• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kritik dan tindak tutur mengkritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi konser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kritik dan tindak tutur mengkritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi konser"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

i

DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER

Tugas Akhir

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Beto Adhi Nugroho NIM: 134114012

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

KRITIK DAN TINDAK TUTUR MENGKRITIK

DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER

Oleh

Beto Adhi Nugroho

NIM: 134114012

Telah disetujui oleh

Pembimbing I

Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. tanggal 31 Mei 2017

Pembimbing II

(3)

iii

KRITIK DAN TINDAK TUTUR MENGKRITIK

DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER

Dipersiapkan dan ditulis oleh Beto Adhi Nugroho

134114012

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 15 Juni 2017

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. ……….

Sekretaris Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. ……….

Anggota Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ……….

Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. ……….

Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. ……….

Yogyakarta, 30 Juni 2017 Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma Dekan

(4)

iv

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya orang lain atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 Mei 2015

(5)

v

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Beto Adhi Nugroho

NIM : 134114012

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul KRITIK DAN

TINDAK TUTUR MENGKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI

KONSER beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam

bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya

di internet atau media yang lain untuk kepentinganakademis tanpa perlu meminta

izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 29 Mei 2017

Yang menyatakan,

(6)

vi

Pertama-tama penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat-Nya, tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas akhir

yang berjudul “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu Iwan Fals Versi Konser” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Sastra pada Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini tidak lepas

dari bantuan berbagai pihak. Dengan segala hormat, penulis hendak

menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. Untuk itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar

menerima keluh kesah penulis dan memberi solusi yang baik bagi

penulis.

2. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku pembimbing II yang

selalu sabar memberi masukan dan motivasi bagi penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Sastra Indonesia, Drs. B.

Rahmanto, M.Hum., S. E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dr. Yoseph Yapi

Taum, M.Hum., Drs. FX. Santosa, M. S., (Alm.) Drs. Herry Antono,

(7)

vii Dharma Yogyakarta.

4. Dosen sejarah, khususnya Bapak Heri Priyatmoko, M. A., dan Dr.

Yerry Wirawan yang sudah memberikan informasi mengenai konteks

sejarah dalam penelitian ini.

5. Segenap karyawan Sekretariat Fakultas Sastra, Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta, yang selalu membantu proses kelancaran

perkuliahan.

6. Segenap karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta yang dengan ramah melayani dan menyediakan buku yang

diperlukan sebagai sumber pustaka.

7. Keluarga tercinta, Bapak FX. Soemanto, Ibu Yulia Lucia, Febrian

Cahyadi, dan Anastasia Beta yang selalu mendoakan serta sabar dan

memberi semangat penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Stefanus Kendra Dwi Nugraha, S.S. yang telah berbagi cerita sehingga

penulis memilih topik ini dan menyelesaikannya.

9. Fepitha Viadolorosa yang selalu sabar dan mendoakan serta

menyemangati penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

10.Teman-teman Prodi Sastra Indonesia (Rendra, Galang, Makmur, Cicik,

Icak, Apin, Ana, There, Paula, Galih, dll.) dan teman-teman

seperjuangan di Jogja (Andrian dan George).

11.Teman-teman UKF Basket Sastra

(8)

viii

yang ada dalam skripsi ini. Segala bentuk kesalahan dan kekurangan yang ada

dalam skripsi ini merupakan tanggung jawab penulis. Untuk itu, demi perbaikan

tugas akhir ini, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan

senang hati.

Yogyakarta, 29 Mei 2017

(9)

ix

Skripsi ini saya persembahkan untuk keluarga

Bapak Fx. Soemanto, Ibu Yulia Lucia, adik saya terkasih Anastasia Beta, serta

kakak saya tersayang Febrian Cahyadi, S.Kom.

(10)

x

“Bukan semua indah pada waktunya namun, semua indah tergantung cara menikmatinya”

“Hiduplah seperti kamu tidak akan bangun esok hari”

(11)

xi

Nugroho, Beto Adhi. 2017. “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu Iwan Fals Versi Konser”. Skripsi. Yogyakarta. Program Studi Sastra

Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian yang berjudul “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu Iwan Fals Versi Konser” ini bertujuan untuk (a) menguraikan hal-hal apa saja yang dikritik Iwan Fals melalui tiga lirik lagunya versi konser serta (b) mendeskripsikan bagaimana tindak tutur mengkritik yang diwujudkan Iwan Fals dalam tiga lirik lagunya versi konser. Data penelitian ini adalah tiga lagu Iwan Fals versi konser yang diciptakan tahun 1978, yakni “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Ketiga lagu tersebut mengangkat tiga tema besar yaitu hukum, ekonomi, dan sosial. Berdasarkan hal itu, dalam satu lagu karya Iwan Fals dapat dijumpai berbagai macam muatan kritik. Oleh karena itu, pembahasan tentang hal-hal yang dikritik dilakukan berdasarkan setiap lagu.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode simak dan teknik catat. Metode simak dilakukan dengan cara mendengarkan, mengamati, dan menyimak langsung penggunaan bahasa lirik lagu sebagai bahan penelitian. Wujud penyimakan ketiga lirik lagu tersebut berupa kata, frasa, maupun kalimat yang bermuatan kritik. Selanjutnya, dengan teknik catat, peneliti mengklasifikasikan data berupa hal-hal yang dikritik dan berbagai macam perwujudan tindak tuturnya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan dua sub-jenis metode padan, yaitu metode padan referensial dan metode padan pragmatis. Metode padan referensial digunakan untuk mendeskripsikan hal-hal yang dikritik pada setiap lagunya. Metode padan pragmatis berfungsi untuk menentukan perwujudan tindak tutur atas hal-hal yang sudah dikritik sebelumnya.

(12)

xii Abstract

Nugroho, Beto Adhi. 2017. “Critisism and Speech Act Critics on Three of Iwan Fals’ Concert Version Songs”. Thesis. Yogyakarta. Indonesian Letter Study

Program. Faculty of Letter. Sanata Dharma University.

This research entitled “Critisism and Speech Act Critics on Three of Iwan Fals‟ Concert Version Songs” is aimed to (a) explain what have been criticized by Iwan Fals through his three songs lyric concert version and (b) describe how speech act critics actualized by Iwan Fals in his three songs lyric concert version. Data of this research are three songs of Iwan Fals‟ concert version which are composed in 1978, namely “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, and “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Those three songs adopt three major theme namely law, Economic and social. Based on those things, some kinds of critics can be found in one of Iwan Fals‟ song. Therefore, the discussion of things that are criticized is done on each song.

Data gathering is done by simak method dan catat technique. Simak method is done by listening, observing and directly scrutinizing the language of song lyric as the research instrument. Words, phrase and sentence that are containing critics are scrutinized in those three songs. Next, by catat technique, the researcher clarifies the data with things that are criticized and some kinds of his speech act actualization. Data analysis is done by using two sub-kind padan methods, namely referential padan and pragmatic padan method. Referential padan method is used to describe things that are critized in each songs. Pragmatic padan method is used to determine the actualization of speech act on things that have been already criticized before.

(13)

xiii

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

HALAMAN MOTO ... x

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Tinjauan Pustaka ... 8

1.6 Landasan Teori ... 11

1.6.1 Kritik ... 11

(14)

xiv

1.6.4 Pragmatik ... 15

1.6.5 Tindak Tutur dan Jenis-Jenis Tindak Tutur ... 16

1.6.5.1 Tindak Tutur ... 16

1.6.5.2 Jenis-jenis Tindak Tutur ... 19

1.6.5.2.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung ... 19

1.6.5.2.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal ... 20

1.6.5.3 Interseksi Berbagai Jenis Tindak Tutur ... 20

1.6.5.3.1 Tindak Tutur Langsung Literal ... 21

1.6.5.3.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal ... 21

1.6.5.3.3 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ... 21

1.6.5.3.4 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal ... 21

1.7 Metode dan Teknik Penelitian ... 22

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 22

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 23

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 24

1.8 Sistematika Penyajian ... 25

BAB II HAL-HAL YANG DIKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER ... 26

2.1 Pengantar ... 26

(15)

xv

2.4 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu Kisah Sapi Malam/Kisah PSK ... 36

2.5 Tabel Rekapitulasi ... 39

BAB III TINDAK TUTUR MENGKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER ... 43

3.1 Pengantar ... 43

3.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum ... 44

3.2.1 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum Secara Langsung Literal ... 44

3.2.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum Secara Tidak Langsung Literal ... 45

3.3 Tindak Tutur Mengkritik Lemahnya Penegakan Hukum ... 46

3.4 Tindak Tutur Mengkritik Pencitraan Pemerintah ... 47

3.5 Tindak Tutur Mengkritik Tekanan oleh Pemerintah ... 49

3.6 Tindak Tutur Mengkritik Intimidasi oleh Pemerintah... 50

3.7 Tindak Tutur Mengkritik Penyalahgunaan Kekuasaan ... 50

3.8 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga ... 51

3.8.1Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Langsung Literal ... 52

3.8.2 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Langsung Tidak Literal ... 52

3.8.3 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Tidak Langsung Tidak Literal ... 53

(16)

xvi

3.9.2 Tindak Tutur Mengkritik Prostitusi

Secara Langsung Tidak Literal ... 55

3.10 Tindak Tutur Mengkritik Kesenjangan Ekonomi ... 56

3.11 Tindak Tutur Mengkritik Kebohongan ... 57

3.12 Rekapitulasi ... 58

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

4.1 Kesimpulan ... 61

4.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

DAFTAR SUMBER DATA DAN LAMPIRAN ... 67

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyanyi solo terkenal yang tetap berkarya sampai saat ini

adalah Iwan Fals. Penyanyi yang bernama asli Virgiawan Listanto ini lahir di

Jakarta tanggal 3 September 1961. Iwan Fals sering membawakan lagu yang

ber-genre balada, pop, rock, dan country. Sampai saat ini Iwan Fals sudah menjadi legenda hidup musik di Indonesia. Karya-karya Iwan Fals cenderung mengangkat

kehidupan sosial Indonesia. Kritik atas perilaku seseorang, empati bagi kelompok

marginal, dan bencana besar yang melanda Indonesia ataupun dunia juga

mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya (https://id.wikipedia.org/wiki/ Iwan_Fals).

Karisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum

'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang

tersebar di seluruh Nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan

mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan

Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan OI. Yayasan ini mewadahi

aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang OI dapat

ditemui di setiap penjuru nusantara dan beberapa bahkan sampai ke mancanegara

(18)

Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan

dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat

memancing kerusuhan. Pada awal kariernya, Iwan Fals banyak membuat lagu

yang bertema kritikan terhadap pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan bisa

dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman yang

memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani memasukkan

lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas (bandingkan https://id.

wikipedia.org/ wiki/Iwan_Fals).

Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat

diputar di stasiun radio 8EH Institut Teknologi Bandug. Iwan Fals juga pernah

menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam beberapa konser musik, yang

mengakibatkan dia berulang kali harus berurusan dengan pihak keamanan dengan

alasan lirik lagu yang dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara. Beberapa

konser musiknya pada tahun 1980-an juga sempat disabotase dengan cara

memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena

Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu. Pada bulan

April tahun 1984, Iwan Fals harus berurusan dengan aparat keamanan dan sempat

ditahan dan diinterogasi selama dua minggu gara-gara menyanyikan lirik lagu

Demokrasi Nasi, Pola Sederha, dan Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru (bandingkan https://id.wikipedia.org/wiki/Iwan_Fals).

Sebagai salah satu legenda musik Indonesia, Iwan Fals sudah banyak

(19)

tutur yang mengkritik fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia pada Orde

Baru. Berikut akan disajikan contoh-contoh penggalan lirik lagu Iwan Fals versi

konser.

(1) Anak seorang menteri membuat onar lagi. Menembak sampai mati kok gak ada sanksi?

(Iwan Fals,”Demokrasi Nasi”,1978)

(2) Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan. Kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran.

(Iwan Fals,”Semar Mendem”,1978)

(3) Mengapa semua harga naik edan edanan ? Tak cocok sama Semar waktu dia umumkan.

(Iwan Fals,”Semar Mendem”,1978)

(4) Hei sapi malam siapa engkau ini? Pinggul digoyang punya kota Karawang. Mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit.

(Iwan Fals, “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”,1978)

Penelitian ini mengambil tiga lagu yang diciptakan oleh Iwan Fals karena

ketiga lagu tersebut mengangkat tiga tema besar pada masa pemerintahan Orde

Baru, yaitu (a) hukum, (b) ekonomi, dan (c) sosial. Ketiga lagu yang menjadi data

adalah lagu-lagu versi konser Iwan Fals yang diciptakan pada tahun 1978. Ketiga

(20)

Penelitian ini akan membahas tentang hal-hal yang dikritik dan tindak

tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals. Berikut ini merupakan contoh

hal-hal yang dikritik oleh Iwan Fals dalam karyanya:

(5) Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada Semar harga barang turun dia sikat.

(Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)

(6) Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi harga makanan.

(Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)

Pada contoh (5), ditemukan muatan kritik penyalahgunaan kekuasaan. Hal

tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada semar harga barang turun dia sikat. Nama semar dalam tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yang merujuk pada nama Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Ibu pejabat yang ikut rombongan langsung

merampas atau menyerobot habis-habisan barang dengan harga murah sewaktu Soeharto mengkoreksi harga barang‟. Menurut KBBI Edisi V, kata sikat dalam

tuturan ini merupakan verba dan seharusnya menjadi kata menyikat yang berarti „merampas atau menyerobot habis-habisan‟.

Sementara itu, contoh (6) menunjukan kritik tekanan oleh pemerintah. Hal

(21)

berarti „bergetar anggota badan karena ketakutan (kedinginan dsb); menggigil karena ketakutan dsb‟.

Pada permasalahan kedua, akan dideskripsikan empat macam interseksi

tindak tutur mengkritik dalam lagu-lagu Iwan Fals. Berikut merupakan contoh

tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals:

(7) Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi.

(Iwan Fals, “Demokrasi Nasi”,1978)

(8) Kerja lembur, bilang pada bapak Kyai. Pergi pake Damri, pulang diantar Mercy.

(Iwan Fals, “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”,1978)

Contoh (7) merupakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh pemerintah

secara „langsung literal‟ (LL). Contoh (7) merupakan tindak tutur mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum secara langsung literal (LL). Dikatakan

langsung karena contoh (7) menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik

sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya. Contoh (7) disebut literal

karena makna kata-kata penyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur

yaitu mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada contoh (7) digunakan

frasa tak sesuai yang bermakna „tidak selaras‟ untuk mengungkapkan

ketidakadilan pelaksanaan hukum.

Contoh (8) merupakan tindak tutur mengkritik kebohongan secara

(22)

sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya. Contoh (8) disebut literal

karena kata-kata penyusunnya memiliki makna yang sama dengan maksud

penuturnya yaitu mengkritik kebohongan. Contoh (8) menggunakan kata lembur

untuk mengkritik kebohongan. Menurut KBBI Edisi V, kata lembur berarti „pekerjaan dinas yang dikerjakan di luar jam dinas‟ Tuturan kerja lembur bilang

pada bapak kyai mengandung kritik kebohongan karena dari keseluruhan lagu tidak menceritakan adanya pekerjaan kantor atau pekerjaan pemerintahan.

Alasan peneliti memilih topik hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah

Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals adalah sebagai berikut. Pertama, Iwan Fals merupakan legenda hidup dalam bidang musik di Indonesia dan

karya-karyanya merepresentasikan apa yang terjadi pada masanya. Kedua, banyak

masyarakat yang tidak tahu bahwa ada karya-karya Iwan Fals yang hanya

dibawakan saat konser karena tidak boleh dikomersialkan. Ketiga, penelitian

linguistik tentang bahasa, khususnya tindak tutur dalam lirik lagu masih jarang

dan kurang mendapat perhatian. Ketiga hal itu melatari penulis untuk meneliti

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.2.1 Apa saja hal-hal yang dikritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi konser?

1.2.2 Bagaimana tindak tutur mengkritik yang diwujudkan dalam tiga lagu Iwan

Fals versi konser?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1.3.1 Mendeskripsikan hal-hal yang dikritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi

konser.

1.3.2 Mendeskripsikan perwujudan tindak tutur mengkritik dalam tiga lagu Iwan

Fals versi konser.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini berupa deskripsi hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah

(24)

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan

terhadap teori wacana khususnya tentang isi dan jenis tindak tutur. Sementara itu,

manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk membantu interpretasi terhadap

lirik lagu bagi pendengar serta untuk menciptakan lagu yang bertema kritik bagi

pencipta lagu.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang lirik lagu Iwan Fals sudah pernah dilakukan

sebelumnya. Penelitian tentang lirik lagu Iwan Fals pernah di teliti oleh

Soemanang (2013), Mahrofah (2012), Aisah (2010), Puspitasari (2010),

Sembiring (2013), dan Rachmawati (2014).

Soemanang (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Struktur Lagu “Puing” Karya Iwan Fals” mengatakan bahwa syair lagu tersebut bercerita

tentang perang yang mengakibatkan gedung-gedung menjadi puing yang

berserakan. Lagu ini menggunakan bentuk tiga bagian, A,A',B,B,C,A,A', dengan

Birama ¾ serta nada dasar Em = la. Sebagian besar melodi dalam biramanya

menggunakan interval perfect unison yang bisa mengakibatkan kebosanan pada

penghayat. Akan tetapi, lagu ini sangat unik karena Lagu “Puing” karya Iwan Fals dalam Album Mata Dewa terdiri dari 263 bar yang terdiri atas 176 bar syair yang

dinyayikan, 26 bar syair yang dinyanyikan dengan pengulangan, serta 71 iringan

(25)

Dalam skripsi yang berjudul “Unsur Kesastraan Lirik Lagu-lagu dalam Album Manusia Setengah Dewa Karya Iwan Fals”, Mahrofah (2012) mengatakan unsur-unsur yang terdapat dalam lirik lagu merupakan unsur-unsur pembangun

dalam lirik lagu itu sendiri. Unsur satu dengan unsur yang lain saling berkaitan

untuk membangun sebuah maksud yang ingin disampaikan kepada para

pendengar. Unsur yang terdapat dalam lirik lagu mampu menimbulkan efek

keindahan, efek emotif serta menambah kepuitisan terhadap lirik lagu itu sendiri.

Aisah (2010) dalam penelitian tesisnya yang berjudul ”Metafora dalam Lagu Iwan Fals yang Bertemakan Kritik Sosial” menemukan ranah sumber binatang yang paling dominan digunakan di dalam lirik lagu Iwan Fals. Jenis

majas yang terdapat di dalam lagu yang paling sering digunakan pencipta lagu

untuk menyampaikan kritik sosial adalah jenis majas perbandingan langsung atau

metafora dan perumpamaan atau simile. Jenis ungkapan metaforis berdasarkan

teori Lakoff dan Johnson (1980) yang paling dominan terdapat dalam lagu adalah

jenis metafora struktural dan ontologis.

Puspitasari (2010) melakukan penelitian yang berjudul tentang Kritik

Sosial dalam Lirik Lagu (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Lirik Lagu “Besar dan Kecil” karya Iwan Fals). Metode penelitian ini menggunakan teori semiotik

dari Ferdinand de Saussure dengan tipe penelitian deskriptif. Dalam skripsi

tersebut ditemukan bahwa kritik sosial yang tersirat dalam lagu “Besar dan Kecil” adalah ketidakadilan pemerintah Orde Baru, khususnya ketika pemilu yang

membuat raykat tidak dapat menikmati asas demokrasi yang dianut Negara

(26)

Sembiring (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Representasi Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia dalam Lirik Lagu Iwan Fals (Analisis Semiotika Lirik Lagu Iwan Fals yang Berjudul „Ujung Aspal Pondok Gede‟)”

mengatakan lirik lagu Ujung Aspal Pondok Gede memiliki makna yang kompleks

yang meliputi berbagai aspek seperti nilai-nilai moral, budaya, moral, dan hak

asasi manusia. Keseluruhan makna yang terkandung dalam lirik lagu Ujung Aspal

Pondok Gede saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya. Setelah mengetahui

seluruh makna yang terkandung, timbul representasi kehidupan masyarakat

Indonesia dari makna lirik lagu tersebut. Penelitian ini menggunakan

menggunakan analisis Roland Barthes yang berfokus pada penggalian makna

menggunakan signifikasi dua tahap, pada tahap signifikasi pertama menggunakan

denotasi, dan pada tahap kedua menggunakan konotasi dan mitos.

Sementara itu, Rachmawati (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Konteks dan Inferensi Lirik Lagu Iwan Fals : Tinjauan Analisis Wacana”sampai

pada dua simpulan, pertama konteks yang membangun lirik lagu Iwan Fals yang

mengandung kritik sosial adalah konteks fisik, konteks epistemis, konteks sosial,

prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip penafsiran

temporal, dan prinsip analogi. Data yang memenuhi tujuh konteks tersebut adalah

(27)

Iwan Fals yang mengandung kritik sosial yaitu ”Ambulance Zig-Zag”, “Galang Rambu Anarki”, “Jangan Bicara”, “Kontrasmu Bisu”, “Siang Seberang Istana”, “Tikus-Tikus Kantor”, “Doa Pengobral Dosa”, “Ethiophia”, “Guru Oemar Bakri”, “Sarjana Muda”, “Sore Tugu Pancoran”, “Teman Kawanku Punya Teman”, “Kota”, “Kupaksa Untuk Melangkah”, “Opiniku”, “Tak Biru Lagi Lautku”, dan “Ujung Aspal Pondok Gede”.

Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian

mengenai lagu-lagu Iwan Fals sudah pernah dilakukan. Akan tetapi, penelitian

terhadap lirik lagu ditinjau dari segi pragmatik masih jarang dilakukan. Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengkajian tentang hal-hal yang dikritik dan

tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals versi konser tahun 1978-2000

belum pernah dilakukan.

1.6 Landasan Teori

Dalam bagian ini, akan dijabarkan tentang kritik, topik wacana, fungsi

lagu atau musik, pragmatik, dan tindak tutur berserta jenis-jenis tindak tutur.

1.6.1 Kritik

Menurut KBBI Edisi V, kata kritik berarti kecaman atau tanggapan,

kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil

(28)

1.6.2 Topik Wacana

Penelitian ini akan membahas kritik apa saja yang terdapat pada lirik lagu

Iwan Fals. Oleh karena itu, untuk mengetahui hal-hal yang di kritik dalam lirik

lagu Iwan Fals, topik harus diketahui terlebih dahulu. Hal tersebut akan

menunjukkan kritik yang ada dalam lirik lagu dan merupakan sebuah topik dalam

lirik lagu.

Baryadi (2002; 54) mengatakan topik (topic) adalah perihal yang dibicarakan dalam wacana. Hal ini berarti topik menjiwai seluruh bagian wacana

dan topik menyebabkan lahirnya wacana. Wacana berfungsi dalam proses

komunikasi verbal karena wacana akan lahir jika ada yang dibicarakan dan dapat

digunakan sebagai alat komunikasi jika mengandung sesuatu yang dibicarakan.

Dalam proses komunikasi, topik dalam wacana memiliki kedudukan yang

sangat penting. Kedudukan yang sangat penting ini bersangkutan dengan

perannya dalam memperlancar proses komunikasi. Perannya secara potensial dan

dalam permukaan tampak baik bagi pembicara ataupun penulis (pembuat wacana)

maupun bagi pendengar ataupun pembaca (penerima wacana). Pagi pembuat

wacana, topik merupakan informasi embrional dan informasi inti yang menjadi

pangkal inspirasi untuk mengungkapkannya secara verbal dalam struktur lahir

yang berupa jenis wacana tertentu. Bagi penerima wacana, topik adalah sesuatu

yang dicari, diinterpretasikan, dan dipahami serta ditanggapi. Topik menjadi arah

(29)

Van Dijk memilah wacana menjadi tiga bagian yang saling mendukung

yaitu (i) bagian makro, (ii) bagian superstruktur, dan (iii) bagian mikro. Bagian

makro merupakan makna global dari suatu wacana. Bagian superstruktur

merupakan kerangka suatu wacana. Bagian mikro merupakan makna wacana yang

dapat dipahami dari penggunaan kata, kalimat, dan sebagainya (Baryadi, 2002:

15).

1.6.3 Fungsi Lagu atau Musik

Banoe (2003 : 288) mengatakan bahwa musik berasal dari kata muse yaitu

salah satu dewa dalam mitologi Yunani kuno bagi cabang seni dan ilmu; dewa

seni dan ilmu pengetahuan. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa musik

merupakan cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam

pola-pola yang dapat dimengerti dan dipahami oleh manusia. Sementara itu,

Jamalus (1988: 1) mengatakan musik adalah suatu hasil karya seni berupa bunyi

dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan perasaan

penciptanya melalui unsur-unsur pokok musik yaitu irama, melodi, harmoni, dan

bentuk atau struktur lagu serta ekspresi sebagai suatu kesatuan. Akan tetapi,

Sylado (1983: 12) mengatakan bahwa musik adalah waktu yang memang untuk

didengar. Musik merupakan wujud waktu yang hidup, yang merupakan kumpulan

ilusi dan alunan suara. Alunan musik yang berisi rangkaian nada yang berjiwa

akan mampu menggerakkan hati para pendengarnya (www.kajianteori.com).

(30)

emosional yang berarti musik sebagai suatu media bagi seseorang untuk

mengungkapkan perasaan atau emosinya. Dengan kata lain, pemusik

mengungkapkan perasaan atau emosinya melalui musik. Kedua, fungsi

penghayatan estetis yang berarti musik merupakan karya seni. Suatu karya dapat

dikatakan karya seni jika memiliki unsur estetika atau keindahan didalamnya.

Melalui musik kita dapat merasakan nilai-nilai keindahan baik melalui melodi

ataupun dinamikanya. Ketiga, fungsi hiburan yang berarti musik memiliki fungsi

hiburan mengacu pada pengertian sebuah musik mengandung unsur-unsur

menghibur. Hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya.

Keempat, fungsi komunikasi yang berarti musik memiliki fungsi

komunikasi berarti bahwa sebuah musik yang berlaku disuatu daerah kebudayaan

mengandung isyarat-isyarat tertentu yang hanya diketahui oleh masyarakat

pendukung kebudayaan tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui teks atau didengar

melalui melodi musik tersebut. Kelima, fungsi perlambangan yang berarti musik

memiliki fungsi dalam melambangkan suatu hal. Hal ini dapat dilihat dari

aspek-aspek musik tersebut, misalnya tempo. Jika tempo musik itu lambat, kebanyakan

teksnya menceritakan hal-hal yang menyedihkan sehingga musik itu

melambangkan kesedihan. Keenam, fungsi reaksi jasmani yang berarti jika sebuah

musik dimainkan, musik tersebut dapat merangsang sel-sel saraf manusia

sehingga tubuh kita bergerak mengikuti irama musik tersebut. Jika musiknya

cepat maka gerakan kita juga cepat dan sebaliknya.

Ketujuh, fungsi yang berkaitan dengan norma sosial yang berarti musik

(31)

Penyampaian kebanyakan melalui tek-teks nyanyian yang berisi aturan-aturan.

Kedelapan, fungsi pengesahan lembaga sosial yang berarti musik memiliki

peranan yang sangat penting dalam suatu upacara. Musik menjadi bagian yang

penting dalam suatu upacara dan bukan hanya sekedar pengiring. Kesembilan,

fungsi kesinambungan budaya yang berarti musik berisi tentang ajaran-ajaran

untuk meneruskan sistem-sistem dalam kebudayaan kepada generasi berikutnya.

Kesepuluh, fungsi pengintegrasian masyarakat yang berarti musik yang

dimainkan secara bersama-sama secara tidak langsung akan menimbulkan rasa

kebersamaan antara sesama pemainnya ataupun penikmatnya. Oleh karena itu,

musik memiliki fungsi pengintegrasian masyarakat.

1.6.4 Pragmatik

Kasher (1998) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari

bahasa yang digunakan dan bagaimana bahasa tersebut diintegrasikan kedalam

konteks (Putrayasa 2014: 1). Leech menyebutkan pragmatik adalah studi tentang

makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations). Makna memiliki hubungan dengan penutur dan pemakai bahasa (Leech, 1993: 8).

Stalnaker (1972) (dikutip Nadar, 2009) mengatakan bahwa pragmatik adalah

kajian antara lain mengenai deiksis, implikatur, presuposisi, tindak tutur, dan

aspek-aspek struktur wacana. Sementara itu, Parker (dalam Rahardi, 2009)

mendefinisikan pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur

bahasa secara eksternal. Maksudnya adalah bagaimana satuan lingual tertentu

(32)

Di sisi lain, Yule (1996) membagi definisi pragmatik ke dalam empat

ruang lingkup. Pertama, pragmatik didefinisikan sebagai studi tentang makna

yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Kedua, pragmatik

adalah studi tentang makna konteksual. Ketiga, pragmatik adalah studi tentang

bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan.

Sementara itu, definisi keempat pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari

jarak hubungan (Putrayasa, 2014: 1).

Berbagai pengertian di atas menyimpulkan bahwa pragmatik adalah

cabang ilmu bahasa yang mempelajari segala bentuk tuturan yang maknanya

terikat oleh konteks. Konteks menjadi hal yang penting dan berpengaruh pada

perbuatan mitra tutur terhadap tuturan.

1.6.5 Tindak Tutur dan Jenis-jenis Tindak Tutur

Tindak tutur dan jenis-jenis tindak tutur akan dijelaskan sebagai berikut.

1.6.5.1 Tindak Tutur

Dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with Words, J.L. Austin memaparkan teori tindak tutur (speech act). Austin (1962: 98-99) menjelaskan bahwa pada dasarnya ketika seseorang mengatakan suatu hal, dia juga melakukan

sesuatu. Austin (1962) mengemukakan bahwa setiap tuturan mengandung tiga

jenis tindakan, yaitu tindak lokusioner (locusionary act), tindak ilokusioner

(33)

yang berjudul Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language. Dalam buku tersebut, Searle (1969: 23-24) juga mengemukakan hal yang sama. Tindak

lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan disebut sebagai the act of saying something. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan

untuk melakukan sesuatu dan disebut sebagai the act of doing something. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk

memperngaruhi lawan tutur dan disebut sebagai the act of affecting someone (bdk. Wijana, 1996:17-20).

Leech (1983: 104) dalam bukunya Principles of Pragmatics mengatakan bahwa, situasi yang berbeda menuntut adanya jenis-jenis derajat sopan santun

yang berbeda pula. Pada tingkatan yang paling umum, fungsi- fungsi ilokusi

diklasifikasikan menjadi empat jenis, sesuai dengan hubungan fungsi-fungsi

tersebut dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan

terhormat. Keempat jenis ilokusi tersebut ialah ilokusi kompetitif (competitive),

ilokusi konvivial (convivial), ilokusi kolaboratif (collaborative), dan ilokusi konfliktif (conflictive). Ilokusi dikatakan berjenis kompetitif jika tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial; misalnya: memerintah, meminta, menuntut, atau

mengemis. Ilokusi dikatakan berjenis konvivial jika tujuan ilokusi sejalan dengan

tujuan sosial; misalnya: menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa,

mengucapkan terima kasih, atau mengucapkan selamat. Ilokusi dikatakan berjenis

kolaboratif jika tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial; misalnya:

(34)

berjenis konfliktif jika tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial; misalnya:

mengancam, menuduh, menyumpahi, atau memarahi.

Leech (1983: 105) mengatakan keempat jenis ilokusi tersebut dibedakan

berdasarkan kesopanan. Pada ilokusi berjenis kompetitif, kesopanan bersifat

negatif karena tujuan kompetitif pada dasarnya memang tidak bertata krama.

Sebaliknya, pada ilokusi berjenis konvivial, kesopanan bersifat positif karena

pada dasarnya memang bersifat tata krama. Pada ilokusi berjenis kolaboratif tidak

melibatkan kesopanan karena pada jenis ilokusi ini kesopanan memang tidak

relevan. Sementara itu, pada ilokusi berjenis konfliktif, kesopanan tidak ada sama

sekali sebab ilokusi ini memang bertujuan menimbulkan kemarahan atau

ketakutan.

Kridalaksana (1993) mengatakan tindak tutur adalah pengujaran kalimat

untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar.

Sementara itu, Hudson (dikutip Alwasilah, 1993) mengatakan tindak tutur adalah

ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi sosial. Oleh karena itu, tindak

tutur dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada

mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu (Putrayasa, 2014: 85. 86).

Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis, dan

ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu.

Dalam tindak tutur, terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh penutur kepada

(35)

1.6.5.2 Jenis-jenis Tindak Tutur

Wijana (1996: 29-30) mengatakan tindak tutur dapat dibedakan menjadi

tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung serta tindak tutur literal dan

tindak tutur tidak literal. Berikut akan didefinisikan kedua jenis tindak tutur

tersebut.

1.6.5.2.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung

Menurut Wijana (1996: 30-31), secara formal, berdasarkan modusnya,

kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif),

dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional, kalimat berita digunakan

untuk memberitakan sesuatu (informasi), kalimat tanya digunakan untuk

menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan,

permintaan, atau permohonan. Jika kalimat berita difungsikan secara

konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan

kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dsb., tindak tutur yang

terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speech act). Sementara itu, untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau

kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Bila hal

ini terjadi akan terbentuk tindak tutur tidak langsung (indirect speech act).

Wijana (1996: 32) menunjukan perbedaan tuturan langsung dan tidak

(36)

Tabel 1: Skema Penggunaan Modus

Modus

Tindak Tutur

Langsung Tidak Langsung

Berita Memberitahukan Menyuruh

Tanya Bertanya Menyuruh

Perintah Memerintah -

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat berita dapat

digunakan untuk untuk memberitakan ataupun menyuruh, demikian pula kalimat

tanya yang dapat digunakan untuk bertanya dan juga menyuruh. Walaupun

demikian, kalimat perintah hanya dapat digunakan untuk memerintah.

1.6.5.2.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal

Wijana (1996: 32) mengatakan tindak tutur literal (literal speech act)

adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata penyusunnya.

Sementara itu, tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata

yang menyusunnya.

1.6.5.3 Interseksi Berbagai Jenis Tindak Tutur

Wijana (1996: 33-36) mengatakan bila tindak tutur langsung dan tindak

tutur tidak langsung disinggungkan (diinterseksikan) dengan tindak tutur literal

dan tindak tutur tidak literal, akan didapatkan tindak tutur-tindak tutur sebagai

(37)

1.6.5.3.1 Tindak Tutur Langsung Literal (LL)

Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan

modus tuturan dan makna yang sama sesuai dengan maksud pengutaraannya.

1.6.5.3.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal (TLL)

Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan

dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi

makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan

penutur.

1.6.5.3.3 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (LTL)

Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan

dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang

menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.

1.6.5.3.4 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (TLTL)

Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang

diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan

(38)

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian ini dilakukan melaui tiga tahap yaitu: (a) pengumpulan data, (b)

analisis data, dan (c) penyajian hasil analisis data. Berikut pemaparan tentang

metode dan teknik penelitian yang akan dilakukan.

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Objek dalam penelitian ini adalah hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi” (1978), “Semar Mendem” (1978), dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” (1978) karya Iwan Fals. Objek penelitian itu

terdapat dalam data berupa tuturan pada tiga lagu tersebut.

Data dalam penelitian dikumpulkan menggunakan metode simak. Menurut

Sudaryanto (1993: 133), metode simak adalah metode yang digunakan untuk

menyimak penggunaan bahasa yang dijadikan objek penelitian. Dalam penelitian

ini, penyimakan dilakukan terhadap lirik-lirik lagu Iwan Fals yang berupa wacana

tulis sebagai objek penelitian.

Tahap selanjutnya, penelitian ini menggunakan teknik catat. Teknik catat

dilakukan dengan mencatat data-data dalam lirik lagu Iwan Fals yang berisi

hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik serta diklasifikasikan berdasarkan

jenisnya. Data-data tersebut ditulis pada buku ataupun diketik pada komputer

guna memudahkan pengerjaan penelitian ini serta mencari referen bahasa (segala

(39)

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang akan digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah

metode padan. Menurut Sudaryanto (2015: 15), metode padan merupakan metode

analisis data yang alat penentunya terletak di luar, terlepas, dan tidak menjadi

bagian dari bahasa yang bersangkutan. Penelitian ini akan menggunakan metode

padan referensial untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dikritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”.

Metode padan referensial adalah metode padan yang alat penentunya berupa

referen bahasa. Referen bahasa adalah kenyataan atau unsur di luar bahasa yang

ditunjuk oleh satuan kebahasaan (Kesuma, 2007: 48). Berikut ini contoh

penerapan metode padan referensial:

(9) Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang. (Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)

Pada contoh (9), ditemukan kritik tentang mahalnya harga. Hal tersebut

dibuktikan oleh tuturan kunci Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci kaget.Menurut KBBI Edisi V, kaget memiliki arti „terperanjat; terkejut (karena heran)‟. Dalam

hal ini, kaget berisi muatan kritik mahalnya harga karena adanya ketidakselarasan

antara surat kabar dan kenyataan yang ada sehingga dilontarkan

pertanyaan-pertanyaan seputar harga bahan pokok.

Selain metode padan referensial, peneliti juga menggunakan metode padan

(40)

Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals.

Metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya lawan atau

mitra wicara. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, misalnya, satuan

kebahasaan menurut reaksi atau akibat yang terjadi atau timbul pada lawan atau

mitra wicara ketika satuan kebahasaan itu dituturkan oleh pembicara (Kesuma,

2007: 49). Berikut ini merupakan contoh penerapan metode padan pragmatis:

(10) Langsung harga turun sekejap karena takut semar menindak. (Iwan Fals, “Demokrasi Nasi”,1978)

Contoh (10) menggunakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh

pemerintah secara langsung literal. Dikatakan langsung karena menggunakan

kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan

maksud tuturan. Disebut tidak literal karena menggunakan kata Semar untuk

menyebut Soeharto sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang

sama dengan maksud penuturnya.

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil penelitian selanjutnya disajikan dengan metode informal dan metode

formal. Menurut Sudaryanto (1993: 145), metode informal adalah perumusan

dengan kata-kata biasa sedangkan metode formal dalam penelitian ini disajikan

(41)

1.8 Sistematika Penyajian

Hasil penelitian ini disusun menjadi empat bab. Bab I merupakan

pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian,

serta sistematika penyajian. Bab II berisi klasifikasi tentang hal-hal yang dikritik

dalam lirik lagu Iwan Fals dan dipaparkan dalam bentuk uraian ataupun deskripsi.

Bab III berisi tentang uraian tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals.

Dalam bab ini, tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals akan

dideskripsikan kedalam empat jenis tindak tutur yaitu, tindak tutur langsung

literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, dan

tindak tutur tidak langsung tidak literal. Bab IV berisi kesimpulan dan saran. Pada

bab ini, hasil penelitian yang telah dilakukan akan disimpulkan. Hal tersebut

bertujuan untuk membentuk suatu kesimpulan yang mewakili seluruh isi

(42)

BAB II

HAL-HAL YANG DIKRITIK

DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER

2.1 Pengantar

Bab ini membahas tentang hal-hal yang dikritik dalam tiga lirik lagu Iwan

Fals versi konser. Ketiga lirik lagu tersebut ialah “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Lirik-lirik lagu tersebut memiliki

tema besar yang berbeda-beda yaitu hukum, ekonomi, dan sosial. Ketiga lirik lagu

tersebut mengkritik pemerintahan pada Orde Baru. Hal itu dibuktikan oleh tahun

terciptanya lagu tersebut yaitu tahun 1978. Walaupun lagu-lagu tersebut

diciptakan tahun 1978, konteks dalam lagu tersebut banyak terjadi sebelum tahun

1978 sehingga lagu tersebut mengangkat kejadian yang pernah terjadi selama

Orde Baru. Dalam satu lagu karya Iwan Fals, dapat dijumpai berbagai macam

muatan kritik. Oleh karena itu, pembahasan tentang hal-hal yang dikritik

dilakukan berdasarkan setiap lagu.

2.2 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi”

Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/

wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu hukum. Kritik

(43)

dan lemahnya penegakan hukum. Berikut ini akan disajikan kritik ketidakadilan

pelaksanaan hukum dan lemahnya penegakan hukum dalam bentuk tabel.

Tabel 2: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi”

No. Data

Lirik Lagu Hal yang Dikririk

11 Ada lagi sebuah perkara tentang nyawa manusia.

Kisah ini memang sudah lama tapi benar terjadi.

Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok nggak ada sangsi?

Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi.

Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga, langsung masuk penjara tanpa bukti nyata

Mengapa? Mengapa?

Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum

12 Undang-undang tampaknya sakit perut. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera.

Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa.

Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma

Lemahnya Penegakan Hukum

Konteks dari lagu ini terjadi pada Orde Baru tahun 1970 tepatnya pada

tanggal 6 Oktober di Bandung pada saat pertandingan sepak bola antara pihak

(44)

terjadi pada saat itu menewaskan seorang mahasiwa bernama Rene Louis Conrad.

Rene sebetulnya tidak terlibat dalam pertandingan sepak bola itu, ataupun

menyaksikannya. Ia hanya kebetulan berkeliling kampus dengan sepeda motor

Harley Davidson. Kebetulan ketika terjadi keributan, Rene lewat di depan kampus

dan ia ditembak hingga tewas. Mayatnya dibuang ke atas kendaraan polisi begitu

saja, lalu ditaruh di gudang (https://id.wikipedia.org/wiki/Rene_Louis_Conrad)

(Bandingkan pula Kompasiana.com/Ingat Jendral, Hari ini 42 Tahun yang Lalu).

Peristiwa itu diusut bahkan sampai kepada proses peradilan di Mahkamah

Militer. Para mahasiswa menduga bahwa pelaku pembunuhan itu adalah Nugroho

Djajusman yang merupakan putera seorang Jenderal Polisi, yaitu Jenderal

Djajusman. Akan tetapi, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak bersalah dalam

kasus tersebut (

http://s-kisah.blogspot.co.id/2011/10/6-oktober-1970-luka-perta-ma-dalam.html) (Bandingkan Kompasiana.com/Ingat Jendral, Hari ini 42 Tahun

yang Lalu). Untuk menutup kasus tersebut, dicarilah kambing hitam yaitu seorang

anggota Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman. Pada saat anggota

Brimob itu diajukan ke pengadilan, mahasiswa justru melakukan protes karena

menyadari ketidakadilan yang berlangsung. Meskipun anggota Brimob itu dibela

oleh pengacara terkenal Adnan Buyung Nasution, ia tetap dinyatakan bersalah.

Sidang Mahkamah Militer Priangan-Bogor pada Desember 1970 memberikan

vonis 5 tahun 8 bulan tetapi kemudian pengadilan banding Mahkamah Kepolisian

Tinggi 13 April 1972 memberikan vonis berbeda yaitu 1 tahun 6 bulan. Selesai

(45)

Brimob dan pada permulaan 1974 berpangkat Pembantu Letnan II (https://

id.wikipedia.org/wiki/Rene_Louis_Conrad).

Pada contoh (11) berisi muatan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum.

Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok gak ada sanksi?. Tuturan tersebut bermakna „terjadi ketidakadilan pelaksanaan hukum karena anak menteri yang membunuh tidak diadili‟. Akan tetapi, perkara yang terjadi bukan merupakan anak seorang

Menteri melainkan anak seorang Jendral Polisi. Nama anak Jendral itu adalah

Nugroho Djajusman. Walaupun begitu, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak

bersalah dan terkesan dilindungi sehingga mengkambinghitamkan anggota

Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman sebagai pelaku pembunuhan.

Tuturan kunci Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi. juga berisi kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada tuturan tersebut terdapat frasa tak sesuai yang menjadi frasa kunci dari kritik ketidakadilan hukum. Frasa tak sesuai bermakna „tidak selaras‟ dan mengacu

pada „ketidaksesuaian antara Undang-Undang dan demokrasi‟.

Selain itu, kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum terdapat dalam tuturan

kunci Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga langsung masuk penjara tanpa bukti nyata. Tuturan tersebut bermakna „rakyat yang curiga akan masuk

penjara walaupun tidak ada bukti yang menyatakan mereka bersalah‟. Kata

(46)

berprasangka akan langsung ditangkap karena dianggap sebagai tindakan

subversif terhadap negara. Contohnya adalah pada tahun 1974 terjadi

pembredelan beberapa koran dan majalah, seperti Indonesia Raya yang

dipimpinan Muchtar Lubis (

https://ithum.wordpress.com/2008/02/28/data-data-kasus-pelanggaran-ham-semasa-orde-baru).

Sementara itu, contoh (12) mengkritik tentang lemahnya penegakan

hukum. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Undang-Undang tampaknya sakit perut.Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera. Dalam tuturan Undang-Undang tampaknya sakit perut terdapat frasa kunci, yaitu sakit perut. Tuturan tersebut menggunakan kiasan personifikasi karena Undang-Undang disamakan dengan manusia yang dapat

menderita sakit perut. Menurut KBBI Edisi V, kata sakit perut berarti „berasa

tidak nyaman di tubuh bagian perut‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar lemahnya

penegakan hukum tidak terus terjadi dan menular ke lembaga lainnya. Menurut

KBBI Edisi V, kata kolera berarti „penyakit perut, disertai buang-buang air dan muntah-muntah, dapat menular disebabkan oleh basil, kuman‟.

Kritik tentang lemahnya penegakan hukum juga terdapat dalam tuturan

kunci Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma. Dalam tuturan

(47)

jiwa. Tuturan tersebut menggunakan kiasan personifikasi karena Undang-Undang disamakan dengan manusia yang bisa sakit jiwa. Menurut KBBI Edisi V, kata

sakit jiwa berarti „sakit ingatan; gila‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar tegas dan tidak

takut dalam menegakan hukum. Menurut KBBI Edisi V, kata selesma berarti „sakit kedinginan sehingga mengeluarkan ingus; pilek‟.

2.3 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”

Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/

wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu ekonomi. Kritik

yang disampaikan dalam lagu ini ada lima, yaitu pencitraan pemerintah, tekanan

oleh pemerintah, intimidasi oleh pemerintah, penyalahgunaan kekuasaan, dan

mahalnya harga. Berikut ini akan disajikan kritik pencitraan pemerintah, tekanan

oleh pemerintah, intimidasi oleh pemerintah, penyalahgunaan kekuasaan, dan

mahalnya harga dalam bentuk tabel.

Tabel 3: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”

No. Data

Lirik Lagu Hal yang Dikritik

13 Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan, kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran.

(48)

14 Gemetar para pedagang waktu melihat Semar datang mengoreksi harga makanan.

Mengoreksi harga makanan

Tekanan oleh Pemerintah

15 Langsung harga turun sekejap karena takut Semar menindak.

Intimidasi oleh penguasa 16 Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah

kebetulan, mumpung ada Semar harga barang turun dia sikat.

Penyalahgunaan Kekuasaan

17 Setelah Semar selesai mengoreksi harga makanan, terpampang dalam surat kabar. Dengan resmi dia umumkan, harga sembilan bahan pokok tiada perubahan.

Pencitraan Pemerintah

18 Ketika ku belanja di pasar, kaget melihat harga barang.

Lalu kuhampiri seorang pedagang dan

kutanyakan, berapa harga daging ?, berapa sayur mayur?, berapa gula kopi?, berapa bawang putih?, berapa cabe merah?

Mengapa semua harga naik edan edanan? Tak cocok sama Semar waktu dia umumkan. “Baik adik akan saya tunjukkan” Kata para pedagang.

“Bila adik mau belanja lebih murah Pergi saja sana ke Semar ubanan Pergi saja sana ke Semar ubanan”.

Mahalnya harga

Konteks dalam lagu ini adalah ketidakstabilan ekonomi yang terjadi di

Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh lirik dalam lagu ini yang mengkritik

tentang harga bahan pokok yang mahal. Pada tahun 1973/1974, indeks biaya

hidup mengalami kenaikan tertinggi selama pelaksanaan Repelita I. Dalam tahun

tersebut, kenaikan angka indeks tercatat sebesar 47,4%. Kenaikan angka indeks

tersebut terutama disebabkan oleh naiknya indeks sektor makanan, sektor

(49)

32,2%, 55,3% dan 43,4% (www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/

9885/1802).

Pada Repelita II, kenaikan harga barang berhasil ditekan dan terus

menurun namun, kembali meningkat walaupun jumlahnya kecil. Dalam tahun

1977/78 sampai dengan akhir Pebruari 1978, kenaikan angka indeks biaya hidup

baru mencapai 9,5%. Selama semester pertama tahun 1977/1978 indeks biaya

hidup meningkat dengan 6,4% atau setiap bulannya naik dengan rata rata 1,0%.

Kenaikan ter tinggi terjadi pada bulan September 1977 yaitu sebesar 1,6% hal

mana disebabkan oleh kenaikan harga-harga yang umumnya terjadi men¬jelang

Hari Raya Lebaran. Hampir semua bahan makanan harganya naik dengan pesat,

tetapi harga beras menurun 1,5% sehingga sektor makanan hanya mengalami

kenaikan sebesar 6,5% dalam semester 1977/1978 (www.bappenas.go.id

/index.php/download_file/view/ 9885/1802).

