i
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER
Tugas Akhir
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Beto Adhi Nugroho NIM: 134114012
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
KRITIK DAN TINDAK TUTUR MENGKRITIK
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER
Oleh
Beto Adhi Nugroho
NIM: 134114012
Telah disetujui oleh
Pembimbing I
Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. tanggal 31 Mei 2017
Pembimbing II
iii
KRITIK DAN TINDAK TUTUR MENGKRITIK
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER
Dipersiapkan dan ditulis oleh Beto Adhi Nugroho
134114012
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 15 Juni 2017
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. ……….
Sekretaris Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. ……….
Anggota Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ……….
Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. ……….
Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. ……….
Yogyakarta, 30 Juni 2017 Fakultas Sastra
Universitas Sanata Dharma Dekan
iv
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya orang lain atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 29 Mei 2015
v
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Beto Adhi Nugroho
NIM : 134114012
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul KRITIK DAN
TINDAK TUTUR MENGKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI
KONSER beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya
di internet atau media yang lain untuk kepentinganakademis tanpa perlu meminta
izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 29 Mei 2017
Yang menyatakan,
vi
Pertama-tama penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat-Nya, tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas akhir
yang berjudul “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu Iwan Fals Versi Konser” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sastra pada Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Dengan segala hormat, penulis hendak
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar
menerima keluh kesah penulis dan memberi solusi yang baik bagi
penulis.
2. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku pembimbing II yang
selalu sabar memberi masukan dan motivasi bagi penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Sastra Indonesia, Drs. B.
Rahmanto, M.Hum., S. E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dr. Yoseph Yapi
Taum, M.Hum., Drs. FX. Santosa, M. S., (Alm.) Drs. Herry Antono,
vii Dharma Yogyakarta.
4. Dosen sejarah, khususnya Bapak Heri Priyatmoko, M. A., dan Dr.
Yerry Wirawan yang sudah memberikan informasi mengenai konteks
sejarah dalam penelitian ini.
5. Segenap karyawan Sekretariat Fakultas Sastra, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, yang selalu membantu proses kelancaran
perkuliahan.
6. Segenap karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang dengan ramah melayani dan menyediakan buku yang
diperlukan sebagai sumber pustaka.
7. Keluarga tercinta, Bapak FX. Soemanto, Ibu Yulia Lucia, Febrian
Cahyadi, dan Anastasia Beta yang selalu mendoakan serta sabar dan
memberi semangat penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Stefanus Kendra Dwi Nugraha, S.S. yang telah berbagi cerita sehingga
penulis memilih topik ini dan menyelesaikannya.
9. Fepitha Viadolorosa yang selalu sabar dan mendoakan serta
menyemangati penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
10.Teman-teman Prodi Sastra Indonesia (Rendra, Galang, Makmur, Cicik,
Icak, Apin, Ana, There, Paula, Galih, dll.) dan teman-teman
seperjuangan di Jogja (Andrian dan George).
11.Teman-teman UKF Basket Sastra
viii
yang ada dalam skripsi ini. Segala bentuk kesalahan dan kekurangan yang ada
dalam skripsi ini merupakan tanggung jawab penulis. Untuk itu, demi perbaikan
tugas akhir ini, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan
senang hati.
Yogyakarta, 29 Mei 2017
ix
Skripsi ini saya persembahkan untuk keluarga
Bapak Fx. Soemanto, Ibu Yulia Lucia, adik saya terkasih Anastasia Beta, serta
kakak saya tersayang Febrian Cahyadi, S.Kom.
x
“Bukan semua indah pada waktunya namun, semua indah tergantung cara menikmatinya”
“Hiduplah seperti kamu tidak akan bangun esok hari”
xi
Nugroho, Beto Adhi. 2017. “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu Iwan Fals Versi Konser”. Skripsi. Yogyakarta. Program Studi Sastra
Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.
Penelitian yang berjudul “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu Iwan Fals Versi Konser” ini bertujuan untuk (a) menguraikan hal-hal apa saja yang dikritik Iwan Fals melalui tiga lirik lagunya versi konser serta (b) mendeskripsikan bagaimana tindak tutur mengkritik yang diwujudkan Iwan Fals dalam tiga lirik lagunya versi konser. Data penelitian ini adalah tiga lagu Iwan Fals versi konser yang diciptakan tahun 1978, yakni “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Ketiga lagu tersebut mengangkat tiga tema besar yaitu hukum, ekonomi, dan sosial. Berdasarkan hal itu, dalam satu lagu karya Iwan Fals dapat dijumpai berbagai macam muatan kritik. Oleh karena itu, pembahasan tentang hal-hal yang dikritik dilakukan berdasarkan setiap lagu.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode simak dan teknik catat. Metode simak dilakukan dengan cara mendengarkan, mengamati, dan menyimak langsung penggunaan bahasa lirik lagu sebagai bahan penelitian. Wujud penyimakan ketiga lirik lagu tersebut berupa kata, frasa, maupun kalimat yang bermuatan kritik. Selanjutnya, dengan teknik catat, peneliti mengklasifikasikan data berupa hal-hal yang dikritik dan berbagai macam perwujudan tindak tuturnya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan dua sub-jenis metode padan, yaitu metode padan referensial dan metode padan pragmatis. Metode padan referensial digunakan untuk mendeskripsikan hal-hal yang dikritik pada setiap lagunya. Metode padan pragmatis berfungsi untuk menentukan perwujudan tindak tutur atas hal-hal yang sudah dikritik sebelumnya.
xii Abstract
Nugroho, Beto Adhi. 2017. “Critisism and Speech Act Critics on Three of Iwan Fals’ Concert Version Songs”. Thesis. Yogyakarta. Indonesian Letter Study
Program. Faculty of Letter. Sanata Dharma University.
This research entitled “Critisism and Speech Act Critics on Three of Iwan Fals‟ Concert Version Songs” is aimed to (a) explain what have been criticized by Iwan Fals through his three songs lyric concert version and (b) describe how speech act critics actualized by Iwan Fals in his three songs lyric concert version. Data of this research are three songs of Iwan Fals‟ concert version which are composed in 1978, namely “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, and “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Those three songs adopt three major theme namely law, Economic and social. Based on those things, some kinds of critics can be found in one of Iwan Fals‟ song. Therefore, the discussion of things that are criticized is done on each song.
Data gathering is done by simak method dan catat technique. Simak method is done by listening, observing and directly scrutinizing the language of song lyric as the research instrument. Words, phrase and sentence that are containing critics are scrutinized in those three songs. Next, by catat technique, the researcher clarifies the data with things that are criticized and some kinds of his speech act actualization. Data analysis is done by using two sub-kind padan methods, namely referential padan and pragmatic padan method. Referential padan method is used to describe things that are critized in each songs. Pragmatic padan method is used to determine the actualization of speech act on things that have been already criticized before.
xiii
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v
KATA PENGANTAR ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix
HALAMAN MOTO ... x
ABSTRAK ... xi
ABSTRACT ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.5 Tinjauan Pustaka ... 8
1.6 Landasan Teori ... 11
1.6.1 Kritik ... 11
xiv
1.6.4 Pragmatik ... 15
1.6.5 Tindak Tutur dan Jenis-Jenis Tindak Tutur ... 16
1.6.5.1 Tindak Tutur ... 16
1.6.5.2 Jenis-jenis Tindak Tutur ... 19
1.6.5.2.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung ... 19
1.6.5.2.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal ... 20
1.6.5.3 Interseksi Berbagai Jenis Tindak Tutur ... 20
1.6.5.3.1 Tindak Tutur Langsung Literal ... 21
1.6.5.3.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal ... 21
1.6.5.3.3 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ... 21
1.6.5.3.4 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal ... 21
1.7 Metode dan Teknik Penelitian ... 22
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 22
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 23
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 24
1.8 Sistematika Penyajian ... 25
BAB II HAL-HAL YANG DIKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER ... 26
2.1 Pengantar ... 26
xv
2.4 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu Kisah Sapi Malam/Kisah PSK ... 36
2.5 Tabel Rekapitulasi ... 39
BAB III TINDAK TUTUR MENGKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER ... 43
3.1 Pengantar ... 43
3.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum ... 44
3.2.1 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum Secara Langsung Literal ... 44
3.2.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum Secara Tidak Langsung Literal ... 45
3.3 Tindak Tutur Mengkritik Lemahnya Penegakan Hukum ... 46
3.4 Tindak Tutur Mengkritik Pencitraan Pemerintah ... 47
3.5 Tindak Tutur Mengkritik Tekanan oleh Pemerintah ... 49
3.6 Tindak Tutur Mengkritik Intimidasi oleh Pemerintah... 50
3.7 Tindak Tutur Mengkritik Penyalahgunaan Kekuasaan ... 50
3.8 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga ... 51
3.8.1Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Langsung Literal ... 52
3.8.2 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Langsung Tidak Literal ... 52
3.8.3 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Tidak Langsung Tidak Literal ... 53
xvi
3.9.2 Tindak Tutur Mengkritik Prostitusi
Secara Langsung Tidak Literal ... 55
3.10 Tindak Tutur Mengkritik Kesenjangan Ekonomi ... 56
3.11 Tindak Tutur Mengkritik Kebohongan ... 57
3.12 Rekapitulasi ... 58
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
4.1 Kesimpulan ... 61
4.2 Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 64
DAFTAR SUMBER DATA DAN LAMPIRAN ... 67
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyanyi solo terkenal yang tetap berkarya sampai saat ini
adalah Iwan Fals. Penyanyi yang bernama asli Virgiawan Listanto ini lahir di
Jakarta tanggal 3 September 1961. Iwan Fals sering membawakan lagu yang
ber-genre balada, pop, rock, dan country. Sampai saat ini Iwan Fals sudah menjadi legenda hidup musik di Indonesia. Karya-karya Iwan Fals cenderung mengangkat
kehidupan sosial Indonesia. Kritik atas perilaku seseorang, empati bagi kelompok
marginal, dan bencana besar yang melanda Indonesia ataupun dunia juga
mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya (https://id.wikipedia.org/wiki/ Iwan_Fals).
Karisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum
'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang
tersebar di seluruh Nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan
mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan
Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan OI. Yayasan ini mewadahi
aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang OI dapat
ditemui di setiap penjuru nusantara dan beberapa bahkan sampai ke mancanegara
Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan
dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat
memancing kerusuhan. Pada awal kariernya, Iwan Fals banyak membuat lagu
yang bertema kritikan terhadap pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan bisa
dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman yang
memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani memasukkan
lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas (bandingkan https://id.
wikipedia.org/ wiki/Iwan_Fals).
Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat
diputar di stasiun radio 8EH Institut Teknologi Bandug. Iwan Fals juga pernah
menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam beberapa konser musik, yang
mengakibatkan dia berulang kali harus berurusan dengan pihak keamanan dengan
alasan lirik lagu yang dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara. Beberapa
konser musiknya pada tahun 1980-an juga sempat disabotase dengan cara
memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena
Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu. Pada bulan
April tahun 1984, Iwan Fals harus berurusan dengan aparat keamanan dan sempat
ditahan dan diinterogasi selama dua minggu gara-gara menyanyikan lirik lagu
Demokrasi Nasi, Pola Sederha, dan Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru (bandingkan https://id.wikipedia.org/wiki/Iwan_Fals).
Sebagai salah satu legenda musik Indonesia, Iwan Fals sudah banyak
tutur yang mengkritik fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia pada Orde
Baru. Berikut akan disajikan contoh-contoh penggalan lirik lagu Iwan Fals versi
konser.
(1) Anak seorang menteri membuat onar lagi. Menembak sampai mati kok gak ada sanksi?
(Iwan Fals,”Demokrasi Nasi”,1978)
(2) Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan. Kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran.
(Iwan Fals,”Semar Mendem”,1978)
(3) Mengapa semua harga naik edan edanan ? Tak cocok sama Semar waktu dia umumkan.
(Iwan Fals,”Semar Mendem”,1978)
(4) Hei sapi malam siapa engkau ini? Pinggul digoyang punya kota Karawang. Mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit.
(Iwan Fals, “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”,1978)
Penelitian ini mengambil tiga lagu yang diciptakan oleh Iwan Fals karena
ketiga lagu tersebut mengangkat tiga tema besar pada masa pemerintahan Orde
Baru, yaitu (a) hukum, (b) ekonomi, dan (c) sosial. Ketiga lagu yang menjadi data
adalah lagu-lagu versi konser Iwan Fals yang diciptakan pada tahun 1978. Ketiga
Penelitian ini akan membahas tentang hal-hal yang dikritik dan tindak
tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals. Berikut ini merupakan contoh
hal-hal yang dikritik oleh Iwan Fals dalam karyanya:
(5) Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada Semar harga barang turun dia sikat.
(Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)
(6) Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi harga makanan.
(Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)
Pada contoh (5), ditemukan muatan kritik penyalahgunaan kekuasaan. Hal
tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada semar harga barang turun dia sikat. Nama semar dalam tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yang merujuk pada nama Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Ibu pejabat yang ikut rombongan langsung
merampas atau menyerobot habis-habisan barang dengan harga murah sewaktu Soeharto mengkoreksi harga barang‟. Menurut KBBI Edisi V, kata sikat dalam
tuturan ini merupakan verba dan seharusnya menjadi kata menyikat yang berarti „merampas atau menyerobot habis-habisan‟.
Sementara itu, contoh (6) menunjukan kritik tekanan oleh pemerintah. Hal
berarti „bergetar anggota badan karena ketakutan (kedinginan dsb); menggigil karena ketakutan dsb‟.
Pada permasalahan kedua, akan dideskripsikan empat macam interseksi
tindak tutur mengkritik dalam lagu-lagu Iwan Fals. Berikut merupakan contoh
tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals:
(7) Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi.
(Iwan Fals, “Demokrasi Nasi”,1978)
(8) Kerja lembur, bilang pada bapak Kyai. Pergi pake Damri, pulang diantar Mercy.
(Iwan Fals, “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”,1978)
Contoh (7) merupakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh pemerintah
secara „langsung literal‟ (LL). Contoh (7) merupakan tindak tutur mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum secara langsung literal (LL). Dikatakan
langsung karena contoh (7) menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik
sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya. Contoh (7) disebut literal
karena makna kata-kata penyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur
yaitu mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada contoh (7) digunakan
frasa tak sesuai yang bermakna „tidak selaras‟ untuk mengungkapkan
ketidakadilan pelaksanaan hukum.
Contoh (8) merupakan tindak tutur mengkritik kebohongan secara
sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya. Contoh (8) disebut literal
karena kata-kata penyusunnya memiliki makna yang sama dengan maksud
penuturnya yaitu mengkritik kebohongan. Contoh (8) menggunakan kata lembur
untuk mengkritik kebohongan. Menurut KBBI Edisi V, kata lembur berarti „pekerjaan dinas yang dikerjakan di luar jam dinas‟ Tuturan kerja lembur bilang
pada bapak kyai mengandung kritik kebohongan karena dari keseluruhan lagu tidak menceritakan adanya pekerjaan kantor atau pekerjaan pemerintahan.
Alasan peneliti memilih topik hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah
Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals adalah sebagai berikut. Pertama, Iwan Fals merupakan legenda hidup dalam bidang musik di Indonesia dan
karya-karyanya merepresentasikan apa yang terjadi pada masanya. Kedua, banyak
masyarakat yang tidak tahu bahwa ada karya-karya Iwan Fals yang hanya
dibawakan saat konser karena tidak boleh dikomersialkan. Ketiga, penelitian
linguistik tentang bahasa, khususnya tindak tutur dalam lirik lagu masih jarang
dan kurang mendapat perhatian. Ketiga hal itu melatari penulis untuk meneliti
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apa saja hal-hal yang dikritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi konser?
1.2.2 Bagaimana tindak tutur mengkritik yang diwujudkan dalam tiga lagu Iwan
Fals versi konser?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1.3.1 Mendeskripsikan hal-hal yang dikritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi
konser.
1.3.2 Mendeskripsikan perwujudan tindak tutur mengkritik dalam tiga lagu Iwan
Fals versi konser.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini berupa deskripsi hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan
terhadap teori wacana khususnya tentang isi dan jenis tindak tutur. Sementara itu,
manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk membantu interpretasi terhadap
lirik lagu bagi pendengar serta untuk menciptakan lagu yang bertema kritik bagi
pencipta lagu.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang lirik lagu Iwan Fals sudah pernah dilakukan
sebelumnya. Penelitian tentang lirik lagu Iwan Fals pernah di teliti oleh
Soemanang (2013), Mahrofah (2012), Aisah (2010), Puspitasari (2010),
Sembiring (2013), dan Rachmawati (2014).
Soemanang (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Struktur Lagu “Puing” Karya Iwan Fals” mengatakan bahwa syair lagu tersebut bercerita
tentang perang yang mengakibatkan gedung-gedung menjadi puing yang
berserakan. Lagu ini menggunakan bentuk tiga bagian, A,A',B,B,C,A,A', dengan
Birama ¾ serta nada dasar Em = la. Sebagian besar melodi dalam biramanya
menggunakan interval perfect unison yang bisa mengakibatkan kebosanan pada
penghayat. Akan tetapi, lagu ini sangat unik karena Lagu “Puing” karya Iwan Fals dalam Album Mata Dewa terdiri dari 263 bar yang terdiri atas 176 bar syair yang
dinyayikan, 26 bar syair yang dinyanyikan dengan pengulangan, serta 71 iringan
Dalam skripsi yang berjudul “Unsur Kesastraan Lirik Lagu-lagu dalam Album Manusia Setengah Dewa Karya Iwan Fals”, Mahrofah (2012) mengatakan unsur-unsur yang terdapat dalam lirik lagu merupakan unsur-unsur pembangun
dalam lirik lagu itu sendiri. Unsur satu dengan unsur yang lain saling berkaitan
untuk membangun sebuah maksud yang ingin disampaikan kepada para
pendengar. Unsur yang terdapat dalam lirik lagu mampu menimbulkan efek
keindahan, efek emotif serta menambah kepuitisan terhadap lirik lagu itu sendiri.
Aisah (2010) dalam penelitian tesisnya yang berjudul ”Metafora dalam Lagu Iwan Fals yang Bertemakan Kritik Sosial” menemukan ranah sumber binatang yang paling dominan digunakan di dalam lirik lagu Iwan Fals. Jenis
majas yang terdapat di dalam lagu yang paling sering digunakan pencipta lagu
untuk menyampaikan kritik sosial adalah jenis majas perbandingan langsung atau
metafora dan perumpamaan atau simile. Jenis ungkapan metaforis berdasarkan
teori Lakoff dan Johnson (1980) yang paling dominan terdapat dalam lagu adalah
jenis metafora struktural dan ontologis.
Puspitasari (2010) melakukan penelitian yang berjudul tentang Kritik
Sosial dalam Lirik Lagu (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Lirik Lagu “Besar dan Kecil” karya Iwan Fals). Metode penelitian ini menggunakan teori semiotik
dari Ferdinand de Saussure dengan tipe penelitian deskriptif. Dalam skripsi
tersebut ditemukan bahwa kritik sosial yang tersirat dalam lagu “Besar dan Kecil” adalah ketidakadilan pemerintah Orde Baru, khususnya ketika pemilu yang
membuat raykat tidak dapat menikmati asas demokrasi yang dianut Negara
Sembiring (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Representasi Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia dalam Lirik Lagu Iwan Fals (Analisis Semiotika Lirik Lagu Iwan Fals yang Berjudul „Ujung Aspal Pondok Gede‟)”
mengatakan lirik lagu Ujung Aspal Pondok Gede memiliki makna yang kompleks
yang meliputi berbagai aspek seperti nilai-nilai moral, budaya, moral, dan hak
asasi manusia. Keseluruhan makna yang terkandung dalam lirik lagu Ujung Aspal
Pondok Gede saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya. Setelah mengetahui
seluruh makna yang terkandung, timbul representasi kehidupan masyarakat
Indonesia dari makna lirik lagu tersebut. Penelitian ini menggunakan
menggunakan analisis Roland Barthes yang berfokus pada penggalian makna
menggunakan signifikasi dua tahap, pada tahap signifikasi pertama menggunakan
denotasi, dan pada tahap kedua menggunakan konotasi dan mitos.
Sementara itu, Rachmawati (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Konteks dan Inferensi Lirik Lagu Iwan Fals : Tinjauan Analisis Wacana”sampai
pada dua simpulan, pertama konteks yang membangun lirik lagu Iwan Fals yang
mengandung kritik sosial adalah konteks fisik, konteks epistemis, konteks sosial,
prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip penafsiran
temporal, dan prinsip analogi. Data yang memenuhi tujuh konteks tersebut adalah
Iwan Fals yang mengandung kritik sosial yaitu ”Ambulance Zig-Zag”, “Galang Rambu Anarki”, “Jangan Bicara”, “Kontrasmu Bisu”, “Siang Seberang Istana”, “Tikus-Tikus Kantor”, “Doa Pengobral Dosa”, “Ethiophia”, “Guru Oemar Bakri”, “Sarjana Muda”, “Sore Tugu Pancoran”, “Teman Kawanku Punya Teman”, “Kota”, “Kupaksa Untuk Melangkah”, “Opiniku”, “Tak Biru Lagi Lautku”, dan “Ujung Aspal Pondok Gede”.
Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian
mengenai lagu-lagu Iwan Fals sudah pernah dilakukan. Akan tetapi, penelitian
terhadap lirik lagu ditinjau dari segi pragmatik masih jarang dilakukan. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengkajian tentang hal-hal yang dikritik dan
tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals versi konser tahun 1978-2000
belum pernah dilakukan.
1.6 Landasan Teori
Dalam bagian ini, akan dijabarkan tentang kritik, topik wacana, fungsi
lagu atau musik, pragmatik, dan tindak tutur berserta jenis-jenis tindak tutur.
1.6.1 Kritik
Menurut KBBI Edisi V, kata kritik berarti kecaman atau tanggapan,
kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil
1.6.2 Topik Wacana
Penelitian ini akan membahas kritik apa saja yang terdapat pada lirik lagu
Iwan Fals. Oleh karena itu, untuk mengetahui hal-hal yang di kritik dalam lirik
lagu Iwan Fals, topik harus diketahui terlebih dahulu. Hal tersebut akan
menunjukkan kritik yang ada dalam lirik lagu dan merupakan sebuah topik dalam
lirik lagu.
Baryadi (2002; 54) mengatakan topik (topic) adalah perihal yang dibicarakan dalam wacana. Hal ini berarti topik menjiwai seluruh bagian wacana
dan topik menyebabkan lahirnya wacana. Wacana berfungsi dalam proses
komunikasi verbal karena wacana akan lahir jika ada yang dibicarakan dan dapat
digunakan sebagai alat komunikasi jika mengandung sesuatu yang dibicarakan.
Dalam proses komunikasi, topik dalam wacana memiliki kedudukan yang
sangat penting. Kedudukan yang sangat penting ini bersangkutan dengan
perannya dalam memperlancar proses komunikasi. Perannya secara potensial dan
dalam permukaan tampak baik bagi pembicara ataupun penulis (pembuat wacana)
maupun bagi pendengar ataupun pembaca (penerima wacana). Pagi pembuat
wacana, topik merupakan informasi embrional dan informasi inti yang menjadi
pangkal inspirasi untuk mengungkapkannya secara verbal dalam struktur lahir
yang berupa jenis wacana tertentu. Bagi penerima wacana, topik adalah sesuatu
yang dicari, diinterpretasikan, dan dipahami serta ditanggapi. Topik menjadi arah
Van Dijk memilah wacana menjadi tiga bagian yang saling mendukung
yaitu (i) bagian makro, (ii) bagian superstruktur, dan (iii) bagian mikro. Bagian
makro merupakan makna global dari suatu wacana. Bagian superstruktur
merupakan kerangka suatu wacana. Bagian mikro merupakan makna wacana yang
dapat dipahami dari penggunaan kata, kalimat, dan sebagainya (Baryadi, 2002:
15).
1.6.3 Fungsi Lagu atau Musik
Banoe (2003 : 288) mengatakan bahwa musik berasal dari kata muse yaitu
salah satu dewa dalam mitologi Yunani kuno bagi cabang seni dan ilmu; dewa
seni dan ilmu pengetahuan. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa musik
merupakan cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam
pola-pola yang dapat dimengerti dan dipahami oleh manusia. Sementara itu,
Jamalus (1988: 1) mengatakan musik adalah suatu hasil karya seni berupa bunyi
dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penciptanya melalui unsur-unsur pokok musik yaitu irama, melodi, harmoni, dan
bentuk atau struktur lagu serta ekspresi sebagai suatu kesatuan. Akan tetapi,
Sylado (1983: 12) mengatakan bahwa musik adalah waktu yang memang untuk
didengar. Musik merupakan wujud waktu yang hidup, yang merupakan kumpulan
ilusi dan alunan suara. Alunan musik yang berisi rangkaian nada yang berjiwa
akan mampu menggerakkan hati para pendengarnya (www.kajianteori.com).
emosional yang berarti musik sebagai suatu media bagi seseorang untuk
mengungkapkan perasaan atau emosinya. Dengan kata lain, pemusik
mengungkapkan perasaan atau emosinya melalui musik. Kedua, fungsi
penghayatan estetis yang berarti musik merupakan karya seni. Suatu karya dapat
dikatakan karya seni jika memiliki unsur estetika atau keindahan didalamnya.
Melalui musik kita dapat merasakan nilai-nilai keindahan baik melalui melodi
ataupun dinamikanya. Ketiga, fungsi hiburan yang berarti musik memiliki fungsi
hiburan mengacu pada pengertian sebuah musik mengandung unsur-unsur
menghibur. Hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya.
Keempat, fungsi komunikasi yang berarti musik memiliki fungsi
komunikasi berarti bahwa sebuah musik yang berlaku disuatu daerah kebudayaan
mengandung isyarat-isyarat tertentu yang hanya diketahui oleh masyarakat
pendukung kebudayaan tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui teks atau didengar
melalui melodi musik tersebut. Kelima, fungsi perlambangan yang berarti musik
memiliki fungsi dalam melambangkan suatu hal. Hal ini dapat dilihat dari
aspek-aspek musik tersebut, misalnya tempo. Jika tempo musik itu lambat, kebanyakan
teksnya menceritakan hal-hal yang menyedihkan sehingga musik itu
melambangkan kesedihan. Keenam, fungsi reaksi jasmani yang berarti jika sebuah
musik dimainkan, musik tersebut dapat merangsang sel-sel saraf manusia
sehingga tubuh kita bergerak mengikuti irama musik tersebut. Jika musiknya
cepat maka gerakan kita juga cepat dan sebaliknya.
Ketujuh, fungsi yang berkaitan dengan norma sosial yang berarti musik
Penyampaian kebanyakan melalui tek-teks nyanyian yang berisi aturan-aturan.
Kedelapan, fungsi pengesahan lembaga sosial yang berarti musik memiliki
peranan yang sangat penting dalam suatu upacara. Musik menjadi bagian yang
penting dalam suatu upacara dan bukan hanya sekedar pengiring. Kesembilan,
fungsi kesinambungan budaya yang berarti musik berisi tentang ajaran-ajaran
untuk meneruskan sistem-sistem dalam kebudayaan kepada generasi berikutnya.
Kesepuluh, fungsi pengintegrasian masyarakat yang berarti musik yang
dimainkan secara bersama-sama secara tidak langsung akan menimbulkan rasa
kebersamaan antara sesama pemainnya ataupun penikmatnya. Oleh karena itu,
musik memiliki fungsi pengintegrasian masyarakat.
