi komunikasi yang berarti musik memiliki fungsi komunikasi berarti bahwa sebuah musik yang berlaku disuatu daerah kebudayaan mengandung isyarat-isyarat tertentu yang hanya diketahui oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui teks atau didengar melalui melodi musik tersebut. Kelima, fungsi perlambangan yang berarti musik memiliki fungsi dalam melambangkan suatu hal. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek musik tersebut, misalnya tempo. Jika tempo musik itu lambat, kebanyakan teksnya menceritakan hal-hal yang menyedihkan sehingga musik itu melambangkan kesedihan. Keenam, fungsi reaksi jasmani yang berarti jika sebuah musik dimainkan, musik tersebut dapat merangsang sel-sel saraf manusia sehingga tubuh kita bergerak mengikuti irama musik tersebut. Jika musiknya cepat maka gerakan kita juga cepat dan sebaliknya.

(31)

Penyampaian kebanyakan melalui tek-teks nyanyian yang berisi aturan-aturan. Kedelapan, fungsi pengesahan lembaga sosial yang berarti musik memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu upacara. Musik menjadi bagian yang penting dalam suatu upacara dan bukan hanya sekedar pengiring. Kesembilan, fungsi kesinambungan budaya yang berarti musik berisi tentang ajaran-ajaran untuk meneruskan sistem-sistem dalam kebudayaan kepada generasi berikutnya. Kesepuluh, fungsi pengintegrasian masyarakat yang berarti musik yang dimainkan secara bersama-sama secara tidak langsung akan menimbulkan rasa kebersamaan antara sesama pemainnya ataupun penikmatnya. Oleh karena itu, musik memiliki fungsi pengintegrasian masyarakat.

1.6.4 Pragmatik

(32)

Di sisi lain, Yule (1996) membagi definisi pragmatik ke dalam empat ruang lingkup. Pertama, pragmatik didefinisikan sebagai studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna konteksual. Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan. Sementara itu, definisi keempat pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan (Putrayasa, 2014: 1).

Berbagai pengertian di atas menyimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari segala bentuk tuturan yang maknanya terikat oleh konteks. Konteks menjadi hal yang penting dan berpengaruh pada perbuatan mitra tutur terhadap tuturan.

1.6.5 Tindak Tutur dan Jenis-jenis Tindak Tutur

Tindak tutur dan jenis-jenis tindak tutur akan dijelaskan sebagai berikut.

1.6.5.1 Tindak Tutur

(33)

yang berjudul Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language. Dalam buku tersebut, Searle (1969: 23-24) juga mengemukakan hal yang sama. Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan disebut sebagai the act of saying something. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang selain berfungsi

untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu dan disebut sebagai the act of doing something. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk memperngaruhi lawan tutur dan disebut sebagai the act of affecting someone (bdk. Wijana, 1996:17-20).

(34)

berjenis konfliktif jika tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial; misalnya: mengancam, menuduh, menyumpahi, atau memarahi.

Leech (1983: 105) mengatakan keempat jenis ilokusi tersebut dibedakan berdasarkan kesopanan. Pada ilokusi berjenis kompetitif, kesopanan bersifat negatif karena tujuan kompetitif pada dasarnya memang tidak bertata krama. Sebaliknya, pada ilokusi berjenis konvivial, kesopanan bersifat positif karena pada dasarnya memang bersifat tata krama. Pada ilokusi berjenis kolaboratif tidak melibatkan kesopanan karena pada jenis ilokusi ini kesopanan memang tidak relevan. Sementara itu, pada ilokusi berjenis konfliktif, kesopanan tidak ada sama sekali sebab ilokusi ini memang bertujuan menimbulkan kemarahan atau ketakutan.

Kridalaksana (1993) mengatakan tindak tutur adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar. Sementara itu, Hudson (dikutip Alwasilah, 1993) mengatakan tindak tutur adalah ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi sosial. Oleh karena itu, tindak tutur dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu (Putrayasa, 2014: 85. 86).

(35)

1.6.5.2 Jenis-jenis Tindak Tutur

Wijana (1996: 29-30) mengatakan tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung serta tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Berikut akan didefinisikan kedua jenis tindak tutur tersebut.

