• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul Tesis : Studi Perubahan Perilaku pada Gerakan Sosial Konservasi Sumberdaya Hutan Jawa dengan Kampanye Pride di Kawasan Hutan Produksi-Lindung Potorono-Gunung- Sumbing Magelang

Nama : Panji Anom

NRP : E 051054195

Disetujui Komisi Pembimbing,

Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc Dr.Ir.Rinekso Soekmadi, M.Sc.F

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof.Dr.Ir. Imam Wahyudi, M.S Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Judul Tesis : Studi Perubahan Perilaku pada Gerakan Sosial Konservasi Sumberdaya Hutan Jawa dengan Kampanye Pride di Kawasan Hutan Produksi-Lindung Potorono-Gunung- Sumbing Magelang

Nama : Panji Anom

NRP : E 051054195

Disetujui Komisi Pembimbing,

Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc Dr.Ir.Rinekso Soekmadi, M.Sc.F

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof.Dr.Ir. Imam Wahyudi, M.S Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

i

Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar belakang ... 1 1.2 Perumusan masalah ... 3 1.3 Kerangka Pemikiran ... 4 1.3.1 Proses gerakan sosial konservasi ... 4 1.3.2 Gerakan sosial konservasi Kawasan Potorono-Gunung Sumbing ... 5 1.4 Tujuan Penelitian ... 8 1.5 Manfaat Penelitian ... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA... 9 2.1 Kerusakan hutan dan perubahan perilaku ... 9 2.2 Sosial marketing dan perubahan perilaku konservasi ... 11 2.3 Kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing... 15 III. KONDISI UMUM LOKASI... 49 3.1 Lokasi Kawasan ... 49 3.2 Iklim dan Cuaca ... 50 3.3 Kondisi umum ekosistem ... 51 3.3.1 Karakterisktik ekosistem Potorono-Gunung Sumbing... 51 3.3.2 Keanekaragaman hayati ... 51 3.4 Deskripsi masyarakat di target lokasi ... 53 3.4.1 Populasi dan demografi... 53 3.4.2 Sosial budaya dan ekonomi... 53 3.5 Sejarah pengelolaan kawasan ... 54 3.5.1 Sejarah pengelolaan hutan... 54 3.5.2 Kepemilikan lahan ... 55 3.6 Karakter masyarakat target berdasar hasil survey... 56 3.7 Karakter masyarakat kontrol berdasar hasil survey ... 63 IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 67 4.1 Lokasi Penelitian ... 67 4.2 Waktu Studi ... 67 4.3 Alat dan Bahan ... 67 4.4 Metodologi penelitian ... 67

ii

5.1 Hasil Survey Perubahan Perilaku... 69 5.2 Perubahan Perilaku Berdasarkan Parameter Teknis ... 78 5.3 Pengurangan ancaman dengan lahan yang di konservasi ... 80 VI. PEMBAHASAN ... 89 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 96 DAFTAR PUSTAKA ... 98

iii

Tabel 1. Ilustrasi tawaran perubahan perilaku dan keinginan umum... 13 Table 2. Rangking ancaman di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing... 18 Tabel 3. Tingkat kepercayaan terhadap sumber informasi ... 57 Tabel 4. Persepsi masyarakat terhadap perlindungan hutan ... 59 Tabel 5. Pandangan masyarakat pada upaya konservasi per desa ... 60

iv

Halaman Gambar 1 Skema gerakan sosial ... 3 Gambar 2 Kerangka pemikiran studi ... 7 Gambar 3 Skema hubungan manusia dan lingkungan ... 10 Gambar 4 Kurva tingkatan adopsi ... 14 Gambar 5 Skema proses kampanye Pride... 16 Gambar 6 Skema model konsep... 19 Gambar 7 Perbaikan model konsep... 24 Gambar 8 Lomba gambar dan kunjungan sekolah dengan kostum maskot... 29 Gambar 9 Pelatihan pembuatan tungku hemat kayu bakar ... 30 Gambar 10 Upacara merti banyu di desa Sukomakmur... 31 Gambar 11 Kelompok pengelola wisata, Kelompok swadaya masyarakat dan