1.6.4 Pragmatik
Kasher (1998) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari
bahasa yang digunakan dan bagaimana bahasa tersebut diintegrasikan kedalam
konteks (Putrayasa 2014: 1). Leech menyebutkan pragmatik adalah studi tentang
makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations). Makna memiliki hubungan dengan penutur dan pemakai bahasa (Leech, 1993: 8).
Stalnaker (1972) (dikutip Nadar, 2009) mengatakan bahwa pragmatik adalah
kajian antara lain mengenai deiksis, implikatur, presuposisi, tindak tutur, dan
aspek-aspek struktur wacana. Sementara itu, Parker (dalam Rahardi, 2009)
mendefinisikan pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur
bahasa secara eksternal. Maksudnya adalah bagaimana satuan lingual tertentu
Di sisi lain, Yule (1996) membagi definisi pragmatik ke dalam empat
ruang lingkup. Pertama, pragmatik didefinisikan sebagai studi tentang makna
yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Kedua, pragmatik
adalah studi tentang makna konteksual. Ketiga, pragmatik adalah studi tentang
bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan.
Sementara itu, definisi keempat pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari
jarak hubungan (Putrayasa, 2014: 1).
Berbagai pengertian di atas menyimpulkan bahwa pragmatik adalah
cabang ilmu bahasa yang mempelajari segala bentuk tuturan yang maknanya
terikat oleh konteks. Konteks menjadi hal yang penting dan berpengaruh pada
perbuatan mitra tutur terhadap tuturan.
1.6.5 Tindak Tutur dan Jenis-jenis Tindak Tutur
Tindak tutur dan jenis-jenis tindak tutur akan dijelaskan sebagai berikut.
1.6.5.1 Tindak Tutur
Dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with Words, J.L. Austin memaparkan teori tindak tutur (speech act). Austin (1962: 98-99) menjelaskan bahwa pada dasarnya ketika seseorang mengatakan suatu hal, dia juga melakukan
sesuatu. Austin (1962) mengemukakan bahwa setiap tuturan mengandung tiga
jenis tindakan, yaitu tindak lokusioner (locusionary act), tindak ilokusioner
yang berjudul Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language. Dalam buku tersebut, Searle (1969: 23-24) juga mengemukakan hal yang sama. Tindak
lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan disebut sebagai the act of saying something. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan
untuk melakukan sesuatu dan disebut sebagai the act of doing something. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk
memperngaruhi lawan tutur dan disebut sebagai the act of affecting someone (bdk. Wijana, 1996:17-20).
Leech (1983: 104) dalam bukunya Principles of Pragmatics mengatakan bahwa, situasi yang berbeda menuntut adanya jenis-jenis derajat sopan santun
yang berbeda pula. Pada tingkatan yang paling umum, fungsi- fungsi ilokusi
diklasifikasikan menjadi empat jenis, sesuai dengan hubungan fungsi-fungsi
tersebut dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan
terhormat. Keempat jenis ilokusi tersebut ialah ilokusi kompetitif (competitive),
ilokusi konvivial (convivial), ilokusi kolaboratif (collaborative), dan ilokusi konfliktif (conflictive). Ilokusi dikatakan berjenis kompetitif jika tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial; misalnya: memerintah, meminta, menuntut, atau
mengemis. Ilokusi dikatakan berjenis konvivial jika tujuan ilokusi sejalan dengan
tujuan sosial; misalnya: menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa,
mengucapkan terima kasih, atau mengucapkan selamat. Ilokusi dikatakan berjenis
kolaboratif jika tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial; misalnya:
berjenis konfliktif jika tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial; misalnya:
mengancam, menuduh, menyumpahi, atau memarahi.
Leech (1983: 105) mengatakan keempat jenis ilokusi tersebut dibedakan
berdasarkan kesopanan. Pada ilokusi berjenis kompetitif, kesopanan bersifat
negatif karena tujuan kompetitif pada dasarnya memang tidak bertata krama.
Sebaliknya, pada ilokusi berjenis konvivial, kesopanan bersifat positif karena
pada dasarnya memang bersifat tata krama. Pada ilokusi berjenis kolaboratif tidak
melibatkan kesopanan karena pada jenis ilokusi ini kesopanan memang tidak
relevan. Sementara itu, pada ilokusi berjenis konfliktif, kesopanan tidak ada sama
sekali sebab ilokusi ini memang bertujuan menimbulkan kemarahan atau
ketakutan.
Kridalaksana (1993) mengatakan tindak tutur adalah pengujaran kalimat
untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar.
Sementara itu, Hudson (dikutip Alwasilah, 1993) mengatakan tindak tutur adalah
ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi sosial. Oleh karena itu, tindak
tutur dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada
mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu (Putrayasa, 2014: 85. 86).
Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis, dan
ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Dalam tindak tutur, terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh penutur kepada
1.6.5.2 Jenis-jenis Tindak Tutur
Wijana (1996: 29-30) mengatakan tindak tutur dapat dibedakan menjadi
tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung serta tindak tutur literal dan
tindak tutur tidak literal. Berikut akan didefinisikan kedua jenis tindak tutur
tersebut.
1.6.5.2.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung
Menurut Wijana (1996: 30-31), secara formal, berdasarkan modusnya,
kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif),
dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional, kalimat berita digunakan
untuk memberitakan sesuatu (informasi), kalimat tanya digunakan untuk
menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan,
permintaan, atau permohonan. Jika kalimat berita difungsikan secara
konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan
kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dsb., tindak tutur yang
terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speech act). Sementara itu, untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau
kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Bila hal
ini terjadi akan terbentuk tindak tutur tidak langsung (indirect speech act).
Wijana (1996: 32) menunjukan perbedaan tuturan langsung dan tidak
Tabel 1: Skema Penggunaan Modus
Modus
Tindak Tutur
Langsung Tidak Langsung
Berita Memberitahukan Menyuruh
Tanya Bertanya Menyuruh
Perintah Memerintah -
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat berita dapat
digunakan untuk untuk memberitakan ataupun menyuruh, demikian pula kalimat
tanya yang dapat digunakan untuk bertanya dan juga menyuruh. Walaupun
demikian, kalimat perintah hanya dapat digunakan untuk memerintah.
1.6.5.2.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal
Wijana (1996: 32) mengatakan tindak tutur literal (literal speech act)
adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata penyusunnya.
Sementara itu, tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata
yang menyusunnya.
1.6.5.3 Interseksi Berbagai Jenis Tindak Tutur
Wijana (1996: 33-36) mengatakan bila tindak tutur langsung dan tindak
tutur tidak langsung disinggungkan (diinterseksikan) dengan tindak tutur literal
dan tindak tutur tidak literal, akan didapatkan tindak tutur-tindak tutur sebagai
1.6.5.3.1 Tindak Tutur Langsung Literal (LL)
Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan
modus tuturan dan makna yang sama sesuai dengan maksud pengutaraannya.
1.6.5.3.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal (TLL)
Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan
dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi
makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan
penutur.
1.6.5.3.3 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (LTL)
Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan
dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang
menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
1.6.5.3.4 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (TLTL)
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang
diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan
1.7 Metode dan Teknik Penelitian
Penelitian ini dilakukan melaui tiga tahap yaitu: (a) pengumpulan data, (b)
analisis data, dan (c) penyajian hasil analisis data. Berikut pemaparan tentang
metode dan teknik penelitian yang akan dilakukan.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek dalam penelitian ini adalah hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi” (1978), “Semar Mendem” (1978), dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” (1978) karya Iwan Fals. Objek penelitian itu
terdapat dalam data berupa tuturan pada tiga lagu tersebut.
Data dalam penelitian dikumpulkan menggunakan metode simak. Menurut
Sudaryanto (1993: 133), metode simak adalah metode yang digunakan untuk
menyimak penggunaan bahasa yang dijadikan objek penelitian. Dalam penelitian
ini, penyimakan dilakukan terhadap lirik-lirik lagu Iwan Fals yang berupa wacana
tulis sebagai objek penelitian.
Tahap selanjutnya, penelitian ini menggunakan teknik catat. Teknik catat
dilakukan dengan mencatat data-data dalam lirik lagu Iwan Fals yang berisi
hal-hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik serta diklasifikasikan berdasarkan
jenisnya. Data-data tersebut ditulis pada buku ataupun diketik pada komputer
guna memudahkan pengerjaan penelitian ini serta mencari referen bahasa (segala
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang akan digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah
metode padan. Menurut Sudaryanto (2015: 15), metode padan merupakan metode
analisis data yang alat penentunya terletak di luar, terlepas, dan tidak menjadi
bagian dari bahasa yang bersangkutan. Penelitian ini akan menggunakan metode
padan referensial untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dikritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”.
Metode padan referensial adalah metode padan yang alat penentunya berupa
referen bahasa. Referen bahasa adalah kenyataan atau unsur di luar bahasa yang
ditunjuk oleh satuan kebahasaan (Kesuma, 2007: 48). Berikut ini contoh
penerapan metode padan referensial:
(9) Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang. (Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)
Pada contoh (9), ditemukan kritik tentang mahalnya harga. Hal tersebut
dibuktikan oleh tuturan kunci Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci kaget.Menurut KBBI Edisi V, kaget memiliki arti „terperanjat; terkejut (karena heran)‟. Dalam
hal ini, kaget berisi muatan kritik mahalnya harga karena adanya ketidakselarasan
antara surat kabar dan kenyataan yang ada sehingga dilontarkan
pertanyaan-pertanyaan seputar harga bahan pokok.
Selain metode padan referensial, peneliti juga menggunakan metode padan
Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals.
Metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya lawan atau
mitra wicara. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, misalnya, satuan
kebahasaan menurut reaksi atau akibat yang terjadi atau timbul pada lawan atau
mitra wicara ketika satuan kebahasaan itu dituturkan oleh pembicara (Kesuma,
2007: 49). Berikut ini merupakan contoh penerapan metode padan pragmatis:
(10) Langsung harga turun sekejap karena takut semar menindak. (Iwan Fals, “Demokrasi Nasi”,1978)
Contoh (10) menggunakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh
pemerintah secara langsung literal. Dikatakan langsung karena menggunakan
kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan
maksud tuturan. Disebut tidak literal karena menggunakan kata Semar untuk
menyebut Soeharto sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang
sama dengan maksud penuturnya.
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil penelitian selanjutnya disajikan dengan metode informal dan metode
formal. Menurut Sudaryanto (1993: 145), metode informal adalah perumusan
dengan kata-kata biasa sedangkan metode formal dalam penelitian ini disajikan
1.8 Sistematika Penyajian
Hasil penelitian ini disusun menjadi empat bab. Bab I merupakan
pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian,
serta sistematika penyajian. Bab II berisi klasifikasi tentang hal-hal yang dikritik
dalam lirik lagu Iwan Fals dan dipaparkan dalam bentuk uraian ataupun deskripsi.
Bab III berisi tentang uraian tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals.
Dalam bab ini, tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals akan
dideskripsikan kedalam empat jenis tindak tutur yaitu, tindak tutur langsung
literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, dan
tindak tutur tidak langsung tidak literal. Bab IV berisi kesimpulan dan saran. Pada
bab ini, hasil penelitian yang telah dilakukan akan disimpulkan. Hal tersebut
bertujuan untuk membentuk suatu kesimpulan yang mewakili seluruh isi
BAB II
HAL-HAL YANG DIKRITIK
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER
2.1 Pengantar
Bab ini membahas tentang hal-hal yang dikritik dalam tiga lirik lagu Iwan
Fals versi konser. Ketiga lirik lagu tersebut ialah “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Lirik-lirik lagu tersebut memiliki
tema besar yang berbeda-beda yaitu hukum, ekonomi, dan sosial. Ketiga lirik lagu
tersebut mengkritik pemerintahan pada Orde Baru. Hal itu dibuktikan oleh tahun
terciptanya lagu tersebut yaitu tahun 1978. Walaupun lagu-lagu tersebut
diciptakan tahun 1978, konteks dalam lagu tersebut banyak terjadi sebelum tahun
1978 sehingga lagu tersebut mengangkat kejadian yang pernah terjadi selama
Orde Baru. Dalam satu lagu karya Iwan Fals, dapat dijumpai berbagai macam
muatan kritik. Oleh karena itu, pembahasan tentang hal-hal yang dikritik
dilakukan berdasarkan setiap lagu.
2.2 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi”
Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/
wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu hukum. Kritik
dan lemahnya penegakan hukum. Berikut ini akan disajikan kritik ketidakadilan
pelaksanaan hukum dan lemahnya penegakan hukum dalam bentuk tabel.
Tabel 2: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi”
No. Data
Lirik Lagu Hal yang Dikririk
11 Ada lagi sebuah perkara tentang nyawa manusia.
Kisah ini memang sudah lama tapi benar terjadi.
Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok nggak ada sangsi?
Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi.
Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga, langsung masuk penjara tanpa bukti nyata
Mengapa? Mengapa?
Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum
12 Undang-undang tampaknya sakit perut. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera.
Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa.
Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma
Lemahnya Penegakan Hukum
Konteks dari lagu ini terjadi pada Orde Baru tahun 1970 tepatnya pada
tanggal 6 Oktober di Bandung pada saat pertandingan sepak bola antara pihak
terjadi pada saat itu menewaskan seorang mahasiwa bernama Rene Louis Conrad.
Rene sebetulnya tidak terlibat dalam pertandingan sepak bola itu, ataupun
menyaksikannya. Ia hanya kebetulan berkeliling kampus dengan sepeda motor
Harley Davidson. Kebetulan ketika terjadi keributan, Rene lewat di depan kampus
dan ia ditembak hingga tewas. Mayatnya dibuang ke atas kendaraan polisi begitu
saja, lalu ditaruh di gudang (https://id.wikipedia.org/wiki/Rene_Louis_Conrad)
(Bandingkan pula Kompasiana.com/Ingat Jendral, Hari ini 42 Tahun yang Lalu).
Peristiwa itu diusut bahkan sampai kepada proses peradilan di Mahkamah
Militer. Para mahasiswa menduga bahwa pelaku pembunuhan itu adalah Nugroho
Djajusman yang merupakan putera seorang Jenderal Polisi, yaitu Jenderal
Djajusman. Akan tetapi, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak bersalah dalam
kasus tersebut (
http://s-kisah.blogspot.co.id/2011/10/6-oktober-1970-luka-perta-ma-dalam.html) (Bandingkan Kompasiana.com/Ingat Jendral, Hari ini 42 Tahun
yang Lalu). Untuk menutup kasus tersebut, dicarilah kambing hitam yaitu seorang
anggota Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman. Pada saat anggota
Brimob itu diajukan ke pengadilan, mahasiswa justru melakukan protes karena
menyadari ketidakadilan yang berlangsung. Meskipun anggota Brimob itu dibela
oleh pengacara terkenal Adnan Buyung Nasution, ia tetap dinyatakan bersalah.
Sidang Mahkamah Militer Priangan-Bogor pada Desember 1970 memberikan
vonis 5 tahun 8 bulan tetapi kemudian pengadilan banding Mahkamah Kepolisian
Tinggi 13 April 1972 memberikan vonis berbeda yaitu 1 tahun 6 bulan. Selesai
Brimob dan pada permulaan 1974 berpangkat Pembantu Letnan II (https://
id.wikipedia.org/wiki/Rene_Louis_Conrad).
Pada contoh (11) berisi muatan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum.
Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok gak ada sanksi?. Tuturan tersebut bermakna „terjadi ketidakadilan pelaksanaan hukum karena anak menteri yang membunuh tidak diadili‟. Akan tetapi, perkara yang terjadi bukan merupakan anak seorang
Menteri melainkan anak seorang Jendral Polisi. Nama anak Jendral itu adalah
Nugroho Djajusman. Walaupun begitu, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak
bersalah dan terkesan dilindungi sehingga mengkambinghitamkan anggota
Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman sebagai pelaku pembunuhan.
Tuturan kunci Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi. juga berisi kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada tuturan tersebut terdapat frasa tak sesuai yang menjadi frasa kunci dari kritik ketidakadilan hukum. Frasa tak sesuai bermakna „tidak selaras‟ dan mengacu
pada „ketidaksesuaian antara Undang-Undang dan demokrasi‟.
Selain itu, kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum terdapat dalam tuturan
kunci Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga langsung masuk penjara tanpa bukti nyata. Tuturan tersebut bermakna „rakyat yang curiga akan masuk
penjara walaupun tidak ada bukti yang menyatakan mereka bersalah‟. Kata
berprasangka akan langsung ditangkap karena dianggap sebagai tindakan
subversif terhadap negara. Contohnya adalah pada tahun 1974 terjadi
pembredelan beberapa koran dan majalah, seperti Indonesia Raya yang
dipimpinan Muchtar Lubis (
https://ithum.wordpress.com/2008/02/28/data-data-kasus-pelanggaran-ham-semasa-orde-baru).
Sementara itu, contoh (12) mengkritik tentang lemahnya penegakan
hukum. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Undang-Undang tampaknya sakit perut.Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera. Dalam tuturan Undang-Undang tampaknya sakit perut terdapat frasa kunci, yaitu sakit perut. Tuturan tersebut menggunakan kiasan personifikasi karena Undang-Undang disamakan dengan manusia yang dapat
menderita sakit perut. Menurut KBBI Edisi V, kata sakit perut berarti „berasa
tidak nyaman di tubuh bagian perut‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar lemahnya
penegakan hukum tidak terus terjadi dan menular ke lembaga lainnya. Menurut
KBBI Edisi V, kata kolera berarti „penyakit perut, disertai buang-buang air dan muntah-muntah, dapat menular disebabkan oleh basil, kuman‟.
Kritik tentang lemahnya penegakan hukum juga terdapat dalam tuturan
kunci Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma. Dalam tuturan
jiwa. Tuturan tersebut menggunakan kiasan personifikasi karena Undang-Undang disamakan dengan manusia yang bisa sakit jiwa. Menurut KBBI Edisi V, kata
sakit jiwa berarti „sakit ingatan; gila‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar tegas dan tidak
takut dalam menegakan hukum. Menurut KBBI Edisi V, kata selesma berarti „sakit kedinginan sehingga mengeluarkan ingus; pilek‟.
2.3 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”
Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/
wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu ekonomi. Kritik
yang disampaikan dalam lagu ini ada lima, yaitu pencitraan pemerintah, tekanan
oleh pemerintah, intimidasi oleh pemerintah, penyalahgunaan kekuasaan, dan
mahalnya harga. Berikut ini akan disajikan kritik pencitraan pemerintah, tekanan
oleh pemerintah, intimidasi oleh pemerintah, penyalahgunaan kekuasaan, dan
mahalnya harga dalam bentuk tabel.
Tabel 3: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”
No. Data
Lirik Lagu Hal yang Dikritik
13 Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan, kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran.
14 Gemetar para pedagang waktu melihat Semar datang mengoreksi harga makanan.
Mengoreksi harga makanan
Tekanan oleh Pemerintah
15 Langsung harga turun sekejap karena takut Semar menindak.
Intimidasi oleh penguasa 16 Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah
kebetulan, mumpung ada Semar harga barang turun dia sikat.
Penyalahgunaan Kekuasaan
17 Setelah Semar selesai mengoreksi harga makanan, terpampang dalam surat kabar. Dengan resmi dia umumkan, harga sembilan bahan pokok tiada perubahan.
Pencitraan Pemerintah
18 Ketika ku belanja di pasar, kaget melihat harga barang.
Lalu kuhampiri seorang pedagang dan
kutanyakan, berapa harga daging ?, berapa sayur mayur?, berapa gula kopi?, berapa bawang putih?, berapa cabe merah?
Mengapa semua harga naik edan edanan? Tak cocok sama Semar waktu dia umumkan. “Baik adik akan saya tunjukkan” Kata para pedagang.
“Bila adik mau belanja lebih murah Pergi saja sana ke Semar ubanan Pergi saja sana ke Semar ubanan”.
Mahalnya harga
Konteks dalam lagu ini adalah ketidakstabilan ekonomi yang terjadi di
Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh lirik dalam lagu ini yang mengkritik
tentang harga bahan pokok yang mahal. Pada tahun 1973/1974, indeks biaya
hidup mengalami kenaikan tertinggi selama pelaksanaan Repelita I. Dalam tahun
tersebut, kenaikan angka indeks tercatat sebesar 47,4%. Kenaikan angka indeks
tersebut terutama disebabkan oleh naiknya indeks sektor makanan, sektor
32,2%, 55,3% dan 43,4% (www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/
9885/1802).