1.6.5.2.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung

Menurut Wijana (1996: 30-31), secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional, kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi), kalimat tanya digunakan untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Jika kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dsb., tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speech act). Sementara itu, untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Bila hal ini terjadi akan terbentuk tindak tutur tidak langsung (indirect speech act).

(36)

Tabel 1: Skema Penggunaan Modus

Modus

Tindak Tutur

Langsung Tidak Langsung

Berita Memberitahukan Menyuruh

Tanya Bertanya Menyuruh

Perintah Memerintah -

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat berita dapat digunakan untuk untuk memberitakan ataupun menyuruh, demikian pula kalimat tanya yang dapat digunakan untuk bertanya dan juga menyuruh. Walaupun demikian, kalimat perintah hanya dapat digunakan untuk memerintah.

1.6.5.2.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal

Wijana (1996: 32) mengatakan tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata penyusunnya. Sementara itu, tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

1.6.5.3 Interseksi Berbagai Jenis Tindak Tutur

(37)

1.6.5.3.1 Tindak Tutur Langsung Literal (LL)

Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama sesuai dengan maksud pengutaraannya.

1.6.5.3.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal (TLL)

Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur.

1.6.5.3.3 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (LTL)

Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.

1.6.5.3.4 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (TLTL)

(38)

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian ini dilakukan melaui tiga tahap yaitu: (a) pengumpulan data, (b) analisis data, dan (c) penyajian hasil analisis data. Berikut pemaparan tentang metode dan teknik penelitian yang akan dilakukan.

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Objek dalam penelitian ini adalah hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi” (1978), “Semar Mendem” (1978), dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” (1978) karya Iwan Fals. Objek penelitian itu

terdapat dalam data berupa tuturan pada tiga lagu tersebut.

Data dalam penelitian dikumpulkan menggunakan metode simak. Menurut Sudaryanto (1993: 133), metode simak adalah metode yang digunakan untuk menyimak penggunaan bahasa yang dijadikan objek penelitian. Dalam penelitian ini, penyimakan dilakukan terhadap lirik-lirik lagu Iwan Fals yang berupa wacana tulis sebagai objek penelitian.

(39)

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang akan digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah metode padan. Menurut Sudaryanto (2015: 15), metode padan merupakan metode analisis data yang alat penentunya terletak di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Penelitian ini akan menggunakan metode padan referensial untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dikritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”.

Metode padan referensial adalah metode padan yang alat penentunya berupa referen bahasa. Referen bahasa adalah kenyataan atau unsur di luar bahasa yang ditunjuk oleh satuan kebahasaan (Kesuma, 2007: 48). Berikut ini contoh penerapan metode padan referensial:

(9) Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang. (Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)

Pada contoh (9), ditemukan kritik tentang mahalnya harga. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci kaget. Menurut

KBBI Edisi V, kaget memiliki arti „terperanjat; terkejut (karena heran)‟. Dalam hal ini, kaget berisi muatan kritik mahalnya harga karena adanya ketidakselarasan antara surat kabar dan kenyataan yang ada sehingga dilontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar harga bahan pokok.

(40)

Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals.

Metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya lawan atau mitra wicara. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, misalnya, satuan kebahasaan menurut reaksi atau akibat yang terjadi atau timbul pada lawan atau mitra wicara ketika satuan kebahasaan itu dituturkan oleh pembicara (Kesuma, 2007: 49). Berikut ini merupakan contoh penerapan metode padan pragmatis:

(10) Langsung harga turun sekejap karena takut semar menindak. (Iwan Fals, “Demokrasi Nasi”,1978)

Contoh (10) menggunakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh pemerintah secara langsung literal. Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan maksud tuturan. Disebut tidak literal karena menggunakan kata Semar untuk menyebut Soeharto sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

(41)

1.8 Sistematika Penyajian

(42)

BAB II

HAL-HAL YANG DIKRITIK

DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER

2.1 Pengantar

Bab ini membahas tentang hal-hal yang dikritik dalam tiga lirik lagu Iwan Fals versi konser. Ketiga lirik lagu tersebut ialah “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Lirik-lirik lagu tersebut memiliki

tema besar yang berbeda-beda yaitu hukum, ekonomi, dan sosial. Ketiga lirik lagu tersebut mengkritik pemerintahan pada Orde Baru. Hal itu dibuktikan oleh tahun terciptanya lagu tersebut yaitu tahun 1978. Walaupun lagu-lagu tersebut diciptakan tahun 1978, konteks dalam lagu tersebut banyak terjadi sebelum tahun 1978 sehingga lagu tersebut mengangkat kejadian yang pernah terjadi selama Orde Baru. Dalam satu lagu karya Iwan Fals, dapat dijumpai berbagai macam muatan kritik. Oleh karena itu, pembahasan tentang hal-hal yang dikritik dilakukan berdasarkan setiap lagu.