Patroli hutan ... 32 Gambar 12 Pelatihan interpretasi kelompok pengelola wisata desa Sutopati... 33 Gambar 13 Pendampingan kelompok ibu-ibu ... 33 Gambar 14 Proses penyiaran spot lagu ... 34 Gambar 15 Kegiatan pekan penanaman kawasan... 35 Gambar 16 Koordinasi perencanaan lomba masak... 36 Gambar 17 Workshop ... 37 Gambar 18 Plang konservasi... 37 Gambar 19 Poster ... 39 Gambar 20 Penyematan pin ... 39 Gambar 21 Factsheet ... 40 Gambar 22 Kostum maskot ... 41 Gambar 23 Komik konservasi... 42 Gambar 24 Pembuatan lagu konservasi ... 43 Gambar 25 Buklet-buklet konservasi... 44 Gambar 26 Panggung boneka ... 47 Gambar 27 Kalender konservasi ... 47 Gambar 28 Billboard kawasan ... 48 Gambar 29 Lokasi studi ... 49

v

Gambar 32 Pekerjaan (N=378) ... 56 Gambar 33 Kebiasaan membaca (N=378) ... 57 Gambar 34 Tingkat pengetahuan petani di desa target mengenai manfaat hutan

(N=287) ... 58 Gambar 35 Inisiatif menghutankan kembali kawasan hutan yang gundul (N=227) 61 Gambar 36 Faktor yang menentukan keberhasilan program rehabilitasi hutan

dalam jangka panjang (N=378) ... 61 Gambar 37 Perhatian masyarakat tentang pengambilan kayu sebagai kayu bakar

(N=217) ... 62 Gambar 38 Alasan melakukan kegiatan alih fungsi pengelolaan lahan (N=354). 63 Gambar 39 Tanaman yang dikembangkan masyarakat (N=354)... 63 Gambar 40 Pengetahuan masyarakat kontrol mengenai manfaat hutan (N=58) .. 64 Gambar 41 Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai manfaat hutan (N=287) 69 Gambar 42 Tingkat pengetahuan masyarakat kontrol tentang manfaat hutan

(N=60) ... 70 Gambar 43 Sikap masyarakat target pada hutan (pra dan post kampanye N=378) 71 Gambar 44 Sikap masyarakat kontrol pada hutan (pra dan post kampanye N=60) 71 Gambar 45 Pendapat masyarakat target tentang kondisi hutan (N=378)... 72 Gambar 46 Kondisi hutan masyarakat kontrol (N=60)... 72 Gambar 47 Penjagaan sumber air masyarakat target (N=378) ... 73 Gambar 48 Penjagaan sumber air masyarakat kontrol (N=60)... 73 Gambar 49 Keberhasilan program perbaikan lahan (N=378) ... 74 Gambar 50 Pandangan program perbaikan lahan masyarakat kontrol (N=60)... 74 Gambar 51 Pengelolaan hutan menurut masyarakat target (N=378) ... 75 Gambar 52 Keberhasilan pengelolaan lahan menurut masyarakat kontrol (N=60)7 75 Gambar 53 Inisiatif menghutankan kembali kawasan hutan yang gundul (N=378) 76 Gambar 54 Inisiatif penghutanan menurut masyarakat control (N=60) ... 76 Gambar 55 Pendukung keberhasilan konservasi masyarakat target (N=378) ... 77 Gambar 56 Penentu keberhasilan konservasi masyarakat kontrol (N=60) ... 77 Gambar 57 Daerah yang di konservasi di Desa Sukomakmur ... 82 Gambar 58 Daerah yang di konservasi di Desa Sukorejo ... 83 Gambar 59 Daerah yang di konservasi di Desa Sutopati dan Banjaragung ... 84

vi

Gambar 62 Daerah yang di konservasi di Desa Sukomulyo ... 86 Gambar 63 Daerah yang di konservasi di Desa Mangunrejo ... 87

vii

Lampiran 1. Matriks Analisa Pemangku Kepentingan ... 101 Lampiran 2. Model konsep awal ... 104 Lampiran 3. Rencana peserta pelaksanaan diskusi kelompok fokus (FGD)... 105 Lampiran 4. Pertanyaan untuk diskusi kelompok fokus ... 106 Lampiran 5. Pertanyaan Survey KAP ... 108 Lampiran 6. Distribusi kuesioner... 117 Lampiran 7. Skema rencana kerja Kampanye Pride di Kawasan Hutan