Pada Repelita II, kenaikan harga barang berhasil ditekan dan terus
menurun namun, kembali meningkat walaupun jumlahnya kecil. Dalam tahun
1977/78 sampai dengan akhir Pebruari 1978, kenaikan angka indeks biaya hidup
baru mencapai 9,5%. Selama semester pertama tahun 1977/1978 indeks biaya
hidup meningkat dengan 6,4% atau setiap bulannya naik dengan rata rata 1,0%.
Kenaikan ter tinggi terjadi pada bulan September 1977 yaitu sebesar 1,6% hal
mana disebabkan oleh kenaikan harga-harga yang umumnya terjadi men¬jelang
Hari Raya Lebaran. Hampir semua bahan makanan harganya naik dengan pesat,
tetapi harga beras menurun 1,5% sehingga sektor makanan hanya mengalami
kenaikan sebesar 6,5% dalam semester 1977/1978 (www.bappenas.go.id
/index.php/download_file/view/ 9885/1802).
Contoh (13) berisi kritik tentang pencitraan penguasa. Hal tersebut
dibuktikan oleh tuturan kunci Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan, kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran. Kritik pencitraan pemerintah ditunjukkan oleh frasa kunci dikawal ratusan kamera yang berarti „diliput oleh ratusan wartawan‟. Tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yaitu seorang
pria gendut ubanan yang mengacu pada Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Soeharto datang ke pasar dan diliput oleh ratusan wartawan hanya untuk
dijadikan bahan omong kosong pada koran‟. Menurut KBBI Edisi V, kata obrolan
Pada contoh (14), berisi muatan kritik tekanan oleh pemerintah. Hal
tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi harga makanan. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci gemetar. Menurut KBBI Edisi V, kata gemetar
berarti „bergetar anggota badan karena ketakutan (kedinginan dsb); menggigil karena ketakutan dsb‟.
Contoh (15) berisi muatan kritik tentang intimidasi oleh penguasa. Hal
tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Langsung harga turun sekejap karena takut semar menindak. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci takut.
Menurut KBBI Edisi V, kata takut berarti „merasa gentar (ngeri) menghadapi
sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana‟.
Pada contoh (16), ditemukan muatan kritik penyalahgunaan kekuasaan.
Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada semar harga barang turun dia sikat. Nama semar dalam tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yang merujuk pada nama Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Ibu pejabat yang ikut rombongan langsung
merampas atau menyerobot habis-habisan barang dengan harga murah sewaktu Soeharto mengkoreksi harga barang‟. Menurut KBBI Edisi V, kata sikat dalam
tuturan ini merupakan verba dan seharusnya menjadi kata menyikat yang berarti „merampas atau menyerobot habis-habisan‟.
Contoh (17) berisi muatan kritik pencitraan pemerintah. Hal tersebut
bahan pokok tiada perubahan. Tuturan tersebut bermakna „Soeharto
mengumumkan tidak ada kenaikan harga bahan pokok hanya dalam surat kabar
karena diliput oleh ratusan wartawan, sedangkan kenyataan di pasar, harga bahan pokok tetap tinggi‟.
Pada contoh (18), ditemukan kritik tentang mahalnya harga. Hal tersebut
dibuktikan oleh tuturan kunci Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci kaget.Menurut KBBI Edisi V, kaget memiliki arti „terperanjat; terkejut (karena heran)‟. Dalam
hal ini, kaget berisi muatan kritik mahalnya harga karena adanya ketidakselarasan
antara surat kabar dan kenyataan yang ada sehingga dilontarkan
pertanyaan-pertanyaan seputar harga bahan pokok.
Kritik tentang mahalnya harga juga terdapat dalam tuturan kunci Mengapa semua harga naik edan-edanan? Tak cocok waktu Semar umumkan. Pada tuturan tersebut terdapat kata kunci edan-edanan. Menurut KBBI Edisi V, kata edan-edanan berarti „gila-gilaan‟. Tuturan tersebut bermakna „harga bahan pokok naik
besar-besaran dan tidak sesuai dengan berita di koran‟.
Selain itu, kritik tentang mahalnya harga juga dibuktikan oleh tuturan
2.4 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/
wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu sosial. Kritik yang
disampaikan dalam lagu ini ada tiga, yaitu prostitusi, kesenjangan ekonomi, dan
kebohongan. Berikut ini akan disajikan kritik prostitusi, kesenjangan ekonomi,
dan kebohongan dalam bentuk tabel.
Tabel 4: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Kisah Sapi Malam /Kisah PSK”
No. Data
Lirik Lagu Hal yang Dikritik
19 Hei sapi malam siapa engkau ini?
Pinggul digoyang punya kota Karawang, mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit.
Prostitusi
20 Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai Mercy biru, Bemo butut tak laku.
Kesenjangan Ekonomi 21 Soal materi atau cuma hobi?
Bila pulang kandang hari sudah pagi, muka pucat pasi jalan sruduk kanan kiri mirip orang mabuk terasi.
Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai Mercy biru, Bemo butut tak laku.
Ayahmu nona seorang kyai. Ibumu nona pun guru ngaji.
Mengapa kau jalani hidup penuh dosa ini?
Soal materi atau cuma hobi?
Bila pulang kandang hari sudah pagi, muka pucat pasi jalan seruduk kanan kiri mirip orang mabuk terasi.
Prostitusi
22 Kerja lembur, bilang pada bapak kyai Pergi pake Damri, pulang diantar Mercy. Mercy punya Pak Kusnadi
Konteks lagu ini adalah seorang gadis yang kecanduan prostitusi di
Kerawang. Hal tersebut dibuktikan dari lirik lagu itu sendiri seperti tidak
menghiraukan ayah dan ibunya yang merupakan tokoh agama. Di Kerawang,
tempat prostitusi bernama Seer sudah ada sejak tahun 1970-an (http://www.
karawanginfo.com/?p=9226). Hal tersebut mendukung konteks lagu ini karena
lagu ini diciptakan tahun 1978 dan membuktikan bahwa kegiatan prostitusi sudah
ada di Kerawang sekitar tahun tersebut.
Contoh (19) berisi kritik tentang prostitusi. Hal itu dibuktikan oleh tuturan
kunci Hei sapi malam siapa engkau ini? Pinggul digoyang punya kota Karawang. Mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit. Kritik tentang prostitusi dibuktikan oleh penggunaan idiom sapi malam. Idiom sapi malam belum terdapat dalam kamus idiom namun, idiom kupu-kupu malam sudah terdapat dalam kamus
idiom (Bandingkan Abdul Chaer 1984: 94). Kritik terhadap prostitusi yang
melibatkan idiom sapi malam akan dibuktikan menggunakan teori semiotika Roland Barthes tentang makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif
dari sapi malam adalah sapi yang ada pada malam hari, sedangkan makna konotatif dari sapi malam adalah pekerja seks komersial. Hal ini terbukti dari kalimat hei sapi malam siapa engkau ini. Kata engkau pada kalimat tersebut menunjuk kepada seseorang yaitu sapi malam.
Pada contoh (20), terdapat muatan kritik kesenjangan ekonomi. Hal
tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai Mercy biru, Bemo butut tak laku. Tuturan tersebut bermakna „PSK ini lebih