2.2 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi”

(43)

dan lemahnya penegakan hukum. Berikut ini akan disajikan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum dan lemahnya penegakan hukum dalam bentuk tabel.

Tabel 2: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi”

No. Data

Lirik Lagu Hal yang Dikririk

11 Ada lagi sebuah perkara tentang nyawa manusia.

Kisah ini memang sudah lama tapi benar terjadi.

Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok nggak ada sangsi?

Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi.

Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga, langsung masuk penjara tanpa bukti nyata

Mengapa? Mengapa?

Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum

12 Undang-undang tampaknya sakit perut. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera.

Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa.

Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma

Lemahnya Penegakan Hukum

(44)

terjadi pada saat itu menewaskan seorang mahasiwa bernama Rene Louis Conrad. Rene sebetulnya tidak terlibat dalam pertandingan sepak bola itu, ataupun menyaksikannya. Ia hanya kebetulan berkeliling kampus dengan sepeda motor Harley Davidson. Kebetulan ketika terjadi keributan, Rene lewat di depan kampus dan ia ditembak hingga tewas. Mayatnya dibuang ke atas kendaraan polisi begitu saja, lalu ditaruh di gudang (https://id.wikipedia.org/wiki/Rene_Louis_Conrad) (Bandingkan pula Kompasiana.com/Ingat Jendral, Hari ini 42 Tahun yang Lalu).

(45)

Brimob dan pada permulaan 1974 berpangkat Pembantu Letnan II (https:// id.wikipedia.org/wiki/Rene_Louis_Conrad).

Pada contoh (11) berisi muatan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok gak ada sanksi?. Tuturan tersebut bermakna

„terjadi ketidakadilan pelaksanaan hukum karena anak menteri yang membunuh tidak diadili‟. Akan tetapi, perkara yang terjadi bukan merupakan anak seorang

Menteri melainkan anak seorang Jendral Polisi. Nama anak Jendral itu adalah Nugroho Djajusman. Walaupun begitu, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak bersalah dan terkesan dilindungi sehingga mengkambinghitamkan anggota Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman sebagai pelaku pembunuhan.

Tuturan kunci Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi. juga berisi kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada

tuturan tersebut terdapat frasa tak sesuai yang menjadi frasa kunci dari kritik ketidakadilan hukum. Frasa tak sesuai bermakna „tidak selaras‟ dan mengacu pada „ketidaksesuaian antara Undang-Undang dan demokrasi‟.

Selain itu, kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum terdapat dalam tuturan kunci Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga langsung masuk penjara tanpa bukti nyata. Tuturan tersebut bermakna „rakyat yang curiga akan masuk penjara walaupun tidak ada bukti yang menyatakan mereka bersalah‟. Kata

mereka dalam tuturan tersebut merujuk pada orang biasa yang berarti rakyat. Pada

(46)

berprasangka akan langsung ditangkap karena dianggap sebagai tindakan subversif terhadap negara. Contohnya adalah pada tahun 1974 terjadi pembredelan beberapa koran dan majalah, seperti Indonesia Raya yang dipimpinan Muchtar Lubis ( https://ithum.wordpress.com/2008/02/28/data-data-kasus-pelanggaran-ham-semasa-orde-baru).

Sementara itu, contoh (12) mengkritik tentang lemahnya penegakan hukum. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Undang-Undang tampaknya sakit perut.Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta

mungkin terkena wabah kolera. Dalam tuturan Undang-Undang tampaknya sakit

perut terdapat frasa kunci, yaitu sakit perut. Tuturan tersebut menggunakan kiasan

personifikasi karena Undang-Undang disamakan dengan manusia yang dapat menderita sakit perut. Menurut KBBI Edisi V, kata sakit perut berarti „berasa tidak nyaman di tubuh bagian perut‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar lemahnya penegakan hukum tidak terus terjadi dan menular ke lembaga lainnya. Menurut KBBI Edisi V, kata kolera berarti „penyakit perut, disertai buang-buang air dan muntah-muntah, dapat menular disebabkan oleh basil, kuman‟.