Contoh (13) berisi kritik tentang pencitraan penguasa. Hal tersebut

dibuktikan oleh tuturan kunci Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan, kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran. Kritik pencitraan pemerintah ditunjukkan oleh frasa kunci dikawal ratusan kamera yang berarti „diliput oleh ratusan wartawan‟. Tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yaitu seorang

pria gendut ubanan yang mengacu pada Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Soeharto datang ke pasar dan diliput oleh ratusan wartawan hanya untuk

dijadikan bahan omong kosong pada koran‟. Menurut KBBI Edisi V, kata obrolan

(50)

Pada contoh (14), berisi muatan kritik tekanan oleh pemerintah. Hal

tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi harga makanan. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci gemetar. Menurut KBBI Edisi V, kata gemetar

berarti „bergetar anggota badan karena ketakutan (kedinginan dsb); menggigil karena ketakutan dsb‟.

Contoh (15) berisi muatan kritik tentang intimidasi oleh penguasa. Hal

tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Langsung harga turun sekejap karena takut semar menindak. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci takut.

Menurut KBBI Edisi V, kata takut berarti „merasa gentar (ngeri) menghadapi

sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana‟.

Pada contoh (16), ditemukan muatan kritik penyalahgunaan kekuasaan.

Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada semar harga barang turun dia sikat. Nama semar dalam tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yang merujuk pada nama Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Ibu pejabat yang ikut rombongan langsung

merampas atau menyerobot habis-habisan barang dengan harga murah sewaktu Soeharto mengkoreksi harga barang‟. Menurut KBBI Edisi V, kata sikat dalam

tuturan ini merupakan verba dan seharusnya menjadi kata menyikat yang berarti „merampas atau menyerobot habis-habisan‟.

Contoh (17) berisi muatan kritik pencitraan pemerintah. Hal tersebut

(51)

bahan pokok tiada perubahan. Tuturan tersebut bermakna „Soeharto

mengumumkan tidak ada kenaikan harga bahan pokok hanya dalam surat kabar

karena diliput oleh ratusan wartawan, sedangkan kenyataan di pasar, harga bahan pokok tetap tinggi‟.

Pada contoh (18), ditemukan kritik tentang mahalnya harga. Hal tersebut

dibuktikan oleh tuturan kunci Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci kaget.Menurut KBBI Edisi V, kaget memiliki arti „terperanjat; terkejut (karena heran)‟. Dalam

hal ini, kaget berisi muatan kritik mahalnya harga karena adanya ketidakselarasan

antara surat kabar dan kenyataan yang ada sehingga dilontarkan

pertanyaan-pertanyaan seputar harga bahan pokok.

Kritik tentang mahalnya harga juga terdapat dalam tuturan kunci Mengapa semua harga naik edan-edanan? Tak cocok waktu Semar umumkan. Pada tuturan tersebut terdapat kata kunci edan-edanan. Menurut KBBI Edisi V, kata edan-edanan berarti „gila-gilaan‟. Tuturan tersebut bermakna „harga bahan pokok naik

besar-besaran dan tidak sesuai dengan berita di koran‟.

Selain itu, kritik tentang mahalnya harga juga dibuktikan oleh tuturan

(52)

2.4 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/

wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu sosial. Kritik yang

disampaikan dalam lagu ini ada tiga, yaitu prostitusi, kesenjangan ekonomi, dan

kebohongan. Berikut ini akan disajikan kritik prostitusi, kesenjangan ekonomi,

dan kebohongan dalam bentuk tabel.

Tabel 4: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Kisah Sapi Malam /Kisah PSK”

No. Data

Lirik Lagu Hal yang Dikritik

19 Hei sapi malam siapa engkau ini?

Pinggul digoyang punya kota Karawang, mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit.

Prostitusi

20 Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai Mercy biru, Bemo butut tak laku.

Kesenjangan Ekonomi 21 Soal materi atau cuma hobi?

Bila pulang kandang hari sudah pagi, muka pucat pasi jalan sruduk kanan kiri mirip orang mabuk terasi.

Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai Mercy biru, Bemo butut tak laku.

Ayahmu nona seorang kyai. Ibumu nona pun guru ngaji.

Mengapa kau jalani hidup penuh dosa ini?

Soal materi atau cuma hobi?

Bila pulang kandang hari sudah pagi, muka pucat pasi jalan seruduk kanan kiri mirip orang mabuk terasi.

Prostitusi

22 Kerja lembur, bilang pada bapak kyai Pergi pake Damri, pulang diantar Mercy. Mercy punya Pak Kusnadi

(53)

Konteks lagu ini adalah seorang gadis yang kecanduan prostitusi di

Kerawang. Hal tersebut dibuktikan dari lirik lagu itu sendiri seperti tidak

menghiraukan ayah dan ibunya yang merupakan tokoh agama. Di Kerawang,

tempat prostitusi bernama Seer sudah ada sejak tahun 1970-an (http://www.

karawanginfo.com/?p=9226). Hal tersebut mendukung konteks lagu ini karena

lagu ini diciptakan tahun 1978 dan membuktikan bahwa kegiatan prostitusi sudah

ada di Kerawang sekitar tahun tersebut.

Contoh (19) berisi kritik tentang prostitusi. Hal itu dibuktikan oleh tuturan

kunci Hei sapi malam siapa engkau ini? Pinggul digoyang punya kota Karawang. Mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit. Kritik tentang prostitusi dibuktikan oleh penggunaan idiom sapi malam. Idiom sapi malam belum terdapat dalam kamus idiom namun, idiom kupu-kupu malam sudah terdapat dalam kamus

idiom (Bandingkan Abdul Chaer 1984: 94). Kritik terhadap prostitusi yang

melibatkan idiom sapi malam akan dibuktikan menggunakan teori semiotika Roland Barthes tentang makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif

dari sapi malam adalah sapi yang ada pada malam hari, sedangkan makna konotatif dari sapi malam adalah pekerja seks komersial. Hal ini terbukti dari kalimat hei sapi malam siapa engkau ini. Kata engkau pada kalimat tersebut menunjuk kepada seseorang yaitu sapi malam.

Pada contoh (20), terdapat muatan kritik kesenjangan ekonomi. Hal

tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai Mercy biru, Bemo butut tak laku. Tuturan tersebut bermakna „PSK ini lebih

Gambar

Tabel Rekapitulasi .................................................................................
Tabel 1: Skema Penggunaan Modus
Tabel 2: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi”
Tabel 3: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”
+4

Referensi

Dokumen terkait

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

“ Korelasi Antara Motivasi Belajar dengan Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran Teknik Kerja Bengkel Di SMK Negeri 4 Bandung

Proses merubah dapat dilakukan dengan cara pilih tabel data yang akan. dirubah, kemudian pilih icon simpan maka akan muncul informasi apakah

Universitas

Masih terdapatnya sebahagian besar siswa yang belum nemenfaatkan jasa kanscler sekelah untuk nsnyelesaikan masalah belajarnya.. Tidak semua guru, teman

KERANGKA TEORI DAN

regresi yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan hasil bahwa, secara bersama-sama ke dua variabel Kemampuan dan Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap tingkat

Pernyataan yang terkait dengan proses katabolisme adalah ..... A.. DOKUNILrN