• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan dalam Penerapan PKKM yang tepat bagi Pendidikan Kristiani (Pembinaan Iman) di GIA, JP

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa melalui PKKM yang tepat bagi Pendidikan Kristiani (Pembinaan iman) di GIA, JP menghasilkan karakter Kristiani multikultural yang diwujudkan dalam sikap dan tindakan atau perilaku multikultural. Namun ketika PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP diterapkan dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP ada kemungkinan hambatan. Hambatan itu dapat disebabkan antara lain:

Pertama, berhubungan dengan doktrin GIA, JP yang selama ini sangat memengaruhi pendidikan

Kristiani (Pembinaan iman) di GIA, JP yaitu doktrin “Four Square Gospel” doktrin ini memiliki kecenderungan eksklusif, sehingga PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP akan mengalami kesulitan jika diterapkan dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP. Maka doktrin GIA, JP perlu ditinjau kembali apakah masih relevan untuk konteks multikultural, maka sebaiknya GIA, JP mengembangkan sikap pluralisme, humanisme, inklusivisme dan kontekstualisasi, seperti dalam pernyataan teologis GIA, JP terhadap masyarakat sekitar yang multikultural.

Kedua, warga gereja setempat (GIA, JP) yang selama ini lebih memiliki sikap eksklusif

(sebagian besar) terhadap masalah sosial masyarakat seperti multikultural akan menolak penerapan PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP. Maka PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP akan mengalami hambatan dan kesulitan, ketika PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP diterapkan dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP yang berhubungan dengan multikultural. Dengan demikian perlu proses penyadaran bagi warga GIA, JP baik melalui PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP dan praktek multikultural melalui kegiatan multikultural di lingkungan gereja maupun dalam masyarakat sekitar yang multikultural seperti membangun kerja sama dengan warga setempat yang berbeda latar belakang etnis, ras, agama dan budaya. Contoh : GIA, JP mengadakan

197

kegiatan senam jantung sehat yang diikuti oleh semua kelompok masyarakat tanpa membedakan latar belakang seseorang, membangun Bank Sampah Sedoyo Mulyo untuk memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar dan menjalin interaksi antar sesama tanpa membedakan latar belakang seseorang. Sehingga multikultural menjadi sebuah karakter dalam kehidupan masyarakat yang beragam. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa membentuk identitas tidak dapat terjadi semata-mata karena pengetahuan yang dimiliki, tetapi karena orang tersebut melakukan dan melaksanakan apa yang diketahuinya secara konsisten dan teratur sehingga menjadi pola atau karakter bagi hidupnya (Albertus, 2010, 166). Proses penyadaran dan pembaharuan sikap dan tindakan yang bersumber dari karakter dapat dilakukan juga melalui metodologi SCP dengan lima langkah atau gerakan pembaharuan spiritual.

Ketiga, berhubungan dengan masalah teologia Pentakosta yang diajarkan dan diyakini oleh GIA,

JP yaitu “Four Square Gospel” yang lebih berorientasi ke arah “vertikal” dan eksklusif dapat memengaruhi sikap warga GIA, JP ketika menerapkan PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP yaitu adanya kekuatiran akan terjadi sinkretisme dan relativisme. Kekuatiran tersebut karena bangunan teologi selama ini yang diajarkan dan diyakini lebih bersifat eksklusif, maka untuk melakukan pembaharuan sikap, tindakan dan karakter multikultural melalui PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP akan mengalami hambatan atau kesulitan. Dalam menghadapi anggota GIA, JP yang mengkuatirkan adanya sinkretisme dan relativisme, maka GIA, JP perlu memberikan pemahaman dan wacana multikultural dan meyakinkan bahwa sinkretisme dan relativisme tidak akan terjadi dalam gereja dan masyarakat multikultural melalui PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP. Dengan demikian pentingnya pemahaman multikultural baik dalam tataran kognitif, afektif maupun tindakan perlu ditekankan agar dalam praksis multikultural di masyarakat juga tepat.

Keempat, berhubungan dengan budaya etnis Tionghoa yang eksklusif dapat memengaruhi

sikapnya terhadap etnis dan budaya lain. Sikap etnis Tionghoa dari GIA, JP terhadap masalah sosial atau multikultural kurang mendapat perhatian yang cukup serius, maka sikap GIA, JP terhadap penerapan PKKM yang tepat bagi Pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP dapat menolak atau menunda praktik PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP. Sikap yang arogan dan eksklusif ini dapat menghambat proses penerapan PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP. Maka dalam PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP perlu dilakukan sosialisasi yang terus-menerus dan

198

menyelenggarakan kegiatan pendidikan Kristiani yang berhubungan dengan pemahaman dan persoalan multikultural seperti mengadakan kolaborasi musik daerah dan kontemporer dalam ibadah (Keroncong, Angklung, Kulintang dan musik elektrik; memakai seragam dari etnis Tionghoa, Batak, Jawa dll), kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan multikultural yang melibatkan masyarakat sekitar yang multikultural, seperti GIA, JP mengadakan kegiatan jalan sehat yang diikuti dari gereja maupun dari masyarakat sekitar yang multikultural. Sehigga warga GIA, JP mengalami pencerahan, kesadaran terhadap pemahaman dan persoalan multikultural dan sekaligus praktik hidup dalam masyarakat multikultural, sehingga terjadi perubahan atau transformasi bagi warga GIA, JP serta memberi dampak positif yaitu sikap menerima, menghargai dan hidup dalam kesetaraan dalam keberagaman bagi masyarakat sekitar yang multikultural.

Kelima, berhubungan dengan konsep misi di dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman)

GIA, JP yaitu persoalan misi dipahami sebagai cara untuk memenangkan jiwa masih cukup mendapat perhatian bagi sebagaian besar warga GIA, JP dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP, seperti dalam tujuan pendidikan Kristiani (pembinaan iman) guru-guru PAK salah satunya adalah memenangkan jiwa. Juga adanya penjualan sembako murah mempunyai agenda tersembunyi yaitu keinginan untuk memberitakan Injil dengan tujuan memenangkan jiwa (proselitisasi). Sedangkan misi yang bersifat transformasi sosial seperti terhadap masyarakat multikultural yaitu merajut keberagaman dan merawat keindonesian kurang diperhatikan dan kurang disadari oleh warga GIA, JP dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP, sehingga penerapan PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman) GIA, JP akan mengalami hambatan atau kesulitan. Maka pemahaman misi dalam konteks multikultural perlu diwacanakan dan diimplementasikan dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP, seperti mengembangkan dialog wacana, dialog kehidupan bahkan dialog kerjasama dengan yang lain. Dengan demikian multikultural dapat menjadi sebuah misi dan karakter bagi warga GIA, JP.

5.7. Kesimpulan

Pendidikan Karakter Kristiani Multikultural (PKKM) yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP adalah hasil dialog dari PKKM dan pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP. Hasil dari dialog itu adalah mengembangkan pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP dan ada beberapa bagian yang diubah menurut teori PKKM agar pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP dapat menjawab konteks multikultural.

199

PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP bertujuan untuk menghasilkan warga GIA, JP memiliki karakter Kristiani multikultural yaitu memilki sikap, tindakan dan karakter yang dapat menghargai, menghormati keberagaman dalam kesetaraan dengan nilai-nilai Pemerintahan Allah, sehingga dapat hidup damai dalam masyarakat yang beragam (multikultural). PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP sebagai tantangan ketika PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP diterapkan dan ada kemungkinan hambatan dalam pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP. Namun disisi lain juga ada dukungan dari sebagaian warga yang menyadari bahwa sebagai warga GIA, JP yang hidup di sekitar masyarakat yang multikultural sudah seharusnya dapat berinteraksi, bergaul, menghargai, menghormati dan hidup bersama masyarakat sekitar secara damai dalam kebergaman dan dalam kesetaraan. Sikap yang mendukung ini disampaikan dari hasil FGD maupun wawancara dengan bapak L yang dapat menerima PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP.

Meskipun demikian penerapan PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP membutuhkan proses sosialisasi dan pemahaman yang utuh bagi warga GIA, JP agar warga GIA, JP dapat menerima dan dalam praksisnya dapat menuju pada sasaran yang tepat yaitu menjawab konteks masyarakat multikultural di Semarang dimana warga GIA, JP hadir dan memberikan kontribusi bagi sebuah masyarakat yang multikultural yaitu membangun sikap, tindakan dan karakter Kristiani multikultural yang dapat menghargai, menghormati keberagaman dalam kesetaraan dengan diterangi nilai-nilai Pemerintahan Allah.