Kritik tentang lemahnya penegakan hukum juga terdapat dalam tuturan kunci Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma. Dalam tuturan

(47)

jiwa. Tuturan tersebut menggunakan kiasan personifikasi karena Undang-Undang

disamakan dengan manusia yang bisa sakit jiwa. Menurut KBBI Edisi V, kata sakit jiwa berarti „sakit ingatan; gila‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar tegas dan tidak takut dalam menegakan hukum. Menurut KBBI Edisi V, kata selesma berarti „sakit kedinginan sehingga mengeluarkan ingus; pilek‟.

2.3 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”

Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/ wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu ekonomi. Kritik yang disampaikan dalam lagu ini ada lima, yaitu pencitraan pemerintah, tekanan oleh pemerintah, intimidasi oleh pemerintah, penyalahgunaan kekuasaan, dan mahalnya harga. Berikut ini akan disajikan kritik pencitraan pemerintah, tekanan oleh pemerintah, intimidasi oleh pemerintah, penyalahgunaan kekuasaan, dan mahalnya harga dalam bentuk tabel.

Tabel 3: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”

No. Data

Lirik Lagu Hal yang Dikritik

13 Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan, kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran.

(48)

14 Gemetar para pedagang waktu melihat Semar datang mengoreksi harga makanan.

Mengoreksi harga makanan

Tekanan oleh Pemerintah

15 Langsung harga turun sekejap karena takut Semar menindak.

Intimidasi oleh penguasa 16 Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah

kebetulan, mumpung ada Semar harga barang turun dia sikat.

Penyalahgunaan Kekuasaan

17 Setelah Semar selesai mengoreksi harga makanan, terpampang dalam surat kabar. Dengan resmi dia umumkan, harga sembilan bahan pokok tiada perubahan.

Pencitraan Pemerintah

18 Ketika ku belanja di pasar, kaget melihat harga barang.

Lalu kuhampiri seorang pedagang dan

kutanyakan, berapa harga daging ?, berapa sayur mayur?, berapa gula kopi?, berapa bawang putih?, berapa cabe merah?

Mengapa semua harga naik edan edanan? Tak cocok sama Semar waktu dia umumkan. “Baik adik akan saya tunjukkan” Kata para pedagang.

“Bila adik mau belanja lebih murah Pergi saja sana ke Semar ubanan Pergi saja sana ke Semar ubanan”.

Mahalnya harga

(49)

32,2%, 55,3% dan 43,4% (www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/ 9885/1802).

Pada Repelita II, kenaikan harga barang berhasil ditekan dan terus menurun namun, kembali meningkat walaupun jumlahnya kecil. Dalam tahun 1977/78 sampai dengan akhir Pebruari 1978, kenaikan angka indeks biaya hidup baru mencapai 9,5%. Selama semester pertama tahun 1977/1978 indeks biaya hidup meningkat dengan 6,4% atau setiap bulannya naik dengan rata rata 1,0%. Kenaikan ter tinggi terjadi pada bulan September 1977 yaitu sebesar 1,6% hal mana disebabkan oleh kenaikan harga-harga yang umumnya terjadi men¬jelang Hari Raya Lebaran. Hampir semua bahan makanan harganya naik dengan pesat, tetapi harga beras menurun 1,5% sehingga sektor makanan hanya mengalami kenaikan sebesar 6,5% dalam semester 1977/1978 (www.bappenas.go.id /index.php/download_file/view/ 9885/1802).

Contoh (13) berisi kritik tentang pencitraan penguasa. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan, kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para

wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran. Kritik pencitraan pemerintah ditunjukkan oleh frasa kunci dikawal ratusan kamera yang berarti „diliput oleh ratusan wartawan‟. Tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yaitu seorang

pria gendut ubanan yang mengacu pada Soeharto. Tuturan tersebut bermakna

„Soeharto datang ke pasar dan diliput oleh ratusan wartawan hanya untuk

(50)

Pada contoh (14), berisi muatan kritik tekanan oleh pemerintah. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi harga makanan. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci gemetar. Menurut KBBI Edisi V, kata gemetar berarti „bergetar anggota badan karena ketakutan (kedinginan dsb); menggigil karena ketakutan dsb‟.

Contoh (15) berisi muatan kritik tentang intimidasi oleh penguasa. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Langsung harga turun sekejap karena takut semar menindak. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci takut.

Menurut KBBI Edisi V, kata takut berarti „merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana‟.

Pada contoh (16), ditemukan muatan kritik penyalahgunaan kekuasaan. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada semar harga barang turun dia sikat. Nama semar

dalam tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yang merujuk pada nama Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Ibu pejabat yang ikut rombongan langsung

merampas atau menyerobot habis-habisan barang dengan harga murah sewaktu Soeharto mengkoreksi harga barang‟. Menurut KBBI Edisi V, kata sikat dalam

tuturan ini merupakan verba dan seharusnya menjadi kata menyikat yang berarti „merampas atau menyerobot habis-habisan‟.

(51)

bahan pokok tiada perubahan. Tuturan tersebut bermakna „Soeharto mengumumkan tidak ada kenaikan harga bahan pokok hanya dalam surat kabar karena diliput oleh ratusan wartawan, sedangkan kenyataan di pasar, harga bahan pokok tetap tinggi‟.

Pada contoh (18), ditemukan kritik tentang mahalnya harga. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci kaget. Menurut

KBBI Edisi V, kaget memiliki arti „terperanjat; terkejut (karena heran)‟. Dalam hal ini, kaget berisi muatan kritik mahalnya harga karena adanya ketidakselarasan antara surat kabar dan kenyataan yang ada sehingga dilontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar harga bahan pokok.

Kritik tentang mahalnya harga juga terdapat dalam tuturan kunci Mengapa semua harga naik edan-edanan? Tak cocok waktu Semar umumkan. Pada tuturan

tersebut terdapat kata kunci edan-edanan. Menurut KBBI Edisi V, kata edan-edanan berarti „gila-gilaan‟. Tuturan tersebut bermakna „harga bahan pokok naik besar-besaran dan tidak sesuai dengan berita di koran‟.

Selain itu, kritik tentang mahalnya harga juga dibuktikan oleh tuturan kunci “Baik adik akan saya tunjukkan” Kata para pedagang. “Bila adik mau belanja lebih murah, pergi saja sana ke Semar ubanan". Tuturan tersebut

(52)

2.4 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/ wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu sosial. Kritik yang disampaikan dalam lagu ini ada tiga, yaitu prostitusi, kesenjangan ekonomi, dan kebohongan. Berikut ini akan disajikan kritik prostitusi, kesenjangan ekonomi, dan kebohongan dalam bentuk tabel.

Tabel 4: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Kisah Sapi Malam /Kisah PSK”

No. Data

Lirik Lagu Hal yang Dikritik

19 Hei sapi malam siapa engkau ini?

Pinggul digoyang punya kota Karawang, mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit.

Prostitusi

20 Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai Mercy biru, Bemo butut tak laku.

Kesenjangan Ekonomi 21 Soal materi atau cuma hobi?

Bila pulang kandang hari sudah pagi, muka pucat pasi jalan sruduk kanan kiri mirip orang mabuk terasi.

Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai Mercy biru, Bemo butut tak laku.

Ayahmu nona seorang kyai. Ibumu nona pun guru ngaji.

Mengapa kau jalani hidup penuh dosa ini? Soal materi atau cuma hobi?

Bila pulang kandang hari sudah pagi, muka pucat pasi jalan seruduk kanan kiri mirip orang mabuk terasi.

Prostitusi

22 Kerja lembur, bilang pada bapak kyai Pergi pake Damri, pulang diantar Mercy. Mercy punya Pak Kusnadi

(53)

Konteks lagu ini adalah seorang gadis yang kecanduan prostitusi di Kerawang. Hal tersebut dibuktikan dari lirik lagu itu sendiri seperti tidak menghiraukan ayah dan ibunya yang merupakan tokoh agama. Di Kerawang, tempat prostitusi bernama Seer sudah ada sejak tahun 1970-an (http://www. karawanginfo.com/?p=9226). Hal tersebut mendukung konteks lagu ini karena lagu ini diciptakan tahun 1978 dan membuktikan bahwa kegiatan prostitusi sudah ada di Kerawang sekitar tahun tersebut.

Contoh (19) berisi kritik tentang prostitusi. Hal itu dibuktikan oleh tuturan kunci Hei sapi malam siapa engkau ini? Pinggul digoyang punya kota Karawang. Mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit. Kritik tentang prostitusi

dibuktikan oleh penggunaan idiom sapi malam. Idiom sapi malam belum terdapat dalam kamus idiom namun, idiom kupu-kupu malam sudah terdapat dalam kamus idiom (Bandingkan Abdul Chaer 1984: 94). Kritik terhadap prostitusi yang melibatkan idiom sapi malam akan dibuktikan menggunakan teori semiotika Roland Barthes tentang makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif dari sapi malam adalah sapi yang ada pada malam hari, sedangkan makna konotatif dari sapi malam adalah pekerja seks komersial. Hal ini terbukti dari kalimat hei sapi malam siapa engkau ini. Kata engkau pada kalimat tersebut menunjuk kepada seseorang yaitu sapi malam.

(54)

Tuturan tersebut menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi yang ditandai oleh perbandingan antara kendaraan mercy biru dan bemo butut.

Contoh (21) berisi kritik tentang prostitusi. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Soal materi atau cuma hobi? Bila pulang kandang hari sudah pagi. Muka pucat pasi jalan seruduk kanan kiri mirip orang mabuk terasi. Tuturan

tersebut mengandung kritik prostitusi karena bermakna „seseorang pulang pagi

dengan terburu-buru hingga tidak memperhatikan sekelilingnya karena bekerja sebagai PSK yang disebabkan masalah ekonomi atau hanya untuk menjalankan hobinya‟.

Kritik prostitusi juga terdapat dalam tuturan kunci Ayahmu nona seorang Kyai. Ibumu nona pun guru ngaji. Mengapa kau jalani hidup penuh dosa ini?

Kritik tentang prostitusi dibuktikan oleh kata kunci dosa. Menurut KBBI Edisi V, kata dosa berarti „perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama‟. Tuturan tersebut bermakna „seseorang yang memiliki latar belakang keluarga yang agamis juga dapat terjerat oleh prostitusi‟.

Pada contoh (22) terdapat kritik tentang kebohongan. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Kerja lembur, bilang pada bapak Kyai. Pergi pake Damri, pulang diantar Mercy. Menurut KBBI Edisi V, lembur berarti „pekerjaan dinas yang dikerjakan di luar jam dinas‟ dan kata dinas berarti „bagian kantor pemerintahan yang mengurus pekerjaan tertentu‟. Berdasarkan pengertian

(55)

kebohongan karena dari keseluruhan lagu tidak menceritakan adanya pekerjaan kantor atau pekerjaan pemerintahan.

2.5 Tabel Rekapitulasi

Dari ke tiga lagu yang dikaji, ditemukan sepuluh hal yang di kritik, yaitu (a) ketidakadilan pelaksanaan hukum, (b) lemahnya penegakan hukum, (c) pencitraan pemerintah, (d) tekanan oleh pemerintah, (e) intimidasi oleh pemerintah, (f) penyalahgunaan kekuasaan, (g) mahalnya harga, (h) prostitusi, (i) kesenjangan ekonomi, dan (j) kebohongan. Berdasarkan temuan pada butir 2.2 s.d. 2.4, dapat dibuat tabel rekapitulasi tentang hal-hal yang dikritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”

karya Iwan Fals sebagai berikut.

Tabel 5: Hal-hal yang Dikritik dalam Lirik Lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam” Karya Iwan Fals

Judul Lagu Tema Besar

Hal yang Dikritik Contoh Tuturan 1. Demokrasi Nasi Hukum 1. Ketidakadilan

(56)

Lain lagi dengan 2. Semar Mendem Ekonomi 3. Pencitraan

(57)

5. Intimidasi oleh

7. Mahalnya Harga Ketika ku belanja di pasar kaget melihat

(58)

9. Kesenjangan Ekonomi

Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai Mercy biru, Bemo butut tak laku. 10. Kebohongan Kerja lembur, bilang

(59)

BAB III

TINDAK TUTUR MENGKRITIK

DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER

3.1 Pengantar

Menurut Wijana (1996: 33) tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, serta tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Bila tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung diinterseksikan dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, akan didapatkan empat interseksi tindak tutur, yaitu (a) tindak tutur langsung literal (LL), (b) tindak tutur tidak langsung literal (TLL), (c) tindak tutur langsung tidak literal (LTL), dan (d) tindak tutur tidak langsung tidak literal (TLTL).

(60)

adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan (Bandingkan Wijana dan Rohmadi, 2011: 31).

Bab ini membahas interseksi berbagai jenis tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals versi konser yang berjudul “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Interseksi berbagai jenis tindak

tutur mengkritik didasarkan oleh hal-hal yang dikritik dalam lagu-lagu tersebut, yakni kritik tentang (a) ketidakadilan pelaksanaan hukum, (b) lemahnya penegakan hukum, (c) pencitraan pemerintah, (d) tekanan oleh pemerintah, (e) intimidasi oleh pemerintah, (f) penyalahgunaan kekuasaan, (g) mahalnya harga, (h) prostitusi, (i) kesenjangan ekonomi, dan (j) kebohongan.

3.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum

Untuk mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum, Iwan Fals menggunakan dua tindak tutur, yaitu (a) tindak tutur langsung literal (LL) dan (b) tindak tutur tidak langsung literal (TLL).

3.2.1 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum Secara Langsung Literal (LL)

Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum secara langsung literal (LL).

(23) Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi.

(61)

Contoh (23) dan (24) merupakan tindak tutur mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum secara langsung literal (LL). Dikatakan langsung karena contoh (23) dan (24) menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya.

Contoh (23) dan (24) disebut literal karena makna kata-kata penyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur yaitu mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada contoh (23) digunakan frasa tak sesuai yang bermakna „tidak selaras‟ untuk mengungkapkan ketidakadilan pelaksanaan hukum. Contoh

(24) menggunakan kalimat deklaratif Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga langsung masuk penjara tanpa bukti nyata yang bermakna „rakyat yang curiga akan masuk penjara walaupun tidak ada bukti yang menyatakan mereka bersalah‟ untuk menerangkan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum.

3.2.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum Secara Tidak Langsung Literal (TLL)

Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum secara tidak langsung literal (TLL).

(25) Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok nggak ada sangsi?

(62)

dengan maksud tuturannya. Disebut literal karena memiliki makna yang sama dengan maksud pengutaraannya, yaitu mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum.

Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (25) menjadi (25a) seperti di bawah ini.

(25a) Terjadi ketidakadilan pelaksanaan hukum karena anak Menteri yang membuat onar dan membunuh tidak diadili.

3.3 Tindak Tutur Mengkritik Lemahnya Penegakan Hukum

Untuk mengkritik lemahnya penegakan hukum, Iwan Fals hanya menggunakan tindak tutur tidak langsung tidak literal (TLTL). Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik lemahnya penegakan hukum secara tidak langsung tidak literal.

(26) Undang-Undang tampaknya sakit perut. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera.

(27) Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma.

(63)

modus kalimat dan makna kalimat tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan yaitu mengkritik lemahnya penegakan hukum. Disebut tidak literal karena menggunakan kiasan allegori dalam tuturan tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera dan tuturan tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah

selesma untuk mengkritik lemahnya penegakan hukum.

Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (26) dan (27) menjadi (26a) dan (27a) seperti di bawah ini.

(26a) Undang-Undang tampaknya melemah, Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar lemahnya penegakan hukum tidak terus terjadi dan menular ke lembaga lainnya.

(27a) Undang-Undang tampaknya diabaikan, Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar tegas dan tidak takut dalam menegakan hukum.

3.4 Tindak Tutur Mengkritik Pencitraan Pemerintah

Untuk mengkritik pencitraan pemerintah, Iwan Fals hanya menggunakan tindak tutur langsung tidak literal (LTL). Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik pencitraan pemerintah secara langsung tidak literal (LTL).

(64)

(29) Setelah Semar selesai mengoreksi harga makanan, terpampang dalam surat kabar, dengan resmi dia umumkan, harga sembilan bahan pokok tiada perubahan.

