• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peserta Didik PKKM yang tepat bagi Pendidikan Kristiani (Pembinaan Iman) di GIA, JP

5.5. Teori PKKM yang tepat bagi Pendidikan Kristiani (Pembinaan Iman) di GIA, JP Dibawah ini akan diuraikan tentang teori PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani

5.5.9. Peserta Didik PKKM yang tepat bagi Pendidikan Kristiani (Pembinaan Iman) di GIA, JP

Dalam proses PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP terdapat dua komponen penting sebagai kopartner yaitu adanya peserta didik dan pendidik. Pada bagian ini penulis akan menjelaskan salah satu komponen penting dalam PKKM yaitu peserta didik. Dibawah ini akan dibahas tentang peserta didik dalam PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP.

Pertama, PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP dapat

diberikan kepada semua kelompok usia, yaitu dari anak sampai orang dewasa. Sejak masa kanak-kanak perlu diajarkan tentang pendidikan Kristiani yang berhubungan dengan keberagaman atau perbedaan (multikultural). Seperti perbedaan etnis, budaya, agama dan ras agar dimasa remaja semakin bertumbuh sikap keterbukaan terhadap perbedaan. Sikap keterbukaan terhadap yang lain perlu dikembangkan sampai pada masa dewasa, sehingga di masa dewasa semakin matang dalam menyikapi perbedaan. Dengan demikian multikultural yang telah ditanamkan sejak kanak-kanak sampai dewasa bahkan sampai usia lanjut dapat menjadikan multikultural sebagai karakter Kristiani.

Kedua, peserta didik perlu diperlakukan sebagai subyek, bukan sebagai obyek. Seringkali

pendidik memperlakukan peserta didik sebagai obyek yang dapat dibentuk karakternya menurut keinginan pendidik, sehingga cara yang dipakai oleh pendidik dapat bersifat indoktrinasi dan mengakibatkan peserta didik menjadi pasif serta tinggal menerima nilai moral begitu saja (Suparno 2003, 40). Pendidik menganggap dirinya yang paling mengerti dan menjadi sumber pengetahuan. Pemahaman yang demikian tidak benar. Dalam pendekatan modern peserta didik perlu dipahami sebagai subyek yang sederajat dengan pendidik. Pendidik dan peserta didik dapat melakukan pencarian nilai moral atau karakter secara bersama. Dengan demikian hubungan pendidik dan peserta didik sebagai kopartner. Pemahaman ini didasarkan pada Antropologi

190

Alkitab bahwa semua orang diciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 1:26). Peserta didik dan pendidik sedang berada dalam perjalanan bersama, yang mempunyai panggilan dan juga hak untuk bertumbuh dalam kesegambaran dengan sang Pencipta. Perjalanan seseorang menuju kepada Allah adalah perjalanan yang suci dengan segala keberadaan seseorang yang unik. Pemahaman demikian menjadikan pendidik sadar bahwa peserta didik perlu diperlakukan sebagai subyek bukan sebagai obyek yang dapat diperlakukan menurut kemauan pendidik. Dengan pemahaman demikian hubungan pendidik dan peserta didik merupakan hubungan antar subyek yang saling memberdayakan dan dalam kesederajatan. Konsep demikian sangat tepat bagi proses PKKM yang sangat menekankan hubungan kesederajatan. Maka PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP adalah memperlakukan hubungan pendidik dan peserta didik dalam kesederajatan, dimana peserta didik diperlakukan sebagai subyek dalam PKKM dan bukan sebagai obyek.

Sebagai konsekuensinya memperlakukan peserta didik sebagai subyek, maka peserta berhak memberi nama-nama atau kata-kata sendiri terhadap realitas mereka sendiri. Demikian pula pendidik berhak memberikan kata-kata sendiri terhadap realitas dan mendengar apa yang dikatakan peserta didik. Dalam kedudukan antar subyek atau dalam proses kesetaraan ini dapat terjadi saling berbagi. Pendidik dapat memberikan apa yang dimilikinya seperti iman, visi multikultural dan pengharapan-pengharapan dimasa depan yang lebih adil dalam masyarakat yang multikultural. Demikian pula sebagai peserta didik dapat membagikan pengalaman imannya, visinya yang perlu didengar dan dibantu oleh pendidik untuk menjelaskannya, sehingga keduanya sama-sama sedang dalam perjalanan menuju kepada Allah. Pemahaman demikian tidak bertentangan dengan prinsip iman Kristiani yang mengajarkan tentang pentingnya saling berbagi termasuk pengalaman hidup iman Kristiani sebagai persekutuan iman dan sebagai satu didalam tubuh Kristus yang saling melengkapi dan memberdayakan demi pertumbuhan dan kedewasaan iman Kristiani didalam Yesus Kristus. Selanjutnya sikap yang menghargai dan menghormati peserta didik sebagai subyek memberikan pendidikan yang bersifat demokratis, kesetaraan dan menghormati orang lain yang memilki perbedaan. Prinsip ini menunjukkan dan mendukung PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP.

Ketiga, peserta didik dibentuk oleh sejarah manusia, namun peserta didik juga dapat membentuk

sejarah. Pemahaman ini memiliki pengertian bahwa peserta didik dapat melakukan tindakan-tidakan positif seperti menghargai perbedaan agar dimasa depan tidak ada lagi sikap dan tindakan diskriminatif.

191

Peserta didik dengan orang lain baik pendidik, staff kependidikan, orang-orang yang terlibat dalam PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP dapat menghargai, menghormati orang lain yang berbeda dalam kesetaraan. Tindakan peserta didik yang demikian menunjukan tindakan yang menghadirkan nilai-nilai Pemerintahan Allah.

Tugas ini merupakan tugas bersama antara pendidik dan peserta didik bagi kehadiran Pemerintahan Allah. Sebagai orang Kristen perlu menyadari bahwa Pemerintahan Allah yang menghadirkan nilai- nilai keadilan, kasih, kedamaian, kebahagiaan bukan usaha peserta didik maupun pendidik, karena Pemerintahan Allah dengan nilai-nilai yang baik itu datang dari anugerah Allah, namun sebagai umat ketebusannya sudah seharusnya melakukan tindakan-tindakan yang sejalan dengan nilai-nilai Pemerintahan Allah yaitu saling mengasihi, mengusahakan kedamaian dan keadilan untuk membangun dan membentuk sejarah masa depan manusia yang lebih baik dan lebih adil seperti terciptanya masyarakat multikultural yang saling menghargai, menghormati dan membangun kesetaraan dalam keberagaman.

Pemahaman demikian memberikan implikasi bahwa bagaimana dalam tugas PKKM dapat membentuk karakter Kristiani multikultural kepada peserta didik dan juga pendidik di tengah-tengah masyarakat yang multikultural. Dengan demikian tindakan peserta didik dan pendidik dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat multikultural yang menekankan pada sikap menghargai, menghormati dan membangun kesetaraan dalam keberagaman. Sikap dan tindakan demikian menunjukkan bahwa melalui PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP dapat memperbaharui karakter Kristiani multikultural baik bagi diri sendiri, anggota gereja Isa Almasih maupun gereja lain, masyarakat dan dunia ini.

Pemahaman yang memperlakukan hubungan antar subyek bagi peserta didik maupun pendidik merubah konsep yang lama dimana pendidik memperlakukan peserta didik sebagai obyek. Proses pembaharuan ini menunjukan bahwa dalam pendidikan Kristiani terjadi pembaharuan yang signifikan. Pembaharuan tentang hubungan antar subyek bagi peserta didik dan pendidik menunjuk pada perkembangan dalam dunia Pendidikan Kristiani yang semakin baik (Nuhamara 2009, 158), demikian pula dalam PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP meskipun ada tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan sebagai gereja yang berasal dari aliran Pentakosta yang masih memegang tradisi senioritas dan patriakhal.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa persepsi tentang peserta didik sangat penting. Persepsi pendidik yang memperlakukan peserta didik sebagai subyek akan berpengaruh dalam memperlakukan peserta didik dalam proses pendidikan Kristiani dimana secara teologis

192

menghargai peserta didik sebagai subyek yang mampu menjadi pencipta sejarah. Sedangkan tugas pendidik adalah menolong peserta didik sebagai subyek yang mampu merealisasikan dan mengembangkan potensinya untuk menciptakan sejarah demi terwujudnya nilai-nilai Pemerintahan Allah di dunia ini dalam realitas sosial (Nuhamara 2009, 159) seperti dalam masyarakat multikultural. Demikian pula dalam PKKM yang tepat bagi pendidikan Kristiani (pembinaan iman) di GIA, JP sangat setuju terhadap prinsip peserta didik sebagai subyek yang membentuk sejarah dengan segala karunia yang diberikan oleh Allah dalam membangun masyarakat multikultural yang lebih bermartabat dan memperjuangkan kesetaraan.

5.5.10. Evaluasi atau Penilaian PKKM yang tepat bagi Pendidikan Kristiani (Pembinaan