Produksi-Lindung Potorono-Gunung Sumbing... 118 Lampiran 8. Ringkasan kegiatan kampanye yang telah dilakukan ... 119 Lampiran 9: Ringkasan materi cetak kampanye yang telah diproduksi ... 120 Lampiran 10. Rencana Monitoring dan Evaluasi Program... 121 Lampiran 11.Gambaran Desa Target Studi Kampanye Bangga ... 124 Lampiran 12: Populasi dan gambaran umum masyarakat di desa target ... 125 Lampiran 13. Daftar pertanyaan panduan wawancara... 126

1. 1 Latar Belakang

Data Balai Pemantapan Kawasan Hutan Jawa-Madura tahun 2004 menunjukkan bahwa kawasan hutan Jawa seluas 3.289.131 hektar, berada dalam kondisi rusak. Lahan kritis di dalam kawasan hutan Jawa yang memerlukan rehabilitasi mencapai 1,714 juta hektar atau 56,7 persen dari luas seluruh hutan yang ada. Kondisi tersebut diperparah dengan lahan kritis yang semakin luas di luar kawasan hutan hingga mencapai 9,016 juta hektar. Total lahan memerlukan rehabilitasi mencapai 10,731 juta hektar atau 84,16 persen dari luas seluruh daratan Pulau Jawa. Effendi dalam Greenomics Indonesia (2006) telah memperkirakan jika tren tersebut terus berlangsung selama dua tahun maka sekitar 10,7 juta hektar DAS/Sub-DAS di Pulau Jawa akan terancam kualitas fungsi ekologis secara serius. Kondisi Pulau Jawa saat ini telah mengalami ancaman kekurangan air di 172 titik DAS/Sub DAS atau seluas 11,74 juta hektar (BPKH 2007). Selanjutnya, kerusakan hutan Jawa tersebut berpotensi mendorong kerugian ekonomi mencapai Rp136,5 triliun setiap tahun akibat terjadinya banjir, tanah longsor serta kekeringan dalam skala besar (Effendi 2006).

Salah satu penyebab ketidakseimbangan lingkungan di Pulau Jawa adalah perubahan status hutan alam menjadi hutan produksi yang terjadi sejak sekitar tahun 1960-an. Penerapan sistem tebang habis serta konsep hutan monokultur memberi kontribusi terbesar pada kerusakan keseimbangan ekologi. Perubahan tersebut juga berakibat pada perubahan perilaku masyarakat yang berada di wilayah hutan Kawasan Potorono-Gunung Sumbing.

Dalam teori perubahan perilaku terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang mengambil keputusan untuk merubah perilaku. Salah satunya berupa faktor informasi yang diterima. Namun demikian, tidak selalu informasi merubah perilaku seseorang atau sekelompok orang, tergantung dari tingkat kekuatan kontek informasi, faktor kelekatan serta faktor agen pembawa informasi. Ciri perubahan perilaku sebagai dampak peningkatan pemahaman adalah kesadaran individu.

Persoalan perilaku kehutanan dapat dilihat dari cara masyarakat atau stakeholder memperlakukan hutan. Perlakuan seperti pengambilan satwa maupun pemotongan kayu baik untuk kayu bakar maupun sebagai bahan bangunan, menunjukkan ketidakpedulian pada pentingnya keberadaan sumberdaya hutan di daerahnya. Lebih lanjut, hasil survei lapangan di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing menyatakan +70% wilayah hutan Potorono-Sumbing mengalami perubahan fungsi menjadi lahan tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan seperti tanaman pakan ternak dan tanaman semusim seperti ketela pohon, jagung dan sejenisnya.

Budaya berhutan di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing mulai ditinggalkan, berganti dengan budaya berladang dan tegalan. Masyarakat tidak lagi memandang pentingnya keberadaan hutan sebagai bagian dari hidupya. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasa kepemilikan terhadap hutan semakin berkurang akibat berkurangnya kelekatan nilai antara masyarakat dengan hutannya. Kelekatan nilai diartikan sebagai ikatan batin atau kejiwaan antara masyarakat dengan hutannya.

Kekuatan kelekatan nilai dapat dilihat di masyarakat Ammatoa Kajang di Sulawesi. Sistem aturan nilai dan moral mengatur perilaku sosial dan hubungan masyarakat setempat dengan hutan. Nilai kepercayaan Ammatoa menganjurkan agar orang hidup secukupnya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok harus disertai usaha menjaga keseimbangan dengan lingkungan. Hubungan masyarakat dengan sumberdaya hutan diatur dalam tiga zona yaitu ‘zona larangan’ yang melarang semua orang masuk hutan, ‘zona dalam’ yang membatasi orang hanya dapat mengumpulkan hasil hutan pada waktu tertentu sesuai aturan adat serta wilayah hutan yang terbuka bagi semua orang yang disebut ‘zona bebas’ (WALHI 2001).

Persoalan lingkungan hidup lebih banyak bersumber dari perilaku manusia. Secara umum skema gerakan sosial yang berasal dari perubahan individual dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini;

Gambar 1 Skema gerakan sosial (disarikan dari Pretty and Ward 2001)

Studi mengenai gejala sosial tentang perubahan perilaku masyarakat dan gerakan sosial konservasi hutan belum banyak dijalankan. Jurnal ilmiah sosial untuk perubahan perilaku yang telah diterbitkan lebih banyak menelaah perubahan sosial mengenai kesehatan dan kriminalitas (Dagron 2001). Dengan demikian, studi membangun gerakan sosial konservasi sumberdaya hutan dengan pendekatan perubahan perilaku menjadi sangat penting sebagai sebuah solusi dari persoalan kerusakan kehutanan Indonesia.

1. 2. Perumusan Masalah

Persoalan konservasi hutan sangat kompleks di Kawasan Potorono- Gunung Sumbing. Hasil penelitian awal merujuk pada tiga persoalan yang memiliki tingkat ancaman yang paling besar bagi kawasan. Ketiga faktor ancaman konservasi tersebut adalah; tidak adanya reboisasi, alih pengelolaan lahan hutan dan penebangan liar. Ketiga faktor ancaman tersebut merupakan hasil pemetaan masalah yang melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) di lokasi penelitian.

Perubahan perilaku yang terjadi apabila dijalankan secara kolektif akan memunculkan aksi bersama yang di sebut gerakan sosial. Gerakan sosial dapat diartikan sebagai reaksi terorganisir ataupun spontan masyarakat yang dijalankan

Faktor Internal PERILAKU INDIVIDU GERAKAN SOSIAL Faktor Eksternal 1. Pengetahuan 2. Nilai / Moral 3. Mobilitas 4. Jangka hidup 1. Kebijakan 2. Hubungan sosial 3. Lingkungan 4. Teknologi DINAMIKA SOSIAL

untuk mendukung atau melawan sebuah perubahan berhubungan dengan fenomena sosial ataupun lingkungan. Sosiolog Amerika bernama Peter Burke menyatakan ada dua tipe gerakan sosial yaitu; gerakan sosial untuk memulai perubahan dan gerakan sosial yang dilakukan sebagai reaksi atas perubahan yang terjadi (Burke 1998 dalam WALHI 2001).

Gerakan sosial konservasi dapat terjadi sebagai dampak dari peningkatan pengetahuan masyarakat. Dengan demikian kampanye Pride yang dilakukan untuk peningkatan pengetahuan konservasi mampu mendorong perubahan perilaku konservasi masyarakat. Sehingga penelitian yang dilakukan harus mampu menjawab beberapa pertanyaan berikut:

1. Bagaimana tingkatan perubahan perilaku hingga menjadi gerakan sosial konservasi sumberdaya hutan?

2. Apakah faktor peningkatan pengetahuan merupakan salah satu pendorong peningkatan kesadaran kolektif yang mempengaruhi terjadinya gerakan sosial untuk konservasi sumberdaya hutan? Adakah faktor yang lain?

1.3Kerangka Pemikiran

1.3.1. Proses Gerakan Sosial Konservasi

Gerakan sosial untuk konservasi dimulai dari perubahan perilaku individu dengan melibatkan beberapa langkah. Setiap pola sosial dalam segala bentuk berhubungan dengan kekuatan (power). Disetiap kondisi, orang akan merasa lemah untuk mengatasi persoalan besar sendirian. Berbeda ketika individu tersebut tergabung dalam sebuah kelompok atau massa (Loury 2008).

Dengan demikian persoalan gerakan sosial diduga dapat berasal dari peningkatan kapasitas sekelompok orang sehingga muncul sebuah kesamaan tingkat pemikiran terhadap tantangan yang ada. Gerakan sosial seperti juga dengan perubahan sosial, mendasarkan pada gerakan kolektif, tidak mungkin di lakukan oleh individu atau perorangan. Pendekatan perorangan dibutuhkan sebagai ageninovator yang akan mendorong dan mempengaruhi orang-orang lain disekitarnya.

Perubahan perilaku individu dalam konservasi sama artinya dengan menggabungkan pengetahuan sosial dengan perubahan lingkungan hidup. Kondisi lingkungan hidup akan dipandang secara berbeda antar individu, tergantung dari

tingkat perhatian individu dalam menyerap perubahan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut tergantung dari pembelajaran dan cara analisis individu dan kelompok terhadap perubahan lingkungannya. Pembelajaran yang diperoleh dalam bentuk informasi selanjutnya akan menjadi panduan mengatasi masalah-masalah lingkungan hidup.

Proses selanjutnya adalah adopsi oleh kelompok-kelompok dalam tingkatan penangkapan perubahan yang berbeda (tingkat innovator, early adopter, early majority, late majority dan lagart). Adopsi merupakan proses perluasan perubahan disebut sebagai difusi dalam segmen-segmen kelompok sosial atau masyarakat. Gerakan sosial tidak terjadi secara bersamaan seiring dengan perubahan perilaku. Gerakan sosial terjadi sebagai dampak komunikasi antar- pribadi (interpersonal communication) baik yang terjadi didalam kelompok masyarakat ataupun antar kelompok masyarakat.

Komunikasi antar-pribadi menjadi penghubung terjadinya keputusan kolektif dalam kelompok sosial atau masyarakat. Keputusan yang diambil dapat bersifat positif tetapi dapat bersifat negatif untuk persoalan lingkungan hidup. Keputusan kolektif positif dicirikan dengan kepedulian dan kesadaran dari kelompok sosial atau masyarakat. Sedangkan keputusan kolektif bersifat negatif dicirikan dengan ketidakpedulian dan sikap acuh terhadap persoalan lingkungan hidup yang melingkupi kelompok sosial atau masyarakat.

1.3.2. Gerakan Sosial Konservasi di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing

Menilai sebuah persoalan sosial dapat dilakukan dengan beberapa jalan. Pada umumnya penelitian sosial tidak dapat menilai secara spesifik hasilnya. Studi-studi sosial umumnya menggunakan pendekatan-pendekatan dengan indikator tertentu sebagai alat analisa sosial (Siegel 1985). Faktor persoalan perilaku kehutanan di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing ditandai dengan perubahan perilaku masyarakat berupa persoalan reboisasi, penebangan liar serta alih pengelolaan lahan hutan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari inovasi sosial dengan kampanye Pride termasuk keberadaan kegiatan perubah perilaku yang lain.

Kampanye Pride merupakan kegiatan sosial yang bertujuan untuk mempengaruhi perubahan perilaku, kepedulian dan aksi konservasi di sebuah

target masyarakat. Kampanye Pride mampu bekerja di segala kondisi masyarakat. Kampanye Pride efektif untuk menjangkau dan mempengaruhi target masyarakat yang memiliki jumlah populasi di bawah 200.000 orang. Dengan demikian pelaksanaan kampanye Pride mampu untuk mempengaruhi terjadinya gerakan sosial untuk konservasi termasuk mengatasi ancaman-ancaman konservasi di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing.

Gambar 2 Skema Kerangka Pikir Penelitian INNOVASI SOSIAL/ KAMPANYE PRIDE Adopsi Pengetahuan Kesadaran Kolektif PERILAKU KOLEKTIF 1.Knowledge (Afeksi) 2. Attitude (Kognitif) 3. Practice (Psikomotoris) Gerakan Reboisasi Berkurangnya Penebangan Liar Berkurangnya Alih Fungsi Lahan Segmen Late Majority Early Majority Lagart Innovator PERSOALAN KEHUTANAN

Perubahan Perilaku Kolektif

Lesson learned Lingkungan GERAKAN SOSIAL KONSERVASI Early Adopter INDIKATOR TEKNIS STUDI PERUBAHAN PERILAKU KONSERVASI 1.Study literature dan

Review kawasan 2.Perencanaan Kegiatan 3.Penyusunan media kampanye partisipatif 4.Aplikasi kampanye 5.Monitoring dan evaluasi 1.Penebangan kayu untuk kayu bakar 2.Alih fungsi lahan hutan 3.Kurangnya reboisasi INDIKATOR SOSIAL PERUBAHAN KOLEKTIF PERILAKU KONSERVASI Persoalan Sosial Komunikasi Interpersonal