Contoh (28) merupakan tindak tutur mengkritik pencitraan penguasa secara langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena contoh tersebut menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan maksud tuturan. Disebut tidak literal karena kata-kata penyusunnya memiliki makna yang berbeda dengan maksud penuturnya yaitu untuk mengkritik pencitraan pemerintah. Contoh (28) dikatakan tidak literal karena menggunakan frasa pria gendut ubanan untuk menyebut Soeharto.

Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (28) menjadi (28a) seperti di bawah ini.

(28a) Dengan langkah tegap berjalan, Soeharto menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran.

Contoh (29) merupakan tindak tutur mengkritik pencitraan penguasa secara langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan maksud tuturan. Disebut tidak literal karena kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Contoh (29) dikatakan tidak literal karena menggunakan kata semar untuk menyebut Soeharto.

(65)

(29a) Untuk menyenangkan hati rakyat, secara resmi Soeharto meng-umumkan bahwa harga sembilan bahan pokok tidak berubah.

3.5 Tindak Tutur Mengkritik Tekanan oleh Pemerintah

Untuk mengkritik tekanan oleh pemerintah, Iwan Fals hanya menggunakan tindak tutur langsung tidak literal (LTL). Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik tekanan oleh pemerintah secara langsung tidak literal (LTL).

(30) Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi harga makanan.

Contoh (30) menggunakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh pemerintah secara langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan maksud tuturan. Disebut tidak literal karena menggunakan kata Semar untuk menyebut Soeharto sehinggakata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.

Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (30) menjadi (30a) seperti di bawah ini.

(66)

3.6 Tindak Tutur Mengkritik Intimidasi oleh Pemerintah

Untuk mengkritik intimidasi oleh pemerintah, Iwan Fals hanya menggunakan tindak tutur langsung tidak literal (LTL). Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik intimidasi oleh pemerintah secara langsung tidak literal (LTL).

(31) Langsung harga turun sekejap karena takut semar menindak.

Contoh (31) menggunakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh pemerintah secara langsung literal. Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan maksud tuturan. Disebut tidak literal karena menggunakan kata Semar untuk menyebut Soeharto sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.

Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (31) menjadi (31a) seperti di bawah ini.

(31a) Langsung harga turun sekejap karena takut Soeharto menindak.

3.7 Tindak Tutur Mengkritik Penyalahgunaan Kekuasaan

(67)

(32) Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada semar harga barang turun dia sikat.

Contoh (32) menggunakan tindak tutur mengkritik penyalahgunaan kekuasaan secara langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena contoh tersebut menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan maksud tuturan. Contoh (32) disebut tidak literal karena menggunakan kata Semar untuk menyebut Soeharto dan menggunakan kata kiasan sikat sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Menurut KBBI Edisi V, kata kiasan sikat berarti „(ki) merampas atau menyerobot habis-habisan‟.

Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (32) menjadi (32a) seperti di bawah ini.

(32a) Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada Soeharto harga barang turun dia beli habis-habisan.

3.8 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga

Gambar

Tabel Rekapitulasi .................................................................................
Tabel 1: Skema Penggunaan Modus
Tabel 2: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi”
Tabel 3: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tuturan literal dan tidak langsung, yaitu tindak tutur yang memiliki maksud sama dengan makna kalimat namun tuturan penutur berbeda dari modus kalimat.. Pada

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (3) merupakan tindak tutur tidak langsung literal yang modus kalimatnya mengalami perubahan fungsi dari kalimat

Tindak tutur tidak langsung tidak harfiah adalah tindah tutur yang penggunaannya tidak kovensional dan memiliki maksud yang tidak sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya

Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya; tindak tutur langsung tidak literal

Makna kata-kata penyusun kalimat yang digunakan dalam tuturan juga sama dengan maksud yang ingin disampaikan penutur, sehingga tuturan (12) termasuk dalam tindak

Tindak tutur tidak langsung tidak harfiah adalah tindah tutur yang penggunaannya tidak kovensional dan memiliki maksud yang tidak sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya

Tuturan literal dan tidak langsung, yaitu tindak tutur yang memiliki maksud sama dengan makna kalimat namun tuturan penutur berbeda dari modus kalimat.. Pada

Wijana dan Rohmadi (2010:34) menyebutkan tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan,