• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan Hambatan Yang Dihadapi Dalam Upaya Konservasi Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur

LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL) SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN HIDUP GLOBAL

C. Hambatan Hambatan Yang Dihadapi Dalam Upaya Konservasi Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur

Laut.

Dalam melakukan upaya penegakan dan perlindungan terhadap kawasan SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut hambatan yang kerap dihadapi Balai Besar KSDA Sumatera Utara adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai kesadartahuan pentingnya menjaga kawasan konservasi SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut dari kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu ekosistem kawasan suaka margasatwa, selain itu kurangnya personil dilapangan juga mempengaruhi kinerja Polisi Hutan dalam melakukan patroli rutin di kawasan suaka margasatwa. Namun secara bertahap pendekatan

terhadap masyarakat dengan melakukan sosialisasi telah dilakukan oleh Balai Besar KSDA Sumatera Utara seperti Rencana Aksi penyelesaian perambahan dengan melakukan, pendekatan sosial dan penyadartahuan kepada pelaku perambahan sebagai tahap awal penanganan perambahan secara non-litigasi, mengajak masyarakat untuk melakukan restorasi lahan, membentuk kelompok- kelompok cinta lingkungan yang pembiayaannya dibantu oleh Balai Besar KSDA Sumatera Utara.

Persolan-persoalan yang saat ini masih tetap dihadapi dan menjadi tantangan bukan saja dari Balai Besar KSDA Sumatera Utara, melainkan semua stakeholder yang memiliki tugas dan wewenang dalam peruntukan lahan dan persediaan lahan adalah penertiban kembali lahan yang telah dirusak oleh perambah menjadi perkebunan kelapa sawit. Penyebab dari beralihnya lahan suaka margasatwa menjadi perkebunan kelapa sawit ini seperti faktor geografis, ekonomi masyarakat, kurangnya sosialiasi yang dilakukan oleh BKSDA Sumatera Utara belum menjangkau seluruh elemen masyarakat yang tinggal dikawasan SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut, serta penegakan hukum yang masih lemah dalam kasus lingkungan hidup di Indonesia.

Salah satu contoh dari penguasaan lahan yang dilakukan oleh swasta di dalam kawasan konservasi SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut adalah yang terjadi di Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Penguasaan kawasan hutan konservasi pada umumnya dilakukan dengan mengkonversi hutan mangrove menjadi kebun kelapa sawit. Hutan bakau di blok-blok dengan menggunakan alat berat seluas rata-rata 3.000m2 per blok dengan lebar benteng

sekitar 3 meter. Kemudian di benteng-benteng yang menjadi batas antar blok ditanami kelapa sawit dengan jarak tanam 4 meter. Sedangkan tanaman bakau yang tumbuh di di areal yang telah berubah menjadi kolam dibiarkan tergenang dan kekeringan karena tidak terkena arus pasang surut secara alami. Akibatnya tanaman bakau yang merupakan tanaman hasil kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan oleh Balai Besar KSDA Sumut dan TNI tahun 2012 seluas 400 Ha terancam mati.

Gambar 1.2. Target Operasi Penegakan Hukum di Desa Tapak Kuda Kecamatan Tanjung Pura52

Sumber : UPT Balai Besar KSDA Sumatera Utara Tahun 2016

52

UPT Balai Besar KSDA Sumatera Utara : Target Operasi Pemulihan Kawasan Tahun 2016 di Desa Tapak Kuda

Dari hasil pendataan dan inventarisasi yang dilakukan oleh Balai Besar KSDA Sumatera Utara bahwa luasan kawasan yang telah dikonversi di kawasan SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut yang berada di Kecamatan Tanjung Pura telah mencapai ±644, 5 Ha.

Di samping itu terdapat penguasan kawasan hutan yang telah memiliki alas hak berupa Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan oleh BPN Langkat. Mengacu pada Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1941 tentang Kehutanan maka penyelesaian sengketa kehutanan tentunya akan dilakukan melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam Bab XII Undang-undang Nomor 41 tahun 1999.

Pada saat ini kawasan yang telah dialihfungsikan masih dikuasai dan diusahai oleh pemilik apalagi setelah operasi penegakan hukum tahun 2014 tidak dapat menjangkau areal yang telah dikonversi. Tindak lanjut operasi penertiban pemulihan fungsi kawasan hutan sangat diperlukan untuk penegakan supremasi hukum dengan memperhatikan unsur keadilan, unsur penegakan hukum dan unsur manfaat, untuk megembalikan fungsi kawasan hutan sebagai hutan konservasi.

Melihat ketentuan pidana terhadap pelanggaran yang terjadi dikawasan suaka margasatwa sudah jelas diatur melalui UU No. 5 Tahun 1990 dalam pasal 40 yaitu :

(1) Barang siapa yang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 19 ayat (1) dan pasal 33 ayat (1) dipidana dengan

pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000

juta rupiah.”

(2) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00(seratusjuta rupiah).

(3) Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratusjuta rupiah). (4) Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah).

Berdasarkan bunyi pasal diatas, bahwa setiap perbuatan yang mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dapat dihukum berdasarkan ketentuan pasal 40 UU No. 5 Tahun 1990 tersebut. Meskipun ketentuan pidana tersebut sudah cukup berat hukumannya, namun pada prakteknya masih saja ada perbuatan hukum yang terjadi dalam kawasan suaka margasatwa, dalam hal ini kawasan Karang Gading dan Langkat Timur Laut.

Masih lemahnya penegakan hukum dalam bidang lingkungan hidup ini turut mempengaruhi aktivitas para pelaku perambah hutan yang tidak jera. Karena hukuman yang dijatuhkan ataupun tertangkap oleh aparat Polisi Hutan. Selain itu, faktor pengetahuan masyarakat akan pentingnya perlindungan dan penegakan hukum dalam kawasan SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut juga turut mempengaruhi upaya konservasi yang berjalan kurang maksimal, karena masyarakat belum menyadari betapa pentingnya kawasan SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut dimasa yang akan datang. Hal ini didasarkan pada data yang menunjukan bahwa sekitar 33% masyarakat di Sumatera Utara melihat bahwa, penegakan hukum dalam bidang lingkungan hidup melalui peraturan perundang-undangan belum maksimal53.

Dalam penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi bidang hukum administratif negara (terjabar dalam penerapan baku mutu lingkungan, sistem perizinan), hukum perdata dan hukum pidana. Dengan demikian, penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dan ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui sarana administratif, keperdataan dan kepidanaan.54

53

Syamsul Arifin, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Mewujudkan

Pembangunan Berwawasan Lingkungan Di Sumatera Utara, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004. Hal. 141-142

54

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN