• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Struktur Pasar

5.1.2. Hambatan Masuk Pasar

Masuknya perusahaan pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas yang menjadi bertambah, terjadinya perebutan pangsa pasar (market share) serta perebutan sumberdaya produksi yang terbatas. Kondisi ini menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang telah ada. Menurut Umar (2000) ada beberapa faktor yang bisa menghambat masuknya pendatang baru ke dalam suatu industri, yaitu skala ekonomi, diferensiasi produk, kecukupan modal, biaya peralihan, akses ke saluran distribusi, ketidakunggulan biaya independen dan peraturan pemerintah.

Jika ada hambatan masuk pasar pesaing potensial tidak dapat masuk ke pasar yang bersangkutan. Ada dua jenis hambatan masuk pasar bagi pesaing potensial, yaitu hambatan masuk pasar privat akibat dominasi pelaku usaha yang bergerak pada pasar yang bersangkutan dan hambatan masuk pasar karena kebijakan-kebijakan negara (pemerintah). Hambatan masuk pasar privat antara lain adalah hambatan akibat dikuasainya produk suatu barang, baik dalam proses produksi dari hulu ke hilir maupun pendistribusiannya. Sehingga karena begitu kokohnya pelaku usaha tertentu dalam sektor tertentu mengakibatkan pelaku

usaha potensial tidak mampu menembus ke pasar yang bersangkutan. Bahkan pesaing potensial sulit masuk, walaupun pasarnya secara teoritis sudah terbuka, karena secara faktual pasar bersangkutan sudah dikuasai, baik pasar hulunya dan hilirnya maupun pendistribusiannya. Dan jika pesaing potensial tersebut mencoba masuk ke pasar yang bersangkutan, biasanya berdasarkan perhitungan laba rugi dalam jangka waktu tertentu tidak akan menguntungkan, oleh karena itu pesaing potensial enggan masuk, karena perkiraan margin labanya baru dapat diperoleh dalam jangka waktu yang lama.

Misalnya di sektor mi instan yang didominasi oleh PT Indofood Sukses Makmur. Karena begitu kuatnya PT Indofood menguasai sektor mi instan dan mempunyai kemampuan keuangan yang kuat serta mempunyai integrasi vertikal yang kuat akan mempersulit masuknya pesaing potensial, walaupun secara teoritis pasar mi instan sudah terbuka bagi setiap pelaku usaha.

Jadi, pada kondisi tertentu walaupun pasar yang bersangkutan sudah terbuka, tetapi pesaing potensial enggan masuk, karena pesaing faktual sudah menekan pada pasar yang bersangkutan. Sedangkan mi instan impor juga akan sulit menyamai kedudukan mi instan produk PT Indofood, karena rasa mi instan impor berbeda dengan mi instan PT Indofood. Produk mi instan PT Indofood rasanya sudah disesuaikan dengan selera Indonesia. Sedangkan rasa mi instan impor perlu disesuaikan dengan selera Indonesia, seperti mi instan Thailand, Korea, Jepang, dan yang lain. Mi instan impor bisa perlahan-lahan mengambil alih pasar mi instan Indofood, jika harganya lebih murah dan rasanya sesuai dengan selera Indonesia serta melakukan iklan besar-besaran untuk menarik

perhatian konsumen, sehingga konsumen mau beralih ke produk mi instan impor tersebut.

Berdasarkan teori diketahui bahwa untuk dapat mempertahankan eksistensi dalam industri mi instan di Indonesia maka para pesaing potensial harus memiliki ukuran efisiensi minimum (MES) yang setara dengan yang dimiliki oleh perusahaan terbesar. Ukuran efisiensi minimum (MES) adalah ukuran paling kecil dimana biaya diminimumkan dan MES sering berfungsi untuk mendefinisikan ukuran dari perusahaan paling kecil dalam pasar. Sebuah pasar dikatakan efisien menurut alokasi jika harga yang bersedia dibayar pelanggan untuk unit terakhir yang dijual menyamai hanya untuk ekstra bagi masyarakat untuk memproduksi unit terakhir itu. Sedangkan pasar dikatakan efisien menurut produktivitas jika biaya total diminimumkan untuk setiap tingkat output.

Nilai MES didapatkan dari perbandingan antara nilai output perusahaan terbesar dengan nilai output total. Besarnya MES tahun 1986 sampai tahun 2003 dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan Lampiran 2 dan teori yang ada maka dapat diketahui bahwa jika produsen baru yang ingin bersaing dalam industri mi instan maka minimal output yang harus dihasilkan adalah rata-rata sebesar 25,58 persen dari total output mi instan di Indonesia. Menurut Comanor dan Wilson (1967) dalam Alistair (2004), MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk pasar yang tinggi pada suatu industri.

5.2. Perilaku Pasar 5.2.1. Strategi Harga

Harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat yang didapat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar-menawar atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Harga yang ditetapkan perusahaan akan berada pada suatu titik antara harga yang terlalu rendah dan yang terlalu tinggi. Biaya produk menentukan harga terendah, persepsi konsumen terhadap nilai produk menentukan harga tertinggi dan perusahaan harus dapat menentukan harga diantara kedua titik tersebut untuk menentukan harga yang paling baik dan penentuan harga bisa berdasarkan persaingan (Umar, 2000).

Penentuan harga jual suatu produk tidak terlepas dari biaya produksi yang merupakan faktor utama, disamping faktor lainnya seperti saluran distribusi, strategi pemasaran, resiko dan promosi produk. Saluran distribusi yang rumit juga akan menjadikan harga menjadi lebih mahal. Adanya strategi pemasaran juga akan membutuhkan banyak biaya-biaya untuk mempertahankan pasar. Berdasarkan harga jual, produk mi instan dibagi menjadi tiga segmen pasar mi instan yaitu dengan harga eceran terendah di bawah Rp 500 per bungkus, mi instan dengan harga eceran antara Rp 500 sampai Rp 750 per bungkus dan mi instan dengan harga eceran di atas Rp 750 per bungkus.

Sejak terjadinya krisis yang diawali pertengahan tahun 1997 biaya kemasan meningkat karena terdepresiasinya nilai mata uang rupiah terhadap dollar karena sebagian besar bahan baku kemasan yang digunakan masih diimpor

sehingga mau tidak mau akan mendorong kenaikan harga mi instan. Selain itu kenaikan tarif dasar listrik (TDL), air, telepon dan bahan bakar minyak (BBM) ikut memicu kenaikan harga-harga barang secara umum. Pada industri mi instan biaya kemasan dihitung berdasarkan nilai produk mi instan tersebut. Jika nilai produk mi instannya murah maka biaya kemasannya otomatis menjadi tinggi dan sebaliknya.

Faktor lain yang mempengaruhi harga jual seperti adanya produk impor dan distributor. Agar distributor tidak mengambil keuntungan sendiri maka produsen memberikan penghargaan atas sejumlah penjualan yang dilakukan dengan cara ini diharapkan harga tidak mudah meningkat dari setiap jalur distribusi yang dilewati. Dengan harga yang meningkat maka segmentasi pasar akan menjadi semakin sempit artinya produk tersebut hanya bisa dinikmati oleh golongan tertentu seperti golongan menegah ke atas.

Dokumen terkait