1.4Tujuan Penelitian

Studi yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh kampanye Pride dalam perubahan perilaku konservasi masyarakat di kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku konservasi

3. Mengetahui hubungan perubahan perilaku terhadap gerakan sosial konservasi masyarakat.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dijalankan merupakan studi sosial-ekologi. Penelitian dilakukan untuk mencari cara atau pendekatan sosial untuk mengatasi persoalan kerusakan kehutanan Jawa dan dapat diaplikasikan di tempat lain. Penelitian yang dilakukan diharapkan memberi kemanfaatan sebagai berikut:

1. Pendekatan sosial untuk mengatasi persoalan kehutanan di Jawa

Persoalan kehutanan di Jawa lebih banyak disebabkan oleh persoalan sosial. Sangat penting mendorong perubahan perilaku banyak orang untuk berperan dalam konservasi sumberdaya hutan.

2. Pengembangan studi sosial-ekologi dalam konservasi sumberdaya hutan Hubungan kerusakan ekologi tidak dapat terlepas dari persoalan sosial. Dengan demikian studi diharapkan mampu memberi kontribusi hubungan studi sosial untuk memecahkan persoalan ekologi di dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

3. Pengembangan konsep membangun gerakan sosial untuk konservasi yang mampu diterapkan di daerah lain

Membangun konstituen yang terdiri dari banyak kepentingan merupakan kendala yang sangat sulit untuk diselesaikan. Studi tentang gerakan sosial konservasi dengan melibatkan berbagai pihak menjadi sangat penting untuk mengatasi jarak antar kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

2.1 Kerusakan Hutan dan Perubahan Perilaku

Pengelolaan hutan oleh konsesi, korporasi maupun perorangan dengan tujuan menghasilkan kayu, menyebabkan kepunahan keanekaragaman hayati, konflik satwa, rawan pangan, kekeringan dan perubahan iklim baik mikro maupun makro. Lebih lanjut, deforestasi di Indonesia juga berdampak pada konflik kepentingan dan kehancuran masyarakat adat, pergeseran sistem nilai, kesenjangan sosial serta penurunan derajat hidup masyarakat (Lahajir 2001, Kartodihardjo dan Jhamtani 2005). Hal tersebut diperburuk dengan orientasi jangka pendek masyarakat dengan pemanenan kayu di hutan rakyat tanpa didasari manajemen yang baik (Awang et al 2005).

Kerusakan hutan serta kerusakan lingkungan hidup lebih banyak disebabkan oleh perilaku manusia (Simpson dan Craft 1996). Di beberapa kasus, perilaku manusia tersebut didasari pada motivasi kepentingan penguasaan. Kartodiharjo dan Jhamtani (2005) menyatakan Indonesia mengalami kerugian sebesar US$ 30,6 Miliar atau senilai Rp 288 Triliun per tahun akibat eksploitasi dan perdagangan pasir laut, bahan bakar minyak, kayu, kekayaan laut maupun perdagangan satwa langka.

Pengusahaan hutan dengan skala industri menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius (Kartodiharjo dan Jhamtani 2005). Kerusakan hutan juga diperparah dengan perubahan orientasi global akibat tekanan pasar. Orientasi tersebut dilakukan untuk pemenuhan bahan mentah pasar internasional sebagai agenda sepanjang tahun, meskipun penyediaan bahan mentah sangat riskan nilai ekonomi (Hefner 1998). Dampak perubahan orientasi tersebut salah satunya berupa penguatan perusahaan- perusahaan perkebunan monokultur sejenis karet, jati, kakao dan kelapa sawit (Kartodihardjo dan Jhamtani 2005).

Penggusuran hutan wilayah adat, sistem monokultur pengusahaan hutan dan tekanan kebijakan mengakibatkan pola, sruktur dan norma sosial masyarakat berubah. Perubahan tersebut disebut sebagai perubahan sosial masyarakat. Perubahan sosial

tersebut merupakan bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungan ekologinya (Salmon et al 2006; Kartodiharjo dan Jhamtani 2005; Sarwono 2002; Primacks et al 1998).

Sejarah konservasi telah dimunculkan di Pulau Jawa sejak tahun 1893 – 1914 oleh DR.S.H.Koorders. Kegiatan konservasi tersebut dimulai dari perkumpulan Tot Natuurbescherming (Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda) dan bekerja sama dengan ahli botani bernama Th Valeton menerbitkan 13 jilid buku ”Bijdragen tot de kennis der boomsoorten van Java” berisi inventaris jenis pohon Pulau Jawa. Pada tahun 1913, perkumpulan tersebut mengajukan usulan 12 lokasi sebagai cagar alam yang berlokasi di Banten, Pulau Krakatau, Kawah Papandayan, Ujung Kulon, Bromo, Nusa Barung, Alas Purwo Blambangan dan Kawah Ijen (Dephut 1986 dalam Kartodiharjo dan Jhamtani 2005).

Pendekatan konservasi sejenis cagar alam, hutan lindung, suaka margasatwa, taman nasional serta kebun binatang, kebun raya dan penangkaran belum sepenuhnya menyelesaikan persoalan konservasi. Persoalan sehubungan kerusakan hutan adalah perilaku terhadap sumberdaya hutan. Gambaran skematis IUCN (2003) mengenai hubungan antara manusia dan lingkungannya saat ini adalah;

Gambar 3 Skema hubungan manusia dan lingkungan saat ini

Perubahan perilaku secara umum merupakan mekanisme alamiah setiap makhluk hidup. Perubahan perilaku manusia dapat disebut sebagai bentuk adaptasi

EKONOMI

SOSIAL

yang paling sukses dari segala jenis makhluk hidup yang ada di bumi. Pola perubahan perilaku manusia mengikuti hukum yang lebih kompleks daripada sekedar kemampuan adaptasi makhluk hidup umumnya. Hal tersebut disebabkan faktor genetik manusia untuk analisa dan berpikir yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup yang lain, sehingga dalam waktu singkat dapat terjadi perubahan perilaku sebagai bentuk respon terhadap rangsangan dengan dukungan kemampuan mobilitasnya (Sarwono 2002). Kemampuan fisik manusia tersebut akhirnya menjadikan manusia sebagai pusat segala perubahan ekologi, keseimbangan ekosistem dan kepunahan spesies lain. Perubahan umum lingkungan terutama diakibatkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan teknologi (Primack et al. 1998).

2.2 Pemasaran Sosial dan Perubahan Perilaku Konservasi

Pendekatan perubahan sosial untuk konservasi berasal dari ide memasarkan produk-produk komersial dengan mempengaruhi perilaku konsumen untuk membeli dan memakai produk yang ditawarkan, misalnya; dalam perubahan perilaku masyarakat agar mau mengkonsumsi sebuah produk barang atau jasa, maka penyebaran informasi tentang barang atau jasa tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memasarkan produk (komersial). Saluran yang dipakai dalam pengiklanan agar masyarakat merubah perilaku agar mau memakai, mengkonsumsi dan membeli barang atau jasa tersebut, dilakukan lewat iklan televisi, radio maupun media massa lainnya, termasuk kegiatan pengiklanan dan penginformasian dalam bentuk seperti konser musik, olah raga atau sejenisnya.

Terminologi pendekatan pemasaran sosial (sosial marketing) bertujuan mempengaruhi target masyarakat untuk menukarkan perilaku lama dengan perilaku baru atau secara sukarela menerima, menolak, menanggalkan atau mengubah suatu sikap dan perilaku bagi kemajuan dan perbaikan kualitas hidup individu, kelompok dan keseluruhan masyarakat (Kotler et al. 2002). Dalam pemasaran sosial digunakan berbagai macam media atau alat sebagai saluran komunikasi. Saluran komunikasi diartikan sebagai sarana untuk menyalurkan informasi atau pesan-pesan kepada orang lain. Saluran komunikasi yang digunakan dapat berupa media massa seperti televisi,

radio, festival kesenian atau sejenisnya, dapat pula berupa saluran antar-pribadi seperti lembar berita, buku saku, suvenir atau sejenisnya. Seperti halnya dengan pemasaran di bidang perdagangan, pemasaran sosial juga merupakan metode untuk mempengaruhi perubahan perilaku sehingga individu atau kelompok sosial mengadopsi atau “membeli” produk yang ditawarkan. Kampanye Pride merupakan kegiatan yang “menjual” produk konservasi sehingga target masyarakat merubah